by admin | May 18, 2010 | Berita, pengumuman
Jadwal Pementasan Penyajian Karya Seni
Ujian Sarjana Seni Fakultas Seni Pertunjukan
Institut Seni Indonesia Denpasar Tahun 2009/2010
Hari/Tanggal : Senin, 24 Mei 2010
| No |
Judul Karya |
Penata |
Nim/Jur |
Waktu |
| 1 |
Genta Uter |
I Gede Anom Ranuara |
200603002/P |
19.00-19.45 |
| 2 |
Nara Simha |
I Gusti Agung Ayu Savitri |
200601015/T |
19.50-20.05 |
| 3 |
Awidyasmara |
Ni Nyoman Damayanti
I Made Putra Wantara |
200601025/T
200602011/K |
20.10-20.25 |
| 4 |
Santhining Bhuana |
I Nyoman Budiyasa |
200601007/K |
20.30-20.45 |
| 5 |
Gunastri |
Ni Putu Ayuk Agustini |
200601002/T |
20.50-21.05 |
| 6 |
KUNG |
I Ketut Suarjana |
200602017/K |
21.10-21.25 |
| 7 |
Sumpah |
Ni Wayan Megawati |
200601030/T |
21.30-21.45 |
|
|
ISTIRAHAT 15 MENIT
|
|
|
| 8 |
Ngunye |
I Putu Gede Suardika |
200602004/K |
22.00-22.15 |
| 9 |
Mithya |
Ida Ayu Diah Setiari |
200601005/T |
22.20.22.35 |
| 10 |
Abhimãna |
Ni Made Ayu Riyanti |
200601026/T |
22.40-22.55 |
| 11 |
Pipe Sound |
I Gede Nadiarta |
200502036/K |
23.00-23.15 |
| 12 |
Jalan Nirwana |
I Nyoman Anom Adnya Arimbawa |
200601010/T |
23.20-23.35 |
Dekan,
I Ketut Garwa, SSn.,M.Sn
NIP. 19681231 199603 1 007
by admin | May 18, 2010 | Berita
Oleh A.A. Yugus, A.A. Ayu Kusuma Arini dan A.A. Gde Ngurah TY
Fakultas Seni Rupa Dan Desain Isi Denpasar
Abstrak Penelitian
Desain Ornamen dan Seni Lukis Tradisional merupakan salah satu bagian seni rupa, perkembangannya mengalami perubahan di Bali sejak tahun 1920-1930. Masa lalu desain dan seni lukis tradisional disebut seni klasik tradisional Bali, bentuknya menekankan ungkapan mitologi pewayangan, mengandung nilai simbolis dan juga nilai estetis, berfungsi sebagai penghias pura-pura, penghias alat-alat perlengkapan upacara agama, penghias peralatan kebutuhan istana, sehingga bersifat pengabdian baik untuk kepentingan spiritual maupun sosial.
Tahun 2009 Pemerintah Republik Indonesia melancarkan kegiatan Indonesia Kreatif dengan Implementasi Pengembangan Ekonomi Kreatif, Berbasis Industri Kreatif, Kriya Kreatif dan Seni Kreatif 2009-2025. Industri kreatif, kriya kreatif dan seni kreatif adalah wujud dari upaya mencari pembangunan yang berkelanjutan melalui kreativitas serta iklim perekonomian yang berdaya saing dan memiliki sumber daya yang terbarukan, sehingga terbentuk transformasi fungsi kegiatan seni ke arah intelektual, kreativitas, pengembangan ekonomi dan daya saing. Bertumpu pada perubahan fungsi, menampakkan persepsi baru serta menampilkan masalah baru; belum menguatnya dan terapresiasi konsep industri kreatif, kriya kreatif berbasis seni, desain kreatif. Bagaimana konsep tersebut dikemukakan secara formal, teoritik maupun emperik; kurang tersusunnya data eksistensi dan sebaran unsur desain dan seni kreatif, identitas, narasi bentuk, makna seni, desain kreatif.
