by admin | May 2, 2010 | Artikel, Berita
Oleh: Dra Ni Kadek Karuni, M Sn
Dibiayai DIPA ISI Denpasar 2009
Ringkasan Penelitian
Penelitian berjudul Perkembangan Seni Kerajinan Ukir Kayu Di Desa Guwang Gianyar Bali (Kajian Bentuk dan Fungsi) ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan seni kerajinan ukir kayu di desa Guwang, meliputi: perubahan dan perkembangan bentuk serta fungsi produk,juga mengenai faktor yang mempengaruhi perubahan dan perkembangannya. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan multidisiplin, yakni pendekatan sosiologis, dan estetik. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kwalitatif, dengan analisis deskriptif analitik. Sample ditetapkan berdasarkan teknik purposive sampling, data dikumpulkan melalui studi pustaka, observasi dan wawancara. Data tersebut kemudian diidentifikasi, klasifikasi, seleksi, selanjutnya dianalisis dan diinterpretasi sesuai teks dan konteksnya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan dan perkembangan seni kerajinan ukir kayu desa Guwang, dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung sebagai penyangga kebudayaan, seperti adanya lembaga adat, institusi pemerintah maupun lembaga kesenian lainnya, yang masing-masing mengambil peran sesuai bidangnya. Demikian juga terjalinnya hubungan yang baik antara perajin dengan perajin dan lingkungan masyarakat, adanya waktu untuk bekerja, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh komunitas perajin, juga turut mendukung terhadap perkembangan dan perubahan seni kerajinan ukir kayu. Dengan demikian eksistensi seni kerajinan ukir kayu Guwang di tengah masyarakat pendukungnya sejalan dengan perkembangan dan perubahan zaman.
Perubahan secara visual terlihat pada bentuk dan fungsi produk seni kerajinan ukir kayu Guwang dari sakral ke arah produk berfungsi profan, yang dipahami sebagai bagian integral dari gerak perubahan dalam kehidupan sosial budaya masyarakat pendukungnya. Perubahan terjadi karena ditengarai merebaknya dunia pariwisata, yang ternyata telah memberikan keyakinan kuat di kalangan perajin Guwang untuk menekuni profesinya.
Kata-kata Kunci: Seni Kerajinan, Ukir Kayu, Perubahan, dan Perkembangan.
by admin | May 2, 2010 | Artikel, Berita
Oleh: I Made Berata
Di Biayai DIPA ISI Denpasar
Abstrak penelitian
Penelitian ini, mengangkat topik “Perkembangan Seni Kerajinan Di Desa Petulu. Gianyar, Bali; Kajian Estetik dan Sosial Kultural”, bertujuan untuk mengetahui fenomena perkembangan sentra kearjinan pada suatu masyarakat dari persefektif estetik. Perkembangan yang dimaksud adalah; gerak aktivitas suatu masyarakat mengalir dari waktu-kewaktu, yang dapat memberikan suatu peningkatkan atau kemajuan ditinjau dari berbagai aspek.
Permasalahan pokok yang diajukan dalam penelitian ini, terdiri dari tiga poin, yatiu: 1) Mengapa seni kerajinan kayu di DesaPtulu tetap bertahan dan berkembang sampai saat ini, dan faktor sajakah yang memengaruhi,2) Bagaimana perkembangan bentuk dan fungsi Seni kerajinan di Desa Petulu, dan 3) Adakah dampaknya perkembangan seni kerajinan tersebut terhadap kehidupan masyarakat Desa Petulu. Untuk menjawab peramsalahan tersebut di atas, menggunakan bingkai penelitian kualitatif. Penelitian kualtiatif dapat diartikan rangkaian kegiatan atau proses menjaring informasi dari kondisi sewajarnya dalam kehidupan suatu objek dan hubungannya dengan pemecahan suatu masalah, baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis.
Proses penelitian yang dilakukan lebih mengarah pada sifat eksploratif, karena bertujuan untuk menggambarkan keadaan atau status fenomena. Peneliti ingin mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan perkembangan seni kerajinan kayu di daerah penelitian. Analisis data menggunakan metode deskritiptif analisis, untuk selanjutnya disajikan dalam bentuk karya tulisan ilmiah. Dalam mengkaji permasalahan tersebut menggunakan pendekat multidisiplin.
