by dwigunawati | Jul 2, 2011 | Berita, Galeri
Penata
Nama : I Made Murdana
NIM : 2007.02.021
Program Studi : Seni Karawitan
Sinopsis :
Ujar Sinambung merupakan sebuah garapan komposisi baru yang memadukan antara instrument saih pitu yaitu gamelan semarandhana dan instrument gamelan dari bambu. Perpaduan dua instrument yang memiliki karakteristik warna bunyi (timbre) yang dimaksud sebagai implementasi akustik yang berbeda dalam kesinambungan. Cetusan imajinasi dan penalaran musikal dari teknik gegebug, penggunaan patutan, pola garapan dan penonjolan masing-masing instrumen, merupakan keterikatan pada satu kesatuan garapan yang utuh (unity) dan berkesinambungan (continuity) untuk mpencapaian keindahan music ( aesthetic musical )
Pendukung Karawitan : Sekaha Gong Sida Githa Karya, Br. Dukuh Mertajati, Sidakarya, Denpasar Selatan
Ujian Tugas Akhir FSP Gelombang I Tahun 2011



by dwigunawati | Jul 1, 2011 | Berita, Galeri
Penata
Nama : I Gst Ngurah Wira Adnyana.
Nim : 2007 02 038
Program Studi : Seni Karawitan
Sinopsis :
Bharatasattama adalah sebutan yang diberikan kepada seorang ksatria pandawa di medan perang Kurusehetra yang tiada lain adalah Arjuna yang berarti ksatria terbaik wangsa bharata. Terkadang di saat pertempuran telah tiba kegelisahan dan keraguanpun menyelimuti hatinya. Akan tetapi demi melaksanakan kewajiban sebagai seorang ksatria yang bertempur di medan laga. Demikianlah gambaran seorang ksatria pandawa yang dikenal dengan sebutan Bharatasattama. Dengan adanya tokoh tersebut penata mencoba untuk mentranspormasikannya kedalam sebuah komposisi karawitan kreasi pepanggulan dimana, dalam pengolahannya masih berpijak pada pola-pola tradisi yang kemudian dikemas menjadi karya baru yang inovatif dengan media ungkap Gong Kebyar.
Pendukung Karawitan:
Sekaa Gong Manik Gangga, Br Perean, Baturiti Tabanan
Ujian Tugas Akhir FSP Gelombang I Tahun 2011



by admin | Jul 1, 2011 | Artikel, Berita
Kiriman: Ida Bagus Gede Surya Peradantha, S.Sn., Alumni ISI Denpasar
Sejarah Sangar
Sanggar tari Printing Mas merupakan sanggar yang tidak hanya membidangi wilayah tari, namun juga tabuh dan kostum. Sanggar tari ini di Bali cukup dikenal oleh karena kualitas dan kredibilitasnya. Terletak di Jl. Meduri no.11, Denpasar Timur, sanggar tari ini selalu saja ramai dikunjungi oleh anak-anak atau remaja yang belajar tari dan tabuh serta konsumen yang ingin menyewa atau membeli pakaian tari. Wajar saja, karena disamping eksis di bidang tari, sanggar ini memiliki spesialisasi di bidang pembuatan dan sewa pakaian.
I Wayan Oklan dan adiknya I Made Oklin, adalah dua orang bersaudara yang merupakan pencetus ide untuk mendirikan Sanggar Printing Mas. Sanggar ini pada mulanya hanyalah kumpulan seniman yang merasa terpanggil untuk mengabdi di jagat seni tradisi Bali, tanpa memandang imbalan. Hal inilah yang dituturkan oleh sang ketua sanggar Eka Surya Wirawan. Sesuai penuturannya, sanggar ini dahulunya tidak memiliki modal pendukung seperti instrument gong kebyar. Instrumen tersebut akhirnya didapat dengan cara meminjam dari pihak Bank Sri Partha yang terletak di dekat sanggar ini berada. Kompensasinya, bila di Bank Sri Partha terdapat upacara keagamaan yang memerlukan pementasan kesenian, maka kelompok seni yang dipimpin Oklan dan Oklin diundang untuk ngayah. Kontan saja Oklan dan Oklin antusias menyambut tawaran tersebut.
