by admin | Oct 30, 2011 | Artikel, Berita
Kiriman: Ngakan Made Wikrama Jaya, Mahasiswa PS Seni Tari, ISI Denpasar.
Deskripsi Garapan
Tari Dwapara yang menggambarkan tentang polemik kehidupan berpoligami ini akan banyak mengungkapkan tentang pertentangan-pertentangan, intrik-intrik persaingan, pertengkaran sebagaimana peristiwa dalam kehidupan berpoligami. Fenomena ini sengaja penata tampilkan agar masyarakat penonton menghindari hidup berpoligami, karena model kehidupan ini sangat tidak baik untuk ditiru.
Tari Dwapara, yang mengangkat tentang fenomena sosial (poligami) ini akan digarap dalam konsep tari kontemporer. Tari kontemporer adalah sebuah genre seni pertunjukan yang struktur pertunjukannya sudah tidak terikat lagi (bebas) dari pakem-pakem tari tradisional. Hal ini akan dapat membuat penata lebih leluasa dan bebas mengekspresikan ide dalam memvisualisasikan fenomena sosial poligami ini ke dalam sebuah bentuk seni pertunjukan.
Bentuk sebuah karya seni khususnya tari, secara konseptual terwujud berdasarkan sistem nilai budaya masyarakatnya. Nilai budaya merupakan satu kesatuan yang bulat dan tidak dapat dipisahkan. Sistem nilai budaya adalah konsep-konsep hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat berkaitan erat dengan hal-hal yang mereka anggap bernilai dan bermakna bagi kehidupannya, oleh sebab itu sistem nilai budaya ini berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi masyarakat setempat dalam menentukan kelakuannya. Sistem tata kelakuan masyarakat yang tingkatnya lebih kongkret adalah : aturan-aturan khusus, hukum dan norma-norma, adat yang berpedoman kepada sistem nilai budaya masyarakat tersebut.
Oleh sebab itu, karya tari kreasi baru maupun kontemporer tidak bisa lepas dari unsur budaya masyarakatnya. Beragam garapan tari kreasi yang diciptakan di ISI Denpasar memiliki gagasan penciptaan berbeda-beda. Namun dari sekian banyak garapan itu tampak sangat sarat dengan pesan-pesan pencerahan bagi masyarakat, ataupun kritikan-kritikan terhadap para penguasa. Dari berbagai garapan itu, ada yang digarap dalam konsep tari kreasi baru adapula yang digarap dalam konsep tari kontemporer sebagaimana garapan tari Dwapara ini.
Untuk mempertajam pemahaman tentang kehidupan berpoligami, penata juga mengamati kasus seperti ini melalui tayangan di media TV, surat kabar maupun kejadian di masyarakat. Laki-laki biasanya mengumbar janji manis kepada perempuan yang disukai agar sudi dipoligami. Namun pada kenyataannya tidak demikian adanya, akhirnya mereka disakiti yang terkadang berujung pada masalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Struktur Pertunjukan
Struktur dari karya seni meliputi bagian-bagian, dimana bagian yang satu dengan yang lainnya itu saling berkaitan dan tersusun sedemikian rupa, sehingga membentuk sebuah garapan yang utuh. Sebagaimana tari kontemporer Dwapara ini memiliki struktur : bagian I (opening), bagian II, bagian III dan bagian IV Ending (Penutup).
- a. Bagian I (Opening)
Menggambarkan keinginan para istri untuk keluar dari kehidupan berumah tangganya karena sehing terjadi ketidakadilan kasih sayang dari suami kepada mereka.
- b. Bagian II
Menggambarkan perbedaan paham dan rasa iri hati diantara para istri akhirnya terjadi pertengkaran.
- c. Bagian III
Keinginan dari suami mempersatukan mereka untuk rujuk kembali sangatlah sulit malah sebaliknya, keinginan untuk meninggalkan suami semakin bulat. Akhirnya suami menyesali perbuatannya dan hidup menyendiri.
Simbol-simbol Dalam Tari Dwapara
Simbol memiliki arti tertentu yang lebih luas daripada apa yang tampil secara nyata, dapat dilihat maupun didengar. Dalam seni tari biasanya terdapat beberapa simbol yang dipergunakan untuk menyampaikan maksud tertentu kepada penonton, baik dengan simbol gerak banyak menggambarkan karakter yang dibawakan. Warna kostum yang dikaitkan dengan isi garapan. Selain itu juga tata rias dan pola lantai juga merupakan simbol dari suatu karya tari.
