
Foto: Kunjungan Komisi Nasional Disabilitas RI dan Gerkatin Provinsi Bali, Jumat (5/12) di Ruang Nata Widya Sabha, ISI BALI.
Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Keuangan, dan Umum Institut Seni Indonesia Bali (ISI BALI), Dr. I Made Jodog, menerima kunjungan Komisioner Komisi Nasional Disabilitas (KND) RI, Dr. Rachmita Maun Harahap, ST., M.Sn., Jumat (5/12) di Ruang Nata Widya Sabha ISI BALI.
Kunjungan ini turut dihadiri pengurus Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (Gerkatin) Provinsi Bali, Staf Khusus KND RI Rafika Yanti, SKM. Hadir pula jajaran pimpinan ISI BALI, yakni Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Dr. Ketut Garwa, Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama Fakultas Seni Rupa dan Desain, Dr. Desi In Diana Sari, Koordinator Program Studi (Koprodi) Tari, Wayan Sutirtha, M.Sn., Koprodi Desain Komunikasi Visual Gede Bayu Segara, M.Sn., dan Koordinator Pokja Kemahasiswaan, Nyoman Wartana, serta mahasiswa penyandang tuli, Putu Wahyu Putra Sudianta.
Pertemuan berlangsung dalam suasana diskusi mendalam mengenai penguatan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas di lingkungan perguruan tinggi. Salah satu agenda utama adalah pembahasan rencana pembentukan Unit Layanan Disabilitas sebagai wadah pendampingan, fasilitasi kebutuhan mahasiswa difabel, serta pusat koordinasi berbagai layanan pendukung. Selain itu, dibahas pula strategi peningkatan inklusivitas, aksesibilitas, dan mutu layanan pendidikan di ISI BALI.

Foto: Kunjungan Komisi Nasional Disabilitas RI dan Gerkatin Provinsi Bali, Jumat (5/12) di Ruang Nata Widya Sabha, ISI BALI.
Dalam sesi diskusi, salah satu mahasiswa penyandang tuli, Putu Wahyu Putra Sudianta, turut membagikan pengalamannya. Putu Wahyu, mahasiswa Program Magister Seni ISI BALI yang juga merupakan alumni S1 Seni Tari di kampus yang sama, menceritakan tantangan akademik yang ia hadapi. Ia mengatakan bahwa tugas-tugas kuliah yang mengharuskannya menulis menjadi kesulitan terbesar. Hal ini karena tata bahasa yang digunakan oleh penyandang tuli berbeda dengan tata bahasa yang umum digunakan oleh orang dengar—sebuah tantangan yang sering kali tidak terlihat di permukaan.
Meski demikian, Putu Wahyu berhasil menyesuaikan diri berkat dukungan para dosen dan teman-temannya. Lingkungan belajar yang suportif membantunya berkembang, baik secara akademik maupun artistik. Kisahnya menjadi contoh nyata pentingnya layanan pendidikan yang inklusif dan responsif terhadap kebutuhan mahasiswa difabel.
ISI BALI menegaskan komitmennya untuk terus meningkatkan kualitas layanan pendidikan bagi seluruh mahasiswa, termasuk penyandang disabilitas, melalui kolaborasi dan pendampingan berkelanjutan bersama berbagai pemangku kepentingan. Pertemuan ini menjadi langkah strategis menuju kampus yang semakin inklusif, ramah, dan memberikan kesempatan setara bagi seluruh mahasiswa untuk berkembang dan berprestasi. (ISIBALI/Humas)










