M

Tentang ISI Bali

Sejarah

Pengantar

Akreditasi

Visi dan Misi

Struktur Organisasi

SAKIP

JDIH

Penghargaan

PPID

Green Metric

Pendidikan

Fakultas Seni Pertunjukan (FSP)

Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD)

Pascasarjana

Program Internasional

Alumni

Penelitian

Penelitian, Penciptaan dan Diseminasi Seni dan Desain (P2SD)

Penelitian Disertasi (PDD)

Penelitian Kompetisi Nasional

Penelitian Kerja Sama

Pengabdian

Bali Citta Swabudaya (BCS)

Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM)

Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) Pusat

BALĀDHIKĀ

BALĀDHIKĀ

Penata

Nama                     : Agus Ary Andika

NIM                      : 2007.02.008

Program Studi       : Seni Karawitan

Sinopsis       :

Pada zaman penjajahan colonial Belanda peperangan demi peperangan terjadi diseluruh wilayahIndonesia, tak terkecualiBalidan Khususnya di Kerajaan Badung. Sikap Raja Badung yang tidak menunjukan tanda-tanda menyerah, dan memicu perang Puputan Badung pada tanggal 20 September 1906.

Semangat Puputan yang dimiliki oleh laskar Badung atau dikenal sebagai “Baladhika” yaitu pasukan perang yang gagah berani. Hal tersebut menhyentuh hasrat penata untuk mengungkapkan kedalam sebuah karya komposisi karawitan kreasi Beleganjur, Pelog Lima Nada, yang tetap berpedoman pada unsur-unsur tradisi seperti kawitan, pengawak, pengecet, atau pekaad. Dalam proses penggarapan ditonjolkan berbagai variasi pukulan seperti geguletan kendang, aksen-aksen kendang belik, gong bheri dan rebana yang ritmis, namun tetap berpijak pada unsur melodi dengan cita rasa yang harmonis, dan pukulan yang mantap, menggambarkan puputan Badung

Pendukung Karawitan  :

Mahasiswa Jurusan Karawitan ISI Denpasar dan   Sanggar Rare Angon SMP N 2 Abiansemal  Desa Sedang, Badung.

 

 

 

 

Unsur Mistik Pada Pertunjukan Wayang Calonarang Bagian II

Unsur Mistik Pada Pertunjukan Wayang Calonarang Bagian II

Kiriman I Ketut Gina, Mahasiswa PS. Seni Pedalangan

Unsur Mistik Pada Tembang

Pada tembang atau Gending Basur (Ginada Basur) yang dilantunkan oleh Twalen mengandung unsur mistik, karena mengungkap adanya ilmu hitam pada saat terjadinya perubahan wujud (ngelekas), hal itu dapat kita lihat pada babak III sebagai berikut:

”Liak destine mecanda

Ngawetuang wisia mandi

Ngelarang aji pangiwa

Siwa gni mwang siwa gandu

Durga sakti kearcana

Ngawe gering

Sasab grubug lan merana”. (pupuh ginada basur).

Arti bebasnya adalah :

Para pelaku mejik pada bersenang-senang

Mengeluarkan aura yang menakutkan

Bagi para yang melakukan ajaran mejik

Seperti siwa geni dan siwa gandu

Betari Durga yang dipuja

Yang menimbulkan wabah penyakit

Wabah penyakit dan perhara

Pupuh Ginada Basur di atas pada prinsipnya adalah pengundangan (pengaradan), artinya sang dalang mengundang para pelaku mistik (leak) agar datang ke tempat pementasan, guna mencoba kemampuan sang dalang itu sendiri, barang siapapun yang berani memasur (melantunkan pupuh Ginada Basur) di saat tengah malam, otomatis para pelaku mistik (leak) akan datang ke tempat di mana orang melantunkan tembang itu. Bagi orang-orang yang menganut ajaran mejik (pengeleakan) selalu mengharapkan kehancuran orang lain, dengan menghalalkan segala cara agar, orang lain kena musibah yang menyebabkan kematian.