a. Simbol Gerak
Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan dengan gerak-gerak ritmis yang indah. Gerak-gerak ritmis dan ekspresi pada tari adalah gerak-gerak yang indah yang diberi bentuk dan ritme dari badan manusia dalam ruang yang dapat dihayati keindahannya apabila disajikan oleh penarinya (Bustomi, 1992 : 42-45). Terkait dengan hal itu, untuk mewujudkan tari kontemporer Dwapara ini mempergunakan beberapa gerak, yang bersumber dari gerak-gerak tari Bali. Adapun perbendaharaan gerak tari yang dipergunakan oleh setiap tokoh dalam garapan tari kontemporer ini diantaranya adalah sebagai berikut :
– Gerak melengkung (sebagai kesan dinamis)
– Melompat (gerak berpindah tempat dari satu tempat ke tempat lain)
– Meloncat (gerakan perpindahan kaki di tempat)
– Setengah kayang (badan melengkung ke belakang tanpa tangan menyentuh lantai)
– Canser (perpindahan badan dengan rotasi kaki di geser ke kanan dan ke kiri)
– Berputar (bergeraknya badan melingkar atau di tempat dengan tumpuan kaki)
– Mengalir (bergeraknya bagian tubuh secara perlahan)
– Mengayun (bergeraknya bagian tubuh lebih cepat dari mengalir)
– Selang-seling (motif gerak bergantian)
– Menjambak (gerakan tangan menarik rambut)
– Kontras (motif gerak kanan dan kiri berbeda)
– Simetris (motif gerak kanan kiri sama)
– Merangkul (motif gerak sebagai makna kebersamaan)
– Level (posisi sikap dasar gerak) yaitu :
a. Desain Datar : Badan penari hampir tanpa perspektif yang tampak dari pandangan penonton.
b. Desain Dalam : penonton melihat penari dalam perspektif yang dalam, yaitu anggota badan, yaitu anggota-anggota badan ditempatkan ke arah up stage atau down stage.
c. Desain Vertikal : sebuah garis ke atas dan ke bawah.
d. Desain Horisontal : sebuah garis mengarah ke samping kanan maupun kiri (ke arah horizontal).
e. Desain Kontras : sebuah pose yang menggarap garis-garis bersilang pada tekukan-tekukan yang berlawanan dan mengandung satu kontinuitas garis dalam oposisi.
f. Desain Spiral : sebuah postur atau gerak badan melengkung sekeliling garis tengah.
g. Desain Lengkung : desain yang mempergunakan garis-garis lengkung.
h. Bersudut : sebuah postur anggota badan dan badan ditekuk menyudut.
i. Desain Spiral : desain yang menggunakan lebih dari satu garis lingkaran yang searah pada badan.
j. Tinggi : ruang dari dada penari ke atas.
k. Medium : ruang antara bahu penari dan pinggang.
l. Rendah : ruang yang terletak dari penggang penari ke bawah.
m. Terlukis : sebuah garis yang dilukiskan di udara yang nampak lebih jelas dari anggota badan yang melukis.
n. Garis Lanjutan : garis yang terlukis di udara yang diluar jangkauan badan penari.
o. Garis Tertunda : garis yang terlukis di udara yang terkontrol oleh penari.
p. Asimetris : desain yang dibuat dengan menempatkan garis-garis anggota badan yang kiri berlainan dengan yang kanan.
Wujud Garapan Dwapara selengkapnya
by admin | Oct 27, 2011 | Artikel, Berita
Kiriman : IBG. Surya Peradantha SSn., M.Sn., Alumni ISI Denpasar
Desa Kesiman Petilan merupakan salah satu daerah di kecamatan Denpasar Timur yang juga disebut Kesiman Tengah. Desa ini berada tidak jauh dari pusat kota dan memiliki tradisi budaya dan kesenian yang cukup beragam. Di daerah ini terdapat sebuah tradisi yang khas, yatu pembuatan katung oleh I Ketut Kicak di Br. Batan Buah, Kesiman Petilan.
I Ketut Kicak adalah seorang warga pendatang yang aslinya berasal dari daerah Bukit Ungasan, kab. Badung. Oleh karena suatu hal, ia memutuskan hijrah ke Denpasar dan menetap sebagai warga Desa Kesiman Petilan. Ia bersama istri dan kedua anaknya kini tinggal di Jl. Sulatri, Gg. III no. 10. Disanalah aktivitasnya sebagai perajin barang kesenian katung ( sejenis anyaman bambu yang biasanya digunakan sebagai wadah pakaian atau gelungan tari ) dilakoni bersama anaknya yang bernama I Wayan Sukadana.
Tidak hanya katung, tetapi juga dungki ( sejenis tempat menampung ikan tangkapan bagi nelayan ), topi dan keranjang pun bisa dibuat oleh I Ketut Kicak. Dalam kesehariannya, pria berusia 62 tahun tersebut bekerja sebagai satpam di sebuah pusat perbelanjaan di Kuta.