Dengan dibantu Oleh I Nyoman Suarsa, maka kegiatan di sanggar ini pun bertambah ramai seiring dengan mulai datangnya pesanan pementasan baik yang bersifat ngayah maupun yang bersifat komersial. Seiring dengan berjalannya waktu, sanggar ini tumbuh dan berkembang hingga akhirnya memiliki perangkat gamelan Gong Kebyar yang utuh, serta memiliki beberapa pakaian tari yang dipergunakan untuk pentas keliling.
Berdasarkan kejelian dari Oklan dan Oklin, maka dilebarkanlah bentang sayap bisnis sanggar ini ke bidang kostum tari. Peruntukan dari bidang ini tidak lagi hanya sebagai pelengkap pementasan, namun juga sebagai salah satu sumber pemasukan dari segi finansial, lantaran kostum tari juga dapat disewakan. Pemasukan sanggar pun bertambah dengan adanya bidang usaha penunjang ini.
Pada awal dekade 1990-an, Sanggar Printing Mas membentuk sebuah grup dramatari Arja Muani, dimana seluruh pelakon dalam grup ini adalah laki-laki (muani dalam bahasa Bali berarti laki-laki). Grup inilah yang membawa pengaruh besar dalam melambungkan nama Sanggar Printing Mas hingga dikenal oleh sebagian masyarakat di Bali. Proses pembentukan grup ini pun tidak beda jauh dari proses berdirinya sanggar, yaitu diawali dengan niat ngayah dan berdasarkan perasaan suka berkumpul antar senimannya. Ide untuk membentuk grup ini secara permanen dicetuskan oleh I Wayan Juana, S.Sn. yang kala itu baru saja menamatkan studinya di STSI Denpasar (kini ISI Denpasar). Olehnya, digandenglah nama-nama seniman muda yang memiliki prospek cerah seperti Gde Anom Ranuara, I Gusti Lanang Oka Ardika, SST (dosen ISI Denpasar), Dek Cilik, dan Codet. Grup Arja Muani itu bertahan hingga kini dan selalu saja ada permintaan untuk pentas dari masyarakat maupun instansi pemerintah.
Kini Sanggar Printing Mas telah memiliki sekitar 90 orang murid baik anak-anak hingga remaja yang khusus belajar di bidang seni tari. Sedangkan untuk penabuh, sudah memiliki sekitar 50 orang personil. Di bidang pembuatan dan persewaan pakaian, sanggar ini telah memiliki 7 pegawai kantor dan 15 orang pekerja borongan yang khusus menggarap pesanan pakaian tari maupun tabuh.
Event yang sudah pernah diikuti sanggar ini antara lain yaitu pernah diundang ke Jepang dan Australia oleh Kedutaan besar RI di Negara masing-masing dalam bentuk grup kesenian. Sedangkan dari perorangan, personil sanggar kebanyakan memiliki koneksi yang sangat baik dengan pihan Dinas Kebudayaan propinsi Bali sehingga tidak jarang mereka ditunjuk untuk menjadi anggota rombongan melawat ke luar negeri.
Dalam skala lokal, Sanggar Printing Mas aktif mengikuti kegiatan lomba tari antar sanggar di tingkat kabupaten/kota, serta di tingkat propinsi. Gelar juara pun tidak jarang berdatangan ke lemari piala sanggar ini. Sedangkan untuk event yang bersifat pesanan, Sanggar Printing Mas juga pernah menerima tawaran syuting iklan dari salah satu produsen otomotif terbesar di tanah air dalam rangka promosi produk baru mereka. Demikian juga dari pihak Dinas Kesehatan Propinsi Bali, pernah member tawaran kepada Sanggar Printing Mas untuk mengkampanyekan pemberantasan penyakit TBC. Masih banyak lagi event yang diikuti sanggar ini termasuk acara rutin dalam Pesta Kesenian Bali (PKB) yang digelar tiap tahunnya di Bali, serta kerjasama dengan salah satu universitas di Tokyo, Jepang untuk membina mahasiswanya belajar kesenian Bali.
