Pengenalan Kegiatan Akademik Dan Kemahasiswaan Mahasiswa Baru Tahun 2011

Pengenalan Kegiatan Akademik Dan Kemahasiswaan Mahasiswa Baru Tahun 2011

Sejumlah 292 mahasiswa baru ISI Denpasar  mengikuti pengenalan kegiatan akademik dan kemahasiswaan di Gedung Natya Mandala ISI Denpasar.Kegiatan ini akan berlangsung selama satu minggu, dimulai sejak hari Senin-Jumat, 5-9 September 2011. Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Rektor ISI yang diwakili oleh Pembantu Rektor I Bidang Akademik, Drs. I Ketut Murdana, M.Sn.

Dalam acara pembukaan yang dihadiri pejabat struktural kedua fakultas ISI Denpasar, Murdana menyinggung tentang signifikansi pendidikan karakter dalam pendidikan Perguruan Tinggi, untuk meningkatkan kualitas masa depan Bangsa. Selain itu, dalam acara pembukaan dilaporkan pula pelaksanaan penerimaan mahasiswa baru, serta kegiatan pengenalan akademik dan kemahasiswaan.

Mahasiswa baru ISI Denpasar dalam kegiatan ini akan mendapatkan materi tentang paradigm baru pendidikan tinggi, pola pengembangan kemahasiswaan, pendidikan karakter Bangsa, panduan studi dan system informasi akademik, system dan proses pembelajaran, kewirausahaan, program kreativitas mahasiswa,penulisan media kampus, latihan ketrampilan manajemen kemahasiswaan, , etika dan tata pergaulan kampus, gaya kepemimpinan, pengenalan lagu hymne dan mars ISI Denpasar, yang dibawakan oleh dosen ISI Denpasar, serta ceramah narkoba dan kenakalan remaja yang dibawakan oleh petugas Polda Bali.

Pembantu Rektor III, Bidang Kemahasiswaan, I Made Subratha, M.Si. mengatakan bahwa semua mahasiswa baru pada akhir pengenalan kegiatan akademik dan kemahasiswaan ini, akan mengikuti kegiatan kerja bakti di lingkungan kampus. “Mahasiswa baru ini juga diwajibkan membuat karya tulis yang sudah harus dikumpulkan pada hari Jumat (9/9), selain harus mengikuti semua kegiatan selama seminggu ini,”papar Subratha ditemui di sela-sela acara tersebut.

Pada hari kedua acara pengenalan kegiatan akademik dan kemahasiswaan ini, Selasa (8/9) yang lalu rombongan muhibah seni ISI Denpasar juga bertolakke San Fransisco Amerika. Rektor ISI Denpasar,Prof. Rai menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh dosen, staf dan mahasiswa ISI Denpasar yang selalu bekerja dengan baik sehingga setiap kegiatan kampus dapat berjalan dengan baik.

Humas ISI Denpasar melaporkan

Sarana Pertunjukan Wayang Calonarang Lakon Kautus Rarung Dalang Ida Bagus Sudiksa

Sarana Pertunjukan Wayang Calonarang Lakon Kautus Rarung Dalang Ida Bagus Sudiksa

Kiriman I Ketut Gina, Mahasiswa PS. Seni Pedalangan

1).  Gedebong

            Gedebong atau pohon pisang dalam pertunjukan Wayang Kulit berfungsi untuk tempat menjejerkan wayang-wayang yang mengambil posisi di kelir. Pada saat tokoh wayang yang dimainkan berada pada posisi berdiri, menunduk, maupun duduk, tangkai wayang ditancapkan pada gadebong. Gadebong juga berfungsi untuk menancapkan kayu perentang pada pinggir kelir (kanan dan kiri) dengan posisi vertikal (jelujuh), agar kelir menjadi kencang dan tidak tertekuk-tekuk. Di dalam kitab Dharma Pewayangan disebutkan bahwa gadebong merupakan lambang Pertiwi atau tanah, kelir adalah lambang akasa atau langit dan blencong lambang teja (Triodasa Saksi), yang meliputi Surya, Candra, Wintang Tranggana. Ketiga-tiganya merupakan bagian dari Panca Maha Buta (akasa, teja, bayu, apah, pertiwi).

