by admin | Sep 26, 2011 | Artikel, Berita
Kiriman Ni Luh Lisa Susanti Mahasiswa PS. Seni Tari ISI Denpasar
Garapan tari kreasi Palegongan Kembang Ratna disajikan ke dalam bentuk tari kelompok yang ditarikan oleh tujuh orang penari putri, yang bertemakan perputaran hidup, karena bunga ratna juga melalui suatu proses dalam kehidupannya sebagai tumbuhan. Garapan tari Kembang Ratna menampilkan wujud dan karakter bunga ratna. Karakter dari bunga ratna yang agung, sederhana, dan indah. Sedangkan wujud bunga ratna, yaitu bunga ratna memiliki bentuk yang kecil, namun dapat tumbuh subur di tengah-tengah tumbuhan lainnya, serta dapat layu dan rapuh seiring berjalannya waktu. Durasi yang digunakan dalam tari kreasi Palegongan Kembang Ratna adalah kurang lebih 12 menit, dengan struktur garapan terdiri dari 6 bagian, yang diharapkan mampu menjadi satu kesatuan yang utuh sehingga dapat terwujud karya seni yang berkualitas.
Tempat Pertunjukan
Ujian Tugas Akhir Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar diadakan di stage prosenium, gedung Natya Mandala, ISI Denpasar. Garapan tari kreasi Palegongan Kembang Ratna dipentaskan pada tanggal 26 Mei 2010. Penataan pola lantai biasanya disesuaikan dengan keadaan stage yang berbentuk prosenium tersebut, dan penikmat karya seni hanya dapat menyaksikan pertunjukan dari arah depan saja. Suasana yang ditampilkan pada garapan Kembang Ratna didukung dengan tata lampu (lighting), serta penggunaan layar yang memang sesuai dengan kostum dan kebutuhan garapan. Berikut adalah gambar stage prosenium gedung Natya Mandala, ISI Denpasar, yang dilengkapi dengan pembagian ruang lantai dan arah hadap penari.
Kostum/Tata Busana
Kostum atau tata busana merupakan salah satu bagian penting dalam penyajian sebuah garapan tari sebagai elemen pendukung tari, karena melalui kostum penikmat dapat menangkap kesan perwatakan dan karakter yang dibawakan sehingga penikmatnya dapat membedakan setiap garapan tari yang ditampilkan. Sebagai wahana intrinsik, penataan kostum atau tata busana dapat mempengaruhi nilai artistik suatu karya seni yang menunjang keberhasilan suatu pementasan. Maka dari itu, perlu dipikirkan mengenai pemilihan warna, dan desain kostum yang harus disesuaikan dengan tema, ide, konsep garapan, maupun efek tata lampu (lighting).
Penataan kostum tari kreasi Palegongan Kembang Ratna menggunakan ciri kostum tari Legong yang telah ada. Pengembangan dalam kostum garapan disesuaikan dengan ide, konsep dan kebutuhan garapan dengan masih mempertahankan penggunaan gelungan, bancangan, sesimping, lamak, dan properti kipas. Kostum garapan tari Kembang Ratna menggunakan konsep minimalis dengan didesain sesederhana mungkin tanpa menggunakan banyak aksen prada dan menggunakan perpaduan warna putih susu, ungu, serta hijau yang disesuaikan dengan efek lampu agar tidak terkesan glamour. Penggunaan warna ini didasarkan atas dua macam warna bunga ratna asli, yaitu bunga ratna berwarna ungu, dan bunga ratna berwarna putih, sedangkan warna hijau dapat dikatakan sebagai pemanis.
Adapun kostum yang digunakan dalam tari kreasi Palegongan Kembang Ratna adalah sebagai berikut :
– Gelungan yang sudah jadi dan terbuat dari kulit, terdiri dari krun, petitis, dan prakapat.
– Bancangan dua buah dengan kombinasi bunga kamboja imitasi dan tiruan bunga ratna
– Subeng
– Kain prada berwarna putih susu dengan tepi berwarna ungu
– Baju lengan ¾ berwarna putih susu dengan tepi berwarna ungu
– Angkin dengan kombinasi warna putih susu dengan ungu
– Lamak kain berwarna hijau, dan ungu berisi hiasan tiruan bunga ratna
– Sesimping kain berwarna ungu dengan tepi emas berisi glenter tiruan ratna
– Ampok–ampok dari bahan kulit dengan kain berlapis pada bagian samping berwarna ungu dan hijau, yang berisi hiasan bunga ratna
– Tutup dada berwarna ungu dengan hiasan emas
– Gelang kana berwarna ungu dengan hiasan kulit.
