Seni lukis Kamasan Sebagai Salah Satu Manifestasi Percampuran Antara Seni Lukis Tradisi Indonesia dengan Pengaruh Barat

Seni lukis Kamasan Sebagai Salah Satu Manifestasi Percampuran Antara Seni Lukis Tradisi Indonesia dengan Pengaruh Barat

oleh: Drs. I Made Jana, M.Sn., Dosen Kriya Seni Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar

            Membicarakan seni lukis Kamasan sebagai salah satu manifestasi     percampuran antara seni lukis tradisi Indonesia dengan pengaruh Barat, tidak lepas dari perkembangan peradaban bangsa Indonesia itu sendiri. Berdasarkan catatan sejarah Indonesia menunjukan bahwa sebelum munculnya pengaruh Hindu di Bali, masyarakat Bali di masa lampau telah meletakan dasar yang kuat bagi perkembangan  kebudayaan Bali selanjutnya dan ternyata telah turut memperkaya kebudayaan bangsa Indonesia. Untuk mengetahui dasar-dasar kebudayaan Bali, harus dicari kembali di dalam zaman prasejarah Bali yang merupakan  awal sejarah masyarakat Bali selanjutnya.

            Kalau pada zaman Dharmawangsa  sampai zaman Majapahit berkembang sastra kekawin Mahabharata dan Ramayana serta kidung Panji, pada zaman raja-raja Bali kakawin dan kidung diperbanyak   oleh  pujangga Istana, termasuk terjadi  transformasi sastra kekawin dan kidung menjadi sekar macepat, suatu pengalihan  sastra kawi  menjadi sastra Bali dalam  bentuk    puisi tembang. Diduga saat itulah muncul peparikan Adiparwa, Bharatayuda, Narasoma, dan Bomantaka yang diciptakan berdasarkan wiracarita Mahabharata.

             Pada zaman pemerintahan Dalem Waturenggong, datanglah seorang pendeta dan  sastrawan dari Majapahit, yang bernama; Danghyang Nirartha yang memperkenalkan arsitektur Pura (tempat persembahyangan ) dan Puri (sebagai Istana Raja). Selain itu Danghyang Nirartha telah meninggalkan sejumlah karya dalam bentuk lontar. Pertumbuhan dan perkembangan kesenian pada saat itu ditandai dengan tumbuhnya pusat kesenian di sekitar Istana. Seni yang muncul saat itu merupakan seni keagamaan (religi), dan seni untuk puri (seni keraton). Selain Penciptaan karya seni di atas, kemudian menjadi semakin kompleks, pada masa itu alat-alat perlenggkapan sesajen, seperti lamak, lis, tamiang, penjor, dan bentuk-bentuk jejahitan yang lain dibuat dari daun kelapa atau daun lontar yang ditata, dirangkai menjadi semakin rumit dan artistik. Upacara-upacara dibuat lebih besar  untuk mengagungkan kekuasaan raja dan kemakmuran rakyat, termasuk pembuatan perlengkapan alat ngaben yang disebut petulangan, seperti; lembu, gajah, mina, singa, macan, bebean, geganjan, peti mas, bekang, dan bentuk binatang lainya, serta bade atau wadah (menara) dibuat sangat megah sebagai ekspresi karya seni yang bermutu. Bahan-bahannya dibuat dari bambu, kayu, kertas warna-warni, kertas mas dengan jenis-jenis ukiran yang menarik.  Meninjau perkembangan seni lukis Bali pada masa kejayaan raja-raja Bali, dewasa itu muncul gaya Kamasan, karya lukis berbentuk ornamen dari wayang yang temanya diambil dari Mahabharata dan Ramayana. Teknik pemecahan ruang dan komposisinya menyerupai pertunjukan wayang kulit di atas kelir. Lukisan wayang ini berperan  juga dalam bangunan pura dan puri sebagai penghias langit-langit, sebagai gambar dinding, atau sebagai lukisan alat ritual, seperti lelontek dan ider-ider.

             Dalam perkembangan lebih lanjut, kontak Bali dengan dunia Barat, yang ditandai dengan jatuhnya Bali ke tangan Belanda pada tahun 1906-1908. Kedatangan Belanda  telah mempengaruhi kehidupan masyarakat Bali yang tadinya lamban, bersifat tradisional, dihadapkan kepada hal-hal yang sama sekali baru, cara berpikir rasional serba cepat. Dalam hal ini diperkenalkan sistem pendidikan, didirikan sekolah-sekolah, sistem  pemerintahan, gedung perkantoran dengan gaya Belanda, serta muncul pula motif hias yang disebut patra Holanda.

              Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan  kebudayaan Bali, pada tahun 1930-an kesenian Bali, seni rupa khususnya mengalami perubahan  bentuk dan isi. Apabila di zaman raja-raja Bali, pusat kesenian berada di Klungkung dan sekitarnya, pada masa pemerintahan Belanda pusat kegiatan seni rupa berpindah ke Ubud, Gianyar. Perpindahan ini membawa akibat perubahan gaya dan tema terhadap perkembangan seni rupa Bali. hal ini ditandai oleh kedatangan dua pelukis, Walter Spies yang berkebangsaan Jerman, dan Rudolf Bonnet, berkebangsan Belanda yang menetap di Ubud.

           Berdasarkan perkembangan sejarah kebudayaan Bali, dari zaman pra-sejarah, zaman raja-raja di Bali, maupun pada zaman pemerinhan Belanda dapat memberikan gambaran kepada kita terkait dengan topik yang akan dibahas, dalam hal ini dapat ditelusuri bagaimana tradisi-tradisi kebudayaan Jawa Hindu dapat berkembang dengan baik ke dalam kebudayaan Bali, khususnya dalam bidang kesenian. Dan perkembangan lebih lanjut  dengan datangnya dua tokoh seniman Barat, membuat kesenian Bali (seni rupa, seni pahat, seni lukis), menjadi lebih dinamis.

Seni lukis Kamasan Sebagai Salah Satu Manifestasi Percampuran Antara Seni Lukis Tradisi Indonesia dengan Pengaruh Barat selengkapnya

Karat Kapal Laut dalam Seni Fotogafi Makro

Karat Kapal Laut dalam Seni Fotogafi Makro

Banyak seniman yang terinspirasi oleh sesuatu yang tidak disengaja dalam menciptakan karya seninya, seperti pencipta terinspirasi dari karat kapal laut yang memiliki keunikan bentuk, warna dan tekstur sehingga semenjak smester VII pencipta tertarik pada benda-benda yang berkarat dijadikan karya seni fptografi, jadi karat merupakan proses perubahan bentuk yang disebabkan oleh perubahan cuaca maupun proses kimiawi pada sebuah benda, dan kapal laut secara umum biasanya mengalami pengkaratan lebih cepat dibandingkan dengan alat trasportasi lainnya karena jauh dari udara yang mengandung garam, maka kapal laut merupakan salah satu alat trasportasilaut yang ada saat ini dan bisa digunakan oleh masyarakat bawah menengah karena relatif lebih murah dibandingkan trasportasi lainnya. Ide tentang karat kapal laut ini, pencipta wujudkan dalam fotografi makro, pengambilan gambar menggunakan kamera DSLR Nikon D40 dan lensa Nikon 105 mm, f : 2,8 AF-S VR, yang tujuannya  untuk memperbesar bagian-bagian  objek karat sehingga diproleh hasil bentuk, testur yang detail dan jelas terakhir menggunakan Tripod Takara TVM dan CF San Disk Ultra II 1GB ada pun proses penciptaan karya fotografi ini adalah penumpulan data studi pustaka, pemotretan awal, pengolahan foto, penyeleksian karya, pemotretan ulang, karya terpilih, pencetakan, dan pembingkaian.

Kata Kunci : Karat,  kapal laut, Fotografi,  makro.

  

Kreativitas Ngakan Weda Di Atas Cangkang Telur  Bernilai Ekonomi Tinggi

Kreativitas Ngakan Weda Di Atas Cangkang Telur Bernilai Ekonomi Tinggi

Oleh: I Made Sumantra, SSn., MSn., Dosen PS. Kriya Seni ISI Denpasar.

            Keahlian Ngakan weda melukis di atas cagkang telor sungguh layak mendapat acungan jempol. Di permukaan telur yang begitu kecil dan tipis, ia bisa menumpahkan kreasinya mengenal tradisi kebudayaan Bali. Dengan potensi yang tak pernah padam, pria yang semula melukis di atas kertas dan kanvas, kini sering tampak asyik “mendandani” cangkang telur.

            Tiga jenis telur yang kerap digunakan sebagai media lukisnya adalah telur bebek, telur burung kaswari, dan telur burung unta. Perbedaannya hanya dalam  hal penggarapannya. Telur bebek dan  telur burung kaswari yang ukurannya tidak terlalu besar, oleh Ngakan akan dilukisnya. Sementara telur burung unta yang ukurannya lebih besar dengan tekstur cangkang yang lebih keras, selain dilukis juga dipahatnya.

