The Mandara Mountain also Erupted Tremendously

The Mandara Mountain also Erupted Tremendously

Translated by Ni Putu Tisna Andayani SS., Lecturer at Performing Arts Faculty, Karawitan Department ISI Denpasar

A side from Mount Merapi, Mount Bromo and Anak krakatau erupted just the latter. Last Saturday (27/11), the Mandara Mountain also erupted tremendous. Horribly, spit out “wedhus gembel” contain with halahala which is a deadly poison. The toxins that spewed from the top of the mountain threaten all living things. But the people of Central Java, who witnessed the eruption of Mount Mandara seemed calm and even enjoy it. Mandaragiri eruption was a ballet performance that was held in Pendhapa Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, Central Java.

Ballet entitled “Siwa Wisaya“performed by the students of ISI Denpasar, which served as the ultimate performance on Gong Kebyar Mebarung in Java and Bali area, held by ISI Surakarta. Gong Kebyar duel that lasted two nights, on the 26th -27th last November, presents four different groups namely: Gong Kebyar ISI Surakarta, ISI Yogyakarta, Puspa Giri Semarang, and ISI Denpasar. The story of Mandara Mountains are served by 60 students of ISI Denpasar, it was contextual with the eruption of natural disasters that are now happening in Indonesia. 

Mandaragiri is very familiar in Java community whose leather puppet lovers. Therefore, the turn of Mandaragiri in the early part of the Mahabharata epic was applied to be communicative in a ballet performance which lasts for 25 minutes. The audiences who attend the Pendhapa listened with enthusiasm and keen of the artistic display with a message which is underlined verbally by the mastermind or narrator in Old Javanese and Indonesian. Once in Satyayuga age, the gods and giants are agree to work together to find Tirta Amrita or the water of eternal life. To get the holy water they should stirring the sea of ​​milk “Ksiarnawa”, with a mountain. On the appointed day, the Mandara mountain at the Island of Sangka which carried by Hyang Antaboga is thrown into the middle of the ocean. To keep the mountain floating, Kurma the tortoise rested on the seabed and occupied on the top of the mountain is God IndraNaga Basuki is twisted on the mountain, his head held by the giants and his tail pulled by the gods. Mandaragiri is turned on. The Ocean was boiling and typhoons blustering.

The habitats of the mountain are bounced out and the ocean habitats are scattered. Suddenly from the top of the Mandara mountain sprit a solid black blob. The gods and the giants cheered excitedly, scrambling and about to drink the melting lump. Lord Shiva is watching carefully of gods and giants action he was swiftly captured and immediately drank it. Lord Shiva’s neck turned into dark blue because the one it was drunk by Lord Shiva is the killer toxin halahala. The gods and the giants get more curios and re-play the turn of Mandara Mountains which then disburse a clear liquid fragrance, Tirta Amrita. The giants fiercely controlled and run. Luckily, God Vishnu wins while pretended to be an angel and seduce them. Tirta Amrita was then spread by God Vishnu to all the human being in the earth and also to bring happiness and world peace.

The cultivation of “Shiva Wizard” ISI Denpasar ballet was pretty neat. I Wayan Sutirtha, S. Sn, M. Sn, one of the choreographers say that he quite satisfied with the artwork of the performance and the dancer’s magnificence accordance with the concept of artistic and aesthetic which had planned. The same opinion is also conveyed by a composer Ida Bagus Nyoman Mas, SSKar he impressed and salutes with the drummer’s team confidence and concentration that appear so neat. The coach at puppetry, I Ketut Kodi, SSP, M. Si and I Nyoman Sukerta, S. Sn, M. Si, also revealed his goal against the appearance of liking the narrator and puppeteer by one of the students at puppetry department ISI Denpasar, Bagus Bharatanatya. Apart to aesthetic visual communication through dance and gamelan musical audio system, Balinese dance-dramas that are performed in front of the community of Central Java interweave a verbal communication within the Indonesian National language.

Narration in the Indonesian language was deeply touched when thrown the moral expressions. The scene of Lord Shiva drank the poison of Mandara Mountains which caused his neck on fire, given the word of Lord Shiva narrative: “Hai para dewa dan para asura, cairan yang kalian perebutkan itu adalah halahala, racun. Aku tak ingin kalian mati binasa karena minum racun gunung itu. Sebagai penguasa semesta, aku rela mengorbankan diriku. Sebagai pemimpin, aku rela jadi tumbal kehidupan demi keselamatan hidup dan keberlangsungan kehidupan“ means : Dear gods and the giants, the liquid that you guys fighting for is halahala poison. Lord Shiva does not want them to drink poison and perish because of the mountains poison. As the possessors of the universe, I’m willing to sacrifice myself. As a leader, I’m willing to be a sacrificial life for the sake of safety of life and sustainability of life. The audiences were satisfied with it. Art is the vehicle for a flexible and powerful communication. When natural disasters came in a row and whack this nation, then the art breakthrough to give an amusement, reflection, and a vessel for introspection.  Just try to be reviewed on the last part of the “Shiva Wizard” ballet of ISI Denpasar. As he splashed Tirta Amrita, God Vishnu said: “O gods, giants, and all mankind. Birth, life, and death are the destiny. Sangkan paraning dumadi is the power of Hyang Widhi. Pray for the Lord. Maintain harmony together and ……, save the earth with loving & harmony.

