Denpasar, 18/5 (Atnews) – Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar akan menampilkan Sendratari “Bali Padma Bhuwana” pada malam pembukaan Pesta Kesenian Bali (PKB) 2019.Presiden Joko Widodo direncanakan akan membuka ajang kesenian tersebut di Panggung Terbuka Arda Candra Taman Budaya Denpasar.“Pengambilan garapan itu mengisahkan puncak keemasan Raja Dalem Waturenggong menorehkan pencapaian peradaban Bali,” kata Wakil Rektor Bidang Perencanaan dan Kerja Sama ISI Denpasar I Ketut Garwa M.Sn di Denpasar, Sabtu (18/5).Penampilannya dikemas secara apik, PKB digelar selama sebulan tanggal 15 Juni – 13 Juli 2019, dengan tema “Bayu Pramana: Memuliakan Sumber Daya Angin” dan program Gubernur Wayan Koster “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana untuk menuju Bali Era Baru. Dijelaskan, Dalem Waturenggong menorehkan pencapaian peradaban Bali yang agung pada abad ke-16 Masehi. Kepemimpinannya termasyur sebagai pemimpin yang arif bijaksana dalam mengendalikan pemerintahan dan memiliki perhatian penuh kesungguhan terhadap kesejahteraan rakyat. Demi kestabilan jalannya pemerintahan dan keharmonisan rakyat Bali, Dalem Waturenggong meneladani tonggak-tonggak mulia yang pernah direngkuh kakek moyangnya seperti Raja Jaya Pangus dan Raja Sri Asta Sura Ratna Bhumi Banten. Tidak lupa pula, penerus Dalem Ketut Ngulesir memohon anugrah para Dewata-Dewati untuk kebahagiaan rakyat Bali secara sekala-niskala dengan menggelar upacara Eka Dasa Ludra dan ritual Homayadnya.Pementasan berdurasi sekitar 45 menit, penggarapan kini sudah mencapai 50 persen dengan melibatkan seniman dari mahasiswa yang terbaik dibidangnya.Pemilihan itu melibatkan para dosen dengan seleksi yang ketat sehingga ajang itu mampu menampilkan yang terbaik.“Oleh karena akan membawa nama baik ISI Denpasar sekaligus Bali di mata publik,” tutupnya. (ART/ika)
Singaraja (ANTARA) – Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar dan Pemkab Buleleng melakukan kerja sama pengembangan seni budaya yang ditandai dengan penandatanganan surat kesepakatan bersama (SKB) oleh Rektor ISI Denpasar Prof Dr I Gede Arya Sugiartha dengan Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana pada pembukaan Pesta Kesenian Bali (PKB) Buleleng, Jumat (17/5) malam.
“Dengan kerja sama ini, ISI akan melaksanakan program pengembangan seni secara menyeluruh di Buleleng. Program menyeluruh itu antara lain mencakup rekonstruksi seni langka atau kuno dan kegiatan pemetaan kesenian,” kata Rektor ISI Arya Sugiartha setelah penandatanganan SKB itu.
Ia menjelaskan semua kegiatan tersebut merupakan bagian dari pembangunan kebudayaan yang ada di seluruh Kabupaten/Kota di Bali, termasuk di Buleleng.
“Dengan adanya program rekonstruksi seni langka di Buleleng, maka seni-seni yang hampir punah diharapkan bisa bangkit kembali,” katanya.
Selain melakukan rekonstruksi terhadap seni langka, ISI Denpasar nantinya juga akan melaksanakan pemetaan terhadap kesenian yang ada di Buleleng.
Pemetaan kesenian itu sangat penting untuk mengetahui potensi kesenian, serta untuk membuat program pengembangan dan pembangunan kesenian.
“Kekuatan seninya di mana, kelemahannya di mana, peluang dan tantangannya apa. Dengan adannya pemetaan itu, Pemerintah Kabupaten bisa membuat program pengembangan kesenian yang disesuaikan dengan potensinya,” katanya.
Ia menambahkan kesenian yang ada juga diharapkan mampu mendukung pariwisata di daerahnya. Kesenian lain yang bersifat ritual dan diayomi oleh seluruh masyarakatnya, juga harus terus dilestarikan dan perlu diberikan ruang untuk hidup.
“Untuk itu, pemerintah wajib hadir untuk ikut memelihara kesenian-kesenian dimaksud. Dengan ditandatanganinya MoU itu, berarti menandakan pemerintah hadir untuk ikut menjaga dan membangun kesenian yang ada di masyarakat,” katanya.
