Analisa Semiotika Terhadap Iklan Televisi PT Garuda Indonesia Airline

Analisa Semiotika Terhadap Iklan Televisi PT Garuda Indonesia Airline

Analisa Semiotika Terhadap Lokalitas    Potensi Budaya Lokal Dalam Desain Iklan Televisi PT Garuda Indonesia Airline Dari Tahun 1990- 2009

Oleh : Alit Kumala Dewi, S.Sn ( Ketua) dan I Nyoman Larry Julianto, S.Sn     (Anggota)

Ringkasan Penelitian Dosen Muda Biaya DIPA 2009

Iklan televisi telah menjadi komoditas masyarakat. Kehadirannya bahkan telah menjelma menjadi kekuatan baru yang mampu menyulap khalayak untuk secara suka rela melakukan apa yang diinginkan para produsen dan kreator iklan memerlukan kreatifitas dan ide-ide yang inovatif sehingga  karyanya dapat diterima dengan baik oleh komunikan. Salah satu iklan yang berhasil memadukan dampak komersial dan sosial budaya adalah iklan televisi PT Garuda Indonesia Airline.

Hampir di setiap iklan PT. Garuda Indonesia Airline, terlihat jelas bahwa para creator iklan berupaya dengan sungguh-sungguh untuk meramu cita rasa lokal, dengan mengangkat image dan potensi budaya lokal Indonesia. Dengan memanfaatkan potensi budaya lokal dan kesenian tradisional sebagai sumber energi kreatif penciptaan karya desain iklan televisi, maka keunikan yang dimunculkan dari lokalitas budaya lokal berikut masyarakat pendukungnya akan memberikan kontribusi positif bagi perkembangan jagat periklanan Indonesia

Tujuan dari penelitian ini adalah mampu menganalisi  iklan televisi dari PT. Garuda Indonesia  Airline tahun1999-2009 dengan menggunakan teori semiotika dan mampu  menjelaskan strategi kreatif yang dipilih pada wujud iklan televisi tersebut

Hasil  pembahasan yang diperoleh dari ketiga iklan komersil di atas yakni, iklan Garuda Indonesia Airline versi menuju Bali-Indonesia (1991), versi anniversary 60 th dan versi wayang kulit, pesan yang terdapat pada ketiga iklan komersil di atas dapat dianalisis menurut Saussure untuk melihat makna konotatif dan makna denotatif, menurut Roland Barthes yakni menggunakan kode Semantik, kode Narasi, dan kode Kebudayaan, penggunaan kode-kode tersebut berdasarkan  tanda verbal dan tanda visual, tanda verbal didekati dari ragam  bahasa, gaya penulisan, tema dan pengertian yang didapatkan, dan tanda visual menurut C.S Peirce dapat dilihat dari cara menggambarkannya, apakah secara ikonis, indeksikal, atau simbolis.

Kesimpulan yang diperoleh  bahwa  iklan televisi dari PT. Garuda Indonesia lebih banyak memakai simbol-simbol kebudayaan, hal itu dilakukan agar  mampu  membangkitkan rasa tertarik sehingga dapat menimbulkan stimulus dan reaksi pada target sasaran (khalayak ramai)

Pendro II

Pendro II

oleh: I Made Arnawa, SSKar., M.Sn. dan Tri Haryanto, S.Kar., M.Si.

Pendro II, merupakan pengembangan dari Pendro I, hasil dari karya Pendro I memberikan inspirasi baru tentang hasil Tone yang merupakan penggabungan dari gamelan yang berlaras Pelog dan Slendro. Dari hasil Tone tersebut telah dibuatkan satu gamelan baru yang disebut dengan gamelan Pendro, dengan gamelan baru ini penata mempergunakannya untuk membuat karya baru dengan judul Pendro II.

Dari hasil karya-karya sebelumnya, masih menggunakan dua gamelan yang berbeda dalam satu sajian karya, seperti karya yang berjudul “Merajut Tali Keragaman”, menggunakan berbagai gamelan, namun tidak dapat menyatu dalam penyajiannya. Dari fungsi gamelan masih menunjukkan karakteristik gamelan dari masing-masing barungan itu sendiri. Kemudian dalam Pendro I telah dicoba untuk menggabungkan dua gamelan yang berbeda laras dengan satu kesatuan karya, hasil dari penggabungan itu muncul laras (Tone) baru, dan hasil Tone baru itu telah kami buat gamelan baru dengan Tone yang dihasilkan tersebut. Dari gamelan baru ini diharapkan dapat memberikan nuansa musikal baru, dengan menggunakan berbagai teori estetika yang baru pula memungkinkan muncul karya-karya baru yang lebih inovatif.

Dasar dari penciptaan ini, selain dari pengalaman penata dalam berkarya, juga dari berbagai acuan karya yang seirama dengan konsep karya Pendro II yaitu Rekaman CD “Pendro I” karya I Made Arnawa (2004). “Clapping Music” (1972) dan “Tehilim” (1979) karya Steve Reich.

Wujud garapan di sajikan dalam bentuk dan struktur serta Tekstur. Bentuk dan struktur masih ada kaitannya dengan bentuk struktur tradisi. Kemudian untuk bahasa musikalitasnya disebut dengan tekstur. Tekstur yang penata maksudkan dalam garapan Pendro II adalah bahasa musikalitas yang terbentuk dari konsep Mayatupatus. Mayatupatus adalah angka-angka yang tertera dalam Pengider Bhuwana sebuah lontar gamelan Bali yang sudah dialihbahasakan oleh I Made Bandem. Ma= lima (5), Ya= sanga (9), Tu= pitu (7), Pa= papat (4), Tus = kutus (8). Angka-angka 59748 inilah yang menjadi roh garapan Pendro II.

