Denpasar (ANTARA) – Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati meminta Institut Seni Indonesia Denpasar dapat membentuk tim kecil untuk membahas protokol kesehatan yang akan diterapkan dalam pertunjukan seni di tengah pandemi COVID-19.
“Hal ini mengingat semenjak masa pandemi COVID-19, ada beberapa protokol kesehatan yang harus kita taati. Untuk itu, bagaimana dengan kesenian yang dalam pergelarannya melibatkan banyak orang dan tentunya dengan berbagai riasan yang harus digunakan, ini perlu kita diskusikan bersama,” kata Wagub Bali saat menjadi narasumber dalam seminar di ISI Denpasar, Kamis.
Seminar bertajuk “Menata Ulang Format Gelar Seni Pertunjukan Masa Pandemi COVID-19 Tahun 2020” itu diinisiasi Wagub Bali yang juga merupakan salah satu guru besar di ISI Denpasar.
Berangkat dari kegundahan Wagub Bali terhadap keberadaan seni terutama seni pertunjukan dalam masa pandemi COVID-19, maka dia memandang perlu mendiskusikan bagimana konsep pertunjukan seni yang akan dilakukan pada masa pandemi. Apalagi ketika nantinya pariwisata Bali akan dibuka kembali walupun secara bertahap.
Menurut dia, ISI Denpasar bisa membentuk tim kecil untuk membahas protokol kesehatan bagaimana yang akan diterapkan dalam pertunjukan seni, sehingga format protokol kesehatan tersebut biasa digunakan oleh pariwisata agar menjadi bagian dari penerapan prorokol kesehatan yang ada dalam lingkungannya.
“Protokol seni tersebut dapat diatur oleh para ahli seni agar tetap mengutamakan ‘taksu’ atau karisma dari seni tersebut, sehingga protokol seni tidak diatur oleh pariwisata. Namun protokol seni ya diatur oleh ahli kesenian itu sendiri,” ujar Wagub yang akrab disapa Cok Ace itu.
Untuk itu, Cok Ace meminta masukan dari para pelaku seni, khususnya terkait protokol kesehatan dalam bidang kesenian pertunjukan.
“Saya ingin pertunjukan yang diberikan nanti memiliki taksu namun juga aman, pengunjung aman dan para seniman juga aman. Jadi, kita harus pikirkan ini secara bersama dan serius,” katanya.
Sementara itu budayawan Prof Dr I Wayan Dibya menyampaikan bahwa format seni pertunjukan harus segera ditemukan, mengingat semenjak adanya pandemi COVID-19 telah menjungkirbalikkan berbagai kebiasaan-kebiasaan yang selama ini berlaku dalam jagat seni, khususnya dalam seni pertunjukan.
Menurutnya seni pertunjukan juga merupakan seni komunikasi antara pelaku dan penonton. Untuk itu, jika komunikasi ini dihilangkan maka “taksu” atau karisma atau vibrasi seni tersebut akan hilang.
Prof Dibia menyampaikan beberapa sumbangan pemikiran terkait format baru dalam seni pertunjukan. Pertama, format seni pertunjukan masih tetap dilakukan secara langsung namun dengan protokol kesehatan yang ketat.
Kedua, dalam kondisi ini materi dari kesenian tersebut harus sedikit diubah seperti dalam pertunjukan kecak, calonarang dan lainnya agar meyesuaikan protokol kesehatan. Ketiga, bentuk pementasan bisa secara langsung ataupun virtual sehingga masih tetap ada komunikasi dengan para penonton.
“Saya berharap seminar ini dapat memberikan suatu masukan yang baik dalam merumuskan format baru dalam pertunjukan seni di masa pandemi COVID-19,” ujar maestro pencipta tari Manukrawa itu.
Seminar tersebut juga menghadirkan narasumber lainya yaitu Assitant Show and Entertaiment Manager Bali Safari and Marine Park Kadek Agus Ardana, serta beberapa peserta yang merupakan para pakar kesenian yang juga memberikan masukan dalam diskusi tersebut.