Menurut hasil wawancara penulis dengan I Wayan Sukadana ( 29 th ), kegiatan membuat katung itu diwarisi semenjak kakeknya yang tinggal di Bukit Ungasan. Kini, setelah ia menetap di Denpasar, ayahnyalah yang melakoni kegiatan ini. Nama ayahnya sebagai pembuat kerajinan katung telah dikenal oleh bayak kalangan terutama di wilayah Kota Denpasar. Bahkan, tempat-tempat seperti di Ubud dan Jimbaran sendiri pernah memesan katung buatan Kicak untuk keperluan ritual ( penyimpanan topeng Rangda ).
Bahan baku pembuatan katung di tempat I Ketut Kicak adalah bambu tutul. Menurutnya, bahan baku ini memiliki kualitas kelenturan dan ketahanan yang baik. Bambu-bambu ini ia dapatkan dari usahanya mencari sendiri ataupun membeli. Setelah bahan-bahan ini dikumpulkan, lalu mulailah proses pengupasan dan penghalusan bambu. Bagian bambu yang digunakan hanyalah bagian daging (inti) bambu. Adapun bagian-bagian katung yang dibuat di rumah Kicak adalah : Tatakan (dasar), Tulang (rangka), Siwer (penguat rangka), badan katung dan tutup katung. Untuk tatakan katung, bahan yang digunakan adalah bambu. Bambu untuk bagian ini, dibelah menjadi bagian yang tebal dan menyesuaikan dengan ukuran dasar katung yang berupa persegi. Khusus katung yang berukuran paling besar, tidak jarang pula ia menggunakan bahan kayu, karena mempertimbangkan kekuatan bahan dan beban yang dimuat dalam katung itu sendiri. Bambu untuk bahan anyaman badan katung dan tutup katung, dibelah sangat tipis dan halus, yang bertujuan mendapatkan kelenturan saat dianyam. Untuk membuat bagian Tulang katung, diperlukan bambu yang dibelah pipih, selebar kurang lebih 2-3 cm menyesuaikan dengan tinggi katung. Sedangkan untuk bagian Siwernya, Kicak lebih mempercayakan bahannya dari rotan. Hal ini dikarenakan rotan dirasa lebih kuat berfungsi sebagai tali penguat daripada bambu, yang jika dikupas terlalu tipis, akan mudah putus.
Setelah katung ini terwujud secara utuh, dilanjutkan dengan proses pemolesan dengan bahan polyture. Hal ini bertujuan untuk mempertahankan keawetan bahan bambu, sekaligus mengkilapkan sehingga tampak bersih. Setelah proses tersebut, lalu diakhiri dengan memasang tali pegangan yang dipasang dari bagian Tatakan, hingga penutupnya. Hal ini dilakukan untuk mempermudah membawa atau mengangkat katung bila hendak dibawa.
Harga katung yang ditawarkan oleh Kicak bervariasi menurut ukuran katung yang diminati. Sebagai contoh, katung yang paling kecil yaitu ukuran 30 cm dengan tinggi 40 cm dihargai Rp. 100.000,00. berbeda lagi dengan ukuran menengah ( 40×60 cm ) dihargai Rp. 150.000,00. Sedangkan ukuran terbesar ( yang biasanya digunakan untuk menyimpan topeng Rangda ) dihargai cukup mahal, yaitu Rp. 800.000,00. Katung tersebut berukuran kurang lebih 100 x 120 cm. Katung-katung tersebut rata-rata mampu diselesaikan dalam waktu 2 hingga 4 minggu, tergantung dari ukurannya. Hal ini dikarenakan Kicak memiliki cukup waktu untuk mengerjakan katung tersebut dan dibantu pula oleh anaknya yang juga berkerja sebagai satpam di tempat ayahnya bekerja.
Tradisi Pembuatan Kerajinan Katung di Br. Batan Buah, Kesiman Petilan selengkapnya
by admin | Oct 26, 2011 | Artikel, Berita
Kiriman: I Gede Suwidnya, Mahasiswa PS. Seni Karawitan ISI Denpasar
Univ Of Malaya merupakan salah satu university megah yang dimiliki oleh Negara Malaysia yang berlokasi di Lembah Pantai 50603 Kuala Lumpur Malaysia. Univ Of Malaya sangat diminati oleh kalangan pelajar dari luar maupun dalam Negeri dan memiliki berbagaimacam vaculty program. Yang salah satunya adalah Cultural Centre (pusat kebudayaan), yang mencakup department of music, department of drama dan department of dance. Dimana salah satu mata kuliah yang diajarkan dalam department of music adalah music “Talempong.”