Translated from Wedhus Gembel Halahala Mandaragiri,

Article By. Kadek Suartaya, Lecturer at Performing Arts Faculty, Karawitan Department ISI Denpasar


Sekolah yang Akuntabel Menghasilkan Siswa yang Lebih Baik

Sekolah yang Akuntabel Menghasilkan Siswa yang Lebih Baik

Jakarta — Kementrian Pendidikan Nasional dengan dukungan Bank Dunia melalui Program Basic Education Capacity Trust Fund (BEC-TF) , Kamis (9/11), mengadakan seminar yang mengkaji hubungan antara akuntabilitas sekolah dan prestasi para siswanya. Pemilihan topic ini mengacu pada menejemen berbasis sekolah, dimana sekolah secara mandiri memutuskan perihal anggaran, kurikulum dan sumberdaya manusia dengan arahan komite sekolah. Sejak menerapkan sistem administrasi berbasis sekolah sepuluh tahun yang lalu, ada peningkatan dalam partisipasi, pemberdayaan kepala sekolah dan guru, serta peningkatan dalam meningkatkan kualitas dan efisiensi.

“bukti baru dari studi internasional menunjukan bahwa menejemen berbasis ekolah tidak mahal dan efektif dalam pembiayaan, dan mekanisme akuntabilitas merupakan kunci dalam peningkatan kinerja siswa, ” papar Harry Anthony Patrinos, Lead Education Economist, Bank Dunia.
Menurut sebuah studi internasional yang diselenggarakan oleh Organisasi Kerjasma Ekonomi dan Pembangunan (OECD) di 60 negara, siswa yang bersekolah di sekolah yang otonom dan akuntabel memiliki hasil tes yang lebih baik. Hal ini disebabkan karena sekolah memiliki kontrol sepenuhnya terhadap penggunaan anggaran, seiring dengan pengawasan oleh komite sekolah dan orang tua, manfaat nyata tercermin dari kinerja siswa diseluruh dunia. Pemerintah daerah dapat berperan dengan memberikan dukungan dan pemantauan, namun pada akhirnya, sekolah lah yang berada dalam posisi terbaik untuk mengatur diri mereka sendiri.
Menurut Mae Chu Chang,  Lead Educator ,Bank Dunia, “hasil penilaian PISA menganjurkan bahwa keberhasilan Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS), hingga tahun 2010 merupakan hasil dari pelaksanaan transfer dana dari pusat langsung ke sekolah, ” kata Mae Chu Chang, Lead Educator Bank Dunia di Indonesia. “jika kita ingin siswa Indonesia tampil lebih baik, kita perlu membiarkan sekolah mengelola dana BOS dengan cara mereka sendiri.”
Dengan konstribusi dari AusAID, USAID dan Bank Dunia, peserta seminar dari berbagai instansi pemerintah dan lembaga Internasional juga akan berbagi pengalaman mengenai keberhasilan disekolah sekolah Indonesia, serta hal yang perlu diubah. Seminar ini didukung oleh Pemerintah Kerajaan Belanda dan Uni Eropa.

Sumber : World Bank.

Mendesain Limbah di Ajang Wonderground

Mendesain Limbah di Ajang Wonderground

Denpasar-Putu Restiti, 19 tahun, gadis yang kurang beruntung. Di sepanjang usianya dia terpaksa harus hidup dengan kursi roda di kampungnya yang terpencil Songan, Kintamani, Bangli. Gangguan pertumbuhan tulang membuatnya harus bergantung kepada orang lain di sepanjang waktu. Ia bahkan tak bisa menikmati bangku sekolah.

Tapi kondisi itu tak lantas membelenggu imajinasinya. Setelah melihat gambar-gambar boneka barbie di majalah-majalah, ia tertarik untuk membuat barbie ala Bali. Dia membalut tubuh boneka cantik itu dengan kain dan kebaya bali. “Saya menjahitnya sendiri dengan memanfaatkan kain-kain bekas,” ujarnya. Ia mengkombinasikan aneka warna kain sisa berbahan poliester, taffeta, chiffon, voile, satin, dan lainnya.