Analisa Penyajian Garapan Kembang Ratna selengkapnya
by admin | Sep 24, 2011 | Artikel, Berita
Kiriman I Ketut Gina, Mahasiswa PS. Seni Pedalangan
Kata unsur artinya; bagian, elemen. Mistik yang dapat diartikan; kandungan sebagai penyebab olah rasa secara spontanitas mengalami perubahan. Jadi unsur-unsur mistik adalah bagian-bagian atau elemen-elemen yang mengandung sebagai penyebab olah rasa pada seseorang secara spontanitas mengalami perubahan disaat menyaksikan pertunjukan. Perubahan perasaan tersebut terdapat pada bagian-bagian tertentu di dalam pertunjukan Wayang Calonarang lakon Kautus Rarung yang meliputi :
a). Unsur Mistik Melalui Tabuh Iringan
Gamelan Semarandana sebagai musik pengiring pertunjukan Wayang Calonarang merupakan barungan gamelan, yang mengandung unsur magis ditinjau dari warna tabuh atau gending yang digunakan ajtuh pada nada deng. Menurut keterangan Alit Pustaka, hal seperti itu dapat kita lihat pada tabuh bebarongan, tabuh tunjang atau pengelinangkara Rangda, karena suara gamelan banyak jatuh pada nada E (deng), seperti halnya tabuh bebarongan yang digunakan disaat barong keluar menari-nari, begitu pula tabuh tunjang atau pengelinangkara digunakan saat Rangda keluar menari-nari. Kedua tabuh itu digolongkan sakral (gending tenget dalam Bahasa Bali), maksudnya gending tersebut tidak bisa digunakan pada sembarang tempat dan waktu, maka dari itu disebut gending pengaradan. Pada gending pategak sekar wangi yang diciptakan oleh I Wayan Pustaka Alit dibentuk dan tersusun sedemikian rupa, dengan diselipkan gending bebarongan bertujuan untuk membangkitkan aura magis pada pertunjukan.
Gending tunjang ini sering digunakan pada waktu ngereh Barong (Ratu Bagus) Rangda (Ratu Ayu) dan Rarung (Ratu Mas), yang diadakan di Kuburan (Pemuwunan Setra) disaat Kajeng Kliwon bulan mati (semalam bulan tidak tampak). Gending tunjang mampu mengundang (ngarad) para Bebutan (pengikut Betari Durga), maka gending tunjang akan dapat mempercepat prosesi ngereh. Di dalam pertunjukan Wayang Calonarang juga terdapat gending tunjang, yaitu disaat ngereh yang dilakukan di kuburan oleh Diah Padma Yoni (Walu Nata) dan Diah Ratna Menggali, dengan tujuan agar dapat mempercepat proses perubahan wujud yang diinginkan seperti Walu Nata menjadi Rangda, dan Diah Ratna Menggali menjadi Rarung. Ngereh pada pertunjukan Wayang Calonarang sering juga disebut ngelinting.
Tabuh bebarongan, tunjang, ngereh, dan saat klimak yaitu pertarungan antara barong dengan rangda. Itulah sebabnya setiap pelaksanaan ngereh diusahakan menggunakan musik iringan barungan Gong Semarandahana, juga bisa dipakai barungan gong semar pegulingan (sapta nada), setidak-tidaknya gong kebyar (panca nada), karena suaranya mengandung aura magis, yang akan dapat memperlancar proses ngereh.
b). Unsur Mistik Pada Penyacah
Pada penyacah kanda Calonarang juga disebut pangelengkara. Pangelengkara itu diucapkan oleh sang dalang setelah selesai Alas Arum (setelah wayang keluar dan duduk sesuai tempat tokoh masing-masing), disertai dengan meng-ayunkan blencong. Penyacah kanda Calonarang di atas, yang disusun oleh sang dalang dengan rangkaian kata-kata, sehingga membentuk suatu pola untuk mendatangkan aura mistis itu sendiri. Dengan keberanian sang dalang seperti itu sangat jelas, sang dalang telah memiliki kemampuan yang sangat mendalam tentang konsep Rwa-Bhineda, sehingga bisa menempatkan di dalam badan wadag (Bhuana Alit), mampu menyatukan isi buana agung di dalam buana alit sang dalang, itulah sebabnya sang dalang berani mengungkapkan keberadaan ilmu hitam dalam Ajian Calonarang. Menurut tingkatan ilmu yang dimiliki oleh Calonarang sudah mencapai tingkat sangat tinggi yaitu tingkat sebelas (tumpang solas).
