Foto: Pembukaan IIDSA6 di Auditorium Kirtya Sabha Mahottama, Gedung Citta Kelangen ISI BALI, Kamis (9/10).
Institut Seni Indonesia Bali (ISI BALI) menjadi tuan rumah penyelenggaraan Indonesia Industrial Design Student Award (IIDSA) ke-6, ajang apresiasi terbesar bagi mahasiswa Desain Produk se-Indonesia. Kegiatan ini diikuti oleh 21 Program Studi Desain Produk dari berbagai perguruan tinggi yang tergabung dalam Forum Program Studi Desain Produk Industri Indonesia. Pembukaan IIDSA6 berlangsung di Auditorium Kirtya Sabha Mahottama, Gedung Citta Kelangen ISI BALI, Kamis (9/10), dan secara resmi dibuka oleh Rektor ISI BALI, Prof. Dr. Wayan ‘Kun’ Adnyana, S.Sn., M.Sn.
Dalam sambutannya, Prof. Kun Adnyana menegaskan pentingnya penguatan keilmuan di bidang desain produk yang berpijak pada jati diri bangsa. “Yang terpenting, setiap insan akademika mengalami pengalaman keindonesiaan, kesadaran untuk menempatkan nilai, kearifan lokal, serta keragaman budaya Nusantara sebagai sumber inspirasi dan pijakan dalam merancang karya desain. Desain produk industri menyatukan semangat berpikir dan semangat perancang yang berakar pada budaya bangsa. Selamat untuk seluruh Program Studi Desain Produk di Indonesia atas gelaran IIDSA6,” ujar Guru Besar Bidang Sejarah Seni ini.
Sementara itu, Koordinator Program Studi Desain Produk ISI BALI, Wahyu Indira, M.Sn., menekankan bahwa IIDSA6 bukan sekadar ajang penilaian karya, tetapi juga ruang untuk menghargai mimpi dan proses kreatif generasi muda. “Dalam ajang ini, kita tidak hanya menilai, tetapi juga menghargai mimpi, proses, dan dedikasi generasi muda dalam menciptakan solusi desain yang berdampak bagi masyarakat dan industri. Kegiatan ini menjadi momentum untuk saling menginspirasi dan memperkuat kolaborasi antar mahasiswa desain produk di seluruh Indonesia,” ungkapnya.
Ketua Forum Desain Produk Indonesia, Dr. Guguh Sujatmiko, S.T., M.Ds. dari Universitas Surabaya (UBAYA) menyampaikan bahwa kegiatan ini menjadi wujud nyata semangat kolaborasi antara mahasiswa dan dosen pembimbing dalam mengembangkan desain produk yang relevan dan berdampak. “Melalui event ini, kita membangun semangat kolaborasi dan mengglobalkan desain produk Indonesia agar bermanfaat dan memberi kontribusi nyata bagi bangsa,” katanya.
Foto: Pembukaan IIDSA6 di Auditorium Kirtya Sabha Mahottama, Gedung Citta Kelangen ISI BALI, Kamis (9/10).
IIDSA6 berlangsung selama dua hari, 9–10 Oktober 2025, dengan rangkaian kegiatan meliputi pameran, seminar, talkshow, presentasi karya, awarding, launching buku, serta diskusi agenda forum tahun 2026. Selain itu, ISI BALI juga menjadi lokasi penyelenggaraan Pameran Nasional Desain Produk bertajuk “Desain Bertutur: Merangkai Bukti, Menjaga Tradisi Nusantara”, yang digelar di Ruang Vicon Gedung Citta Kelangen Lantai 2 ISI BALI.
Kegiatan IIDSA6 turut dihadiri oleh sejumlah tokoh penting di bidang desain produk, di antaranya Achmad Syarief, S.Sn., M.S.D., Ph.D. dari Institut Teknologi Bandung, Dr. Rahmawan Dwi Prasetya, S.Sn., M.Si. dari Institut Seni Indonesia Yogyakarta, Dr. Zaki Saptiar Saldi, S.T., M.Eng. dari Universitas Pembangunan Jaya, Dr. Guguh Sujatmiko dari Universitas Surabaya, Ira Samri, M.Ds. dari Universitas Paramadina, Winta Tridhatu Satwikasant, Ph.D. dari Universitas Kristen Duta Wacana, serta Prananda Luffiansyah Malasan, S.Ds., M.Ds., Ph.D. dari Institut Teknologi Bandung yang juga menjabat sebagai Ketua Asosiasi Desain Produk Industri Indonesia (ADPII) Pusat.