Tujuan penelitian desain ornamen dan seni lukis tradisional mendukung kriya kreatif ini untuk mendata dan merumuskan penerapan desain ornamen dan seni lukis tradisional mendukung produk kriya kreatif.
Metode penelitian mengambil lokasi tersebar pada wilayah di Bali yang diwakili oleh Kabupaten dan Kotamadya di Bali. Besar sampel 105 produk karya kreatif, khusus pada kriya ukir 35 (33,33%), kriya patung 22 (20,95%), kriya seni lukis 30 (28,57%), kriya tekstil 12 (11,42%), dan kriya keramik 6 (5,71%). Jumlah sampel penyebaran pengembangan kriya kabupaten Gianyar jumlah produk kegiatan paling tinggi, sebanyak 35 (33,33%), Badung dan Kodya Denpasar masing-masing 14 (13,33%), Tabanan 13 (12,38%), Buleleng dan Klungkung masing-masing 8 (7,62%), Bangli 7 (6,67%), dan Karangasem 6 (5,71%).
Tingkat keberhasilan penerapan desain ornamen dan seni lukis tradisional kriya kreatif berdasarkan hasil pengukuran total jumlah nilai sampel kriya ukir, kriya patung, kriya seni lukis, kriya tekstil, dan kriya keramik diperoleh sebesar 1714 poin (81,62%) lebih besar dari nilai hitung rata-rata sampel sebesar 1050 (50%) sehingga dapat dipandang bahwa pengembangan dan penerapan desain ornamen dan seni lukis tradisional mendukung pengembangan kriya kreatif yang berkembang.
Kata Kunci : Ornamen, Seni Lukis, Kriya Kreatif
by admin | May 17, 2010 | Artikel, Berita
Oleh: Wardizal (dosen PS Seni Karawitan)
Minangkabau, sering dikenal sebagai bentuk kebudayaan dari pada sebagai bentuk negara yang perah ada dalam sejarah (Navis, 1984:1). Secara umum, perkataan Minangkabau mempunyai dua pengertian, pertama Minangkabau sebagai tempat berdirinya kerajaan Pagaruyung. Kedua, Minangkabau sebagai salah satu kelompok etnis yang mendiami daerah tersebut (Mansoer, 1970:58). Kerajaan Pagaruyung yang pada masa dahulu pernah menguasai daerah budaya Minangkabau, tampaknya tidak banyak memberikan atau meninggalkan pengaruh yang nyata terhadap budaya rakyat Minangkabau sampai sekarang. Dewasa ini, kharisma kerajaan Pagaruyung telah terlupakan begitu saja oleh masyarakat Minangkabau. Istilah Minangkabau tidak lagi mempunyai konotasi sebuah daerah kerajaan, akan tetapi lebih mengandung pengertian sebuah kelompok etnis atau kebudayaan yang didukung oleh suku bangsa Minangkabau (Hajizar, 1988:31).
Realias yang berkembang di tengah masyarakat (terutama orang luar Minangkabau), kata Minangkabau sering diidentikkan dengan kata Sumatera Barat pada hal secara subtantif keduanya mempunyai makna yang berbeda. Perkembangan sejarah menunjukkan, bahwa daerah geografis Minangkabau tidak merupakan bagian daerah propinsi Sumatera Barat (Mansoer, 1970:1). Sumatera Barat adalah salah satu propinsi menurut administratif pemerintahan RI, sedangkan Minangkabau adalah teritorial menurut kultur Minangkabau yang daerahnya jauh lebih luas dari Sumatra Barat sebagai salah satu propinsi (Hakimy, 1994:18).