c). Unsur Mistik Pada Antawacana
Antawecana juga disebut dengan percakapan atau dialog Twalen dengan mredah, tokoh Twalen yang mewakili dalang itu sendiri secara langsung menantang orang yang memiliki ilmu hitam agar datang mencoba kemampuan dalang. Pada antawecana kedua punakawan, yang membicarakan tentang keadaan Kerajaan Kediri sedang dilanda wabah penyakit (grubug) karena ulah para pelaku pengiwa atau orang yang menganut ilmu hitam. Hal itu terlihat jelas ada unsur mistis yang terkandung, apalagi dengan melantunkan gending basur yang juga disebut gending pengaradan.
Kutipan antawecana atau dialog Twalen dan Mredah seperti telah dijelaskan di atas, bahwa dengan menampilkan tokoh Twalen sebagai sosok dalang menantang orang-orang atau para pelaku pengiwa untuk mengadu kemampuan. Sang dalang berani melakukan hal tersebut, karena dia sudah mampu mengendalikan unsur negatif (magis) yang akan mengganggu.
Unsur Mistik Pada Pertunjukan Wayang Calonarang Bagian I, selengkapnya
by admin | Sep 21, 2011 | Artikel, Berita
Kiriman: Lintang Arzia Nur Rachim, Siswa SMAN 1 Kuta Utara
a. Pengertian Norma Sosial
Norma – norma kelompok dan norma – norma sosial tidak akan timbul dengan sendirinya tetapi terbentuk di dalam interaksi sosial antar individu di dalam kelompok sosial. Nilai sosial senantiasa terjadi bersamaan dengan adanya interaksi manusia di dalam kelompok. Dengan kata lain, norma sosial adalah hasil dari interaksi sosial antaranggota suatu kelompok. Oleh karena norma sosial merupakan interaksi dari kelompok, maka nilai sosial sebenarnya sama dengan norma kelompok. Pengertian norma sosial dirumuskan oleh Sherif dalam sebagai pengertian umum yang seragam mengenai cara – cara tingkah laku yang patut dilakukan oleh anggota kelompok apabila mereka dihadapkan dengan situasi yang bersangkut – paut dengan kehidupan kelompok.
Norma sosial merupakan pengertian yang meliputi bermacam-macam hasil interaksi kelompok, baik hasil – hasil interaksi dari kelompok – kelompok yang telah lampau maupun hasil interaksi kelompok yang sedang berlangsung. Termasuk semua nilai sosial, adat istiadat, tradisi, kebiasaan, konvensi, dan lain-lain. Norma sosial adalah patokan-patokan umum mengenai tingkah laku dan sikap individu anggota kelompok yang dikehendaki oleh kelompok mengenai bermacam-macam hal yang berhubungan dengan kehidupan kelompok yang melahirkan norma-norma tingkah laku dan sikap-sikap mengenai segala situasi yang dihadapi oleh anggota-anggota kelompok.
Soetandyo Wignjosoebroto dalam menyatakan bahwa norma tidak lain adalah konstruksi-konstruksi imajinasi. Artinya, suatu konstruksi yang hanya ada karena dibayangkan di dalam pikiran-pikiran dan banyak dipengaruhi oleh daya kreatif mental, namun norma-norma sebagai keharusan, yang bertujuan merealisasikan imajinasi mental kewujud konkrit di alam kenyataan haruslah memahami betul alam realita dan fakta. Sedangkan Soerjono Soekanto menyatakan bahwa supaya hubungan antar manusia di dalam suatu masyarakat terlaksana sebagaimana diharapkan, maka dirumuskan norma-norma masyarakat. Mula-mula norma-norma tersebut terbentuk secara tidak sengaja. Namun lama-kelamaan norma-norma tersebut dibuat secara sadar. Norma-norma yang ada di dalam masyarakat, mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda. Ada norma yang lemah, yang sedang sampai yang terkuat daya ikatnya.