Melalui penyelenggaraan IIDSA6, ISI BALI mempertegas perannya sebagai ruang pertemuan akademisi dan praktisi desain untuk mendorong lahirnya inovasi, memperluas jejaring, serta memperkuat posisi desain produk Indonesia di kancah nasional dan global. Kegiatan ini juga menjadi momentum bagi generasi muda desainer untuk menampilkan karya terbaiknya, memperkaya pengalaman kreatif, dan menumbuhkan semangat keindonesiaan yang berpijak pada kekayaan budaya Nusantara. (ISIBALI/Humas)
Foto: Rektor ISI BALI, Prof. Dr. Wayan ‘Kun’ Adnyana melantik pejabat struktural periode 2025–2029 di Ballroom Kirtya Sabha Mahottama, Gedung Citta Kelangen Lantai 3 ISI BALI, Senin (6/10).
Institut Seni Indonesia Bali (ISI BALI) menyelenggarakan pelantikan dan pengambilan sumpah/janji jabatan bagi para pejabat baru periode 2025–2029, yang meliputi dekan dan wakil dekan, ketua dan sekretaris lembaga, koordinator program studi, kepala unit penunjang akademik, serta kepala pusat. Kegiatan berlangsung di Ballroom Kirtya Sabha Mahottama, Gedung Citta Kelangen Lantai 3 ISI BALI, pada Senin (Soma Umanis, Wuku Tolu Purnaming Sasih Kapat), 6 Oktober 2025.
Sebanyak 36 pejabat dilantik dan diambil sumpah/janji jabatannya secara langsung oleh Rektor ISI BALI, Prof. Dr. I Wayan Adnyana, S.Sn., M.Sn. Pelantikan ini dilaksanakan sehubungan dengan berakhirnya masa jabatan pejabat periode 2021–2025 dan sebagai langkah strategis dalam memperkuat tata kelola serta kinerja kelembagaan di lingkungan ISI BALI.
Foto: Pelantikan pejabat struktural periode 2025–2029 di Ballroom Kirtya Sabha Mahottama, Gedung Citta Kelangen Lantai 3 ISI BALI, Senin (6/10).
Salah satu pejabat yang dilantik adalah Dr. I Gede Yudarta, yang kini menjabat sebagai Dekan Fakultas Seni Pertunjukan (FSP) menggantikan Dr. I Ketut Garwa. Adapun Dr. I Ketut Garwa selanjutnya dipercaya memegang amanah baru sebagai Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) ISI BALI.
Sejumlah pejabat lain yang turut dilantik di antaranya I Wayan Diana Putra, M.Sn. sebagai Wakil Dekan Bidang Akademik FSP, Dr. I Made Kartawan sebagai Wakil Dekan Bidang Umum dan Keuangan FSP, serta I Kadek Widnyana, M.Sn. yang kembali menjabat sebagai Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama FSP.
Sementara itu, posisi Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) kini dijabat oleh Dr. Ni Luh Desi In Diana Sari, menggantikan Ni Kadek Dwiyani, M.Hum., yang kini dipercaya sebagai Koordinator Urusan Internasional ISI BALI.
Foto: Pelantikan pejabat struktural periode 2025–2029 di Ballroom Kirtya Sabha Mahottama, Gedung Citta Kelangen Lantai 3 ISI BALI, Senin (6/10).
Acara pelantikan berlangsung khidmat dan dihadiri oleh jajaran dosen serta tenaga kependidikan, baik ASN maupun Non-ASN, yang turut memberikan dukungan terhadap kelancaran prosesi tersebut.
Dalam sambutannya, Rektor ISI BALI, Prof. Dr. I Wayan Adnyana, S.Sn., M.Sn., menyampaikan ucapan selamat kepada para pejabat yang baru dilantik serta apresiasi kepada pejabat yang telah menyelesaikan masa tugasnya.