Secara administratif, propinsi Sumetara Barat mempunyai 14 daerah tingkat II, terdiri dari 8 daerah tingkat II yang tercakup dalam kapupaten, dan 6 daerah yang tercakup dalam Kota Madya. Delapan (8) kabupaten terdiri dari kabupaten Agam, Tanah Datar, Pesisir Selatan, Pasaman, Solok, Pariaman, Sawah Lunto Sijunjung, 50 Kota, dan Padang Pariaman. Enam (6) Kota Madya terdiri dari Kota Madya Padang, Solok, Sawah Lunto, Payakumbuh, Padang Panjang dan Bukittinggi. Batas-batas propinsi yang berbatasan dengan Sumatera Barat Adalah: sebelah barat berbatasan dengan Samudra Indonesia; bahagian utara berbatasan dengan Sumatera Utara; sebelah selatan berbatasan dengan propinsi Bengkulu dan propinsi Jambi; dan sebelah timur berbatasan dengan propinsi Riau.
Minangkabau dalam pengertian sosial budaya merupakan suatu daerah kelompok etnis yang mendiami daerah Sumatera Barat sekarang, ditambah dengan daerah kawasan pengaruh kebudayaan Minangkabau seperti: daerah utara dan timur Sumatera Barat, yaitu Riau daratan, Negeri Sembilan Malaysia; daerah selatan dan timur yaitu; daerah pedalaman Jambi, daerah pesisir pantai sampai ke Bengkulu, dan sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia (Couto dalam Arisman, 2001:56). Tidak ada yang dinamakan suku bangsa Sumatera Barat atau kebudayaan Sumatera Barat. Namun secara praktis pemerintah Daerah Tingkat I propinsi Sumatera Barat-lah yang menggerakkan kebudayaan Minangkabau. Boestanoel Arifin Adam mengatakan:
Pengertian Minangkabau selengkapnya
by admin | May 17, 2010 | Artikel, Berita
Oleh: Ida Ayu Gede Artayani, S.Sn, M.Sn., Dosen PS Kriya Seni
Usaha kerajina gerabah di Desa Binoh merupakan usaha industri rumah tangga yang sifatnya sudah turun-temurun. Pembuatan kerajinan ini merupakan mata pencaharian yang cukup mendapat perhatian dari para kaum wanita di desa ini. Usaha kerajinan ini ditekuni oleh mereka yang sudah berumah tangga, maupun yang masih lajang. Sesuai dengan hasil surve yang diperoleh dilapangan, ada beberapa faktor pendorong dari kaum wanita untuk bekerja pada usaha kerajinan gerabah antara lain:
- Faktor Ekonomi
Pembangunan pertanian di Indonesia mampu meningkatkan pendapatan petani khususnya dan penduduk pedesaan pada umumnya. Ini terbukti dengan semakin kecilnya jumlah penduduk miskin di pedesaan. Disamping itu perlu diperhatikan masih banyaknya penduduk yang memusatkan bekerja di sektor pertanian.
Hal ini menyebabkan tambahan tenaga kerja disektor pertanian lebih besar dari kepemilikan lahan.
Lahan pertanian yang kian hari semakin sempit tidak mencukupi kebutuhan rumah tangga petani yang bersangkutan. Hal ini berarti rumah tangga petani harus meningkatkan pendapatan mereka melalui kegiatan diluar sektor pertanian.
Pekerjaan-pekerjaan di luar sektor pertanian, seperti misalnya pekerjaan dalam industri rumah tangga atau industri kecil, sudah dikenal di daerah pedesaan sejak lama. Keberadaan pekerjaan di luar sektor pertanian ini penting artinya bagi rumah tangga petani. Hal ini berkaitan dengan sifat musim kegiatan di bidang pertanian. Pada umumnya keluarga petani membutuhkan pekerjaan di luar sektor pertanian untuk menambah penghasialannya. ( Mubyanto, 1985: 45).