Pola Manajemen Sanggar
Untuk menjalankan roda kegiatan di Sanggar Printing Mas, kedua perintisnya yaitu I Wayan Oklan dan I Made Oklin pada awalnya hanya menggunakan pola manajemen kekeluargaan, dimana seluruh pengelola sanggar berasal dari anggota keluarganya. Tidak hanya sampai di sana, pola keuangan pun digarap seadanya berdasarkan rasa kekeluargaan tanpa perhitungan teknis dan ekonomis lainnya. Menurut saya, hal ini masih dirasa wajar, mengingat kala baru berdiri sanggar ini belum memiliki lingkup kegiatan seluas sekarang. Dengan memiliki beberapa bidang usaha seperti sanggar tari, tabuh dan pembuatan/persewaan pakaian tari, seharusnya menjadi kemudahan dan keuntungan tersendiri bagi sanggar ini. Namun kenyataannya, pola manajemen yang kurang perhitungan menyebabkan beberapa kali sanggar ini hampir kolaps dan mengalami masa kritis.
Terhitung sejak 1995, ditunjuklah Eka Surya Wirawan sebagai ketua sanggar. Lulusan Ekonomi manajemen di salah satu perguruan tinggi negeri di bali ini pun membentuk manajemen professional untuk membawa perubahan dalam sanggar ini.
Sanggar Printing Mas : Sejarah dan Pola Manajemennya, selengkapnya
by admin | Jun 30, 2011 | Berita
Kiriman Hery Budiyana, Staf FSRD ISI Denpasar
Kegiatan Promosi Seni Budaya di Belanda yang diadakan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Den Haag, Belanda merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mempererat hubungan seniman muda Indonesia dan Belanda dengan membina dan memperkenalkan hasil karya seniman muda berbakat Indonesia kepada masyarakat Belanda, adapun kegiatan tersebut melingkupi: pameran di pasar malam, melukis dibawah bimbingan 2 pelukis Belanda, bertemu dan berdiskusi dengan seniman Belanda, mengikuti kursus/kuliah seni, mengunjungi galeri/museum seni di Belanda, mengajar di sekolah Indonesia-Belanda, serta mengadakan pameran.
Setelah menyelesaikan Promosi Seni Budaya di Belanda yang berlangsung dari tanggal 29 maret hingga tanggal 6 juni 2011 di Negara Belanda, salah satu mahasiswa yang terpilih untuk mewakili kegiatan ini adalah Dewa Ayu Eka Savitri Sastrawan yang merupakan mahasiswa Seni Rupa Murni minat Lukis, kembali ke kampus ISI Denpasar dengan diterima oleh Dekan Fakultas Seni Rupa dan Design dan Pembantu Dekan I, II, dan III. Dalam kesempatan ini Savitri begitu biasanya ia disapa menceritakan pengalamannya selama di Belanda dan menjelaskan usaha-usaha yang telah ia lakukan untuk mempromosikan budaya dengan mengikuti keseluruhan kegiatan itu, Selama disini saya akhirnya memutuskan untuk terjun ke simbolisme, spiritualitas dan tradisi di dalam bentuk abstrak. Abstrak sendiri disini tidak berarti memusingkan penikmatnya namun dengan membentur elemen serta subjek tertentu maka sesuatu akan ditemukan dan kadang tidak disadarkan bahwa itu lebih membuka mata kita akan realitas. Kemudian dalam kolaborasinya dengan dua seniman di Belanda Savitri telah bereksperimen dengan cara yang berbeda-beda dalam mengekspresikan karya-karyanya, dia berusaha memadukan elemen-elemen dan cerita Wayang Kamasan Bali yang memiliki makna yang simbolik terutama dari karakter yang merepresentasikan karakter manusia sendiri yang kadang tak pernah kita ketahui. Dan hal Inilah yang menjadi inspirasi utamanya selama berkarya di residensi ini.
Ibu Dekan Fakultas Seni Rupa dan Desain pun menyampaikan kegembiraannya karena Savitri telah menuntaskan program ini dengan baik serta berharap kedepannya untuk membagi pengalaman-pengalaman berharga yang didapat selama disana kepada teman-teman di jurusannya. Tak lupa juga beliau menambahkan untuk selalu menjaga nama baik institusi dimanapun berada.
by admin | Jun 30, 2011 | Berita, pengumuman

by admin | Jun 30, 2011 | Artikel, Berita
Kiriman: Gede Martana Eka Saputra, Mahasiswa PS. Kriya Seni ISI Denpasar.