Boneka cantik yang telah dipasarkan di sejumlah art shop itu, kini dipajang dalam pameran “Wonderground” di Danes Art Veranda Gallery, Denpasar, hingga 10 juni 2011. Ini adalah pameran prototipe yang digelar Nafka. Nafka adalah label yang mengkhususkan diri menyajikan aneka produk responsible lifestyle karya desainer dan seniman yang bermitra dengan pengrajin dan Usaha Kecil Menengah dalam produksi karyanya. Pameran ini menampilkan karya 18 seniman dan desainer Indonesia dari Bandung, Jakarta, Yogyakarta dan Bali yang melakukan eksplorasi dan eksperimentasi dengan materi limbah dan organik.

Penggagas pameran Arif Budiman menjelaskan Nafka yang akan menaungi karya-karya ini merupakan laboratorium kreatif tempat seniman dan desainer mengembangkan minatnya dalam sustainable design, terutama dalam hal mengolah limbah atau materi organik menjadi desain yang memiliki fungsi dan sekaligus estetika. “Ini untuk memacu desainer dan seniman lebih terpacu lagi untuk membuat desain yang inovatif,” kata Ayip.
Indah Esjepe misalnya. Desainer grafis dari Jakarta itu membuat Tissue Tempo Doelo alias sapu tangan yang semakin dilupakan karena sudah tergantikan oleh kertas tisu. Dengan desain yang unik dan menarik, Tissue Tempo Doeloe diharapkan bisa membuat orang kembali memilih dan menyukai saputangan dibanding kertas tisu yang kurang ramah lingkungan. Indah juga membuat Kain Bungkisan atau kepanjangan dari pembungkus bingkisan dan hantaran. Bungkisan adalah kain ramah lingkungan yang diharap bisa menggantikan peran kertas dan kantong plastik yang hanya bisa digunakan sekali pakai. Semakin banyak kain Bungkisan dipakai orang, semakin besar upaya kita menjaga bumi dari pencemaran limbah plastik.

Karya menarik lainnya ditampilkan Aty Budiman yang menyulap majalah bekas menjadi lemari kabinet yang diberi nama Umacab (used magazine cabinet). Juga karya Duet Alma dan Roy yang memanfaatkan kain karung terigu untuk membuatdesain busana kasual yang ceria dengan pewarnaan celup. Lain lagi dengan Ilustrator muda dari Bali Monez Gusmang. Dia memberi aksen baru pada tas belanja yang sederhana dan ringkas yang dapat memuat banyak dengan tema astronot.

Tak semua karya yang dipamerkan di Wonderground berasal dari materi limbah. Achmad Sopandi yang merupakan aktifis di ISEND-UNESCO, sebuah komunitas internasional yang bergiat di berbagai simposium, pameran, dan workshop seputar warna alami, menampilkan tekstil yang terbuat dari serat tumbuhan dengan pewarnaan alam yang formulanya ditemukan sendiri.

Karya Sopandi terlahir dari semangat petualangan, dari estetika budaya-budaya etnis di Indonesia. Dalam eksplorasinya, lingkungan alam dan tradisi suku etnis di Indonesia menginspirasi untuk mentransformasi dan menghidupkan kembali pembuatan kain berbahan serat tumbuhan dan penggunaan warna alam tradisional sebagai karya seni kontemporer.

“Wonderground” dibuka oleh desainer Kanada penulis buku Do Good Design David B. Berman. “Mengolah limbah menjadi produk berfaedah yang memiliki karakter design yang kuat membuat desainer Indonesia dapat berbangga tanpa harus merujuk Milan atau New York,” ujarnya.

ROFIQI HASAN

Sumber: tempointeraktif.com

 

Jadwal UAS Semester Genap 2010/2011

PENGUMUMAN

Nomor: 966/IT5.1/DT/2011

Diberitahukan kepada Dosen dan Mahasiswa FSRD ISI Denpasar bahwa Pelaksanaan Ujian Akhir Semester Genap 2010/2011 adalah sbb :

1.  Minggu Tenang                : 8 – 17 Juni 2011

2.  Ujian Tulis                       : 20 – 24 Juni 2011

3.  Ujian Praktek                   : 28 Juni – 4 Juli  2011

4.  Input Nilai ke SIA              : 22 Juni – 12 Juli 2011

5. Penyerahan Berkas Nilai    : 22 Juni – 15 Juli 2011

Demikian kami sampaikan untuk diperhatikan dan dilaksanakan. Terimakasih.

Denpasar, 13 Juni 2011

a.n. Dekan,

Pembantu Dekan I,

Drs. Olih Solihat Karso, M.Sn.