2).  Kelir

            Kelir adalah kain putih dibentangkan untuk menggelar wayang, dimana nanti akan muncul bayangan wayang. Dalam Dharma Pewayangan, kelir adalah simbol langit, juga yang membatasi dalang dengan penonton. Akan tetapi pada kenyataannya di lapangan, banyak sekali penonton yang ingin menonton dari balik kelir, agar dapat melihat langsung dalangnya. Pada pagelaran wayang inovatif cenderung menggunakan gayor sebagai tempat untuk mengikatkan tali pembentang kelirGayor ada yang dibuat sangat mewah sesuai dengan kebutuhan pertunjukan. Bahannya dari kayu pilihan, ditatah oleh tukang ukir yang berpengalaman, ukiran ini kemudian dipoles dengan cat dasar berwarna merah, kemudian dicat dengan cat warna emas, lazimnya disebut prada, sehingga akan menimbulkan kesan mewah. Ukuran kelir pagelaran wayang inovatif sangat bervariasi, ada yang standar, adapula yang dibuat sangat besar. Hal seperti ini disesuaikan dengan kebutuhan pertunjukan oleh dalang yang akan melakukan pertunjukan. Hal seperti itu sudah tentu akan berpengaruh terhadap penilaian dari masyarakat peminatnya. Kelir yang digunakan dalam pertunjukan Wayang Calonarang lakon Kautus Rarung oleh dalang Ida Bagus Sudiksa adalah kelir yang berukuran normal sesuai dengan ukuran standar kelir tradisi yaitu 2,50 x 1,25 meter.

3). Blencong

            Lingkungan masyarakat di Bali, lampu blencong sering disebut sanggokan atau sembe, yang terbuat dari tanah liat kemudian dibakar. Kegunaan blencong adalah untuk alat penerangan oleh dalang di saat pementasan Wayang Peteng. Dalam Kamus Bahasa Jawa-Indonesia, blencong dideskripsikan secara singkat mempunyai kegunaan sebagai lampu untuk penerangan wayang. Dalam pertunjukan Wayang Calonarang lakon Kautus Rarung oleh dalang Ida Bagus Sudiksa, digunakan blencong yang ukurannya hampir sama dengan ukuran blencong pada umumnya. Diameter blencong yang digunaka kurang lebih sekitar 30 cm, tingginya sekitar 28 cm, di dalamnya ada sumbu terbuat dari benang (seperti sumbu kompor minyak tanah), dengan panjang sumbunya sekitar 25 cm,      4 cm di luar, dan sisanya masuk ke badan blencong. Bahan bakar yang digunakan adalah minyak kelapa dengan kapasitas kurang lebih tiga (3) liter. Yang mengontrol nyala blencong di saat pementasan adalah katengkong yang ada di sebelah kanan, agar lebih gampang dari pada katengkong yang ada di sebelah kiri. Tujuan mengontrol blencong agar nyalanya stabil dan tidak menyebabkan pertunjukan terganggu. Tata cahaya yang dipilih oleh dalang Ida Bagus Sudiksa sangat sesuai dengan garapan tradisional. Cahaya blencong mampu memberikan aksen magis dalam pertunjukannya, yang dapat menggiring fikiran penonton seakan dibawa pada masa dimana peristiwa dalam lakon tersebut terjadi. Dalam Dharma Pewayangan disebutkan, bahwa blencong adalah simbol Surya. Cahaya/sinar memegang peranan yang sangat penting dalam sebuah pertunjukan visual. Intensitas cahaya akan mempengaruhi totalitas dari pertunjukan yang digelar. Begitu pula halnya dengan pertunjukan Wayang Calonarang lakon Kautus Rarung oleh dalang Ida Bagus Sudiksa, cahaya yang dihasilkan oleh blencong sangat berpengaruh terhadap jalannya pertunjukan. Sinar yang dihasilkan oleh blencong menyebabkan wayang yang ada di kelir seakan-akan memiliki nafas, sehingga wayang terkesan hidup meskipun di saat jejer wayang. Bayangan yang dihasilkan oleh sinar blencong secara realitas merupakan cerminan sikap, moral dalam kehidupan.

