“Metu Bhuwana Manu” Buka PKB XLVII dengan Simbol Kelahiran dan Harmoni Semesta

“Metu Bhuwana Manu” Buka PKB XLVII dengan Simbol Kelahiran dan Harmoni Semesta

Pesta Kesenian Bali (PKB) XLVII 2025 resmi dibuka dengan penampilan sendratari kolosal berjudul “Metu Bhuwana Manu”, di Panggung Terbuka Ardha Candra, Taman Budaya Bali, Sabtu (21/6) malam. Sendratari ini menjadi persembahan simbolik kelahiran manusia dalam semesta yang harmonis, sejalan dengan tema besar PKB tahun ini: “Jagat Kerthi: Lokahita Samudaya”.Acara pembukaan dihadiri oleh Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon, Gubernur Bali Wayan Koster, serta ribuan penonton yang memadati arena.

Pertunjukan memukau yang diproduksi oleh Institut Seni Indonesia Bali (ISI BALI) bekerja sama dengan Sanggar Seni Bungan Dedari. Mengusung kekuatan narasi visual, musikal, dan koreografi, Metu Bhuwana Manu menjadi refleksi artistik tentang perjalanan kelahiran manusia sebagai bagian dari keharmonisan jagat raya. Pergelaran ini dibuka dengan Tari Pendet sebagai penyambutan, lalu dilanjutkan oleh sendratari utama yang menghadirkan puluhan penari, penabuh, dan penggerong dalam satu kesatuan estetik.

Rektor ISI BALI, Prof. Dr. I Wayan ‘Kun’ Adnyana, menyampaikan apresiasinya terhadap seluruh tim kreatif yang terlibat “Metu Bhuwana Manu menjadi wujud kontribusi ISI BALI dalam mengembangkan seni pertunjukan yang berakar pada nilai-nilai adiluhung budaya Bali, namun dikemas dengan pendekatan estetik, konseptual, dan artistik yang kontekstual dengan zaman. Inilah komitmen kami dalam merawat tradisi sekaligus menjawab tantangan masa depan seni dan budaya,” ujarnya.

Pertunjukan ini dipimpin oleh Dr. Gede Mawan sebagai Koordinator, dengan Dr. Gusti Putu Sudarta sebagai Direktur Artistik. Tim komponis melibatkan nama-nama terkemuka: Dr. Ketut Garwa, Dr. Wayan Suharta, Made Dwi Andika Putra, M.Sn., Gde Made Indra Sadguna, Ph.D., Dr. Made Kartawan, M.A., dan Putu Hartini, M.Sn.

Kekuatan gerak tari disusun oleh koreografer senior dan muda: Dr. Made Sidia, A.A. Ayu Mayun Artati, M.Sn., Wayan Sutirtha, M.Sn., Komang Sri Wahyuni, M.Sn., Dr. Kt Suteja, dan Dr. Ketut Sariada. Gerong diciptakan oleh Komang Sekar Marhaeni, M.Si., menambah nuansa vokal khas dalam dinamika dramatik pertunjukan.

Sementara itu, detail visual diperkuat oleh tim penata kostum: Gusti Ayu Ketut Suandewi, M.Si., Nyoman Kasih, M.Sn., Wayan Adi Gunarta, M.Sn., Wayan Fajar Febriani, S.Sn., Suminto, M.Sn., dan Ketut Sutapa, M.Sn., yang menyatukan elemen tradisional dan kontemporer dalam balutan busana panggung. (ISIBALI/Humas)

ISI Bali Tampilkan Gong Guwung Gumi Pada Pembukaan Pesta Kesenian Bali

ISI Bali Tampilkan Gong Guwung Gumi Pada Pembukaan Pesta Kesenian Bali

Memaknai tema Pesta Kesenian Bali tahun 2025 yaitu Jagad Kerthi, Institut Seni Indonesia (ISI) Bali menggubah barungan anyar bernama Gong Guwung Gumi. Barungan anyar sebagai hasil eksplorasi baru ISI Bali pada pawai PKB tahun ini dapat dikatakan cukup “melompat”. Melompati tradisi musik prosesi Bali yang lazim menggunakan instrumen kendang dan ceng-ceng kopyak. Prof. Dr. I Wayan Adnyana didampingi pula oleh Prof. Dr. I Komang Sudirga, S.Sn., M.Hum sebagai penanggung jawab produksi pertunjukan menawarkan gagasan untuk mencoba menyusunan barungan baru berpijak pada istrumen gong dan pencon sarwa datu. Pijakan menyusun barungan anyar berbasis instrumen gong dan pencon untuk merayakan pencapaian tetinggi teknik cor logam sembari menafsir tema Jagad Kerthi.

