M

Tentang ISI Bali

Sejarah

Pengantar

Akreditasi

Visi dan Misi

Struktur Organisasi

SAKIP

JDIH

Penghargaan

PPID

Green Metric

Pendidikan

Fakultas Seni Pertunjukan (FSP)

Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD)

Pascasarjana

Program Internasional

Alumni

Penelitian

Penelitian, Penciptaan dan Diseminasi Seni dan Desain (P2SD)

Penelitian Disertasi (PDD)

Penelitian Kompetisi Nasional

Penelitian Kerja Sama

Pengabdian

Bali Citta Swabudaya (BCS)

Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM)

Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) Pusat

Program Beasiswa Non Degree dari UNESCO  Cina Tahun 2010-2011

Program Beasiswa Non Degree dari UNESCO Cina Tahun 2010-2011

Tutwuri HandayaniTawaran beasiswa dari Unesco Cina bagi 27 orang karyasiswa yang diutamakan perempuan untuk melanjutkan program studi non degree paling lama 1 (satu) tahun. Biaya pulang pergi ditanggung Unesco Cina, sedangkan biaya hidup, akomodasi, pendidikan, uang saku dan kesehatan ditanggung oleh pemerintah Cina Untuk lebih jelasnya silahkan unduh lampirannya.

sumber:

http://ditnaga.dikti.go.id/ditnaga/index.php

Pemberitahuan dan Pengisian KRS

Diberitahukan kepada seluruh Pembimbing Akademik / Dosen FSRD ISI Denpasar, sesuai dengan kalender akademik bahwa perkuliahan untuk semester Genap 2009/2010 akan dimulai pada tanggal 8 Pebruari 2010. untuk memperlancar proses administrasi akademik dalam Pengisian Kartu Rencana Studi (KRS), kami mohon kehadiran seluruh Pembimbing Akademik (PA) pada :

Tanggal      : 25 – 30 Januari 2010

Pukul          : 09.00 wita

Tempat      : Ruangan sesuai jurusan masing-masing

Demikian kami sampaikan untuk diperhatikan dan dilaksanakan, atas kerjasamanya kami ucapkan terimakasih.

Denasar 21 Januari 2010

An. Dekan,

Pembantu Dekan I,

TTD

Drs. Olih Solihat Karso, M.Sn

NIP. 196107061990031005

Keberadaan Seni Kriya Masa Kini

Keberadaan Seni Kriya Masa Kini

Oleh I Made Sumantra

Koleksi Kriya

Koleksi Kriya

Bidang ilmu kriya, jika diuraikan dari akar keilmuannya, masih terus menjadi perdebatan sengit dikalangan praktisi dan akademisi di bidang seni rupa. Bidang kriya, telah menjadi ajang perebutan antara masuk ke dalam disiplin ilmu seni atau ilmu disain.  Penulis  tidak ingin menambah kekusutan dari perang definisi yang ada. Seni kriya dapat berada dan mencangkup kedua ilmu tadi, seni dan disain sehingga memungkinkan muncul dua istilah seperti: kriya seni dan kriya disain, seni kriya dan disain kriya. Agar dapat lebih menjelaskan konsep ini, penulis mencoba mengambil contoh kasus objek ukir kayu yang berwujud sebuah lampu hias. Benda lampu hias ini akan memiliki penampilan, makna dan fungsi yang sangat berbeda tergantung di wilayah/ kubu mana ia berada. Barang-barang kriya dalam hal ini memiliki fleksibelitas yang tinggi, berada pada posisi di antara wilayah seni dan disain. Kondisi ini menyadarkan kita bahwa seharusnya tidak ada definisi yang kaku dalam pengelompokan kriya, karena hal itu tergantung di wilayah mana secara esensial kriya itu sendiri beraktivitas.