Di bawah ini dilanjutkan pada kutipan pupuh ginada basur sebagai berikut:

”Dasaksara kaincepang

Panguripan panca geni

Manyumbah mider buana

Kaja Kelod Kangin Kauh

Pamurtyan Ongkara sungsang

Sinah ugig

Ngawe laliate nyungsang”. (pupuh ginada basur)

Arti bebasnya adalah :

Aksara yang jumlahnya sepuluh itu terus direnungkan

Yang mampu menghidupkan panca geni

Menyembah kepada empat penjuru

Utara Selatan Timur dan Barat

Yang akan melahirkan ongkara terbalik

Sudah jelas merusak

Yang membuat pengelihatan terbalik

Keterangan dari pupuh ginada di atas adalah yang dilakukan oleh orang yang belajar ilmu pengiwa, maka dia akan memeras aksara yang jumlahnya sepuluh butir itu sebagai dasar (sa, ba, ta, a, i, na, ma, si, wa, ya), kemudian menjadi Pancaksara. Pancaksara kemudian menjadi tri aksara, seterusnya menjadi dwi aksara, dan akhirnya menjadi ekaksara yakni Ongkara: ongkara ngadeg atau berdiri sebagai dasar panengen, dan ongkara sungsang atau terbalik sebagai dasar pengiwa. Karena keadaan menjadi terbalik maka terbalik pula persepsi orang melihat fisik pelaku ilmu hitam tersebut, seperti halnya mistik berasal dari bahasa Inggris Mistake yang artinya salah persepsi pandangan orang kepada benda hasil dari pelaku ilmu hitam tersebut. Nara sumber di atas mengindikasikan bahwa, terjadinya perubahan wujud bagi pelaku ilmu hitam akan dilihat berbeda bagi orang yang tingkatan kedyatmikannya lebih rendah dari pelaku ilmu hitam itu sendiri. Kalau kemampuan yang dimiliki lebih tinggi dari pelaku ilmu hitam itu sendiri, maka perubahan wujud itu tidak akan nampak atau orang tersebut tidak mampu dikelabui oleh pelaku ilmu hitam. Kardji dalam bukunya yang berjudul Ilmu Hitam dari Bali menyebutkan bahwa, Gegendu bisa berubah wujud menjadi sapi, kerbau, kuda, yang merupakan wujud pengeleakan tingkat lima (5), akan tetapi jika kita bisa mengamati secara cermat, akan kelihatan dengan jelas bahwa kaki sapi, kerbau, kuda jadi-jadian tersebut sesungguhnya hanya berkaki tiga (3), orang yang memiliki ilmu panengen kelas tinggi akan melihat hal yang sebenarnya, yakni seorang yang memakai tongkat, berkain kancut (wiron) putih, berselimut putih, memakai kerudung seperti suster.

Di bawah ini ada lagi pupuh ginada yang memngungkap keberadaan ajaran ilmu hitam sebagai berikut:

”Mamusti masuku tunggal

Nunggalang adnyana sandhi

Japa mantra kauncarang

Ngamijilang geni murub

Tuhu luih mawisesa

Iku yukti

Brahma Semeru ngaranya”. (pupuh ginada basur).

Arti bebasnya sebagai berikut :

Berdoa posisi berdiri dengan satu kaki bertumpu di tanah

Berkonsentrasi penuh terpusat di hati

Dengan membaca mantra

Mengeluarka api berkobar-kobar

Sangat menakjubkan dan sangat dahsyat

Itulah yang disebut brahma semeru.

Pupuh Ginada Basur di atas menjelaskan bahwa orang yang telah memiliki ilmu hitam tingkat tinggi hingga tingkat kesebelas yang disebut Aji Brahma Semeru, yang mampu mengeluarkan api dari ubun-ubunnya hingga menembus langit, akan sangat membahayakan bagi orang yang terkena serangannya dengan radius tertentu. Ilmu seperti itu menurut tingkatannya adalah tingkat kedelapan. Kalau dibandingkan dengan tingkatan ilmu yang dimiliki oleh Rarung yang mencapai tingkat kesembilan, berarti Aji Brahma Semeru setingkat berada di bawah Ajian Pudak Sategal.

Unsur Mistik Pada Pertunjukan Wayang Calonarang Bagian II selengkapnya

Anatomi Manusia Sebagai Objek Penciptaan Kriya Seni

Anatomi Manusia Sebagai Objek Penciptaan Kriya Seni

Kiriman: I Putu Agustino, PS. Kriya Seni ISI Denpasar.