4). Sound System

            Alat pembantu pengeras suara atau sound system memegang peranan yang sangat penting di dalam pertunjukan wayang. Sound system yang membantu dalang agar suaranya terdengar keras dan jelas oleh penonton. Jika rangkaian dari pada sound sysitem bagus dan memadai, maka dalang bisa mengatur penekanan suara yang diperlukan untuk tokoh wayang, antara keras dan lembut tanpa mengeluarkan energi penuh. Sound system yang digunakan dalam pertunjukan Wayang Calonarang lakon Kautus Rarung oleh dalang Ida Bagus Sudiksa merupakan sound yang standar milik pribadinya, yang terdiri dari : amplifire ukuran 500 watt, mikrophon, loud speaker (corong) satu buah, dan dua buah colum medium dengan penyangganya. Alat ini sangat mendukung dalam pertunjukan, sehingga suara dalang dan pesan yang disampaikan oleh dalang kepada penonton dapat didengar dengan jelas.

5). Keropak dan Wayang

            Keropak wayang adalah tempat penyimpanan wayang. Keropak pada umumnya terbuat dari kayu nangka atau sering disebut ketewel. Bentuk kotak segi empat panjang yang ada variasinya berupa cekungan, bagian atas keropak berfungsi sebagai penutup yang dirancang sedemikian rupa, sehingga mudah dibuka dan ditutup. Selain cekungannya menambah kesan indah, juga ukuran pantat dalang bisa menempel tepat pada pinggir keropak, sehingga dalang dapat memanfaatkan keropak sebagaimana keperluan dalam pertunjukan wayang. Keropak wayang yang digunakan oleh Ida Bagus Sudiksa terbuat dari kayu nangka, dengan panjang 110 cm, lebar bagian bawah 74 cm, dan lebar bagian atas 54 cm, dengan tinggi berukuran 32 cm. Menurutnya, keropak dengan ukuran tersebut di atas mampu menampung hingga 150 wayang, akan tetapi keropak ini berisi sekitar 80 wayang dari berbagai macam tokoh, karakter termasuk wayang tokoh hewan dan tumbuh-tumbuhan. Tempat keropak wayang di samping kiri dalang. Di sini keropak mempunyai fungsi ganda, selain tempat untuk menyimpan wayang, juga berfungsi untuk memberi aksen bersama sarana yang lain yaitu cepala. Di sisi kanan keropak dirancang secara khusus agar bisa lentur, bisa dibentur-benturkan dengan penampang tempatnya berpasangan. Saat pertunjukan wayang mulai keropak akan dipukul oleh dalang dengan alat pukul yang disebut cepala, untuk memberikan aksen pada pertunjukan. Keras lemah, cepat atau lambatnya pemukulan keropak akan memberikan ritme pada pertunjukan wayang, tentunya disesuaikan dengan situasi yang terjadi di dalam pertunjukan.

Wayang adalah material yang terpenting dalam pertunjukan wayang. Wayang pada umumnya terbuat dari kulit sapi yang ditatah atau diukir dan dicat dengan pewarna sesuai dengan keperluannya masing-masing. Wayang yang digunakan oleh dalang Ida Bagus Sudiksa hampir seluruhnya terbuat dari kulit sapi (belulang sampi). Wayang yang tersimpan dalam keropak wayang miliknya tidak kurang dari 80 wayang. Wayang tersebut terdiri dari kayonan, pamurtian, tokoh-tokoh dewa, tokoh raja, tokoh patih, tokoh pendeta, Rangda, Barong, rarung, para raksasa, punakawan, kayu besar dan kecil, bondres dan lain sebagainya, dengan berbagai bentuk dan karakternya. Ukuran dan bentuk wayang dalam pertunjukan Wayang Calonarang lakon Kautus Rarung oleh dalang Ida Bagus Sudiksa, tidak jauh berbeda dengan ukuran wayang pada umumnya. Bahan yang digunakan sama, yaitu terbuat dari kulit sapi (belulang sampi), dengan tangkai kebanyakan memakai tanduk, tujuannya agar lebih enak di saat menarikannya.