Jika kriya telah menjadi barang-barang pesanan dalam jumlah besar, maka otomatis pertimbangan-pertimbangan teknik produksi, cost, dan nilai-nilai kepraktisan akan menjadi faktor yang penting. Barang-barang ini cenderung dikelompokan sebagai produk kriya disain. Sebagai kontrasnya, ada saatnya kriyawan membuat hanya satu buah karya, seperti lampu hias yang unik. Jelas disain, konsep berkarya kriyawan tersebut berasal dari keinginan membuat satu benda lampu hias, sehingga lebih dekat kepada pola-pola kerja seni murni yang menghasilkan objek tunggal. Persoalan apakah benda lampu hias tersebut dikemudian hari akan diproduksi kembali dalam jumlah tertentu adalah masalah lain. Yang pasti, konsep awal pembuatannya tidak didasari oleh kreteria-kreteria mass production. Bentuk kriya seperti ini lebih tepat jika masuk dalam wilayah produk kriya seni.

Mengkaji dan mengembangkan konsep kriya dalam Komperensi Kriya di Bandung, berdasarkan sifatnya, kriya di Indonesia dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu Kriya Tradisional dan Kriya Modern/ Kontemporer (Konperensi Kriya, ”Tahun Kriya dan Rekayasa 1999” Institut Teknologi Bandung,

26 Nov” 99).  Kriya Tradisional adalah segala bentuk produk hasil kebudayaan materi tradisional masyarakat, tanpa mengalami perubahan-perubahan yang berarti pada masa kini. Sebagai contoh kriya kelompok ini adalah aneka perhiasan, benda-benda perlengkapan upacara/ religi, wayang kulit, senjata-senjata tradisional, seperangkat gamelan. Beberapa produk tradisional masih tetap diproduksi, terutama untuk kebutuhan pasar pariwisata.

Adapun Kriya Modern/ Kontemporer adalah produk-produk kriya  yang memiliki kebaruan-kebaruan dalam konsep pengembangan disain, teknik produksi dan perupaan. Bagaimanapun, Kriya Modern/ Kontemporer dapat tetap berbasis tradisional, dalam arti produk tersebut merupakan hasil pengembangan dari teknik-teknik lama dan bentuk–bentuk tradisional atau bermuatan nilai-nilai filosofis masa lalu.

Keberadaan Seni Kriya Masa Kini, Oleh I Made Sumantra, selengkapnya

Perbaikan Data Based Akses ke Jaringan ISI Denpasar Terpadu (JISTA)

Nomor : 056 /I.5.14/TP/2009 Tanggal 20 Januari 2010

Hal : Perbaikan data akses ke JISTA

Yth : Bapak/Ibu dan segenap civitas akademika

di –

Tempat

Dengan hormat,

Dalam rangka penambahan layanan Jaringan ISI Denpasar Terpadu (JISTA), menindak lanjuti instruksi Rektor pada saat rakerda ISI Denpasar tanggal 7 dan 8 desember 2009, dan sekaligus mengantisipasi pelaksanaan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), maka UPT Puskom akan memperbaiki sistem akses pada Jaringan ISI Denpasar Terpadu (Jista).

Perbaikan databased akan dimulai dari databased akses ke jaringan, dengan demikian maka username pasword lama akan kami reset/hapus pada tanggal 31 Januari jam 00 WITA. Kepada seluruh penguna layanan Hotspot diminta untuk melakukan registrasi ulang dengan mendownload form dialamat http://help.isi-dps.ac.id/index.php?action=artikel&cat=12&id=2&artlang=id atau mengambil langsung aplikasinya ke gedung UPT PUSKOM Lt.2.

Oleh karenanya kami mohon bapak/ibu dan segenap civitas akademika yang mempunyai/memanfaatkan fasilitas hotspot untuk segera mengganti username dan paswordnya sebelum tanggal 1 februari 2010.

Demikian kami sampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya disampaikan terima kasih.

Kepala UPT PUSKOM,

Hendra Santosa, SS.Kar., M.Hum

NIP. 196710311992031001

Tembusan :

  1. Rektor sebagai laporan

  2. Arsip

Perkembangan Fungsi Suling Dalam Komposisi Kekebyaran

Perkembangan Fungsi Suling Dalam Komposisi Kekebyaran

Oleh: I Gede Yudarta, SSKar., M.Si (Dosen PS. Seni Karawitan)

Gamelan Gong KebyarMengamati perkembangan seni karawitan Bali khususnya seni karawitan kekebyaran dewasa ini, telah terjadi pergeseran atau perubahan fungsi beberapa instrumen yang terdapat dalam barungan gamelan gong kebyar. Salah satu perubahan tersebut adalah semakin berkembangnya fungsi instrumen suling dalam barungan gamelan tersebut.