Di Indonesia Talempong adalah sebuah alat musik pukul tradisional khas suku minang kabau. Bentuknya hamper sama dengan instrument boning dalam perangkat gamelan. Talempong dapat terbuat dari kuningan, namun ada juga terbuat dari batu dan kayu. Talempong berbentuk lingkaran dengan diameter 15-17,7 cm, pada bagian bawahnya berlobang sedangkan pada bagian atasnya terdapat bundaran yang menonjol berdiameter 5 cm sebagai tempat untuk dipukul. Talempong memiliki nada yang berbeda-beda yang bunyinya dihasilkan dari permukaan kayu yang dipukul pada permukaannya (id. Wikipedia.Org/wiki/talempong).
Demikian juga halnya dengan jenis alat musik/gamelan Talempong yang terdapat di Univ Of Malaya. Menurut penuturan Muzaed B (dosen mata kuliah Talempong UM), musik Talempong pertama kalinya di perkenalkan di Univ Of Malaya sekitar tahun 1970/1980-an oleh bapak Rahbani. Ketika muda beliu sempat mengenyam pendidikan di Negara Indonesia selama beberapa tahun dan tertarik serta menekuni musik Talempong. Dan setelah lulus beliu kembali ke Malaysia membawa alat-alat musik Talempong ke Unif Of Malay yang digemari oleh banyak mahasiswa dan pada akhirnya dijadikan sebagai salah satu mata kuliah sampai saat ini.
Instrumen Talempong yang terdapat disini adalah berupa, Talempong pacik, Talempong ria dan Talempong limo. Disini Talempong biasanya disebut dengan “caklempong.” Caklempong Pacik memiliki klasifikasi instrument berupa, pengawinan, batino, jantan, gong yang lazim disebut dengan canang (di Bali disebut dengan reong) dan 1 buah gendang. Tehnik permainan caklempong pacik adalah dengan cara memegang canang, dimana 1 orang pemain memegang 2 buah canang dengan nada yang berbeda dan untuk memudahkan sudah diberikan kode/nomor pada masing-masing canang. Tangan kiri memegang 2 buah canang dan tangan kanan memegang 1 buah pemukul yang terbuat dari kayu dimana setengahnya terlilit oleh tali. Batino berupa nomor ganjil (1-3, dan seterusnya), pengawinan berupa nomor genap (2-4, dan seterusnya), jantan berupa no 5 dan gong berupa no 1. Yang dimainkan dengan tehnik pukulan dengan fariasi yang berbeda antara masing-masing pemain dan instrument gendang sebagai peminpin dan pengatur pola ritma.
Caklempong Ria. Caklempong ria mirip/hampirsama tehnik permainannya dengan caklempong pacik namun yang membedakan adalah semua canang ditempatkan di atas sebuah wadah ( tungguhan di Bali) dan dipukul menggunakan dua tangan, yaitu tangan kiri dan tangan kanan. Sebutan untuk instrumennya juga berbeda, ada yang disebut dengan greteh, tingkah dan sauwa. Pada greteh ada 2 (dua), yaitu greteh 1 (satu) dan greteh 2 (dua). Greteh 1 (satu) susunan nada-nadanya : 1 2 3 4 5 6 b7 7 1. Demikian pula pada greteh 2 (dua) namun greteh 2 (dua) memiliki suara (reng) yang lebih besar. Pada tingkah ada 2 (dua), yaitu tingkah 1 (satu) dan tingkah 2 (dua). Tingkah 1 (satu) susunan nada-nadanya : 7 1 2 3 4 ( b c d e f ). Sedangkan greteh 2 (dua) susunan nada-nadanya : 5 6 b7 7 1 ( g f bflet 7 1 ). Pada sauwa juga ada 2 (dua) yaitu sauwa 1 (satu) dan sauwa 2 (dua), susunan nadanya mirip dengan tingkah namun sauwa nadanya lebih besar daripada tingkah. Adapaun sauwa 1 (satu) susunan nada-nadanya : 7 1 2 3 4 atau 1 2 3 4 5 dan sauwa 2 (dua) susunan nada-nadanya : 5 6 b7 7 1. Nada 1,3,5 jika dipukul bersamaan maka akan menghasilkan satu accord. Sauwa satu dan sauwa dua, tingkah satu dan tingkah dua dimainkan dengan tehnik pukulan yang berbeda. Sebagai instrumen pelengkap biasanya diisi dengan gendang, bangsi dan serunai.
Caklempong Limo. Dalam caklempong limo instrumen yang digunakan adalah berupa 5 buah canang yang dimainkan dengan posisi duduk, sebuah gong berukuran tanggung dan sebuah gendang. Disamping menggunakan gendang, yang biasanya digunankan untuk melengkapi instrumen caklempong disini adalah rebana dan kompang.