Norma adalah patokan perilaku dalam suatu kelompok masyarakat tertentu. Norma disebut pula peraturan sosial menyangkut perilaku-perilaku yang pantas dilakukan dalam manjalani interaksi sosialnya. Keberadaan norma dalam masyarakat bersifat memaksa individu atau suatu kelompok agar bertindak sesuai dengan aturan sosial yang telah terbentuk sejak lama. Norma tidak boleh dilanggar. Siapa yang melanggar norma atau tidak bertingkah laku sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam norma, akan memperoleh hukuman. Norma merupakan hasil buatan manusia sebagai makhluk sosial. Pada awalnya, aturan dibentuk secara tidak sengaja. Lamakelamaan norma-norma disusun atau dibentuk secara sadar. Norma dalam masyarakatberisi tata tertib, aturan, petunjuk standar perilaku yang pantas atau wajar. Pada dasarnya, norma disusun agar hubungan di antara manusia dalam masyarakat dapat berlangsung tertib sebagaimana yang diharapkan. Misalnya, cara makan, bergaul, berpakaian merupakan norma-norma yang menjadi acuan dalam berinteraksi.
b. Tingkat Norma Sosial
Berdasarkan tingkatannya, norma di dalam masyarakat dibedakan menjadi empat.
- Cara (usage)
Cara adalah suatu bentuk perbuatan yang dilakukan individu dalam suatu masyarakat tetapi tidak secara terus menerus.
- Kebiasaan (folkways)
Kebiasaan merupakan suatu bentuk perbuatan berulang-ulang bentuk yang sama yang dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuan-tujuan jelas dan dianggap baik dan benar.
- Tata kelakuan (mores)
Tata kelakuan adalah sekumpulan perbuatan yang mencerminkan sifat-sifat hidup dari sekelompok manusia yang dilakukan secara sadar guna melaksanakan pengawasan oleh sekelompok masyarakat terhadap anggota-anggotanya. Dalam tata kelakuan terdapat unsur memaksa atau melarang suatu perbuatan lain. Fungsinya sebagai alat agar para anggota masyarakat menyesuaikan perbuatan-perbuatannya dengan tata kelakuan tersebut.
Fungsi tata kelakuan dalam masyarakat adalah sebagai berikut.
a) Memberikan batasan pada perilaku individu dalam masyarakat tertentu.
b) Mendorong seseorang agar sanggup menyesuaikan tindakan-tindakannya dengan tata kelakuan yang berlaku di dalam kelompoknya.
c) Membentuk solidaritas antara anggota-anggota masyarakat dan sekaligus memberikan perlindungan terhadap keutuhan dan kerjasama antara anggotaanggota yang bergaul dalam masyarakat.
d) Memberikan seperangkat alat untuk menetapkan harga social dari suatu kelompok.
e) Mengarahkan masyarakat dalam berfikir dan bertingkahlaku.
f) Merupakan penentu akhir bagi manusia dalam memenuhi peranan sosialnya.
g) Sebagai alat solidaritas bagi kelompok.
h) Sebagai alat kontrol perilaku manusia
Norma Sosial selengkapnya
by admin | Sep 21, 2011 | Artikel, Berita
Kiriman: Agus Ary Andhika, Mahasiswa PS Seni Karawitan ISI Denpasar
Berbagai karya seni yang diciptakan oleh manusia dapat memberikan kita kesenangan dan kepuasan dengan penikmatan rasa indah, merupakan sebuah ungkapan yang timbul saat kita menikmatinya.
Ada tiga unsur keindahan yang berperan dalam struktur atau pengoranisasian karya seni, anatara lain :
A. Unsur keutuhan atau kebersatuan (Unity).
Dengan keutuhan yang dimaksud bahwa karya yang indah menunjukan keseluruhannya sesuatu yang utuh tidak ada cacatnya atau tidak ada yang kurang tidak ada yang berkelebihan. Semua bagian-bagian yang ada dalam garapan komposisi ini sambung-menyambung melalui yang telah tersusun dan saling mengisi antara bagian yang satu dengan bagian yang lain.. Keutuhan instrument yang satu dengan insrumen yang lainnya tercemin dari harmonisnya jalinan-jalinan seperti melodi, ritme, tempo, dan dinamika. Rasa keutuhan kemudian diperkuat dengan hadirnya tiga sifat yang memperkuat rasa keutuhan diantaranya :
Simetri
Simetri menuntut sebuah karya yang memang menpuyai keutuhan, tidak cacat atau dengan kata lain setiap bagian maupun secara keseluruhan dari karya seni ini terlihat atau dirasakan enak dan dapat membangkitkan rasa keseimbangan dan ketenangan kepada penikmatnya.