“Saya mengucapkan selamat bertugas kepada para pejabat baru. Semoga amanah ini dijalankan dengan penuh tanggung jawab, dedikasi, dan semangat kebersamaan demi kemajuan ISI BALI. Kepada para pejabat yang telah menyelesaikan masa tugasnya, kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan atas pengabdian, kerja keras, dan kontribusi yang telah diberikan selama ini,” ujar Prof Kun Adnyana. (ISIBALI/Humas)
Foto: Rektor ISI BALI, Prof. Dr. Wayan ‘Kun’ Adnyana, melantik 34 pejabat struktural pada Selasa (19/8) di Ruang Kirtya Sabha Mahottama, Gedung Citta Kelangen Lt.3 ISI BALI.
Rektor Institut Seni Indonesia Bali (ISI BALI), Prof. Dr. Wayan ‘Kun’ Adnyana, melantik 34 pejabat struktural pada Selasa (19/8) di Ruang Kirtya Sabha Mahottama, Gedung Citta Kelangen Lt.3 ISI BALI. Pelantikan ini merupakan tindak lanjut dari terbitnya Permendiktisaintek Nomor 28 Tahun 2025 tentang Organisasi dan Tata Kerja (OTK) Institut Seni Indonesia Bali.
Perubahan ini menandai penyesuaian struktur organisasi setelah nomenklatur resmi ISI Denpasar berubah menjadi ISI Bali. Dengan adanya regulasi baru tersebut, sejumlah jabatan struktural mengalami penyesuaian dan pengisian kembali guna memperkuat tata kelola institusi.
Foto: Rektor ISI BALI, Prof. Dr. Wayan ‘Kun’ Adnyana bersama 34 pejabat struktural yang dilantik pada Selasa (19/8) di Ruang Kirtya Sabha Mahottama, Gedung Citta Kelangen Lt.3 ISI BALI.
Sejumlah jabatan baru juga hadir dalam struktur kelembagaan ISI BALI. Untuk pertama kalinya, ISI BALI memiliki Direktur Pascasarjana yang dijabat oleh Nyoman Dewi Pebryani, ST., MA., Ph.D., serta Wakil Direktur Pascasarjana yang dijabat oleh Dr. Ni Wayan Ardini, S.Sn., M.Si. Selain itu, juga dibentuk Lembaga Penjaminan Mutu dan Pengembangan Pembelajaran dengan Dr. I Wayan Setem, S.Sn., M.Sn. sebagai Ketua dan Dr. I Gede Mawan, S.Sn., M.Si. sebagai Sekretaris.
Dalam sambutannya, Rektor ISI BALI, Prof. Dr. Wayan ‘Kun’ Adnyana menekankan bahwa perubahan organisasi ini menjadi momentum untuk meningkatkan tata kelola, memperkuat sinergi kelembagaan, serta mendorong ISI BALI menuju pusat unggulan seni dan kreativitas yang berdaya saing global.
“Perubahan ini harus dimaknai sebagai langkah maju untuk membangun sistem yang lebih adaptif, profesional, dan visioner. Mari kita bersama-sama berkomitmen menjadikan ISI BALI semakin maju,” ujar Prof. Kun Adnyana.
Pelantikan ini dihadiri oleh jajaran pimpinan, dosen, serta tenaga kependidikan ISI BALI. Dengan struktur organisasi baru ini, ISI BALI berkomitmen untuk memperkuat peran sebagai institusi pendidikan seni yang inovatif dan berdaya saing. (ISIBALI/Humas)
Foto: Rektor ISI BALI Prof. Dr. Wayan ‘Kun’ Adnyana bersama jajaran pimpinan dan mahasiswa baru ISI BALI dalam Pembukaan PKKMB Tahun 2025 di Lapangan Upacara Widya Mahardika ISI BALI, Senin (11/8)
Institut Seni Indonesia Bali (ISI BALI) secara resmi membuka kegiatan Pengenalan Kehidupan Kampus Bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) Tahun Akademik 2025/2026 pada Senin (11/8). Acara berlangsung di Lapangan Upacara Widya Mahardika ISI BALI.