Sementara itu, Bupati Agus Suranyana mengatakan, ISI menjadi salah satu institusi yang memiliki kompetensi dalam pengembangann kesenian. Menurut dia, dengan adanya kerja sama ini, Pemkab Buleleng nantinya memperoleh “pedoman” dalam membangun dan mengembangkan kesenian yang ada di Buleleng.
Dengan kerja sama ini, Bupati Agus Suradnyana berharap kesenian di Buleleng nantinya bisa lebih kreatif. Kesenian-kesenian yang ada saat ini perlu diberikan kreasi dan inovasi untuk menambah khasanah budaya di Buleleng.
Namun demikian, dirinya juga menginginkan agar kesenian khas Buleleng tetap lestari. Ciri khas yang dimiliki oleh kesenian Buleleng harus dipertahankan.
“Misalnya, dalam merevitalisasi seni tari. Pertama, pakemnya tetap gong kebyar, sebagai pakem yang ada di Buleleng. Tetapi tidak salah kalau kita melakukan pengembangan-pengembangan kreativitas untuk menambah khasanah kesenian kita,” katanya.
Bupati Suradnyana juga memberikan kesempatan kepada ISI untuk melakukan penggalian dan rekonstruksi terhadap kesenian yang ada di Buleleng.
“Katanya, masih banyak kesenian di Buleleng yang saat ini belum tergali. Selain penggalian dimaksud, Bupati asal Desa Banyuatis ini juga menginginkan adanya revitalisasi, elaborasi, dan pengembangan,” katanya.
DENPASAR – Memaknai peringatan Hari Tari Sedunia, mahasiswa Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar menyuguhkan garapan koreografi di ruang terbuka lingkungan Taman Budaya Denpasar dan kampus setempat, Senin (29/4/2019) sore. Sebanyak 10 garapan koreografi berhasil merespon alam dan lingkungan dengan menyajikannya ke dalam bentuk tarian dan gerakan.
Kesepuluh garapan tersebut masing dikonsep oleh I Gede Suta Bayu Bagaskarayana dengan judul ‘Menjajal Ardha Candra’, Hana Yustiani dengan judul garapan ‘Giliran Aku yang Ditonton’, Ari Sidiastini dengan garapan ‘Sembah Sangga’, Sinta Sadrina dengan garapan ‘Basah Kuyup’ serta Yunita Dewi dengan garapan ‘Frog’.
Selanjutnya, tampil pula Deta dengan garapan ‘Desainer and Mannequin’, Rama dengan garapan ‘Konyol’, Kevin dengan garapan ‘Ngebul’, Nik Candra dengan garapan ‘Gayung-gayung’, dan Agus Satyawan dengan garapan ‘Bebaskan Aku’. “Selain koreografi lingkungan, peringatan hari tari sedunia di ISI Denpasar juga diisi dengan berbagai kegiatan di antaranya pertunjukkan mural, instalasi, dan pagelaran malam,” ujar koordinatir perayaan hari tari sedunia ISI Denpasar, I Gusti Ngurah Bagus Alit Satria Wibawa.
Mahasiswa semester IV pada program studi tari ini menambahkan, tema yang diangkat dalam hari tari sedunia tahun 2019 adalah ‘Ekspresi 4.0’. Dijelaskan, tema 4.0 begitu banyak dibicarakan di era ini. Hal yang menjadi inti dari tema tersebut adalah bagaimana mengatasi tradisi di era 4.0 ini. “4.0 ini memiliki filosofi. Empat adalah jiwa kita, titik adalah pusat pikiran kita, dan nol adalah sebagai lingkaran kehidupan kita. Makna dari 4.0 ini dapat disimpulkan Catur Sanak,” katanya.
Sementara itu pengamat budaya Prof Dr I Wayan Dibia turut menyaksikan koreografi lingkungan yang ditunjukkan oleh mahasiswa ISI Denpasar. Menurutnya, koreografi lingkungan bisa memberikan rasa dan ruang yang baru kepada mahasiswa. “Kalau di panggung kan mereka sudah biasa. Dengan koreografi lingkungan ini, mereka mendapatkan ruang-ruang baru. Berharap mereka menemukan sesuatu di ruang-ruang itu,” ungkapnya.
Secara umum, kata dia, koreografi para mahasiswa cukup menarik. Mereka menemukan ruangnya masing-masing dan daya ungkapnya berbeda-beda. Ia menganggap mahasiswa cukup berhasil dalam menemukan ruang-ruang baru. “Bagi saya, ini selalu memberikan kesegaran dalam berkarya,” imbuhnya.