Sarana Pertunjukan Wayang Calonarang Lakon Kautus Rarung Dalang Ida Bagus Sudiksa, selengkapnya

Undangan Rapat

Nomor     : 1202/IT5.1/DT/2011                                                            6 September 2011

Lampiran : 1 (satu) Gabung

Perihal      : Undangan

Yth.  : Seluruh Dosen FSRD

ISI Denpasar

Di Tempat

 

Dengan hormat, dengan ini kami mohon kehadiran Bapak/Ibu pada:

Hari/Tanggal   : Jumat, 9 September 2011

Pukul               : 09.00 Wita – selesai

Tempat            : Gedung PUSDOK ISI Denpasar

Acara               : Rapat Umum Dosen Tahun Ajaran 2011/2012

Demikian kami sampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terimakasih.

a.n. Dekan,

Pembantu Dekan I,

Drs. Olih Solihat Karso, M.Sn.

NIP. 196107061990031005

 

LAMPAH SEMARA

LAMPAH SEMARA

Penata

Nama                     : I Gede Wirata

NIM                      : 2007.02.026

Program Studi : Seni Karawitan

Sinopsis       :

 

Lampah Semara, berarti perjalanan sebuah cinta yang menghasilakn suasan yang indah. Cinta merupakan anugerah terindah dari Tuhan karena melalui cinta seseorang dapat merasakan keajaiban akan kehidupan mulai dari bahagia, sedih, sakit, menderita, dll. Terinspirasi dari pengalaman penata sendiri, maka lahirlah sebuah ide untuk menuangkan pengalaman tersebut menjadi sebuah garapan komposisi karawitan kreasi baru berjudul “Lampah Semara”, dengan mengolah unsur-unsur musical seperti melodi, ritme,tempo, dan dinamika yang ditransformasikan ke dalam media gamelan gong kebyar.

Pendukung Karawitan :  Sekaha Gong Wahana Gurnita, Br.Kedampal, Kerambitan, Tabanan

Undangan Workshop

PENGUMUMAN

Nomor: 1205/IT5.1/DT/2011

 Diberitahukan kepada Mahasiswa FSRD ISI Denpasar yang telah mendaftar Tugas Akhir (TA) Semester Ganjil 2011/2012 untuk menghadiri Workshop “Kerjasama Sumber Daya Manusia & Sosialisasi Kebutuhan Tenaga Kerja pada PT. PROPAN RAYA” yang akan dilaksanakan pada:

 

Hari/Tanggal             : Senin, 12 September 2011

Pukul                           : 09.00 Wita

Tempat                        : Gedung PUSDOK ISI Denpasar

Demikian kami sampaikan untuk dapat dilaksanakan. Terima kasih.

Denpasar, 7 September 2011

A.n. Dekan

Pembantu Dekan I,

Drs. Olih Solihat Karso, M.Sn

NIP.  196107061990031005

Musik Iringan dan Prosesi Penyajian Tari Legong Sambeh Bintang

Musik Iringan dan Prosesi Penyajian Tari Legong Sambeh Bintang

Kiriman Ni Wayan Ekaliani, Mahasiswa PS. Seni Tari ISI Denpasar

Sebuah pertunjukan hubungan antara tari dan musik tidak dapat dipisahkan, karena musik memiliki peranan yang sangat penting untuk memberikan irama dan aksen-aksen di dalam pementasan. Tanpa adanya musik iringan, maka sebuah pertunjukan tarian tidak akan sempurna. Begitu juga dengan tari Legong Sambeh Bintang musik iringan di sini memiliki peranan yang sangat penting dalam mendukung jalannya pertunjukan. Tarian Legong Sambeh  diiringi oleh barungan   Gamelan Terompong Beruk. Gamelan ini merupakan sebuah barungan gamelan yang sebagian besar instrumennya menggunakan beruk atau tempurung kelapa sebagai resonator. Adapun instrumen-instrumen yang terdapat dalam barungan Terompong Beruk adalah sebagai berikut.