Kegiatan PKKMB dibuka langsung oleh Rektor ISI BALI, Prof. Dr. Wayan ‘Kun’ Adnyana, dan dihadiri oleh seluruh pimpinan struktural di lingkungan ISI Bali. Dalam sambutannya, Rektor menyampaikan selamat datang kepada para mahasiswa baru yang memulai perjalanan akademik di kampus seni terbesar di Bali ini. Ia menegaskan menegaskan bahwa PKKMB bukan sekadar orientasi kampus, melainkan gerbang awal untuk menumbuhkan rasa memiliki, memahami nilai-nilai luhur seni, serta membentuk karakter akademik yang unggul. Ia juga mengingatkan pentingnya disiplin dan kerja keras sebagai kunci keberhasilan studi di perguruan tinggi.
Sebagai bagian dari agenda pembukaan, Rektor juga memperkenalkan jajaran pimpinan ISI BALI, mulai dari Wakil Rektor, Dekan, hingga Koordinator Program Studi (Koprodi). Perkenalan ini bertujuan agar mahasiswa baru mengenal lebih dekat para pemimpin dan pengelola program studi di kampus, sehingga dapat membangun komunikasi yang baik selama masa studi.
PKKMB ISI BALI 2025 menjadi momentum penting bagi mahasiswa baru untuk memahami nilai-nilai akademik, budaya kampus, serta visi ISI BALI yang berlandaskan kearifan lokal dan berorientasi global. (ISIBALI/Humas)
Foto: Wamenlu Jepang Akiko Ikuina, Konjen Jepang di Denpasar Miyakawa Katsutoshi, Rektor ISI BALI Prof. Dr. Wayan Adnyana, beserta jajaran pimpinan ISI BALI di Ruang Kirtya Sabha Mahottama, Gedung Citta Kelangen ISI BALI, Rabu (23/7).
Institut Seni Indonesia Bali (ISI BALI) menerima kunjungan kehormatan Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Jepang, Akiko Ikuina, beserta delegasi pada Rabu (23/7), bertempat di Ruang Kirtya Sabha Mahottama, Gedung Citta Kelangen ISI BALI. Kunjungan ini disambut langsung oleh jajaran pimpinan struktural di lingkungan ISI BALI.
Dalam suasana penuh kehangatan, Akiko Ikuina menyampaikan apresiasi mendalam atas sambutan yang diberikan ISI BALI. Ia mengaku terpukau dengan penampilan tari tradisional yang dibawakan oleh mahasiswa ISI BALI. Turut hadir dalam kunjungan ini Konsul Jenderal Jepang di Denpasar, Miyakawa Katsutoshi, yang juga memberikan dukungan atas peningkatan kolaborasi bidang seni dan pendidikan antara kedua negara.
Rektor ISI BALI dalam sambutannya menyampaikan bahwa dalam empat tahun terakhir, ISI BALI telah menjalin hubungan yang semakin erat dengan institusi pendidikan seni dan desain di Jepang. Salah satu wujud nyata kolaborasi ini adalah program internasional Bali Nata Bhuwana. Pada tahun 2024, ISI BALI berpartisipasi dalam Geidai Art Festival di Okinawa, bekerja sama dengan Okinawa Prefectural University of Arts. Dalam kegiatan tersebut, 20 dosen dan mahasiswa ISI BALI turut ambil bagian dalam pertunjukan, lokakarya, dan penandatanganan perjanjian kerja sama.
Rektor juga menambahkan bahwa ISI BALI telah melakukan kunjungan ke Kunitachi College of Music, yang menghasilkan penandatanganan Memorandum of Understanding serta hibah 18 instrumen tiup. “Instrumen ini sangat memperkaya koleksi kami dan meningkatkan pengalaman belajar serta performa orkestra ISI BALI,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa kunjungan Wamenlu Jepang ini merupakan momentum strategis untuk memperkuat hubungan antara ISI BALI dan mitra-mitra pendidikan tinggi seni dan desain di Jepang. “Kami optimis kunjungan ini membuka lebih banyak peluang kolaborasi bertaraf internasional yang bereputasi tinggi,” pungkasnya. (ISIBALI/Humas)
Merayakan 100 Tahun Pramoedya Ananta Toer Lewat Tafsir Visual Lintas Medium
Denpasar, 29 Juli 2025 — Sebuah peristiwa budaya yang melampaui sekadar perayaan estetika tengah berlangsung di Nata-Citta Art Space (N-CAS), Institut Seni Indonesia (ISI) Bali. Bertajuk Pram–Bhuwana–Patra: Earth and Humanity, pameran internasional seni rupa dan desain ini menghadirkan 63 perupa dari Indonesia dan mancanegara, dalam rangka memperingati 100 tahun kelahiran sastrawan besar Indonesia, Pramoedya Ananta Toer (1925–2006).