Terkait hari tari sedunia, menurut Prof Dibia, hendaknya menjadi sebuah peringatan yang menyadarkan semua orang akan pentingnya tari bagi kehidupan dan penghidupan manusia. Tari selain bisa bernilai ekonomis, juga bisa digunakan sebagai wadah kebersamaan dan kehalusan jiwa. “Hari tari sedunia kita harapkan juga bisa memberikan aspek terapi dan kesegaran, dengan pengetahuan yang mendalam, olah tubuh, konsentrasi dan sebagainya,” katanya.
Belakangan ini, kata dia, tarian Bali terlalu banyak yang bersifat komersial. Sedangkan yang bersifat ekspresi murni dinilai masih kurang. “Ini yang kita dorong. Supaya selain yang komersial, ada juga sisi ekspresi senimannya,” tandasnya.
Denpasar – President Seoil University, Seoul, Korea Selatan, Woo Jechang dan Korean Institute for Education and Culture (KIEC) yang merupakan perwakilan resmi dari beberapa universitas terkemuka di Korea Selatan menjajaki kerja sama bidang seni dan budaya dengan Institut Seni Indonesia, Denpasar.
“Dari kerja sama ini nanti akan ada pertukaran dosen, pertukaran mahasiswa dan juga aktivitas bersama. Selain itu, karena mereka memiliki program pelatihan bahasa Korea, nanti kami coba tawarkan juga kepada mahasiswa,” kata Rektor ISI Denpasar Prof Dr I Gede Arya Sugiartha, SSKar, MHum, disela-sela penandatanganan MoU kerja sama tersebut, di kampus ISI Denpasar, Sabtu (27/4).
Menurut Prof Arya, kerja sama dengan kampus-kampus di Korea Selatan cukup penting karena ISI Denpasar dapat belajar dari pemanfaatan teknologi canggih di negara tersebut, dikaitkan dengan seni budaya.
“Kita perlu seni-seni yang berteknologi tinggi, yang lebih canggih dari kita dan harus kita akui itu,” ucapnya.
Dengan demikian, lewat kerja sama tersebut, diharapkan bisa saling mengisi. Yang dimiliki ISI Denpasar juga bisa dikembangkan lagi di perguruan tinggi di Korea Selatan.
Terkait pemilihan kerja sama dengan ISI Denpasar, Prof Arya melihat karena kampus yang dipimpinnya memiliki sejumlah keunggulan dan keunikan. Apalagi bidang budaya yang akan diinisiasi oleh mereka, selain itu kampus-kampus di Korea Selatan juga memiliki program-program studi seni seperti prodi musik, tari, film dan sebagainya.
Sementara itu, President Seoil University, Woo Jechang mengatakan untuk mendapatkan peluang beasiswa pendidikan maupun bekerja di Korea Selatan, salah satu syarat utamanya dengan menguasai bahasa Korea.
Ada standar skor Topik (semacam TOEFL di bahasa Inggris-red) bahasa Korea yang harus dipenuhi untuk menempuh pendidikan (beasiswa) atau mendapat pekerjaan di Korea Selatan.
Pihaknya berharap kerja sama yang sudah ditandatangani ISI Denpasar dengan kampus setempat dapat memberikan nilai positif bagi kedua belah pihak.
Sementara itu, Musyarafah Machmud MA selaku Fouder and Managing Director PT KIEC Manajemen Indonesia mengharapkan supaya semakin banyak anak-anak Indonesia yang bisa melanjutkan pendidikan ke Korea Selatan karena di negara tersebut banyak sekali ada fasilitas beasiswa.
Namun, syaratnya harus menguasai bahasa Korea dengan skor atau tingkat Topik tertentu. “Dengan Topik tingkat 3 baru bisa mendaftar ke perguruan tinggi Korea, sedangkan jika sudah tingkat 4-6 sudah bisa mendapatkan beasiswa,” ucapnya.
Dengan menguasai bahasa Korea, generasi muda di Nusantara juga bisa meraih kesempatan bekerja di perusahaan-perusahaan ternama di negara itu. Di samping Indonesia juga telah menjadi tujuan investasi bagi mereka.
“Jadi, kami harapkan anak-anak kita bisa memanfaatkan kesempatan ini karena kesempatan memang harus disiapkan dari sekarang, tidak mendadak. Paling bagus belajar bahasa Korea dari SMA, sehingga nantinya bisa melanjutkan studi S1 ke Korea,” ujar Musyarafah.
KIEC juga menyiapkan jasa pelatihan kursus bahasa Korea ke sekolah-sekolah, bahkan dengan jumlah murid tertentu bisa didatangkan guru langsung dari Korea.
Denpasar – Institut Seni Indonesia Denpasar mendukung berbagai upaya dan proses pemajuan kebudayaan di Nusantara, salah satunya dengan merekonstruksi kesenian-kesenian di daerah setempat yang hampir punah.