Simetri dalam karya ini, mencoba ditransformasikan lewat keseimbangan garap musikal yang mempermudah si penikmat musik untuk mengetahui garap musikal yang dimaksud, sesuai dengan garapan musik prosesi melalui gamelan Babonangan. Dalam pola garap musikalnya, untuk mewujudkan kesimetrian tersebut penata mencoba mentranspormasi pola ketukan genap.
Ritme
Dalam sebuah karya seni, ritme menunjukkan hadirnya sesuatu yang berulang-ulang secara teratur, seperti ada jarak yang sama atau jangka waktu yang sama. Begitu juga dalam garapan komposisi “Baladhika” ini, ritme sangat berperan sebagai “bumbu” yang dapat menambah rasa dalam menikmatinya. Ritme dalam komposisi ini tidak saja dimainkan oleh satu instrumen, tetapi ritme juga timbul akibat ransangan yang diberikan oleh pola melodi yang dimainkan oleh intrumen reyong. Hal ini dilakukan untuk menjaga rasa keutuhan dari pola garapnya.
Dalam komposisi musik “Baladhika” ini, ritme dimainkan oleh beberapa instrumen yang saling mendukung menjadi garapan komposisi yang seimbang dan menyatu menjadi ciri khas rasa musikal yang ditimbulkan. Kombinasi antara ritme dengan pola melodi diupayakan untuk mewujudkan rasa musikal baru dalam motif gending Baleganjur.
Harmoni
Harmoni yang dimaksud adalah keselarasan antara bagian-bagian atau komponen-komponen yang tersusun menjadi kesatuan. Keharmonisan memperkuat rasa keutuhan karena memberikan rasa tenang, nyaman, enak dan tidak mengganggu panca indera para penikmatnya.
Harmoni timbul akibat adanya perpaduan atau bertemunya beberapa nada yang tidak sama atau istilahnya ngempyung yang bisa saja terjadi baik secara sengaja maupun tidak sengaja dalam komposisi ini yang dapat memperkuat rasa keutuhan karya.
Permainan dengan keanekaragaman motif yang terlalu banyak akan memperlemah kesatuan, dan ketiga sifat-sifat keindahan ini akan memperkuat kesatuan dan keutuhan sehingga menghasilkan kerumitan atau Complexity, yang dapat memberikan mutu estetik yang tinggi pada karya seni.
2. Unsur penonjolan atau penekanan (Dominance).
Dalam karya seni penonjolan merupakan sesuatu yang dapat memberikan identitas dari barungannya. Begitu juga dalam komposisi ini, penekanan dan penonjolan instrumen dilakukan untuk menemukan balance (keseimbangan).
3. Unsur keseimbangan (Balance).
Mempertahankan keutuhan dalam perpaduan dapat menimbulkan rasa keseimbangan, dan karenannya keseimbangan garap musikal sangat perlu diperhatikan. Dalam komposisi ini, penata mencoba menyeimbangkan segala sesuatu yang berhubungan dengan tata garap musikal, setting dan lain-lain. Oleh sebab itu keutuhan, sifat-sifat penonjolan dan keseimbangan merupakan aspek-aspek yang mendasar yang menentukan nilai estetika.
Sesuatu yang indah tidak saja timbul dari karya seni itu tetapi juga timbul dari ornamentasi dekoratif. Dalam komposisi “Baladhika” ini, untuk menunjang rasa estetis dan kesan yang ditimbulkan penata menggunakan ornamentasi yang mendukung suasana ritual seperti umbul-umbul dan tedung.
Lighting sebagai unsur pencahayaan sangat menentukan keindahan garapan dalam suatu pertunjukan. Penataan laighting dalam karya “Baladhika” ditata sesuai dengan alur tema garapan Baladhika yang disajikan dalam bentuk gamelan baleganjur. Dilihat dari penggunaan lighting susunannya adalah sebagai berikut :
Bagian I. Lampu yang digunakan yaitu cahaya terang,untuk menggambarkan suasana ketenangan.