Diselenggarakan pada 29 Juli hingga 7 Agustus 2025, dan menjadi bagian dari Festival Bali Padma Bhuwana V, pameran ini lahir dari kolaborasi antara ISI Bali, Hankuk University of Foreign Studies (HUFS), dan Korea-Indonesia Centre (KIC). Lebih dari sekadar mengenang, Pram–Bhuwana–Patra menghadirkan ruang tafsir atas pemikiran dan semangat Pramoedya melalui karya-karya seni yang membentang lintas medium: dari lukisan, fotografi, kriya, busana, keramik, hingga instalasi dan media baru.
“Karya Pram sepatutnya tidak hanya dikenang lewat teks, tetapi harus dibaca ulang melalui bahasa rupa, dalam konteks zaman yang terus bergerak,” ujar Prof. Dr. I Wayan Kun Adnyana, Rektor ISI Bali sekaligus kurator pameran.
Dari Kata ke Rupa: Membaca Kemanusiaan Hari Ini
Mengangkat tema Earth and Humanity (Bumi dan Manusia), pameran ini tidak hanya menampilkan tokoh-tokoh legendaris dari novel Bumi Manusia seperti Nyai Ontosoroh, Annelies, atau Minke. Melainkan, ia mengolah kembali warisan pemikiran Pram sebagai lensa kritis untuk menyoroti isu-isu kontemporer: krisis lingkungan, ketimpangan sosial, patriarki yang tak kunjung padam, serta trauma sejarah yang masih menganga.
Alih medium dari sastra ke seni rupa menjadi proses interpretasi yang kaya: negosiasi antara teks dan konteks, antara narasi historis dan refleksi kekinian. Sosok-sosok perempuan dalam karya Pram, misalnya, dihidupkan kembali bukan sebagai figur pasif, melainkan sebagai simbol agensi, luka, dan kekuatan.
Dalam karya Arka Nyai (Ni Luh Ayu Pradnyani Utami), Sekar Kolonial (Tjokorda Gde Abinanda Sukawati), dan Kala Rau dan Indrayudha (A.A. Anom Mayun Tenaya), karakter Nyai Ontosoroh menjelma dalam desain busana yang merepresentasikan keteguhan, kecerdasan, dan martabat perempuan di tengah ketidakadilan.
Di sisi lain, karya Sisa Tubuh, Sisa Tanah (Aprililia) dan Trinity (Nyoman Sani) menyoroti sisi rapuh sosok Annelies, sebagai metafora generasi yang tercerabut dari akar dan ruang pulang—potret batin manusia yang kehilangan pijakan di tengah zaman yang gaduh.
Kesadaran Ekologi dan Lintas Generasi
Seni tak hanya berbicara tentang masa lalu. Ia juga menyuarakan kegelisahan hari ini. Lewat medium tiga dimensi, para seniman menyampaikan kritik atas eksploitasi alam dan hilangnya nilai-nilai spiritual. Dalam karya Paradoks Seribu Bunga (Nyoman Suardina), tubuh manusia dihiasi bunga artifisial sebagai metafora keindahan palsu dalam budaya citra. Sementara Menatap Luka Bumi (Ida Ayu Gede Artayani) menggambarkan penderitaan ekologis lewat wajah-wajah yang saling tatap di atas ranting mati.
Dalam fashion art, seniman seperti Dewa Ayu Putu Leliana Sari dan Tiartini Mudarahayu merajut narasi perempuan dalam bentuk kebaya, kain bordir, dan instalasi partisipatif yang menyentuh tema trauma keluarga dan penghapusan identitas.
Fotografi sebagai Arsip dan Memori Kolektif
Bagian paling menggugah dari pameran ini hadir dalam karya-karya fotografi yang melampaui fungsi dokumenter. Mereka menjadi ruang ekspresi atas luka sejarah dan kekerasan sistemik.