Demikian pula halnya keadaan penduduk di Desa Binoh, kepemilikan lahan pertanian semakin sempit, berubah menjadi kawasan perumahan. Kepemilikan lahan rata-rata 0,16 Ha per kepala keluarga. Melihat kenyataan yang demikian, pendapatan dari sektor pertanian tidak memungkinkan lagi sebagai penghasilan utama untuk memenuhi kebutuhan hidup. Karena itu bukan saja kaum laki-lakinya, kaum wanitanya pun dituntut untuk mencari nafkah di sektor lain. Menurut informasi yang diterima, kerajinan gerabah yang ada di desa ini sudah ada sejak dulu, mereka tidak bisa menyebutkan angka dan tahunnya, karena mereka mewarisi kerajinan ini sejak lahir. Hal ini memungkinkan para wanita di desa ini tidak banyak terlibat dalam pekerjaan pertanian sehingga mereka banyak mempunyai waktu luang setelah selesai mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Hanya saja waktu itu pekerjaan mereka bersifat kecil-kecilan. Peralatan yang dipergunakan dalam pembuatan gerabah masih sangat sederhana, begitu pula bentuk-bentuk barang yang dibuat tidak banyak variasi dan pemasaarannya masih bersifat lokal.
Faktor – faktor Yang Mendorong Wanita Bekerja pada Usaha Kerajinan Gerabah Di Desa Binoh Kelurahan Ubung Kaja Denpasar selengkapnya
by admin | May 16, 2010 | Berita
Oleh: Ni Kadek Karuni Dosen PS Kriya Seni
Feldman menjelaskan bahwa fungsi-fungsi seni yang sudah berlangsung sejak zaman dahulu adalah untuk memuaskan: (1) Kebutuhan-kebutuhan individu kita tentang ekspresi pribadi, (2) kebutuhan-kebutuhan sosial kita untuk keperluan display, perayaan dan komunikasi, serta (3) kebutuhan-kebutuhan fisik kita mengenai barang-barang dan bangunan yang bermanfaat (Feldman, 1991: 2). Lebih jauh, dalam pengertian luas, Feldman membagi fungsi seni menjadi tiga bagian, yaitu: Fungsi personal (personal function of art), fungsi sosial (the social function of art), dan fungsi fisik (physical function of art).
Dalam fungsi sosial dari seni kerajinan masyarakat Bali pada hakekatnya senantiasa berkaitan erat dengan kehidupan masyarakatnya yang sebagian besar memeluk Agama Hindu, sehingga seni kerajinan merupakan hasil budaya yang berpangkal dari pandangan hidup masyarakat Bali yang dicerminkan oleh agama Hindu (Purnata 1976/1977: 31).
Orientasi penciptaan seni kerajinan di samping untuk kebutuhan hidup manusia, juga banyak diperuntukan untuk kepentingan kepercayaan. Produk ini tidak hanya sebagai pelengkap dalam upacara, tetapi juga merupakan sarana dalam upacara itu sendiri. Dalam fungsinya produk seni kerajinan ini termasuk dalam kategori seni sakral.
Seni sakral adalah sebuah produk seni yang lahirnya dari perjuangan rasa bakti manusia untuk dipersembahkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa. Demikian juga dalam seni kerajinan ukir kayu. Terkait dengan produk seni kerajinan yang berfungsi sakral dalam perwujudannya merupakan simbol-simbol keagamaan Hindu.
Karya ini sering disebut dengan Pretima, atau Prelingga yang merupakan personifikasi dan tempat bersemayamnya Dewa-Dewa. Karya ini berbentuk togog dewa-dewa yang terbuat dari kayu dan dilapisi sedikit emas murni, dan ada juga terbuat dari uang kepeng yang dirakit berbentuk dewa-dewi.
Menurut tradisi masyarakat, arca adalah wujud dewa atau dewi yang jelas penggambarannya sebagai manusia atau binatang, sedangkan pretima adalah suatu benda yang secara alami tidak berbentuk manusia yang merupakan wujud atau sthana para dewa. Dalam proses ini, kehidupan semesta dalam agama hindu memberi peluang penciptaan togog atau arca dalam beranekaragam manifestasinya. Perwujudan togog sebagai manifestasi dewa dewa, seperti togog Dewa Brahma, Wisnu, Ciwa, Saraswati adalah hanya beberapa contoh dari personifikasi dewa-dewa dalam agama hindu.