            Memahat cangkang telur yang tipis merupakan suatu pekerjaan yang berisiko tinggi. Dalam pengerjaannya, Ngakan harus ekstra hati-hati. “Jika tidak, cangkang bisa retak, bahkan pecah. Antara memahat dan melukis, tingkat kesulitannya sungguh berbeda. Dalam memahat dibutuhkan keahlian khusus. Melukis cangkang telur Ngakan membutuhkan waktu seminggu sampai sepuluh hari, tetapi melukis dan memahat sebutir telur unta memakan waktu satu bulan. Hanya karena bentuknya yang bulat maka saat dipahat, cangkan telur harus bolak balik diputar.

            Cangkan-cangkang telur polos yang dibelinya dari pasar Sukawati dengan harga sekitar Rp 30.000,- untuk telur bebek dan telur kaswari, serta Rp 150,000,- untuk telur burung unta. Cangkang-cangkang itu awalnya dilukis dengan cat acrylic. Setelah mulai pandai melukis ia memahatnya. Meski tidak diberi warna, namun hasil pahatannya itu tidak kalah menarik dengan yang dilukis dengan cat acrylic.

            Bila mengamati hasil karyanya, kita akan berdecak kagum, karena ia “mendandani” cangkang-cangkang telur dengan berbagai teknik. Sebagian cangkang ada yang sengaja dilubangi, sebagian lagi bahkan ada yang dikikis ke dalam. Ada pula bagian yang dipahat tipis. Namun, mata kita akan menangkap nuansa telur lukis itu dengan permukaan yang datar saja.

            Ramayana dan Bharatayuda merupakan kisah-kisah pewayangan yang pernah dipahat Ngakan di permukaan cangkang-cangkang telurnya. Hal yang menarik disetiap guratan kuasnya, baik di kanvas maupun cangkang telur, selalu memilih warna-warna cerah. Dengan warna-warna cerah itu Ngakan “merekam” adat dan kebudayaan masyarakat Bali. Suasana masyarakat yang sedang memanen padi, hiruk-pikuknya suasana di pasar tradisional, dan lenggak-lenggok para penari Bali, kerap menghiasi cangkang telurnya.

            Dari sekian banyak karyanya, melukiskan barong merupakan yang paling tinggi tingkat kesulitannya. Melukis bulu barong yang amat lebat dan halus, membutuhkan kejelian tersendiri pada saat ia mengguratkan kuasnya. Dan dapat dipastikan pengerjaannya pun memakan waktu lama.

            Bakat Ngakan sudah terlihat, semenjak ia duduk di bangku SD. Kendati ia baru bisa melukis di atas media kertas, namun hasil lukisannya sudah memukau banyak orang. Bahkan pada tahun-tahun berikutnya ia sudah berani menawarkan lukisannya itu di beberapa art shop maupun gallery  yang banyak bertebaran di Desa Ubud-Bali.

            Baranjak remaja, bakat melukisnya semakin hari semakin terasah. Tahun 1994 ketika duduk di bangku SMA, ia sudah berani menumpahkan imajinasinya ke atas kanvas. Pelajaran melukis didapatnya dari para tetangganya yang berpropesi sebagai pelukis. Kreativitasnya terus berkelana, sampai suatu hari ia tertantang melukis cangkang telur yang unik dan cantik.

            Seluruh hasil karyanya tidak bisa dikatagorikan sebagai barang yang mahal. Harga jualnya beragam, terutama  lukisan telurnya. Selain pengerjaannya sangat rumit, modalnya pun lumayan besar. Cukup beralasan kalau ia melepas cangkang telur bebek yang sudah dilukis flora dan fauna yang indah harganya Rp 100. 000,-. Sementara telur burung kaswari yang sudah dilukis dijual dengan harga RP 400.000,-. Cangkang telur burung unta yang sudah “didandai” jauh lebih mahal harganya. Selain karena harga cangkang polosnya yang sudah mahal, pekerjaannya pun “nyelimet”.

            Ngakan Weda adalah satu dari sekian banyak pengrajin kita yang mempunyai potensi yang luar biasa. Penguasaan teknik yang handal didukung oleh kekayaan sumber bahan baku dan kekayaan budaya semakin memperkuat kemampuan bangsa Indonesia dalam seni kriya. Namun semua yang dimiliki tidak cukup untuk menjawab kebutuhan dunia dalam tatanan masyarakat dengan pasar global.