Adapun nama-nama lagu dalam caklempong ria adalah :
– Nak Pulang
– Perahu Layar
– Mudik Arau
– Bugi Lamo
– Babendi-bendi
– Ayam Den Lapeh, dll,…
Di Univ Of Malaya mahasiswa yang memilih kelas atau mata kuliah ini adalah kebanyakan perempuan dan sebagai dosen pengajar kami adalah Muzaed B. Saya sebagai seorang mahasiswa yang mengikuti program dari pemerintah (exchange program) wakil dari Institut Seni Indonesia Denpasar merasa bangga dan sangat bersyukur bisa ikut sama-sama belajar dengan teman-teman yang cinta terhadap seni dan budaya warisan leluhur yang harus selalu kita jaga dan kita lestarikan.
Talempong Di Univ Of Malaya selengkapnya
by admin | Oct 25, 2011 | Artikel, Berita
Kiriman Komang Pande Ary Wibawa, Mahasiswa PS Seni Karawitan ISI Denpasar
Lahir ; di Desa Tihingan Kecamatan Banjarangkan Kabupaten Klungkung pada tahun 1938. Beliau adalah seniman karawitan yang serba bisa yang telah mampu mengharumkan desa adat Tihingan Klungkung khususnya dalam bidang seni yaitu seni tabuh atau karawitan. Beliau adalah orang yang penyabar dan banyak disukai banyak orang karena kesabaran dan ketekunan beliau dalam melatih menabuh di masyarakat . Beliau adalah seniman yang tidak pernah sekolah, sejak kecil beliau sudah mewarisi bidang seni atau yang di istilahkan dengan seniman alam tanpa ada yang melatih oleh guru .
I Wayan Kumba adalah anak pertama dari lima bersaudara putra alm I wayan Rayeg. Beliau sudah menekuni bidang seni sejak masih kecil sehingga dengan keahliannya ini maka timbullah ide dari leluhur-leluhur kami, maka dibentuklah kelompok atau sekaa-sekaa gong utamanya sekaa angklung di desa adat Tihingan. Beliau adalah angkatan pertama saat sekaa angklung di desa adat Tihingan di bentuk. Saat di terbentuk kelompok atau sekaa gong atau angklung ini, para penabuhnya umurnya masih relatip muda boleh digolongkan masih tergolong anak-anak. Dengan rasa sabar dan percaya diri para pembina tabuh sekaa ini ,akhirnya lambat laun sekaa ini bisa berjalan dengan lancar. Sehingga hal inipun tersebar sampai ke puri Klungkung yang waktu itu bertahta sebagai raja adalah Ide Idewa Agung bahwa didesa adat Tihingan ada sekaa angklung anak-anak.
Pada akhirnya timbullah ide dari raja Klungkung untuk mengadakan perlombaan seperti istilah sekarang lomba angklung di Kabupaten Klungkung. Dengan adanya perlobaan seperti istilah sekarang Festival angklung maka , rakyat Klungkung menyambut dengan sangat gembira. Dalam hal ini terbukti sekaa gong/ angklung desa adat Tihingan lah pertama kali ditunjuk oleh raja Klungkung untuk dilombakan atau di festipalkan melawan sekaa angklung dari desa adat Kamasan Klungkung. Dari hasil perlombaan atau festipal ini maka sekaa angklung desa adat Tihingan lah yang sebagai pemenangnya. Dengan kemenangan ini , sekaa angklung menjadi terkenal di kabupaten Klungkung dan sekaligus usia para penabuhnya semakin dewasa.
Dengan bertambah dewasanya usia para penabuh ini terutama I Wayan Kumba akhirnya banyak datang tokoh-tokoh masyarakat dari luar desa Tihingan untuk mencari pembina gong atau angklung kedesa adat Tihingan yang tujuannya untuk membina di tempat mereka. Akhirnya beliau ( I Wayan Kumba ) memberanikan diri keluar untuk membina tabuh. Hal ini terbukti beliau pernah membina di kabupaten Tabanan di banjar Gempinis desa Gempinis Kecamatan Selemadeg Kabupaten Tabanan tahun 1956 . Selanjutnya di banjar Dukuh Pulu Kelodan Kecamatan Selemadeg kurang lebih tahun 1958.Setelah itu beliau membina di banjar Dukuh Pulu Kajanan Kecamatan Selemadag tahun 1960 yaitu membina tabuh Pelegongan. Dari Kabupaten Tabanan, dan pada akhirnya sampailah di Klungkung tepatnya di Kecamatan Nusa penida Tepatnya di Banjar Sompang. Di banjar Sompang inilah beliau membina tabuh pearjaan. Dari Nusa Penida pindah lagi ke Nusa Tenggara Barat (Lombok) tepatnya di banjar Tanah Met Danginan Kecamatan Gunung Sari Kabuapaten Lombok Barat. Disana Beliau juga membina Gong Kebyar. Tahun 1962. Di Lombok pun banyak beliau pernah membina gamabelan tetapi kami tidak tahu tempatnya. Akhirnya beliau kembali ke Nusa Penida untuk membina pada tahun 1962 tepatnya di Banjar Semaya . Disana Beliau juga membina Tabuh Pearjaan. Setelah dari banjar Semaya kembali lagi kebanjar Sompang untuk membina tabuh pearjaan dan gong Kebyar. Disanalah beliau membina dengan waktu agak lama dengan membina tabuh pearjaan dan gong Kebyar.