Kita tahu bahwa patung tradisi bali sangat unik dan menarik untuk dijadikan sumber artikel yang akan dibuat ini, karna pada patung ini tersimpan berbagai pertanyaan dari yang menikmatinya. Di desa Seraya Singapadu terkenal dengan kerajinan yang terbuat dari batu atau pun dari paras. Patung-patung tradisi ini banyak kita jumpai didaerah Seraya Singapadu, patung-patung ini banyak dijual dipingiran jalan daerah Seraya Singapadu. Patung patung yang dibuat banyak mengambil bentuk bentuk tradisi bali pada umumnya, ukurannya juga bervariasi. Di kios Ibu Jiwi di Jalan Seraya Singapadu.
Selain itu ada beberapa nilai estetik yang dapat diambil dari bentu patung tradisi ini yaitu berupa awalan dari patung ini dari bentuk kisah pewayangan punakawan yang terkenal Di tengah relief dan topografi pulau Bali. Dimasa lalu patung dijadikan sebagai berhala, simbol Tuhan atau Dewa yang disembah. Tapi seiring dengan makin rasionalnya cara berfikir manusia, maka patung tidak lagi dijadikan berhala melainkan hanya sebagai karya seni yang memiliki daya tarik bagi peminatnya terutama patung tradisi ini. Fenomena pemberhalaan patung ini terjadi pada agama-agama atau kepercayaan-kepercayaan yang politheisme seperti terjadi di Arab sebelum munculnya agama samawi. Lihat juga arca. Mungkin juga dalam Hindu kuno di India dan Nusantara, dalam agama Buddha di Asia, Konghucu, kepercayaan bangsa Mesir kuno dan bangsa Yunani kuno. Hal ini membuktikan bahwa patung tradisi memiliki nilai estetik dalam perkembangan jaman, Budaya mematung di Bali sudah ada sejak zaman primitif, jauh sebelum kedatangan para pendeta India yang membawa agama Hindu masuk ke Bali pada abad pertama Masehi. Dahulu, penduduk asli Bali menganut agama politeisme yang memuja banyak dewa, dan mereka biasa mengukir patung untuk pemujaan. Ketika agama Hindu datang ke Bali, maka budaya ukiran dan patung semakin berkembang pesat. Di Bali, hingga kini, dapat kita temui patung dan ukiran di segala tempat: mulai dari patung penjaga rumah, altar pemujaan, elemen ukiran di setiap sudut rumah, hingga gambar epik Ramayana atau Mahabharata.
Dalam perkembangannya patung tradisi masih tetap mejadi simbol dalam perwujudanya sebagai bentuk yang memiliki sisi baik dan sisi jelek, hal ini dituangkn dalam bentuk patung baik besar maupun yang kecil, patung tradisi ini menjadi wadah dalam seni dibali. Tapi akhir-akhir ini peminat seni dalam bentuk tradisi sudah mulai menurun, hal ini membuat tradisi menjadi bergser ke modern. Hal ini menjadi persoalan yang perlu kita cari solusi agar anak-anak dan remaja cinta akan tradisi yang yang sudah diturunkan oleh nenek moyang kita, banyak diatara mereka yang lebih suka dengan patung yang bentuknya lebih modern karna dalam pembuatanya mengunakan bentuk simple dan sesuai apa yang dipikirkan pembuatnya. Sedangkan patung tradisi terkesan lebih susah untuk dipelajari karna masih mengguanakan pakem-pakem tradisi terdahulu. Ada seniman yang mencoba tetap bertahan menggumuli tradisi leluhurnya, namun tidak sedikit pula seniman yang terpaksa alih profesi. Jika kondisi ini terus berlanjut, tidak tertutup kemungkinan seni patung tradisi Bali nan adiluhung itu tinggal kenangan manis semata. Sebelum “kematian” permanen itu tiba, pemerintah wajib melakukan langkah-langkah penyelamatan. Upaya penyelamatan yang tidak hanya memberikan penyuluhan tapi memberikan bantun dana swayada dalam pembelian sarana dan prasarana dalam pembutan patung tradisi di daerah-daerah penghasil seni patung tradisi. Namun, yang terpenting lagi adalah bagaimana menjaga dan mempertahankan tradisi yang ada.
Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan dan perkembangan seni kerajinan patung tradisi di daerah Seraya Singapadu, dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung sebagai penyangga kebudayaan, seperti adanya lembaga adat, institusi pemerintah maupun lembaga kesenian lainnya, yang masing-masing mengambil peran sesuai bidangnya. Demikian juga terjalinnya hubungan yang baik antara perajin-perajin patung dan lingkungan masyarakat, adanya waktu untuk bekerja, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh komunitas perajin patung, juga turut mendukung terhadap perkembangan dan perubahan seni patung tradisi yang ada. Dengan demikian eksistensi seni patung tradisi di daerah Seraya Singapadu di tengah masyarakat pendukungnya sejalan dengan perkembangan dan perubahan zaman. Sesuai amatan dilapangan faktor yang memengaruhi terjadinya perkembangan seni patung tradisi di daerah Seraya Singapadu di pengaruhi oleh dua faktor yakni faktor ekstenal dan faktor internal. Dari eksternal adalah kostituen lingkungan dan dukungan masyarakat, sedang dari isternal adalah motivasi masyarakat perajin dan penguasaan keterampilan. Sedampak terhadap masyarakat ternyata berdapak negatif terhadap aktivitas sosial dan berdampak postif terhadap meningkatnya perekonomian masyarakat. Perkembangan Seni Kerajinan patung tradisi didaerah Seraya Singapadu ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan seni kerajinan patung tradisi didaerah Seraya Singapadu , meliputi: perubahan dan perkembangan bentuk serta fungsi produk, juga mengenai faktor yang mempengaruhi perubahan dan perkembangannya. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan multidisiplin, yakni pendekatan sosiologis, dan estetik. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kwalitatif, dengan analisis deskriptif analitik. Sample ditetapkan berdasarkan teknik purposive sampling, data dikumpulkan melalui studi pustaka, observasi dan wawancara. Data tersebut kemudian diidentifikasi, klasifikasi, seleksi, selanjutnya dianalisis dan diinterpretasi sesuai teks dan konteksnya.
Dari adanya faktor internal dan eksternal inilah perlu adanya sosialisasi yang menyeluruh kepada perajin-perajin muda di bekali keterapilan khusus mengenai patung tradisi yang ada, untuk menujang seni tradisi yang ada, karna pada patung tradisi ini memiliki nilai estetik yang menarik untuk dijadikan bahan untuk membuat sebuah artikel karna banyak sekali nilai estetika dalam pembutan, bentuk dan karakteristik yang menarik untuk diamati. Dalam pembuatan dan bentuknya, patung tradisi memiliki aturan-aturan yang disebut pakem pada pembuatanya, patung tradisi ini dibuat dan bentuk dari cerita pewayangan, dewa-dewi maupun raksasa dan hal ini menjadikan bentuk patung tradisi sebagai simbol dalam tradisi dibali. Dalam karakternya patung tradisi menojolkan sifat-sifat baik dan buruk dari karakter patung yang dibuat, karaker ini sesuai dengan pengambaran bentuk situasi dalam keadaan suatu kejadian.
Peran serta masyarakat dan pemerintah juga membantu dalam pengembangan patung tradisi yang sudah mulai bersaing dengan patung modern, dengn peran serta dan partisipasi masyarakat dan pemerintah dapat meningkatkan nilai estetik dari patung tradisi yang hampir hilang akibat persaingan yang begitu besarnya dalam bidang seni. Dari nilai estetik dalam patung tradisi dapat dipertahankan dalam pesaingannya sebagai hasil seni untuk kemajuan seni dimasa mendatang. Dengan dasar nilai estetik yang terkandung dalam patung tradisi ini dapat disimpulkan bahwa patung tradisi merupakan warisan seni yang menjadi warisan untuk kita agar kita senantiasa hidup dalam tahapan-tahapan dan berprilaku yang sewajar-wajarnya sesuai dengan nilai tergambar pada patung tradisi yang ada demi kemajuan bali dimasa mendatang dalam hal seni.
Nilai Estetik Dari Patung Tradisi, Selengkapnya