1 Dua buah kendang yaitu kendang lanang dan wadon yang berfungsi sebagai penguasa irama penghubung bagian gending-gending, membuat angsel dan mengendalikan irama gending.

2. Tujuh buah cenceng Baleganjur yang terbuat dari besi bekas singkal dan kejen yang telah rusak (alat pembajak tradisional) yang berfungsi sebagai penggaris bawah  ritme gamelan.

3. Empat suling berfungsi melembutkan gending-gending yang lirih dan memperindah lagu.

4. Satu buah trompong yang terbuat dari bilah-bilah kayu dan dan beruk atau tempurung kelapa adapun fungsinya pemegang melodi utama dalam sebuah gamelan.

5. Tujuh buah reong yang dipakai di sini tidak sama seperti reong yang jumpai  di Gamelan yang lainnya. Namun jenis reongnya menggunakan bilah yang terbuat dari besi yang berbentuk seperti bilah yang ada pada ugal dalam Gong Kebyar. Berfungsi sebagai pembuat angsel gending.

6. Satu buah kajar yang terbuat dari beruk dan bilahnya terbuat dari besi yang di bentuk seperti bilah ugal. Berfungsi sebagai pemegang tempo.

7. Dua buah ugal yang terbuat dari kayu dan beruk yang memiliki fungsi sebagai pembawa lagu dan penyambung bagian-bagian gending.

9. Gong yaitu terbuat dari bilah bambu petung atau kayu lekukun, sedangkan pelawahnya terbuat dari sebuah waluh (labu) besar yang isinya sudah dihilangkan, kemudian labu itu dijemur hingga kering. Memberikan tekanan pada kalimat-kalimat lagu dan mengakhiri lagu.

Seiring perkembangan kebudayaan masyarakat setempat, yang sudah mampu membeli seperangkat Gamelan Gong Kebyar maka, iringan musik tari Legong Sambeh Bintang ini pun mengalami perkembangan. Masyarakat Desa Bangle pun akhirnya memiliki seperangkat Gamelan Gong Kebyar yang kemudian juga akhirnya digunakan untuk mengiringi tarian sakral ini. Seiring dengan perubahan alat musik yang digunakan maka, ada beberapa perubahan penyajiannya. Misalnya dari segi temponya lebih cepat yang tadinya menggunakan musik yang mengalun namun sekarang lebih terlihat dinamis.

Prosesi Penyajian Tari Legong Sambeh Bintang

Koentjaraningrat menyatakan bahwa ada lima ketentuan yang harus diper-hitungkan dalam setiap upacara religi dalam masyarakat. Kelima ketentuan itu selalu berhubungan secara holistik. Ketentuan itu adalah :

pertama, tentang waktu. Bahwa setiap upacara tidak dapat dilakukan tanpa memper-hitungkan hari baik (dewasa ayu), sehingga umat Hindu  telah menetapkan hari upacara suatu pura dengan sistem kalender Bali.  Setiap anggota pendukung pura akan selalu ingat hari diadakan-nya upacara pada suatu pura tertentu.

Kedua, tentang tempat. Mengingat bahwa upacara religi mempunyai struktur dan fungsi yang sangat banyak dan bertahap maka setiap tahapan dan bentuk upacara biasanya dilakukan pada tempat yang berbeda-beda sesuai dengan ketentuan dan tradisi yang berlaku di wilayah upacara yang sedang berlangsung.