“Kami berjuang keras untuk membangkitkan kembali kesenian-kesenian yang hampir punah supaya kekayaan budaya Bali itu tetap utuh, selain untuk mendukung proses pemajuan kebudayaan yang sedang digalakkan oleh pemerintah,” kata Wakil Rektor Bidang Umum dan Keuangan ISI Denpasar Dr I Gusti Ngurah Seramasara, MHum di sela-sela Penutupan Rekonstruksi Seni Tari Sakral Legong Dedari Banjar Adat Pondok, Denpasar, Selasa (23/4) malam.
Menurut Seramasara, ISI Denpasar sendiri memang memiliki program untuk melakukan rekonstruksi kesenian-kesenian yang mengalami kepunahan dan upaya rekonstruksi hampir dilakukan setiap tahun.
Sebelumnya ISI Denpasar telah merekonstruksi sejumlah kesenian langka lainnya, yakni kesenian Joged di Pujungan (Tabanan), Wayang Wong di Budakeling (Karangasem), Legong Pingitan di Pengosekan, membuat prasi di Karangasem dan kerajinan dulang di Bangli.
“Kesenian-kesenian sakral, seperti Legong Dedari ini, perlu dibangkitkan, perlu diberikan penguat, dan perlu juga didukung oleh masyarakat,” ucapnya.
Dengan demikian, lanjut Seramasara, antara program ISI Denpasar dengan kebutuhan masyarakat menjadi bertemu.
Lembaga Penelitian Pengabdian kepada Masyarakat dan Pengembangan Pendidikan (LP2MPP) ISI Denpasar telah melakukan rekonstruksi tari sakral “Legong Dedari” dari Banjar Adat Pondok, Desa Peguyangan Kaja, Kota Denpasar itu memakan waktu sekitar tiga bulan.
“Dalam merekonstruksi, kami memilih kesenian sakral maupun tidak sakral. Yang jelas kami menghidupkan kembali kesenian langka agar diminati,” kata Ketua Pelaksana Rekonstruksi sekaligus koodinator pusat pengabdian masyarakat ISI Denpasar Dr Ketut Muka.
Pihaknya juga sangat senang karena upaya rekonstruksi Legong Dedari mendapat dukungan penuh dari masyarakat dan mereka juga antusias. “Untuk proses latihan itu sekitar tiga bulan, dengan pertemuan satu minggu dua kali,” ucap Muka didampingi Humas ISI Denpasar I Gede Eko Jaya Utama.
Sementara itu, Putu Agung Gede Widya Kusuma, Kelian Adat Banjar Pondok Peguyangan Denpasar mengucapkan terima kasih kepada ISI Denpasar karena telah membantu untuk “menghidupkan” tari sakral “Legong Dedari”.
“Apalagi kami memang sangat membutuhkan tarian yang mencirikan wilayah kami,” ucap Widya Kusuma.
Selain itu, dari upaya rekonstruksi tarian sakral tersebut, pihaknya meyakini akan menjadi salah satu upaya untuk lebih mempererat rasa persatuan antarwarga, sekaligus meningkatkan rasa bangga terhadap kesenian yang dimiliki.
Sejarah Tari Legong Dedari ini sudah diterima secara turun-temurun oleh masyarakat setempat. Hanya saja oleh para tetua setempat hampir ratusan tahun lamanya belum pernah dibangkitkan. Hingga suatu ketika masyarakat di Banjar Pondok mengalami musibah dan melalui petunjuk orang pintar, tari Legong Dedari ini harus disolahkan (dipentaskan ) saat upacara Tumpek Wayang, setiap enam bulan.
Denpasar (ANTARA) – Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar menggelar seminar nasional mengenai peluang dan tantangan seni pertunjukan Nusantara memasuki era Revolusi Industri 4.0 dengan harapan menjadi wadah memecahkan berbagai persoalan krusial dan mewacanakan isu-isu aktual.
“Kami harapkan dengan seminar ini, akan terbangun wacana kritis seni pertunjukan yang mampu memberikan arah kemajuan seni pertunjukan yang lebih signifikan seiring tuntutan estetika masyarakat luas, tuntutan inovasi kritis akademis, dan tuntutan pasar global,” kata Dekan Fakultas Seni Pertunjukan ISI Denpasar Dr I Komang Sudirga dalam acara pembukaan seminar tersebut di Kampus ISI Denpasar, Selasa.
Menurut dia, meskipun Revolusi Industri terkait dengan otomatisasi berbagai bidang sendi kehidupan, kreativitas seni tidak bisa lantas diotomatisasi sehingga sesungguhnya hal itu menjadi peluang bagi mereka yang bergelut di bidang kesenian.