Selain itu juga dilakukan peluncuran buku “Purana Seni Perjalanan Panjang Berliku” oleh Rektor ISI Denpasar Prof Dr I Gede Arya Sugiartha, SSKar, MHum.
Mendengar kata
Desa, perasaan yang mendengarkan, terasa sejuk nyaman asri dan terasa bahagia.
Desa di Bali banyak ragam dan pesonanya. Bagian terrkecil dari desa adalah
Banjar, apa lagi Banjar dekat dengan daerah wisata, banyak lalulang mobil
pengantar wisatawan. Pagi yang berawan dengan sinar matahari yang redup,
bertanda hujan mau turun. Suasana pagi di Banjar Nyuh Kuning, yang memberikan rasa dingin salah satu sudut
di Banjar nyuh kuning. Rumput yang hijau dilapangan dengan diselimuti embun
yang membasahi rumput nan hijau. Di sudut Banjar Nyuh Kuning ada yang kurang
menarik, menghiasi beberapa sudut banjar, baik itu disaluran air, dekat dengan
tanaman bunga yang indah dihiasi oleh warna-warni sampah-sampah plastic yang
dibuang oleh orang-orang yang belum sadar tentang kebersihan lingkungan.
Sampah plastic
adalah sebuah bahan yang sering digunakan untuk membungkus berbagai benda baik
yang bisa dimakan atau tidak, selalu menggunakan plastic sebagai bahan
pembungkusnya. Sampah plastic sangat beragam dan mulai menjadi masalah jika
tidak dipakai lagi. Sampah plastic, susah diurai oleh alam, dan menyebabkan ancaman bagi mahluk
hidup yang ada di alam ini. Kelian dinas Banjar Nyuh Kuning Bapak I wayan Eka
Putra, mengatakan bahwa, sepanjang jalan di Banjar Nyuh Kuning, menjadi salah
satu jalan arternatif, yang sangat padat, bahkan bisa macet oleh padatnya hilir
mudik mobil dan motor. Munculnya permasalahan sampah plastic di akibatkan oleh
para pengemudi dan penumpang, membuang sampah sembarang, sehingga dipagi hari
banyak sampah plastic yang bertaburan di sepanjang jalan Banjar Nyuh Kuning. Menjaga
kebersihan alam dari sampah plastic masyarakat dan anak sekolah dasar, secara
rutin di setiap akhir pekan atau di hari sabtu, merlakukan bersih-bersih sampah
plastic.
Melihat hal ini
Bapak I Ketut Muka bersama Bapak I Wayan Suardana, mempunyai gagasan untuk
mengajak teman-temannya yang bergabung dalam wadah Program Studi Kriya ISI
Denpasar, melakukan kerja bakti atau gotong royong pada hari sabtu di Banjar
Nyuh kuning, bersih bersih sampah plastic, bersama anak-anak sekolah dasar
setempat. Bersih sampah plastic, untuk memberikan contoh kepada masyarakat
bahwa sampah plastic sangat berbahaya bagi lingkungan, karena susah diurai oleh
tanah, plastic sangat kuat dan tahan lama bila tertanam di bawah tanah dan
menghambat pertumbuhan akar dan cacing tanah, yang memberi kesuburan pada
tanah. Bapak I Wayan Suardana mengatakan bahwa, sampah plastic sebenarnya bisa
didaur ulang, menjadi karya seni yang indah, dikalangan mahasiswa FSRD ISI
Denpasar, sudah mencoba menghasilkan karya-karya daur ulang dari bahan plastic,
namun masih dalam proses, untuk menggantikan bahan kayu, yang mulai langka di
alam. Bersih-bersih sampah plastic diawali dari ujung banjar, sampai objek
monkey forest, disamping dapat berbaur dengan masyarakat, para pengajar ps
kriya FRSD ISI Denpasar, dapat menikmati suasana banjar Nyuh Kuning yang asri
dan sejuk, dengan pepohonan yang sepanjang jalan dihiasi oleh pohon kamboja beraneka
ragam warna bunganya.