Mungkin Jodoh sudah ditentukan oleh tuhan, pembina yang namanya I Wayan Kumba ini sampai mendapat jodoh disana yaitu mantan penari Arja. Dari hasil Perkawinan ini beliau mempunyai tujuh orang anak diantaranya dua laki-laki dan lima perempuan. Dari tujuh anak yang dimiliki ada tiga anak yang mewarisi bakat orang tuanya diantaranya dua laki –laki dan satu perempuan. Karena terlalu memporsir tenaga untuk membina tabuh di beberapa desa dari tahun 1956 , disampaing usia juga sudah lanjut akhirnya beliau kena serangan penyakit yang menyebabkan beliau sampai meninggal pada tahun 1996 dan kini sudah diupacarakan atau diaben pada tahun 1998. Demikianlah Kisah perjalanan hidup dari I Wayan Kumba (Seniman) yang tak segan –segan mengabdikan ilmu yang dimilki untuk kepentingan orang banyak khususnya seni karawitan.
I Wayan Kumba Tokoh Angklung Dari Tihingan selengkapnya
by admin | Oct 24, 2011 | Artikel, Berita
Kiriman Pande Nyoman Wira Gunartha, Mahasiswa PS. Desain Interior ISI Denpasar.
Gaya adalah suatu ragam cara, rupa, bentuk, dan sebagainya yang bentuknya mengkhusus. Gaya yang diambil dalam Desain interior puri gading Spa and beauty salon ini adalah Gaya Modern. Desain Interior modern berasal dari gerakan modernisme yang dimulai pada abad 20. Modernisme awalnya merupakan desain yang timbul akibat kejenuhan manusia akan bentuk yang rumit seperti ornament, ragam hias, ukiran. Desain-desain modern pada awalnya banyak terinspirasi dari gerakkan kubisme. Oleh karena itu karyanya banyak menghasilkan bentuk desain seperti kubus. Modernisme dipopulerkan oleh Bauhaus. Awalnya modernisme dicemooh oleh seniman dan desainer yang ada namun Amerika memiliki pola pikirnya berbeda. Mereka terbuka akan sebuah gaya desain dan karya seni yang ada. Oleh karena itu desain modernisme lebih banyak ditemui di Amerika dan berkembang pesat.
Dengan sifat efektif dan efisien membuat Amerika cocok dengan gaya modern dan system kepemerintahanya berkembang pesat pada masa itu. Seiring dengan berkembangnya jaman termasuk desain dan karya seni, modernisme pun berkembang menjadi bermacam gaya dan bentuk. Ada yang sebagian diakui dan ada yang tidak diakui. Dari modern asli yang sifatnya berbentuk kubus mulai berubah menggunakan lengkung dan pengetahuan modern yang baru seperti konstruksi yang modern, bentuk yang modern, dan ragam seni yang modern. Kesimpulan Desain interior modern memiliki sifat efektif dan efisien.
Aplikasi Konsep pada Nilai Estetika
Proporsi
Kesan Natural terapi akan dibuat sedemikian rupa sehingga setiap orang dapat merasakan suasana Natural terapi di seluruh area Spa dan Salon, namun jangan sampai mengganggu kenyamaan pengunjung yang datang karena keadaan terlalu dominant. Kesan natural terapi ini dapat ditonjolkan pada permainan dinding, lantai, dan flapon.
Komposisi
Pemilihan fasilitas yang selaras dengan konsep, sangat membantu mempererat karakter konsep. Tetapi peletakannya harus seimbang dengan kebutuhan dan keluasan yang ada di dalam ruangan. Kesan ini dapat ditonjolkan pada fasilitas yang akan digarap, dan setiap fasilitas hendaknya mengikuti ide konsep natural terapi yang berhubungan dengan alam.
Balance atau Keseimbangan
Jenis keseimbangan pada desain interior yang akan di pakai pada desain Puri Gading Spa dan Beauty Salon ini adalah jenis keseimbangan yang asimetris karena nuansa natural edentik dengan air, yang memiliki cipratan air yang luas ke segala arah. Kesan ini dapat di tonjolkan pada pendekatan desain ruang dan bentuk ruang, tetapi tetap memperhatikan unsure logika yang bias diterima oleh akal sehat.