Alam lingkungan merupakan sumber imajinasi yang tak pernah habisnya dijadikan sumber inspirasi dalam berkarya seni. Sumber ide tersebut tidak saja terbatas pada alam binatang dan tumbuhan, melainkan juga alam manusia. Penciptaan karya seni sesungguhnya tidak lepas dari adanya pengaruh lingkungan, pengalaman fisik, pengalaman batin dan peristiwa menakjubkan yang dialami oleh seniman itu sendiri. Peristiwa dan pengalaman tersebut akan mengendap dan direnungkan kembali sehingga memunculkan endapan pengalaman estetis, selanjutnya diinterpretasikan ke dalam bentuk karya seni kriya yang melahirkan simbol-simbol yang dapat mewakili perasaan dan kepribadian dari pencipta. Dalam hal ini pencipta tertarik dengan anatomi tubuh manusia yang dijadikan sebagai sumber inspirasi dalam berkarya seni.

Tubuh/anatomi manusia masing-masing memiliki peranan yang sangat penting dalam aktivitas manusia itu sendiri, bisa dilihat dari ujung kepala sampai ujung kaki. Anatomi tubuh manusia dilihat dari bentuk dan susunannya, terdiri dari potongan-potongan bagian tubuh yang memiliki keterkaitan hubungan organ. Bila ditelaah satu persatu, organ dan tubuh manusia sangat kompleks, memiliki keunikan tersendiri yang membedakannya antara organ yang satu dengan yang lain. Perbedaan-perbedaan yang dimiliki antar bagian tubuh manusia dimulai dari bagaimana bentuknya, jaringan-jaringan yang menyusunnya, fungsi serta cara kerja masing-masing (Syaifuddin, 2009: 5).

Cara untuk menelaah setiap bagian tubuh manusia dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Secara umum, untuk menelaah keunikan bentuk anatomi tubuh manusia dengan melakukan pengamatan yang seksama, untuk mendapatkan detail variasi dari tiap bagian. Sedangkan untuk mengetahui sel-sel serta jaringan-jaringan susunannya dapat dilakukan dengan menggunakan mikroskop serta melalui pembacaan hasil radiologi atau city scan.

Pemilahan tiap bagian tubuh dengan cara membedakan berdasarkan sistem yang terdapat dalam tiap bagian tubuh juga dapat mempermudah dalam mempelajari tiap detail tubuh manusia. Misalnya, sistem tulang dan otot (muskuluskeletal) membawa kita bagaimana susunan anatomi tulang-tulang serta otot yang dimiliki oleh manusia. Sebagai mekanisme pertahanan diri, manusia memiliki lapisan kulit palimg luar yang disebut dermis untuk melindungi susunan maupun organ yang berada di dalamnya dari berbagai benda asing yang bisa merusak tubuh manusia. Secara umum, tubuh manusia ideal adalah memiliki tinggi kurang lebih sama dengan 8 kali ukuran panjang kepalanya, atau 8 kali jarak dari siku ke ujung ketiak. Posisi selangkangan kurang lebih adalah titik tengah dari tinggi manusia dewasa. Panjang bentangan lengan seseorang kurang lebih sama dengan lebar panggulnya. Panjang bentangan kedua lengan, dari ujung jari paling kiri ke ujung jari paling kanan sama dengan tinggi tubuh. Panjang tapak kaki seseorang sama dengan panjang lengan bagian bawahnya. Lebar maksimum bentangan dada seseorang kurang lebih sama dengan seperempat tinggi tubuhnya. Lebar telapak tangan kurang lebih sama dengan 4 jari. Panjang kaki seseorang kurang lebih sama dengan 4 kali lebar telapak tangannnya. Lebar kepala kurang lebih sama dengan 4-5 kali lebar mata. Panjang kepala (dari akar rambut sampai bagian bawah dagu) kurang lebih sama dengan satu jengkal tangan. Panjang kepala seseorang kurang lebih sama dengan 3 kali jarak dari ujung dagu ke hidung. Jarak antara mata kiri dan kanan sama dengan lebar mata. Tinggi telinga sama dengan jarak dari ujung mulut ke ujung mata. Lebar bagian bawah hidung sama dengan lebar mata. Lebar mulut saat terkatup sama dengan jarak antara 2 bola mata atau lebar mata. Panjang wajah seseorang kurang lebih sama dengan 3 kali panjang telinga atau 3 kali jarak antara ujung kening ke alis. (http://andreasap.multiply.com/journal/item/3)

Dengan mengamati karakter dan keunikan yang dimiliki tubuh manusia, yang tercermin dalam prilaku manusia masa kini, maka pencipta tersentuh dan tertarik untuk memvisualisasikan ke dalam bentuk karya seni kriya, yang lebih menekankan karakter bentuk anatomi tubuh manusia itu sendiri. Bentuk anatomi tubuh manusia yang dijadikan objek seperti: kepala, kaki, badan serta organ yang lain diolah dengan menerapkan elemen-elemen seni rupa seperti: garis, bidang, ruang, warna dan tekstur tanpa meninggalkan prinsip-prinsip estetika. Karya seni yang terwujud merupakan hasil kreativitas pencipta yang dikembangkan dengan mendeformasi bentuk yang dipersepsi dan interpretasi, sehingga memiliki kekhasan dan keunikan tersendiri, ditampilkan dalam bentuk dua dimensi dan tiga dimensional.