Kesadaran
masyarakat yang pengguna plastic harus diberi contoh untuk tidak membuang
sampah sembarangan, baik diselokan, taman hias, sepanjang jalan, dan
sudut-sudut tembok, yang akan mengotori pemandangan mata terhadap lingkungan
disekitarnya. Apa yang telah dilakukan oleh para pengajar Ps kriya FSRD ISI
Denpasar, di Banjar Nyuh Kuning, merupakan sebuah gambaran untuk mencintai alam
lingkungan disekitar kita untuk selalu bersih dan asri, jauh dari sampah
plastic, selain itu pengurangan menggunakan plastic, harus dimulai dari
sekarang, jika tidak alam kita akan diselimuti oleh plastic, seperti embun pagi
yang menutupi rumput yang hijau di lapangan rumput yang luas. Mari berawal dari
diri sendiri dan ditularkan melalui kedisiplinan, kepada masyarakat untuk stop
penggunaan plastic sebagai media utama dalam kegiatan sehari-hari, kembalilah
kealam dengan menggunakan bahan-bahan yang mudah didaur ulang oleh alam, dan
selalu memberi contoh kepada generasi mudah, untuk tidak menggunakan plastic
dan beralihlah kealam go green back to nature.I Gusti Ngurah Agung Jaya CK
2020
Guna mendiseminasikan
hasil penelitian pemenang beasiswa Fullbright, AMINEF dan ISI Denpasar mengadakan acara Fullbright Panel
Discussion pada 29 November 2019, pukul 09.00 – 13.00 di Gedung Citta Kelangen
ISI Denpasar lantai 2. Acara tersebut mengangkat tema “Digital Preservation of Cultural
Heritage”. Tema ini diangkat karena di era disrupsi ini sangat penting
untuk pemenfaatan digital guna melestarikan warisan budaya.
Sebagai pembicara dari ISI Denpasar adalah Dr. I Nyoman Dewi Pebryani, dosen
Desain Mode ISI Denpasar yang mendapat Fulbright Grants, didanai DIKTI untuk Dosen
Indonesia pada tahun 2015. Dr. Dewi mempresentasikan desertasi berjudul “Culturally Specific Shape Grammar: Preservation of Geringsing Textiles
Patterns through Ethnography and Simulation”. Materi ini terkaitteknik tenun double
ikat hanya dikenal di tiga negara di dunia, yakni: India, Indonesia, dan
Jepang. Di Indonesia, satu-satunya tempat yang memproduksi teknik double ikat
adalah desa Tenganan Pegringsingan Bali, dan tekstil yand dihasilkan bernama Geringsing.
Teknik pembuatan kain Geringsing di turunkan dari generasi ke generasi melalui
tradisi lisan. Untuk mendokumentasikan, melestarikan, serta mendigitalisasikan
pengetahuan lisan ini, maka diperlukan gabungan methodology ethnography dan
simulasi computer (shape grammar). Penelitian ini terbagi dalam beberapa
tahapan: (1) mempelajari teknik double ikat langsung dari penenun, (2)
menerjemahkan teknik yang dipelajari di lapangan kedalam bahasa bentuk, (3)
menerjemahkan bahasa bentuk kedalam bentuk digital, dan (4) memverifikasi
temuan digital ke masyarakat lokal dengan mendatangi desa Tenganan kembali.
Adapun penelitian ini berkontribusi pada perluasan penggunaan teori shape
grammar untuk pelestarian warisan budaya dengan cara memahami pengetahuan
budaya masyarakat setempat dan pembuatan tekstil di lapangan sebagai data untuk
membahasakan bentuk pola. Sebagai tambahan, aplikasi digital ini juga bisa
digunakan sebagai alat edukasi dalam mentransmisikan warisan budaya yang
dimiliki oleh masyarakat setempat.