Irama
Untuk menimbulkan kesan yang tidak membosankan, peletakan fasilitas pada Interior dirancang lebih berfariasi, begitu pula dengan desain interiornya, sebisa mungkin setiap tempat memiliki desain yang berbeda supaya tidak menimbulkan kejenuhan. Hal ini dapat dibuat dalam permainan warna dan desain fasilitas yang ada pada setiap ruangan.
Harmoni
Setiap Desain yang dibuat baik interior dan fasilitasnya, hendaknya memiliki kesatuan garis, bentuk, dan warna yang memiliki karakter natural sehingga dapat menimbulkan kesan keselarasan antar ruang. Karena pada suatu desain keselarasann / armoni sangat di perlukan.
Kontras
Pasa Salon dan Spa ini point of interes secara umum akan dipusatkan pada area menicure dan pedicure yang terletak di tengah bangunan. Pada area ini akan ada permainan elemen pembentuk ruang lantai, dinding, dan plafond yang dapat menjadi daya tari perhatian pengunjung.
Aksen
Pada Salon dan Spa ini setiap ruangan akan diberi aksen yang berbeda-beda dan menjadi point of interes pada ruangan tersebut serta harus memiliki karakter alam, yaitu natural terafi. Kesan ini dapat diciptakan melalui penggunaan bahan kayu pada hiasan dinding, dan penggunaan lantai marmer dan batu alam.
Gaya Desain Puri Gading Spa And Beauty Salon selengkapnya
by admin | Oct 23, 2011 | Artikel, Berita
Kiriman I Gusti Putu Adi Putra, Mahasiswa PS. Seni Karawitan ISI Denpasar
Wujud merupakan hasil dari sebuah kekaryaan yang bisa berupa karya seni maupun karya yang lainnya. Sama seperti halnya komposisi karawitan ”Gehgean” ini merupakan sebuah hasil konsep garapan karawitan kreasi yang masih bertitik tolak pada pola-pola karawitan Bali. Pola-pola tradisi tersebut dikembangkan baik dari segi struktur lagu, teknik permainan/motif-motif permainan dengan penataan unsur-unsur musikal seperti : nada, melodi, ritme, tempo, harmoni dan dinamika.
Wujud dari pada karya komposisi kreasi ”Gehgean” ini dapat dibagi menjadi beberapa sub bab, sebagai berikut :
Deskripsi Garapan
Dalam kehidupan sudah barang tentu dihiasi dengan berbagai macam yang ada di dunia ini. Hidup merupakan suatu anugrah yang dilimpahkan dan di karuniai oleh Sang Pencipta. Dalam menjalani kehidupan ini tentu banyak godaan serta rintangan yang menghadang serta menghampiri. Jadi setiap manusia ataupun segala yang ada di dunia ini menginginkan kehidupan yang layak serta penuh dengan kebahagiaan. Akan tetapi manusia di dunia ini mempunyai sifat serta tabiat yang berbeda, sehingga kehidupan manusia di dunia ini bisa dikatakan tidak sempurna seperti apa yang di inginkan. Orang yang normal tentunya belum sepenuhnya sempurna, karena di balik itu semua pasti ada semacam kendala serta sesuatu yang aneh serta sulit di hilangkan. Sama dengan gehgean, ini merupakan suatu penyakit yang paling sulit untuk disembuhkan, dikarenakan rasa kaget dan spontanitas melakukan apa saja diluar kesadaran. Fenomena yang terjadi pada diri penata di transformasikan lewat sebuah karya komposisi musik dalam bentuk tabuh kreasi yang berjudul ”Gehgean”.
Komposisi Karawitan ”Gehgean” ini merupakan sebuah komposisi musik kreasi yang berpedoman pada pola-pola tradisi karawitan Bali. Pola-pola tradisi tersebut dikembangkan baik dari segi struktur lagu, teknik permainan, maupun motif-motif gending dengan penataan serta pengolahan unsur-unsur musikal seperti nada, melodi, irama, ritme, tempo, harmoni, dan dinamika. Dengan demikian unsur- unsur musikal ini akan mampu diolah serta dijadikan sebuah garapan yang berjudul ”Gehgean”.