Suling sebagaimana dijelaskan dalam Kamus Musik adalah flute tradisional yang umumnya terbuat dari bambu (Banoe, 2003:). Secara fisik, suling yang terbuat terbuat dari bambu memiliki 6-7 lobang nada pada bagian batangnya dan lubang pemanis (song manis) pada bagian ujungnya. Sebagai salah satu instrumen dalam barungan gamelan Bali, terdapat berbagai bentuk ukuran dari yang panjang, menengah dan pendek. Dilihat dari ukurannya tersebut, suling dapat dibedakan jenisnya dalam beberapa kelompok yaitu: Suling Pegambuhan, Suling Pegongan, Suling Pearjan, Suling Pejangeran dan Suling Pejogedan (Suharta, 2005:16). Dari pengelompokan tersebut masing-masing mempunyai fungsi, baik sebagai instrumen pokok maupun sebagai pelengkap. Penggunaan suling sebagai instrumen pokok biasanya terdapat pada jenis barungan gamelan Gambuh, Pe-Arjan, Pejangeran dan Gong Suling. Sedangkan pada beberapa barungan gamelan lainnya termasuk gamelan gong kebyar suling berfungsi sebagai instrumen ”pemanis” lagu dan memperpanjang suara gamelan, sehingga kedengarannya tidak terputus (Sukerta, 2001:215). Dalam fungsinya itu, suling hanya menjadi instrumen pelengkap dalam arti bisa dipergunakan ataupun tidak sama sekali.

Sebagai salah satu alat musik tradisional, suling tergolong alat musik tiup (aerophone) dimana dalam permainan karawitan Bali dimainkan dengan teknik ngunjal angkihan yaitu suatu teknik permainan tiupan suling yang dilakukan secara terus menerus dan memainkan motif wewiletan yang merupakan pengembangan dari nada-nada pokok atau melodi sebuah kalimat lagu.

Terkait dengan fungsi suling dalam seni karawitan kekebyaran, hingga saat belum diketahui secara pasti kapan instrumen suling masuk sebagai bagian barungan gamelan tersebut. Munculnya gamelan gong kebyar sebagai salah satu bentuk ensambel baru dalam seni karawitan Bali pada abad XIX, tidak dijumpai adanya penggunaan suling dalam komposisi-komposisi kekebyaran yang diciptakan. Penyajian komposisi ”kebyar” yang dinamis, menghentak-hentak serta pola-pola melodi yang ritmis tidak memungkinkan bagi suling untuk dimainkan di dalamnya. Sebagai salah satu contoh, dalam komposisi ”Kebyar Ding”, yang diciptakan pada tahun 1920-an tidak terdengar tiupan suling. Ini dapat dijadikan salah satu indikator bahwa pada awal munculnya gamelan gong kebyar, suling masih berfungsi sebagai instrumen sekunder dan belum menjadi bagian yang penting dalam sebuah komposisi.

Sebagai salah satu tonggak penting perkembangan fungsi suling dalam komposisi kekebyaran, dapat disimak dari salah satu komposisi yaitu Tabuh Kreasi Baru Kosalia Arini, yang diciptakan oleh I Wayan Berata dalam Mredangga Uttsawa tahun 1969, dimana dalam komposisi tersebut mulai diperkenalkan adanya penonjolan permainan suling tunggal. Terjadinya perkembangan fungsi suling tersebut merupakan salah satu fenomena yang sangat menarik dimana suling yang pada awalnya memiliki fungsi sekunder yaitu instrumen pendukung, berkembang menjadi instrumen primer yaitu instrumen utama.

Sebagaimana terjadi dalam perkembangan komposisi tabuh kekebyaran saat ini, suling memiliki peran yang sangat penting dalam pengembangan komposisi kekebyaran dimana melodi yang dimainkan tidak hanya terpaku pada permainan laras pelog lima nada, namun oleh para komposer sudah dikembangkan sebagai jembatan penghubung hingga mampu menjangkau nada-nada atau melodi menjadi lebih luas melingkupi berbagai patet seperti tembung, sunaren bahkan mampu memainkan nada-nada selendro. Dari pengembangan fungsi tersebut komposisi tabuh kekebyaran yang tercipta pada dua dekade belakangan ini menjadi lebih inovatif dan kaya dengan nada atau melodi.