Fungsi Produk Seni Kerajinan Ukir Kayu Guwang selengkapnya
by admin | May 16, 2010 | Artikel, Berita
Oleh Hendra Santosa, Dosen PS Seni Karawitan
Hasil wawancara dengan Wardizal dan Kadek Wahyu dengan I Wayan Sinti, MA, pada Hari Sabtu, 27 Oktober 2007
Secara mendasar, proses penciptaan gamelan Siwa Nada bertitik tolak dari gamelan Manika Santi. Pada barungan gamelan Manika Santi, hanya bisa dimainkan gendhing-gendhing gamelan Bali. Gamelan Manika Santi tidak bisa digunakan untuk memainkan musik-musik dari negara lain seperti musik Barat, China, India, Jepang, dan lain-lain karena masalah interval. Oleh karena itu, nada-nada yang terdapat dalam barungan gamelan Manika Santi tersebut dicoba ditata kembali, baik jumlah nada maupun interval. Karena secara prinsip musik Barat sudah mempunyai standar tuning, berbeda dengan musik tradisi pada umumnya. Melalui percobaan-percobaan yang tidak mengenal lelah, akhirnya terwujudlah satu bentuk barungan gamelan baru yang disebut Siwa Nada dengan harapan bisa dijadikan sebagai Ensiklopedi Musik Dunia. Dengan perkataan lain, sebuah bentuk/jenis gamelan yang bisa difungsikan untuk memainkan repertoar dari berbagai jenis musik dunia.
Secara filosofis, pemberian nama Siwa Nada pada barungan gamelan ini didasarkan atas keyakinan umat hindu di Bali bahwa Siwa adalah sebagai Dewa (pencipta). Gamelan Siwa Nada dapat diartikan sebagai gamelan yang mepergunakan nada-nada ciptaan Dewa Siwa. Secara spsifik, pemberian nama Siwa Nada lebih bersifat praktis dan pragmatis dimana, Si merupakan singkatan dari Sinti; Wa berarti Nawa (sembilan) atau Washington. Dengan demikian, Siwa nada dapat diartikan gamelan sembilan nada ciptaan Sinti di Washington. Ide penciptaan gamelan ini sudah pernah diekspos di koran Bali pada tahun 1998 untuk menciptakan tangga nada baru 9 atau 12, khususnya 9. Dalam perkembanganya kemudian, proses penciptaanya dilakukan Sinti ketika berada di Amerika (Washington). Proses penciptaan dilakukan pada tahun 2004 dan selesai (diupacarai) tepat purnama 17 Oktober 2005, lebih kurang 1 tahun 49 hari.
Secara umum instrumen gamelan Siwa Nada berbentuk bilah, kalau berbentuk pencon akan memakan waktu dan lebih rumit. Oleh karena di Amerika sulit mendapatkan kerawang, maka dipergunakan baja. Di samping itu, di Amaerika sulit mendapatkan bambu yang bagus, maka dipakai kayu (kayu padok) yang dibeli dari Ghana, Afrika. Setelah Sinti pulang ke Bali, kemudian dibuatkan istrumen dari kerawang. Dengan demikian, instrumen-instrumen yang terdapat dalam gamelan Siwa Nada merupakan kombinasi antara kerawang dan bambu. Barungan gamelan Siwa Nada sengaja dibuat dalam jumlah yang kecil, untuk dikombinasikan dengan vokal. Kalau barungannya lebih besar, akan bisa mengakibatkan vokal tenggelam. Jenis vokal yang dimaksud khususnya “Wirama”, dimana intervalnya sangat pendek-pendek. Kalaupun ada gamelan lain seperti gender wayang atau gong, hanya sebagai ilustrasi. Hal yang diinginkan adalah interlocking antara gamelan dan vokal.
Gamelan Siwa Nada selengkapnya