Bagian II. Lampu yang digunakan yaitu cahaya redup yang bersamaan dengan lampu kelap-kelip yang disebut sportligh,dengan penataan cahaya lampu pelan-pelan secara bergantian, yang dimana menggambarkan suasana ketegangan.
Bagian III. Lampu yang digunakan adalah cahaya redup yang bersamaan dengan lampu kelap-kelip yang disebut sportligh,dengan penataan cahaya lampu yang cepat secara bergantian,untuk mendukung suasana sengit dalam peperangan.
Bagian IV. Lampu yang digunakan adalah cahaya redup,akan tetapi setelah vokal menggunakan cahaya terang kembali yang disebut dengan cahaya general,untuk mendukung suasana semangat perang puputan.
Hal tersebut dilakukan tidak lain hanya untuk memperindah dan memperkaya penyajiannya. Aspek estetik biasanya timbul dari kemampuan seseorang untuk menikamati sebuah karya seni yang disajikan. Dengan kata lain, bila karya seni yang dinikmatati mampu memuaskan dirinya sebagai penikamat seni, maka rasa estetika yang terbentuk dalam karya tersebut telah sampai pada si penikmat itu sendiri. Begitu juga sebaliknya.
Analisis Garapan Baladhika selengkapnya
by admin | Sep 20, 2011 | Artikel, Berita
Kiriman I Gusti Ngurah Nyoman Wagista, Mahasiswa PS. Seni Pedalangan ISI Denpasar.
Wujud garapan pakeliran “Jaya Tiga Sakti ” ini adalah garapan pakeliran inovativ layar lebar penggabungan antara teater dengan pertunjukan wayang. Sebagai penggarap saya mencoba mengembangkan dan mengkemas secara rapi antara adegan wayang dengan teater, pencahayaan, dan beberapa pengolahan bentuk dialog, vocal, gerak wayang, serta iringan.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan diuraikan unsur – unsur yang menunjang garapan ini, antara lain : Sinopsis, iringan, properti, pembabakan, pakem/teks pertunjukan wayang.
Sinopsis
Dikisahkan di Kerajaan Sumbawa memerintahlah seorang raja yang bernama Prabu Dedela Nata. Beliau merupakan Raja yang bersifat angkuh , garang, dan bengis. Kerajaan Sumbawa makmur di bawah pemerintahan beliau. Para Rakyat serta mahapatih bergembira karena Sumbawa merupakan kerajaan yang merdeka di bawah pimpinan Dedela Nata. Kerajaan Sumbawa menolak bersatu dengan Kerajaan Wilwatikta.
Dikisahkanlah kebingungan dan kerisauan Ratu Tribuana Tunggadewi. Ratu Tribuana Tunggadewi bingung dan risau karena Sumbawa tidak mau tunduk kepada Majapahit. dalam persidangan yang diadakan di pendopo, timbulah akal Gajah Mada untuk mengadu ki Pasung Grigis dengan Dedela Nata, yaitu dengan menunjuk Pasung Grigis sebagai senopati dalam penyerangan ke Sumbawa. Akal beliau pun disampaikan kepadaRatu Trubuana Tunggadewi. Ratu setuju, dan segera memerintahkan untuk mengangkat Ki Pasung Grigis agar menjadi senopati.Sidang dilanjutkan, dengan penunjukan Pasung Grigis Sebagai Senopati ( panglima perang). Beliau tidak menolak untuk dikirim, sebab keturunan darah kesatria utama, gelanggang peperangan itu seolah-olah perahu menuju jasa dan kebajikan. Setelah Pasung Grigis dilantik, belia pun meninggalkan pendopo.
Sebetulnya gejolak batin Ki Pasung Grigis yang sedih, marah, malu bercampur aduk, mengingat kekalahan menyakitkan yang beliau alami, serta Gugurnya Raja Bali, ditahannya beliau di jawa, semua itu menyisakan luka yang sangat dalam di hati beliau. Namun Beliau berusaha melupakan perasaan itu, dan menyongsong tugas mulia sebagai tahanan Wilwatikta, yaitu menjadi panglima perang.