Analisa Pola Struktur
Garapan komposisi “Gehgean” ini merupakan sebuah komposisi yang berbentuk tabuh kreasi yang berakar atau berangkat dari tradisi yang digarap dengan tanpa meninggalkan pola-pola tradisi. Pada garapan ini struktur dari pada komposisi lagu ini telah mempertimbangkan sesuai dengan alur musikal dari bentuk komposisi musik yang digarap, dimana keseimbangan antara bagian kebagian berikutnya terstruktur dan ditata menjadi satu kesatuan yang saling terkait. Di bawah ini adalah satu alternatif penafsiran yang diwujudkan berupa bagian yang dijabarkan sebagai berikut:
Bagian pertama
Bagian ini merupakan bagian awal garapan dimulai dengan suasana keras dengan diawali memukul dengan motif kebyar yang secara bersamaan dengan motif gegejer dan dilanjutkan dengan mempermainkan melodi dan irama dengan tempo sedang dengan instrumen suling, dan jublag memainkan melodi pokok, sehingga dapat menggambarkan suasana yang mengandung unsur kelembutan. Dengan sistem penotasian sebagai berikut.
Analisa Estetis
Setelah melakukan atau mengalami proses yang cukup panjang serta melelahkan pada akhirnya kaya komposisi kreasi ini dapat terwujud dan dapat diselesaikam tepat pada waktu yang diinginkan, serta layak untuk disajikan sebagai sebuah karya baru yang terlahir dari pemikiran serta ide yang cukup matang. Karya komposisi gehgean ini merupakan sebuah garapan instrumental dalam bentuk tabuh kreasi. Dimana karya komposisi musik ini bertemakan keadaan jiwa. Gehgean bisa dikatakan semacam penyakit yang dimiliki oleh seseorang, namun penyakit tersebut hanya muncul ketika penderitanya merasa kaget dan secara tidak langsung berbuat di luar kesadaran orang tersebut. Seperti ketika terkejut secara tidak langsung mengucapkan sesuatu dan menirukan apa yang dikatakan oleh sesorang yang mengagetkannya.
Hal lain yang paling mendasar untuk dijadikan bahan pertimbangan penata agar garapan itu enak didengar serta memiliki bobot dan pesan khusus yang disampaikan kepada para penikmat dan pada akhirnya garapan itu bisa diterima oleh masyarakat penikmat seni itu sendiri. Serta yang menjadi pertimbangan disini adalah kesatuan dan keutuhan, penonjolan baik dalam bentuk ornamentasi serta nuansa dari garapan itu sendiri, dan penekanan akan nilai- nilai apa saja yang terkandung dalam garapan itu sendiri.
Keutuhan atau Kesatuan ( Unity )
Sebuah karya komposisi karawitan merupakan sesuatu yang ditampilkan ataupun disajikan dalam bentuk utuh, dimana bagian-bagian dari komposisinya terjalin menjadi satu dan terbentuk menjadi sebuah karya musik. Sebuah karya musik yang indah dan utuh dalam keseluruhan strukturnya adalah karya yang tidak ada cacatnya dan tidak ada yang kurang ataupun yang berlebihan. Seperti halnya garapan komposisi tabuh kreasi “Gehgean” ini, antara bagian perbagiannya terjalin menjadi satu kesatuan yang utuh dan saling berkaitan satu sama lain. Artinya masing-masing bagian mempunyai kaitan yang erat dan saling mengisi sehingga menjadi sebuah karya komposisi yang utuh.
Penonjolan atau Penekanan ( Dominance )
Dalam karya seni penonjolan merupakan sesuatu yang dapat memberikan kesan yang berbeda dari setiap karya musik komposisi satu dengan yang lainnya. Sehingga dari setiap penonjolan tersebut mampu membuat hati maupun rasa penikmatnya memberikan penilaian apakah karya itu bagus atau hanya sekedar karya yang berkesan monotun.
Begitu pula dengan karya komposisi tabuh kreasi “Gehgean” ini, penonjolan dilakukan dengan perubahan ritme atau melodi pada masing- masing bagiannya, sehingga ditemukan antara bagian satu dan yang lainnya ada kesan yang berbeda. Hal yang lainnya dapat juga diamati dengan salah satu bentuk yang ditonjolkan pada bagian yang bertempokan lambat dengan ornamentasi permainan yang saling bersahutan sehingga menunjukan kesan gehgean pada bagian ini.
Keseimbangan ( Balance )
Karya komposisi dikatakan indah bila karya komposisi itu enak didengar maupun dinikmati di dalam penyajiannya. Keindahan tersebut ditunjukan dalam rasa maupun estetikanya serta keseimbangan yang ada dalam karya komposisi tersebut.
Keseimbangan yang dimaksudkan merupakan pengaturan bagian bagian strukturnya serta bagaimana perpaduan antara tempo, irama, ritme, serta dinamika yang ada dalam komposisi tersebut, sehingga dalam penyajiannya komposisi tersebut terasa indah untuk dinikmati.
Wujud Garapan Karawitan Gehgean selengkapnya