Ketiga, peralatan yang diperlukan dalam sebuah sistem ritus sangat kompleks dan mempunyai banyak variasi. Peralatan tersebut ada yang habis dalam sekali pakai seperti banten (sesaji),  tetapi ada pula peralatan yang dapat diguna-kan secara berulang-ulang seperti: pakaian, perhiasan, arca, tombak, umbul-umbul, gamelan,  keris, dan lain sebagainya.  

Keempat, keyakinan. Bahwa setiap orang yang terikat sebagai anggota pendukung suatu sistem ritus mempunyai suatu keyakinan, dan mereka melakukan sesuatu yang mempunyai makna khusus yang berhubungan dengan kehi-dupan nyata dan tidak nyata. Oleh karena, itu melakukan upacara religi merupakan suatu lingkaran yang terkadang tidak bisa dihindari bagi sekelompok umat. Upacara religi sering diartikan sebagai tindakan yang dapat memberikan kenyamanan dan menetralisir kondisi kritis yang sedang melanda suatu masyarakat. Keyakinan ini ikut mendorong suatu masyarakat untuk melakukan aktivitas religi,  karena jika tidak melakukan hal itu dikhawatirkan akan menimbulkan suatu bencanan atau mala petaka  bagi masyarakat itu.

Kelima, emosi. Bahwa masing-masing individu yang melakukan upacara religi akan merasakan adanya getaran dalam jiwanya masing-masing, pada saat mereka masuk dalam lingkaran batas wilayah suatu upacara. Getaran ini tidak dapat dipisahkan dengan keyakinan yang telah tumbuh pada diri mereka masing-masing.

Prosesi penyajian adalah suatu urut-urutan atau struktur penyajian pementasan, yang dilakukan oleh warga masyarakat Desa Bangle ketika mereka mempersembahkan tari Legong Sambeh Bintang ini pada saat upacara piodalan Ngusaba Desa di Pura Desa, Desa Bangle, Abang, Karangasem.  Sebagai sebuah tari sakral, tari Legong Sambeh Bintang ini selalu ditampilkan pada hari pertama tepatnya pada puncak upacara piodalan Ngusaba Desa dan hanya dipentaskan hanya sekali. Tari ini biasanya ditampilkan masyarakat setempat ketika acara mendak tirta dilakukan. Mereka selalu menampilkan tari Legong Sambeh Bintang ini dengan menghaturkan sesaji tertentu, baik sebelum maupun sesudah tarian ini dipentaskan.

 Dari hasil pengamatan tampak bahwa ketika tari Legong Sambeh Bintang ini akan ditampilkan, warga, khususnya para ibu-ibu, melakukan upacara  mendak tirta terlebih dahulu di jeroan (halaman dalam) Pura Desa. Mendak tirta adalah suatu upacara yang khusus dilakukan untuk mencari air suci ketempat yang diyakini sebagai tempat pencarian air yang disucikan oleh warga setempat. Mereka menghaturkan sesaji canang sari (rangkaian bunga beralaskan janur) sambil menari secara bebas (improvisasi) dengan durasi kurang lebih selama 10 menit.

            Setelah ibu-ibu ini memperoleh air suci/tirta,  mereka kemudian kembali ke tempat/lokasi para penari tari Legong Sambeh Bintang ini berada. Ibu-ibu yang membawa air suci/tirta ini kembali ke tempat para penari tari Legong Sambeh Bintang ini atau ke pura diikuti oleh sekelompok laki-laki membawa canang sari berjalan secara perlahan-lahan sambil menari membentuk pola lantai lingkaran dengan gerakan tari bebas (improvisasi).  Perilaku masyarakat menari dengan gerak tari bebas seperti ini lazim mereka sebut sebagai memendet (menari).

Setelah air suci/tirta tiba di lokasi para penari tari Legong Sambeh Bintang ini berada, para ibu-ibu ini kemudian menghaturkan sesaji pejati dan perani untuk menyucikan dan memohon keselamatan bagi para penari tari Legong Sambeh Bintang ini agar mereka memperoleh keselamatan ketika menari di hadapan para Dewata.

Musik Iringan dan Prosesi Penyajian Tari Legong Sambeh Bintang, selengkapnya

Loading...