Di sela- kesedihan rakyat bali, terdengarlah kabar bahwa Maha Patih Ki Pasung Grigis tiba di Bali untuk berpamitan dengan istri dan keluarga beliau yang tinggal di Tengkulak. Maka dengan sukacita disambutlah Ki Pasung Grigis oleh rakyat bali, istri dan keluarga beliau. Ki Pasung Grigis menceritakan bahwa beliau akan bertugas sebagai panglima perang Wilwatikta untuk menggempur kerajaan Sumbawa. Bersedihlah hati Gusti Ayu Meketel, namun dengan lapang dada beliau mengikhlaskan kepergian Ki Pasung Grigis menuju Sumbawa. Setelah waktunya tiba, Ki Pasung Grigis berpamitan dengan sang istri dan melanjutkan perjalanan menuju sumbawa.
Tidak diceritakan perjalanan beliau, sampailah di sumbawa. Rakyat sumbawa geger mendengar akan kedatangan pasukan Wilwatikta. Para rakyat pesisir pun diserang oleh pasukan jawa. Berita ini terdengar oleh Raja Dedela Nata, beliau murka dan memerintahkan para patih mempersiapkan bala tentara untuk menyongsong musuh. Raja pun turun ke medan perang untuk mempertahankan kedaulatan dan kemerdekaan Kerajaan Sumbawa. Peperangan tak terelakkan. Banyak pasukan kedua belah pihak berguguran. Dedela Nata berperang tanding dengan Ki Pasung Grigis, saling tikam, saling pukul, berguling, mereka mengeluarkan seluruh kesaktiannya. Berkat takdir, peperangan berakhir dengan Ki Pasung Grigis dan Dedela Nata sama-sama meninggal. Keduanya gugur sebagai Kesatria Bela Bangsa. Gugur demi Negara, serta Gugur demi bersatunya kerajaan di Nusantara, serta gugur demi tercapainya Sumpah Amukti Palapa Gajah Mada.
Iringan
Iringan dalam pertunjukan wayang kulit merupakan salah satu komponen penting yang dapat memberikan warna sebuah pertunjukan. Dalam garapan ini saya memakai barungan semarapegulingan sebagai iringan inti dari pakeliran ini. Gambelan semarapegulingan akan memberikan aksen serta mendukung suasana di Bali. Adapun instrumen gambelan gambelan semarapegulingan yang dipakai :
- Sepasang kendang krumpung
- Sepasang kendang jedugan
- Satu buah klentuk
- Satu buah cengceng ricik
- Satu buah klenang
- Empat tungguh gangsa
- Empat tungguh kantilan
- Dua tungguh calung/jublag
- Dua tungguh jegogan
- Satu buah gong
- Satu buah kempur
- Satu buah klentong
- Lima buah cengceng kopyak
- Empat buah suling
Selain mempergunakan Semarapegulingan, garapan ini juga mempergunakan iringan dari beberapa alat gamelan jawa yang bernada selendro. Tujuannya adalah untuk mendukung adegan jawa. Adapun beberapa alat tersebut meliputi
- Empat tungguh demung selendro
- Satu tungguh bonang penerus selendro
- Satu tungguh kenong selendro
- Dua tungguh slentem selendro
Selain alat-alat di atas, dalam garapan ini mempergunakan 8 buah rebana. Rebana ini dipergunakan untuk mendukung adegan-adegan, terutama pada adegan rakyat di Sumbawa.
Wujud Garapan pakeliran Jaya Tiga Sakti selengkapnya
by admin | Sep 19, 2011 | Artikel, Berita
Kiriman Ngurah Krisna Murti, Mahasiswa PS Seni Tari. ISI Denpasar
Analisa Penyajian
Penyajian suatu garapan tari diperlukan cara yang matang guna mendukung kelancaran dari garapan ini. Goresan Ilusi ini dipentaskan dan diuji pada tanggal 27 Mei 2011 pukul 19.00 wita di panggung procenium Natya Mandala ISI Denpasar. Panggung procenium merupakan stage dengan satu arah penonton, yang memiliki daerah stage masing-masing. Daerah yang paling kuat dalam ruang tari adalah di centre stage. Untuk lebih jelasnya berikut ini akan digambarkan stage procenium yang ada di Gedung Natya Mandala ISI Denpasar yang memiliki daerah-daerah tersendiri.