NIP.  196107061990031005

Yudisium Semester Genap 2010/2011

PENGUMUMAN

Nomor: 968/IT5.1/DT/2011

Diberitahukan kepada Mahasiswa FSRD ISI Denpasar yang telah dinyatakan lulus Ujian Tugas Akhir (TA) Semester Genap 2010/2011 bahwa YUDISIUM akan dilaksanakan pada:

Hari/Tanggal   : Senin, 27 Juni 2011

Jam                     : 10.00 Wita

Tempat              : Gedung Natya Mandala ISI Denpasar

Pakaian             : Atas Kemeja Putih Berdasi & Bawah Hitam

Demikian kami sampaikan untuk dapat dilaksanakan. Terima kasih.

Denpasar, 13 Juni 2011

A.n. Dekan

Pembantu Dekan I,

Drs. Olih Solihat Karso, M.Sn

NIP.  196107061990031005

Pendidikan Pancasila Harus Interaktif

Pendidikan Pancasila Harus Interaktif

Serpong — Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal mengatakan, pada jenjang perguruan tinggi, pendidikan Pancasila wajib untuk diberikan pada para mahasiswa. Dalam pelaksanaannya, pendidikan Pancasila ini tidaklah harus menjadi sebuah mata pelajaran tersendiri, melainkan diberikan keleluasaan bagi perguruan tinggi untuk memilih cara dalam menyampaikan pendidikan tersebut.

“Kami sudah menegaskan bahwa pendidikan Pancasila harus diberikan. Mau jadi pendidikan sendiri silakan. Mau jadi bagian dari pendidikan kewarganegaraan silakan, atau mau dimasukkan dalam pengembangan diri peserta didik silakan ” kata Fasli, di hadapan para civitas akademis Universitas Multimedia Nusantara serta para kepala sekolah yang menghadiri acara seminar internasional dengan tema” Utilization of Information and Communication Technology ( ICT ) in The Process of Teaching and Learning “, pada 8 Juni di Serpong, Tanggerang..

Sebenarnya revitalisasi pendidikan Pancasila di perguruan tinggi ini sudah dilaksanakan kurang lebih dua tahun yang lalu. Fasli yang ketika itu masih menjabat sebagai Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, sudah mencoba mendiskusikan mengenai pendidikan Pancasila ini.

Dari pertemuan-pertemuan tersebut terlihat bahwa pelaksanaan pendidikan Pancasila di perguruan tinggi memiliki berbagai macam pandangan. ” Kira-kira ada empat pertemuan kala itu, dan saya hadir tiga di antaranya. Memang kala itu cara pandang perguruan tinggi masing-masing berbeda. Ada UGM (Universitas Gajah Mada ) yang menjadikan Pancasila sebagai payungnya dan di dalamnya di padukan dengan civic education, ada UPI ( Universitas Pendidikan Indonesia ) yang menjadikan PKN sebagai payungnya, tetapi memberikan pendidikan Pancasila sebagai bagian tersebar di dalamnya, dan bahkan UI ( Universitas Indonesia ) menyerahkan 18 SKS untuk pengembangan kepribadiannya yang di dalamnya komponen-komponen sebagai tindak lanjut butir-butir Pancasila sudah dipastikan ketersediaannya,” kata Fasli.

Walaupun memiliki perbedaan dalam pelaksanaannya, Fasli mengajak para civitas akademika untuk menyosialisasikan dan menginternalisasikan nilai-nilai Pancasila, dan sebagai tindak lanjut pelaksanaan pendidikan tersebut. Fasli mengatakan langkah selanjutnya adalah melakukan monitoring pelaksanaanya, karena secara garis besar di jenjang pendidikan tinggi, pendidikan Pancasila sudah memiliki polanya.

Di jenjang pendidikan dasar dan menengah, pendidikan Pancasila sedang dievaluasi pelaksanaannya. Kenmdiknas tengah melihat kembali standar kurikulum, standar kompetensi lulusan dan standar isi yang cocok dengan nilai-nilai Pancasila. ” Bila kita belum menemukan apa yang kita harapkan, maka akan terus kita tambahkan, mudah-mudahan hal ini akan dapat diwujudkan dalam proses pembelajaran.”.

Karena itu Fasli, mengingatkan bahwa pendidikan Pancasila ini harus segara di segarkan kembali. “Pendidikan Pancasila tidak lagi harus dogmatis seperti P4 dahulu, tapi haruslah interaktif, harus ada pembiasaan, harus dapat membangun budaya sekolah dan yang terpenting harus ada ketauladanan dari pemimpin, baik kepala sekolah, guru dan tokoh masyarakat ,” kata Fasli.

Sumber: kemdiknas.go.id

Loading...