Sesuai amatan di lapangan ditemukan adanya seuatu perkembangan terhadap keberadaan seni kerajinan di Petulu, menunjukan adanya perkembangan baik bantuk, dan fungsinya. Ternyata pekembangan bantuk dapat dibuktikan dengan munculnya deversifikasi produk seni karajinan, perkembangan fungsi terbukti dari produk-produk yang dihasilakan lebih pada fungsi fisik yaitu sebagai wadah dan tempat. Dari fungsi personal ternyata seni kerajinan itu tercipta dari emosi yang direncanakan sesuai tuntutan kebutuhan hidup, secara sosial ternyata berpengaruh terhadap prilaku masyarakat dan meningkatkan perekonomian perajin pada khususnya dan masyarakat Petulu pada umumnya. Dapat dibuktikan 80% marasyarakat Petulu dari anak-anak, remaja dan dewasa bergantung pada seni kerajinan kayu.
Sesuai amatan dilapangan faktor yang memengaruhi terjadinya perkembangan seni kerajinan di desa Petulu di pengaruhi oleh dua faktor yakni faktor ekstenal dan faktor internal. Dari eksternal adalah kostituen lingkungan dan dukungan masyarakat, sedang dari isternal adalah motivasi masyarakat perajin dan penguasaan keterampilan. Sedampak terhadap masyarakat ternyata berdapak negatif terhadap aktivitas sosial dan berdampak postif terhadap meningkatnya perekonomian masyarakat.
Kata kunci: Perkembangan dan Kerajinan
by admin | May 1, 2010 | Artikel, Berita
Oleh: Drs. I Nyoman Nirma
Dibiayai DIPA ISI Denpasar
Ringkasan Penelitian
Ketepatan memilih media dalam pembelajaran sangat tergantung pada pengetahuan dan pengalaman pendidik tentang ragam media dari media yang sederhana sampai pada media yang canggih. Bila dilihat dari perkembangannya pada mulanya media dianggap sebagai alat bantu mengajar guru (teaching aids). Alat Bantu yang dipakai adalah alat Bantu Visual misalnya: gambar, model, obyek dan alat-alat lain yang dapat memberikan pengalaman konkrit, motifasi belajar serta mempertinggi daya serap dan retensi belajar (Sadiman dkk,2005:07)
Di Bali media pembelajaran agama Hindu yang berwujud gambar-gambar dijumpai dalam bentuk seni lukis Wayang Kamasan. Dikenal dengan istilah ‘Wayang Kamasan’, karena seni lukis ini berkembang di desa Kamasan, Klungkung-Bali. Ini dibuktikan dengan hadirnya seni lukis Wayang Kamasan pada gedung Kertha Gosa yang dibangun sejak jaman kerajaan Klungkung. Tema lukisan wayang ini menceritakan tentang perjalanan Bhima ke swarga loka, Diah Tantri, Sang Garuda Mencari Amerta dan Palelindon. Pada prinsipnya seluruh cerita dalam lukisan ini bersumber pada ajaran-ajaran agama Hindu.
Berdasarkan lukisan Wayang Kamasan yang ada pada gedung Kertha Gosa, mengindikasikan bahwa sejak dahulu seni lukis Wayang Kamsan telah dijadikan sebagai media budaya untuk menyampaikan pendidikan moral yang baik bagi masyarakat di jaman Kerajaan Klungkung.
Hingga kini tema-tema cerita yang biasa diangkat dalam seni lukisan Wayang Kamasan di desa Kamasan, Klungkung-Bali meliputi cerita Mahabharata, Ramayana, Sutasoma, Lelintangan, Panji, dan cerita-cerita rakyat lainnya yang mengadung nilai filosofis ajaran Agama Hindu. Ini berarti seni lukis Wayang Kamasan sangat penting peranannya sebagai media dalam menstransfer pendidikan moral dalam Kehidupan Masyarakat Bali.
Berdasarkan uraian di atas, maka Seni lukis Wayang Kamasan sebagai Media Pendidikan Moral akan dikaji eksistensinya dalam mengajarkan moral yang baik agar mudah diingat dan dipahami, serta dilaksanakan oleh masyarakat Bali.
by admin | May 1, 2010 | Artikel, Berita
Oleh I Wayan Suharta Dosen PS Seni Karawitan ISI Denpasar
Keberadaan kebudayaan Bali mencakup unsur-unsur yang sangat banyak dan beragam, salah satu diantaranya adalah unsur upacara. Upacara-upacara di Bali adalah merupakan suatu mata rantai yang tak dapat terpisahkan antara tatwa dan filsafat yaitu merupakan tujuan dari ajaran agama Hindu, serta susila adalah aturan-aturan yang patut dilaksanakan untuk mencapai tujuan. Ketiga unsur tersebut merupakan unsur-unsur universal ajaran agama Hindu dimana antara unsur yang satu dengan yang lainnya harus saling dipahami dan ditaati secara terpadu serta tidak terpisahkan (Swarsi, 2003 : 1).