Perwujudan karya diungkapkan lewat simbol-simbol terkait dengan perilaku manusia masa kini. Hal ini dicermati melalui gejala dan fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Manusia selalu mengejar keinginan yang bersifat praktis atau sesaat, tanpa memperhitungkan dampak yang ditimbulkan lebih lanjut.

Sumber Ide penciptaan

Penciptaan karya kriya seni, seperti yang telah disebutkan di atas yaitu mengambil sumber ide dari anatomi tubuh manusia yang diwujudkan lewat simbol-simbol terkait dengan tingkah laku manusia sekarang. Dalam memvisualisasikan anatomi tubuh manusia tersebut diungkapkan lewat pendeformasian bentuk.

Deformasi merupakan penggambaran bentuk yang menekankan pada interpretasi karakter, mengubah bentuk anatomi tubuh manusia dengan cara menggambarkan objek tersebut, yang dianggap mewakili, atau pengambilan unsur tertentu yang mewakili karakter hasil interpretasi yang sifatnya sangat hakiki (Dharsono, 2007: 38)

Dalam mewujudkan sumber ide di atas, karya kriya yang akan dibuat dapat dibagi menjadi dua bentuk yaitu, karya kriya yang bersifat kriya seni (art) dan karya kriya terapan (applied art). Karya kriya seni akan disusun dengan komposisi vertikal dan horizontal yang mentransformasikan tingkah laku manusia sesuai dengan bentuk anatominya yang diungkapkan lewat simbol-simbol sebagai refleksi sifat-sifat manusia panda jaman sekarang. Karya kriya fungsional, yang akan dibuat memiliki nilai pakai dan sifat praktis, ekonomis, efisien, ergonomis dengan orientasi produksi.

Mengingat luasnya permasalahan yang dihadapi dan agar tidak terjadi salah penafsiran tentang tema, sangat penting untuk melakukan penegasan sekaligus untuk membatasi permasalahan. Dalam mewujudkan karya kriya seni yang bertemakan “Anatomi Tubuh Manusia sebagai Objek Penciptaan Kriya Seni”. Dalam pengambilan objek tersebut pencipta membatasi pada bagian anatomi seperti kaki, badan, kepala dan organ menarik lainnya yang diungkapkan lewat simbol-simbol terkait dengan perilaku kehidupan manusia masa kini, yang selalu mengejar kepentingan praktis tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan oleh perilakunya tersebut. Manusia memanfaatkan perkembangan teknologi untuk menciptakan berbagai peralatan yang membuat segala sesuatunya menjadi praktis. Seperti perkembangan berbagai kendaraan bermotor begitu pesat yang diciptakan sebagai duplikasi dan perpanjangan dari kaki manusia. Manusia mengejar kepentingan praktis untuk menuju suatu tempat tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan seperti polusi udara yang meningkatkan resiko global warming.

Anatomi Manusia Sebagai Objek Penciptaan Kriya Seni selengkapnya

GRUNYAM

GRUNYAM

Penata

Nama                   : I Wayan Suwintara

NIM                      : 2007.02.007

Program Studi       : Seni Karawitan

Sinopsis :

Manusia terlahir kedunia memiliki garis-garis kehidupan sesuai dengan kehendak Hyang Maha Kuasa. Manusia sebagai mahkluk Tuhan, memiliki kelebihan dalam menyikapi segala fenomena yang terjadi. Garis kehidupan penuh dengan warna-warni, sifat-sifat sebagai pemeran dalam drama universal. Grunyam, mewakili sifat anak manusia yang selalu ingin tahu, dinamis, enerjik, apatis, dalam menatap masa depan.

Pendukung Karawitan       : Sekaa Gong Dhama Kusuma, Br. Pinda,Saba, Blahbatuh, Gianyar

Loading...