Adanya pengembangan fungsi instrumen suling dalam komposisi kekebyaran terkadang menimbulkan fenomena yang lebih ekstrim dimana dalam sebuah karya komposisi instrumen ini muncul sebaga alat primer dan vital, tanpa kehadiran instrumen tersebut sebuah komposisi tidak akan dapat dimainkan sebagaimana mestinya.

Tri Hita Karana A Conception In Conducting Balinese Arts

By: I Made Marjaya

Art is one of seven culture elements that show the identity of a nation because it has special characteristic which is bringing an unique experience that improve by its own and stay save inside the artist that create it (Soedarso, 1990:63)

An art is also the ancestor’s idea, sense and intention results which are inherited from generation to generation since the human civilization exist. Balinese art that inspired by Hindu always improves in accordance to the development of the society that supports it. An art is created to keep the balance of live based on Hindu, and also convinced has power to attract every one to enjoy it. The basic power in conducting art thing is beauty or known as ethics. Every creation of art is always base on ethics (act value), logic (truth value), and aesthetics (beauty value). Also in creating an art thing must fulfill three elements which are satwam (truth), siwam (greatness) and sundaram (beauty).

Art is the expression of human soul which implemented in art form which are classified into four main groups which are art of performing, fine art, art of media recording and art of literature. The art of performing has meaning an art that the expression conducted by performing acts because the art moves on space and time. That is way it called only temporary art, an art that is not durable and gone when the art has already been performed. An art of performing covers art of dancing, art of music, martial art and art of drama. Fine art has meaning an art that the expression fall into two or three dimensions, and the art form has a visualization and static characteristic. Fine art included art of painting, sculpture, art of graphic, artistic skill, advertisement art, architecture art and decoration art. Art of media recording is audio-visual art and the realization is the existence of recording art. Media recording art covered film, video and audio computer art. Art of literature is writing work, if compared to other writing work, has various characteristics of superiority like authenticity, artistic, transferred in contents and the expression. Art of literature covers novel, short story, epic, lyrics and also recitation art (Bandem, 1996:1)

An art also has wide and limited meaning. In wide meaning it is an art that related to the human skill such as writing a poem, making shoes, or predict the incoming of sun eclipse. Further more the art in limited meaning is used in a special class of skill includes the product called the fine arts such as art of painting, art of music, art of dancing, shadow play puppetry art, architecture art etc (Marajaya, 2004:11)

For Balinese society, performing an art is a tribute (yadnya), which can be offered to the God (Ida Sanghyang Widi), and for the physical needs, so that through an art a person can be prosperous. Therefore wherever they are and whatever they do, the balance of live concept will always become the main basic. According to the philosophy and logical in prakempa manuscript, the human balance of live concept can be materialized into several dimensions such are:

(1) The human balance of live in single dimension, is the balance of live based on mokshartam jagaddhitaya ca iti dharma philosophy; (2) The human balance of live in dualistic dimension, which is believe of two massive powers like bad and good, night and noon, man and woman, north and south, real and illusion etc; (3) The human balance of live in third dimension, which is believe to the existence of three elements of life such as tri murti, tri loka, tri aksara, tri sakti etc; (4) The human balance of live in fourth dimension, which is believes to the four powers of life such as catur lokapala, catur asrama, catur purusa arta etc; (5) The human balance of live in fifth dimension, which is believes to the existence of five powers of life, panca mahabhuta, panca sradha, panca yadnya etc; (6) The human balance of live in sixth dimension such as sadripu, sad rasa etc; (7) The human balance of live in seventh dimension, which is the human balance of live that believed to the seven conceptions, such as sapta wara, sapta loka etc; (8) The human balance of live in eighth dimension, which is the human’s believe to the eight powers such as asta iswarya; (9) The human balance of live in ninth dimension, is that human must believe with the existence of nine elements in balance such as dewata nawa sanga; (10) The human balance of live in tenth dimension, which is believe to the existence of ten elements in balance such as dasa aksara (Bandem, 1986:11).

Tri Hita Karana A Conception  In Conducting Balinese Arts, download.

Loading...