Barungan anyar Gong Guwung Gumi menantang kreativitas baru untuk lepas dari kebiasaan murba kendang dan pengramen dari ceng-ceng kopyak. Kemudian istrumen reyong serta tawa-tawa selain memainkan melodi juga sebagai pemurba, penyaji angsel dan membentuk pola ornament ritmis. Gong dan kempul/kempur yang secara konvensional berfungsi sebagai kolotomik diposisikan sebagai instrumen melodis dengan olahan melodi teknik gebug calung/nyalungin.

            Gong Guwung Gumi sebagai nama dari barungan baru hasil olah kreatif dosen Fakultas Seni Pertunjukan ISI Bali merujuk pada gong sebagai instrumen terbesar golongan gong dan pencon yang dalam konsep kompositorisnya menjadi dasar pengembangan pola-pola dari instrumen lainnya seperti reyong, tawa-tawa, kajar dan kempul/kempur. Kemudian Guwung Gumi bermakna ruang dan wadah dari seluruh instrumen gong dan pencon berbahan sarwa datu untuk merajut ritme, melodi dalam bingkai matra serta tempo. 

            Barungan anyar Gong Guwung Gumi disusun oleh beberapa instrumen gong dan pencon dari barungan gamelan Bali dan Jawa yang sudah ada sebelumnya yaitu 14 pencon terompong Semara Dhana, 14 pencon reyong Baleganjur Saih Pitu, 11 pencon tawa-tawa berlaras Saih Pitu, 4 pencon kajar, 4 pencon kempli, 7 pencon kempur Jawa, 8 pencon gong Bali dan satu gong beri. Barungan Gong Guwung Gumi dimainkan oleh 63 penabuh dari mahasiswa program studi Seni Karawitan dan Pendidikan Seni Pertunjukan. Adapun komposer dari barungan Gong Guwung Gumi adalah Putu Tiodore Adi Bawa, S.Sn., M.Sn, Saptono, S.Sen., M.Si dan I Wayan Diana Putra, S.Sn., M.Sn yang juga selaku koordinator produksi pertunjukannya. Bertindak sebagai artistik director adalah Dr. I Wayan Budiarsa, S.Sn., M.Si dan koorprodi Seni Karawitan Dr. I Nyoman Kariasa, S.Sn., M.Sn sebagai Pembina teknik karawitan.

Barungan Gong Guwung Gumi turut menyertai energi tarian kosmik Dewa Siwa dalam mencipta tata semesta melalui lambaian estetis penari disertai olah ritme-melodi seluruh instrumen moncol/pencon yang disusun secara berlapis dalam metrum presisi. Prof. Kun menambahkan barungan anyar Gong Guwung Gumi menggelar altar adhi nada, nuwur Siwa Nataraja tedun menata R’ta Bhuwana. Semua kemudian menari, meraya ritmis samasta.  Kemudian penata tari dari Tari Siwa Nataraja yang disertai oleh barungan Gong Guwung Gumi adalah I Gede Oka Suryanegara, S.ST., M.Sn, Ni Kadek Diah Pramanasari, S.Sn., M.Sn dan Ni Nyoman Ayu Kunti Aryani, S.Sn., M.Sn. Jumlah penari yang terlibat sebanyak 27 orang dengan komposisi 1 orang penari putra berperan sebagai Dewa Siwa, 8 orang penari putri sebagai delapan sinar suci Dewa Siwa, 9 orang penari putri sebagai deeng pemendak dan 8 orang penari putra menarikan penjor sebagai sarana mendak Dewa Siwa. Para penari merupakan mahasiswa-mahasiswi program studi Tari dan Pendidikan Seni Pertunjukan.

Loading...