Kostum
Kostum berfungsi untuk menutupi organ tubuh dan dapat menentukan suatu karakter / tokoh yang ditarikan. Selain itu kostum juga dapat memberikan nilai estetik (keindahan) terhadap sebuah karya tari, melalui desain-desain ruang yang ditimbulkan oleh kostum itu sendiri.
Kostum yang digunakan dalam garapan ini cukup sederhana mengingat garapan ini merupakan garapan yang berbentuk kontemporer, selain itu kostum yang digunakan nantinya agar tidak mengganggu gerak yang dilakukan dan juga agar tidak membunuh karakter / tokoh yang dibawakan. Oleh sebab itu penggunaan serta memadupadankan warna yang satu dengan yang lainnya. Perlu diperhatikan agar kostum yang digunakan tepat dengan tema dari garapan itu sendiri. Penggunaan warna kostum biru, putih dan hitam.
Berikut ini adalah rancangan kostum yang digunakan dalam garapan ini yaitu :
– Baju kaos warna putih dilumuri cat lukisan.
– Celana pendek warna hitam dilumuri cat lukisan.
– Topeng Rangda setengah jadi.
– Badong warna merah muda.
– Slop tangan dengan kuku panjang.
– Gelang tangan kain warna hitam-putih.
– Ikat pinggang warna hitam-putih.
– Rumbai-rumbai dari kain dihiasi dengan gantungan uang kepeng.
– Kamben.
– Slop kaki degan kuku panjang.
– Properti
– Garapan Goresan ilusi ini menggunakan properti kuas lukis yaitu benda yang berbentuk lurus yang ujungnya berisi bulu untuk mewarnai lukisan di atas kanvas.
Tata Rias Wajah
Tata rias pada dasarnya diperlukan untuk memberikan tekanan atau aksentuasi bentuk dan garis-garis muka sesuai dengan karakter tarian. Selain itu tata rias wajah juga menambah kesan keindahan yang dipadukan dengan kostum serta penataan lampu. Jadi, dalam karya tari Gresan Ilusi yang dipertunjukan di panggung proscenium dengan lampu-lampu pentas yang kuat, maka dituntut tata rias dengan penggunaan garis-garis muka yang kuat dan tegas serta warna-warna yang lebih tebal. Hal seperti ini juga dipengaruhi adanya jarak antara penari dan penonton agar enak dipandang dan secara umum dalam merias muka penguatan justru pada bagian garis mata, bibir, dan warna pipi.
Secara terperinci alat-alat yang digunakan adalah sebagai berikut :
- Susu pembersih (cleaning milk) viva untuk kulit normal, berfungsi untuk membuka pori-pori kulit dan mengangkat kotoran yang menempel di kulit
- Penyegar viva (face tonic) fungsinya untuk menyegarkan kulit
- Body painting latulipe warna hitam.
- Bedak tabur Marcks warna hitam
- Eye shadow Ratu Ayu Solo warna coklat, putih, orange dan hitam berfungsi untuk mempertajam arsiran pada kelopak mata.
- Eyeliner sebagai penegas garis mata
- Lipstik rance hitam ditambah untuk menambah warna bibir
Musik Iringan Tari
Faktor pendukung yang sangat penting pula dalam mewujudkan sebuah garapan tari, yaitu musik iringan. Hal ini dikarenakan, musik iringan tari tidak saja hanya sebagai pelengkap, tetapi penentu karakter, tema, dan suasana yang diinginkan. Agar gerakan tari dan musik dapat berjalan selaras maka gerak tari dapat disesuaikan dengan ritme atau tempo yang terdapat pada musik iringan, sehingga dapat mewujudkan suasana dan menghidupkan kesan yang diinginkan. Instrumen yang digunakan dalam garapan tari Romance Akhirat ini adalah keyboard, flour, tambore, bongos, shaker, jimbe, suling, kantilan, jublag, gong. Musik iringan ditata oleh I Wayan Ary Wijaya, S.Sn dan didukung oleh Sanggar Palawara music company Tanjung Bungkak Denpasar. Adapun notasi musik atau iringan tari Gresan Ilusi yang digunakan adalah sebagai berikut
Analisa Penyajian, Properti, dan iringan musik Garapan Goresan Ilusi, selengkapnya