Karya The Day After–Without Us oleh fotografer Korea Joo Yong-seong menyoroti nasib perempuan “camptown” pasca-Perang Korea yang menjadi korban industri seks militer. Sementara Rustling Whisper of the Wind oleh Sung Namhun menghadirkan lanskap bekas pembantaian Jeju 4.3 yang ditangkap lewat teknik Polaroid memburam—simbol trauma yang tak terhapus.
“Fotografi tak hanya menyimpan citra, ia juga menyimpan luka. Melalui cahaya dan kontras, para fotografer menyuarakan kembali sejarah yang dibungkam,” ujar Jeon Dongsu, kurator asal Korea yang terlibat dalam pameran ini.
Tidak hanya seniman Indonesia, pameran ini juga menghadirkan perupa internasional seperti Ted van Der Hulst (Belanda), Aimery Joessel (Perancis), dan Paul Trinidad (Australia).
Dalam Colonial Threads, Van Der Hulst menyoroti tubuh albino Indonesia dalam balutan kolonial, mengangkat isu representasi visual dan warisan kuasa. Joessel menampilkan potret humanistik atas Ibu Hindun, petani lokal yang mengolah tanah dengan keteguhan senyap. Adapun Trinidad menelusuri relasi manusia dan alam melalui instalasi lintas budaya yang menyandingkan gurun Australia, tari Toraja, dan filosofi dualitas Bali.
Peristiwa Budaya, Bukan Sekadar Pameran
Pameran ini juga menayangkan video wawancara langka antara Pramoedya dan Prof. Koh Young Hun, Indonesianis asal Korea. Dalam kutipan rekaman tersebut, Pram berkata, “Duniaku bumi manusia dengan persoalannya.” Sebuah pernyataan yang kini menemukan gaung baru melalui seni rupa.
“Digagas oleh Prof. Koh Young Hun, Indonesianis terkemuka, penelaah karya dan sosok Pram, bersama kami kurator, simposium dan pameran ini membentang sebagai ruang interaksi pemikiran berikut capaian seni visual. Salah satu penanda penting dalam pameran ini adalah petikan video wawancara Prof. Koh dengan Pramoedya, buah pertemuan puluhan tahun, “ ujar Warih Wisatsana, penyair dan salah satu kurator.
Pameran Bali Bhuwana Rupa dan Simposium Internasional ini menghadirkan juga tokoh-tokoh pemikir dan seniman mumpuni dari berbagai negara. Salah satunya adalah Happy Salma yang bertimbang renungan pengalamannya saat memerankan Nyai Ontosoroh pada berbagai panggung di tanah air, termasuk Blora, tanah kelahiran Pram. Sebuah napas panjang yang menghidupkan kembali tokoh perempuan yang melampaui zaman.
Peristiwa ini mempertemukan pemikiran Pram dengan gaung kemanusiaan yang melampaui batas geografis. Han Kang, sastrawan Korea Selatan peraih Nobel Sastra tahun 2024, menggemakan tentang cinta pada sesama manusia serta keyakinan akan masa lalu yang bisa menyelamatkan masa kini. Pandangan ini senapas dengan semangat Pram yang menempatkan manusia sebagai pusat perjuangan sejarah. Kepedulian Han Kang pun sejalan dengan karya-karya para fotografer Korea dalam pameran ini, yang mengabadikan jejak kekerasan dan tragedi kemanusiaan sebagai peringatan dan renungan lintas generasi.
Melalui benang merah pemikiran Pramoedya, Han Kang, dan para seniman lintas disiplin, pameran ini menegaskan bahwa sastra, seni, dan sejarah bukan sekadar artefak masa lalu, melainkan medan keberanian untuk menyuarakan keadilan, dan martabat kemanusiaan.
Sebagai ajang lintas generasi dan lintas disiplin, Pram–Bhuwana–Patra menunjukkan bahwa seni—seperti juga sastra—adalah ruang untuk menyimak jiwa zaman. Ia bisa menyembuhkan, menggugat, dan menyuarakan kembali apa yang nyaris luput dari ingatan kolektif.