            Sebagian besar pengrajin Indonesia masih belum dapat menikmati hasil jerih payahnya secara ekonomi. Panjangnya rantai ekonomi dalam perdagangan kriya yang dimulai dari pengrajin, pengepul, pedagang basar sampai dengan eksportir dan tidak berlakunya azas “fair trade” menjadi penyebab dari kesenjangan pembagian keuntungan. Selain itu masih banyak permasalahan lain yang terkait dengan seni kriya Indonesia.

            Melihat potensi kekayaan seni kriya Indonesia yang begitu tinggi menjadi sangat penting untuk dikembangkan menjadi kontributor utama dalam era ekonomi kreatif ini. Karena dari semua nomenklatur ekonomi kreatif yang ada seni kriya tidak tergantung pada teknologi tinggi baik perangkat keras maupun perangkat lunak yang mahal harganya. Seni kriya sangat sesuai dengan kondisi sosial-budaya Indonesia dan dapat mendorong penigkatan ekonomi kerakyatan. Industri kriya dapat dikembangkan secara padat karya sehingga dapat memberikan pekerjaan kepada masyarakat.

            Dari sisi craftsmanship para pengrajin Indonesia sangat unggul, namun tanpa didukung dengan kemampuan membaca pasar, dan trend disain keahlian tersebut menjadi sia-sia. Seperti yang terjadi saat ini banyak orang asing yang memanfaatkan keahlian para pengrajin Indonesia untuk menciptakan produk-produk barkualitas berharga mahal. Orang-orang asing ini datang kesuatu daerah yang mempunyai keahlian khusus dan kemudian memesan produk kriya dengan disain tertentu. Mereka diminta membuat sebagian dari disain produk itu dan bagian lain dikerjakan di tempat lain. Sehingga para pengrajin tidak pernah tahu hasil akhir dari disain yang mereka kerjakan secara utuh. Dengan dalih mencegah pencurian disain hal tersebut dilakukan oleh orang-orang asing tersebut. Di sisi lain para pengrajin Indonesia yang paling  berkeringat hanya menjadi buruh dan paling sedikit mendapat keuntungan ekonomi maupun alih teknologi baik di bidang disain maupun pemasaran. Sementara orang-orang asing dengan jaringan dan modal yang mereka punyai mengeruk banyak keuntungan.

            Modus lain yang terjadi yaitu dengan mengekspor para pengrajin keluar negeri seperti para pembatik halus dari Solo dan para pengukir dari Bali dengan alasan memberikan lapangan kerja kepada mereka. Tidak disadari bahwa para pengrajin tersebut merupakan aset yang sangat penting bagi pengembagan ekonomi kreatif di Indonesia. Memberikan mereka pekerjaan adalah sesuatu yang sangat baik, tetapi perlu dipikir “nilai” dan “keahlian” mereka. Ketika mereka dianggap sebagai alat produksi dengan kata lain sebagai buruh yang sekedar mencari makan di negeri lain permasalahannya menjadi lain. Bukankah lebih baik kemampuan mereka dimanfaatkan untuk mengembangkan produk-produk kriya Indonesia yang berdaya saing, bukan sebaliknya menciptakan produk-produk asing yang akan menjadi saingan produk Indonesia. Beberapa cerita di atas merupakan bukti bahwa kemampuan para pengrajin Indonesia yang telah mendapat pengakuan. Kemampuan tersebut menjadi lebih berarti jika dapat digunakan untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia sekaligus meningkatkan harkat dan martabat serta taraf hidup para pengrajin Indonesia sesuai dengan azas “fair trade”.

            Dengan melakukan kolaborasi antara pengrajin dengan disainer merupakan suatu langkah yang berbasis produk-produk kriya yang berdaya saing. Dengan pelibatan disainer ini, para pengrajin dapat lebih berkonsentrasi kepada masalah produksi sehingga kualitas produk lebih terjaga. Di sisi lain pelibatan disainer untuk mendampingi pengrajin akan memberikan penghasilan kepada industri disain sehingga roda perekonomian dapat berputar. Sebagai contoh Cina, Usaha Kecil dan Menengah hanya dapat mencairkan bantuan jika didampingi dengan disainer sebagai jaminan akan dapat menghasilkan produk-produk inovatif berdaya saing. Kolaborasi antara para pengrajin dengan disainer Indonesia akan mampu menghasilkan produk-produk kriya Indonesia berdaya saing tinggi.