Penyaji berikutnya adalah
Antonius (Oki) Wiriadjaja dari New York Universirty Shanghai yang mendapat
beasiswa US Fullbright Scholar tahun 2018. Judul desertasinya adalah “Collecting and Representing the Heritage of Central
Java with New Media”. Desertasi menjelaskan
tentang media interaktif adalah bidang
interdisipliner yang memanfaatkan bentuk teknologi, media, dan komunikasi yang
muncul untuk mengeksplorasi metode baru menghubungkan orang, menyampaikan
informasi, dan mengomunikasikan cerita. Meskipun beberapa seniman media
interaktif memiliki latar belakang dalam pemrograman dan rekayasa, banyak yang
tidak dan menggunakan alat yang lebih mudah diakses oleh orang-orang yang
memiliki latar belakang di bidang lain. Penting bahwa alat-alat ini tidak hanya
open source tetapi juga memiliki komunitas yang sehat untuk mendukungnya.
Alat-alat ini meliputi:
● Arduino, platform prototipe elektronik sumber terbuka yang didasarkan pada perangkat keras dan lunak yang fleksibel dan mudah digunakan.
● Pemrosesan, bahasa pemrograman, lingkungan pengembangan terintegrasi, dan komunitas online.
● P5, dibangun berdasarkan javascript, adalah bahasa pemrograman berdasarkan pada prinsip-prinsip inti dari Pemrosesan.
● Buka Computer Vision, proses di mana
Artis Media Interaktif juga dikenal karena berkolaborasi dengan seniman lain untuk memperkenalkan teknologi baru ke praktik yang lebih tradisional.
Presentasi diikuti diskusi panel oleh Nancy Margried sebagai CEO dan
Co-Founder Batik Fractal dengan judul “CULTURAL
PRESERVATION THROUGH DIGITAL TRANSFORMATION”. Nancy menjelaskan betapa
pentingnya peran teknologi dalam pelestarian budaya alih-alih melenyapkan
tradisi. Batik Fractal adalah sebuah inisiatif yang menunjukkan satu dari
banyak cara, tentang bagaimana teknologi dan keterampilan teknologi yang
memberdayakan para pengrajin tradisional akan melestarikan tradisi dan menjaga
relevansinya dalam masyarakat modern.
Diskusi ini akan
dimoderatori oleh Dr. Tjok Istri Ratna Cora Sudharsana sekalu Kepala Program
Studi Desain Mode, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ISI Denpasar.
Pada kesempatan tersebut
juga penyaji akan berbagi kiat dan wawasan untuk belajar di AS yang
mencerminkan Fulbright Grants yang didanai DIKTI untuk Dosen Indonesia –
program PhD. Semua Presentasi Penelitian
Fulbright ini terbuka untuk umum dan gratis, mengundang 250 peserta baik dari Mahasiswa
maupun Dosen di lingkungan ISI Denpasar.
Akhirnya Diva Ismayana menciptakan Sejarah menjadi pembalap Indonesia pertama yang mendapat title juara Asia di kelas tertinggi di Asia ini. Selamat untuk Diva yang akan menerima awarding bulan Januari 2020 di Macau. Terimakasih rekan-rekan senior motorcross Indonesia atas dukungan doanya.
Salah satu Mahasiswa Institut Seni Indonesia Denpasar Jurusan Kriya mewakili Indonesia dalam ajang perlombaan FIM ASIA SUPERCROSS CHAMPIONSHIP yang dilaksanakan pada 24 Nopember 2019 di Speedworld MX Circuit, SM Mall, Bicutan, Paranaque City, Manila, Philippines
Denpasar (ANTARA) – Mahasiswa Program Studi Desain Mode, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Institut Seni Indonesia Denpasar akan menampilkan berbagai karya busana yang dipadukan dengan sejumlah corak tenun primitif khas Bali dalam ajang Festival Seni Bali Jani di Taman Budaya Provinsi Bali, Denpasar pada Minggu (28/10).