Cukup beralasan dan masuk akal, karena sebagian besar siklus kehidupan orang Bali dikendalikan oleh kegiatan-kegiatan yang relegius. Dalam menjalankan kegiatan tersebut terlihat bahwa kehadiran hakekat yang tertinggi selalu mendapat porsi yang dominan dan menonjol. Mereka percaya bahwa dengan selalu menjaga hubungan yang harmonis dengan hakekat yang tertinggi yaitu Tuhan Yang Maha Esa berserta segala ciptaannya, mereka akan berhasil dalam setiap pekerjaan sesuai dengan dharmanya.
Sebagai intisari dari pandangan dan konsep hidup inilah timbul paradigma tentang tiga keseimbangan hidup yang kemudian disebut Tri Hita Karana (tiga penyebab kesejahteraan). Konsep ini mengajarkan agar selalu dijaga keseimbangan dan keselarasan hidup antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, antara manusia dengan alam lingkungannya dan keseimbangan hidup antara manusia dengan sesamanya (Tim Penyusun Pemda Tk. I Bali, 1992 : 32). Sebagai realisasi dari ketiga konsep ini, dilaksanakan melalui berbagai cara seperti pembacaan mantra dan doa-doa, menyanyikan lagu-lagu pujaan dan menyelenggarakan upacara yang disebut yadnya.
Sesuai dengan ajaran agama Hindu, yadnya berarti sebagai suatu korban suci secara tulus ikhlas tanpa pamrih. Yadnya merupakan sarana untuk mengadakan hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, sebagai perbuatan mulia untuk menjaga keseimbangan dan tercapainya tujuan hidup di dunia akhirat. Oleh sebab itu hampir setiap hari dapat dijumpai orang melaksanakan yadnya dari tingkat yang terkecil seperti yadnya sesa hingga yang terbesar seperti upacara Eka Dasa Rudra di pura Besakih. Indikasi ini menunjukan adanya berbagai bentuk dan pelaksanaannya, yang secara garis besarnya ada lima jenis yadnya yang dilaksanakan oleh masyarakat Hindu di Bali disebut Panca Yadnya, meliputi ; Bhuta Yadnya, Manusa Yadnya, Pitra Yadnya, Rsi Yadnya dan Dewa Yadnya.
Artikel selengkapnya
by admin | Apr 30, 2010 | Artikel, Berita
Oleh: I Ketut Sida Arsa, S.Sn
RingkasanPenelitian Biaya DIPA 2009
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi pergeseran bentuk estetika wadah di perusahaan I.B. Gede Pidada di Kelurahan Kesiman. Penelitian ini merupakan penelitian survey lapangan dengan melibatkan sekitar 30 orang yang merupakan karyawan dan masyarakat Kesiman. Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik dokumentasi, wawancara, dan kuesioner. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara deskriptif kuantitatif
Hasil analisis data menunjukkan bahwa persinggungan globalisasi dengan budaya lokal telah melahirkan suatu bentuk kebudayaan baru. Dimana unsur-unsur estetik dalam setiap kebudayaan dikemas menjadi suatu yang serba instan dan mendatangka keuntungan. Estetika dipandang tidak lebih dari hasil suatu proses logis, dimana kebutuhan dan teknik oprasional dipadukan sehingga menghasilkan sebuah bentuk karya yang akhir dalam hal ini wadah. Wadah dipandang hanya sebagai ekspresi logika dan rasionalitas fiungsi sehingga melahirkan bentuk ”estetika komoditi” yang dikendalikan oleh prinsif dasar kemersial dan kapitalisme yaitu mencari keuntungan sebanyak-banyaknya, sehingga ekspresi estetis dalam pembuatannya tidak menjadi sesuatu yang utama melainkan hanya sebagai pemanis saja. Proses komodifikasi secara sadar atau tidak sadar telah menyentuh langsung pada dingding makna kebudayaan apalagi ketika simbol, ikon, dan budaya telah mulai disentuh oleh prinsif komersil
Berdasarkan temuan ini maka disarankan hendaknya seluruh pihak yang terkait dalam proses komodifikasi budaya Bali, kususnya yang bergerak di dalam komodifikasi wadah agar tetap memeperhatikan nilai-nilai estetika dan religiss yang terdapat pada wadah, serta menjaga keutuhan budaya Bali.
Kata Kunci : estetika, komoditi, komersial
by admin | Apr 30, 2010 | Berita, pengumuman
PENGUMUMAN
SEMESTER PENDEK
DENGAN DILUNCURKANNYA PROGRAM SEMESTER PENDEK PERIODE 2010, DIUMUMKAN KEPADA SELURUH MAHASISWA FSRD YANG BERMINAT
HUBUNGI BAGAIAN AKADEMIK FSRD TANGGAL 2 – 31 MEI 2010
DENPASAR, 30 APRIL 2010
TTD
PEMBANTU DEKAN I