            Akibat keengganan dari para pengrajin mengembangkan disain sendiri dan lebih memilih menyontek produk kriya yang sudah laku dipasaran menyebabkan nilainya menjadi rendah baik dari sisi harga maupun kualitas yang tidak terjaga. Ketidakpahaman para pengrajin mengenai UU Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) menyebabkan apresiasi yang redah terhadap disain. Padahal dengan pemahaman yang baik para pengrajin dan disainer dapat berkolaborasi dalam memproteksi produk yang dihasilkan dan mengeksploitasinya sehingga memberikan keuntungan secara ekonomi. Kita belajar dari Thailand melalui proyek OTOPnya, One Tamon One Product (satu kampung satu produk). Di setiap daerah akan mempunyai satu produk yang spesifik, tidak diproduksi di daerah lain. Dengan demikian keunikan dan kualitas produk dapat dijaga sehingga nilai ekonomi dari produk juga tinggi.

            Setelah kita mempunyai produk kriya yang berdaya saing dan tentunya dalam penciptaannya sudah berorientasi kepada pasar tidaklah sulit dalam masalah pemasaran. Karena produk kriya yang dilepas ke pasar telah sesuai dengan target marketnya produk-produk kriya yang dihasilkan akan dengan mudah diserap oleh pasar bahkan dicari oleh para pembeli.

            Salah satu cara yang sering ditempuh pemerintah Indonesia yaitu dengan mengikuti pameran-pameran di luar negeri. Mengikuti pameran di luar negeri menjadi medium yang efektif jika dilakukan dengan perencanaan yang baik, pemilihan jenis pameran yang selektif sesuai dengan produk yang akan dipamerkan dan tentunya pemilihan produk yang dipamerkan melalui proses seleksi yang ketat. Seleksi ini diharapkan akan memacu para produsen Indonesia untuk menghasilkan produk-produk yang kompetitif.

            Pameran diluar negeri merupakan suatu cara untuk mempromosikan dan memasarkan produk kriya Indonesia di pasar global. Meskipun demikian ada hal-hal yang lain perlu dilakukan untuk mensukseskan keikutsertaan Indonesia dalam pameran yaitu melakukan kompanye pubic relations secara terpadu sehingga efektivitasnya dapat dicapai. Pemasaran bukanlah hal yang sulit jika produk-produk kriya Indonesia inovatif dan berdaya saing tinggi.

            Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa disain merupakan solusi yang tepat dalam usaha untuk memberdayakan produk-produk kriya Indonesia di era pasar global. Dengan disain yang baik keahlian para pengrajin Indonesia dapat memberikan kontribusi maksimal terhadap mutu produk yang dihasilkan. Hubungan kerja yang sehat antara disain sebagai kreator dan pengrajin sebagi produsen dalam koridor UU Hak Kekayaan Intelektual akan membawa kearah produktivitas yang saling menguntungkan. Dengan pembinaan dan strategi yang baik, seni kriya Indonesia merupakan sumber kekuatan ekonomi yang diperhitungkan di era ekonomi kreatif.

Kreativitas Ngakan Weda Di Atas Cangkang Telur  Bernilai Ekonomi Tinggi selengkapnya

Kampanye Manfaat Pemberian Asi Eksklusif Bayi Sampai Umur 6 Bulan Melalui Media Komunikasi Visual

Kampanye Manfaat Pemberian Asi Eksklusif Bayi Sampai Umur 6 Bulan Melalui Media Komunikasi Visual

Kampanye Manfaat Pemberian Asi Eksklusif Bagi Bayi Sampai Dengan Umur 6 Bulan Melalui Media Komunikasi Visual Di Kabupaten Tabanan merupakan sebuah Skripsi Tugas Akhir yang mencoba memaparkan sebuah proses perancangan media untuk menginformasikan suatu pesan berkenaan dengan upaya kampanye manfaat pemberian ASI eksklusif di Kabupaten Tabanan. Pemilihan manfaat pemberian ASI eksklusif ini sebagai studi kasus dalam Tugas Akhir ini didasari atas pertimbangan bahwa rendahnya tingkat keberhasilan pemberian ASI eksklusif dikabupaten tabanan dan menduduki peringkat keenam di Bali. Kurangnya pengetahuan mengenai manfaat dari pemberian ASI eksklusif merupakan salah satu faktornya. Oleh karena itu dalam hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan membutuhkan bantuan seorang desainer yang dapat merancang media komunikasi visual untuk kampanye manfaat pemberian ASI eksklusif dengan harapan masyarakat mendapat informasi dan pengetahuan tentang manfaat pemberian ASI eksklusif ini.