“Peragaan busana yang melibatkan sekitar 30-40 model dari mahasiswa Prodi Desain yang menampilkan karya-karya terbaru, termasuk karya ujian akhir mahasiswa, akan bertajuk Nemu Gelang,” kata Ketua Jurusan Fashion ISI Denpasar, Dr Tjok Istri Ratna Cora Sudharsana, SSn, di Denpasar, Jumat.
Tema tersebut, lanjut dia, menggambarkan sebuah proses kreatif dalam penciptaan karya busana yang berujung pada kesadaran akan pentingnya penggunaan dan pemaknaan “wastra” atau kain Bali sebagai bagian dalam identitas karya.
Sedangkan para desainer yang terlibat selain dirinya juga ada Dr Tjokorda Abinanda Sukawati (Cok Abi), Kadek Wira Dika Saskara, I Gusti Ngurah Krisna Adi, Ni Kadek Yuni Diantari dan Putu Darmara Pradnya Paramita.
Cok Istri Cora menambahkan, adibusana berbasis pada wastra Bali merupakan muara dari proses kreatif seorang desainer. Sejauh ini, pesan yang ingin disampaikan sejalan dengan Peraturan Gubernur Bali tentang Pemakaian Busana Adat.
“Dunia fashion identik glamour, lihat saja tren penggunaan busana di masyarakat belakangan ini apa yang lagi viral, corak busana , style begitu cepat meluas dan kompak digunakan. Sayangnya penggunaanya banyak yang melanggar secara etika, ini yang harus diberikan pemahaman secara konsisten kepada masyarakat yakni bagaimana berbusana yang baik dan benar sesuai norma yang berlaku,” ujarnya.
Untuk itu pihaknya mengajak masyarakat agar menumbuhkan pengetahuan berbusana yang beretika, seperti apa busana yang benar dan baik sehingga cocok dikenakan untuk ke pura, atau kegiatan lainnya tanpa menimbulkan efek negatif.
Dalam karya yang akan dipersembahkan nanti, Cok Istri Cora menyebut akan ada pengenalan bahan kain tenun khas Bali Timur, yang sejauh ini banyak orang tidak mengenalnya.
“Jadi ada wastra Bebali namanya Saudan dan Tuu Batu dalam karya adibusana, umurnya ratusan tahun, kami akan perkenalkan corak langka kain khas kita Bali yang punya, nanti kita kenalkan ke publik,” ujarnya.
Menurut dia, kain dengan polanya yang primitif, ketika digunakan dalam karya-karya kekinian jelas hasilnya luar biasa. “Jadi, orang Bali dalam menjalankan upacara Panca Yadnya, melalui napas doa dan harapan masyarakat kita tempo dulu, bisa dilihat dari jenis wastranya, sangat disakralkan, nah ini yang kita coba sedang gali, dimana pengetahuan leluhur kita maha hebat itu mewarisi karya busana yang kita masih bisa lihat hari ini,” katanya.
Cok Istri Cora mengapresiasi kegiatan ajang Festival Seni Bali Jani sebagai wahana anak muda berkarya dan memberikan harapan untuk tumbuh generasi yang produktif dan menghasilkan di masa mendatang.
“Kami sangat bersyukur dan mengapresiasi kegiatan Festival Seni Bali Jani ini sebagai wadah kreativitas anak muda, para pelajar, mahasiswa menunjukkan kemampuannya dalam menggali karya-karya utamanya di dunia mode atau fashion,” ujarnya.
Untuk diketahui, ajang Seni Bali Jani yang berlangsung dari 26 Oktober-8 November 2019, secara umum akan menampilkan berbagi kegiatan diantaranya Pawimba (Lomba), Adilango (Pergelaran), Aguron-guron (Workshop), Kandarupa (Pameran), Tenten (Pasar Malam Seni), Timbang Rasa (Sarasehan).