Untuk memperoleh data dalam tulisan ini digunakan metode observasi, wawancara dan studi kepustakaan. Setelah data-data tersebut terkumpulkan, selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif. Kemudian mengenai kriteria yang dijadikan indikator untuk menilai desain adalah: fungsional, komunikatif, informatif, ergonomis, estetis, simplicity, surprise, dan etis.

Adapun konsep dasar yang digunakan untuk perancangan media komunikasi visual untuk kampanye manfaat pemberian ASI ekskluif ini  adalah konsep simplicity. Dari segi ilustrasi, digunakan ilustrasi fotografi yang akan disempurnakan di media komputer. Dari segi tipografi, jenis font yang digunakan adalah jenis font yang mudah dibaca dan jelas seperti Arial, Bickham Script Pro Semibold,  Calibri, Century Gothic, One Stroke Script LET, Trebuchet MS dan font lainnya sesuai dengan kebutuhan media tersebut. Dan dari segi warna, warna putih dan biru (primer) akan lebih dominan digunakan yang memberikan kesan hidup sehat yang merupakan unsur dari kesehatan. Adapun beberapa rancangan media yang dibuat untuk kampanye manfaat pemberian ASI eksklusif di Kabupaten Tabanan diantaranya adalah : Poster, Spanduk, X- Banner, Flayer, Brosur, T-Shirt, Paper bag , Stiker, Pin, serta Katalog.

Kata kunci: ASI eksklusif, manfaat dari pemberian, media komunikasi visual.

Workshop Underwater Photography

Workshop Underwater Photography

Workshop Internasional Underwater dalam industri kreatif merupakan judul workshop yang digelar oleh ISI Denpasar pada hari senin (12/12) di Gedung Latta Mahosadi ISI Denpasar. Gelaran workshop ini diisi oleh presentasi dari seorang Fotografer yang juga seorang dosen dari Photography The New School for Design, New York City Mr.Keith Ellenbogen. Beliau mempresentasikan berbagai hasil foto yang telah diambilnya dari berbagai belahan dunia baik dari asia tenggara maupun bagian benua lainnya.

Khusus untuk workshop kali ini Mr. Keith memaparkan kesulitan serta tantangan yang dihadapi dalam mengambil foto bawah laut. “Ada dua hal yang perlu diperhatikan, pertama batasan waktu dalam menyelam serta objek harus mau mendekat kepada Photographer” ujar Mr.Keith. Tujuan workshop ini adalah mengkomunikasikan masalah-masalah lingkungan kepada kepada para mahasiswa melalui kisah-kisah visual berbasis konservasi.

Beberapa hal menarik yang ditawarkan dalam workshop tersebut adalah integrasi konservasi laut dan seni warna atau tekstur pola-pola yang diperoleh dari alam. Ini merupakan suatu kesempatan pembelajaran yang baik bagi mahasiswa ISI Denpasar, khususnya fotografi, dimana mahasiswa dapat mempelajari tentang fotografi dari seorang pakar yang memang bekerja di lapangan. Workshop ini dapat mengembangkan minat riset bagi mahasiswa fotografi khususnya dan ISI pada umumnya di masa depan.

Rektor ISI Denpasar menyambut dengan gembira pelaksanaan workshop ini agar dimanfaatkan untuk program studi Photography bisa go international begitu juga dekan FSRD memberikan dukungan penuh terhadap penyelenggaraan workshop ini. Sementara itu ketua Program Studi Photography, I Komang Arba Wirawan S.Sn., M.Sn  mengucapkan terimakasih kepada Ratna Cora  sebagai penghubung dari penyelenggaraan workshop ini. “Saya berharap kita dapat belajar mencintai lingkungan alam bawah laut dari fotografi” ungkap Arba.

Mahasiswa peserta workshop sangat antusias dalam mengikuti kegiatan ini, terlihat dari jumlah mahasiswa yang sangat banyak dan mengikuti workshop hingga usai. Dalam kesempatan ini juga dibarengi dengan perkenalan salah seorang Photographer lulusan jerman bernama Wiendi Winata yang mempresentasikan portfolionya secara singkat.

Loading...