Untuk penotasian, kami buat dengan sistem notasi yang telah biasa dipergunakan dalam sistem penotasian di Bali, yaitu menggunakan simbol penganggen aksara Bali. Notasi Bali (ding-dong) pelog tujuh nada disejajarkan dengan Notasi Kepatihan (Jawa/Surakarta) dan Notasi Diatonis seperti dalam tabel berikut.

Pada gamelan Pendro, hanya terdapat empat nada yaitu nada 4 (dong), 5 (deng), 7 (dung), dan  1 (dang). Perlu disampaikan di sini bahwa laras dalam gamelan Pendro terdiri dari laras pelog (dung dan dang) dan slendro (dong dan deng) yang terbagi dalam empat nada.

Kata Kunci: Pendro, Bentuk dan Struktur, Tekstur

Pendro II Selengkapnya

Studi Pemanfaatan Karya Seni Lukis Sebagai Penunjang Pembelajaran Bahasa Inggris

Studi Pemanfaatan Karya Seni Lukis Sebagai Penunjang Pembelajaran Bahasa Inggris

Studi Pemanfaatan Karya Seni Lukis Sebagai Penunjang Pembelajaran Bahasa Inggris Yang Efektif Dan Efisien  Di Fakultas Seni Rupa Dan Desain Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar

Oleh: Ni Kadek Dwiyani

Dibiayai Oleh DIPA ISI Denpasar 2009

Abstrak: Dalam proses belajar mengajar yang efektif dan efisien dalam pengajaran Bahasa Inggris perlu diperhatikan pengunaan alat-alat bantu dalam menyampaikan materi yang agak kompleks dalam penyajian sehingga peserta didik dalam ini mahasiswa akan lebih tertarik mengikuti proses perkuliahan.

Hal lain yang harus diperhatikan adalah keberadaaan peserta didik  yang memiliki latar belakang pengetahuan seni akan lebih mudah jika menggunakan alat bantu yang dipergunakan menggunakan media terdekat yang mereka ketahui, sehingga dalam melakukan analisis akan karya seni, mereka tidak merasa terlalu asing dengan alat bantu yang ada. Khususnya dalam penelitian tindakan kelas untuk pembelajaran bahasa Inggris seni, frekuensi pemberian bahan latihan yang lebih banyak akan mendorong mahasiswa peserta didik terbiasa untuk mengembangan kemampuannya berbahasa, terutama dalam meningkatkan penguasaan tata  bahasa dan juga perbendaharaan kata/ kosakata, sehingga mereka akan menjadi lebih aktif dalam menyampaikan ide dan gagasan mereka baik dala bahasa tulisan maupun bahasa lisan.

Proses penelitian mengenai studi pemanfaatan karya seni lukis sebagai penunjang pembelajaran Bahasa Inggris yang efektif dan efisien di Fakultas Seni Rupa dan Desain ISI Denpasar dilakukan melalui dua tahap pelaksanaan peneltian tindakan kelas yang dibagi dalam waktu 3 bulan untuk setiap tahapan dengan melaksanakan kombinasi antara 4 kemampuan dasar dalam bahasa Inggris yang dikenal dengan istilah speaking (keterampilan membaca), reading (keterampilan membaca), listening (keterampilan mendengar), dan writing (keterampilan menulis). Proses pembelajaran dengan menggunakan metode penggabungan keempat dasar keterampilan bahasa Inggris ini disebut dengan Integrative Skills.

Gusmiati Suid Sang Maestro Tari I

Gusmiati Suid Sang Maestro Tari I

Oleh: Wardizal, Dosen PS Seni Karawitan

Gusmiati Suid, lahir pada tanggal 16 Agustus 1942 di dusun Parak Jua Batu Sangkar, Sumatera Barat. Tumbuh dan dibesarkan oleh pasangan guru sekolah dalam alam dan adat Minang serta ajaran Islam yang kokoh. Sejak usia 4 tahun, Gusmiati Suid sudah harus berlatih fisik dengan keras dan disiplin diri yang tinggi, karena ia satu-satunya turunan untuk meneruskan garis Silat Kumango supaya tidak punah. Berlatih keras dengan disiplin tinggi adalah sebuah keharusan dalam silat. Manakala Gusmiati lalai, ia harus rela berjam-jam berdiri di tengah empang keluarga. Pada suatu ketika diceritakan, Gusmiati cilik baru saja pulang dari menjenguk keluarga di kampung sebelah. Tiba di rumah sang mamak (paman) galak bertanya, “berapa banyak pohon yang ia lalui di jalan?”. Gagap menjawab pertanyaan pelik itu, Gusmiati cilik tahu apa yang harus ia lakukan; berjam-jam menempatkan diri di tengah empang. Begitulah sang mamak mengajarkan sari ajaran “Alam Takambang Jadi Guru,” mengenali lingkungan dengan teliti, bekerja keras dan membentuk disiplin diri.  Bagi Gusmiati, tak pernah ada jalan pintas, tak ada anugerah yang jatuh dari langit. Setiap prestasi dan keberhasilan, hanya bisa diperoleh dengan kerja keras, perjuangan tak henti, dan disiplin diri yang tinggi.

Sebagaimana gadis desa di Minang pada umumnya, sejak kecil Gusmiati rajin pergi ke surau (tempat ibadah) untuk belajar mengaji, bersembahyang, memperdalam pengetahuan dan pemahamannya akan hukum dan ajaran Islam. Ketika tumbuh menjadi remaja, Gusmiati mulai belajar tari Melayu dan menjadi guru. Bergabung dengan Hoeriah Adam (pembaharu tari Minang), serta melanjutkan pendidikan di Akademi Seni Karawitan Indonesia (ASKI) Padang Panjang.  Tetapi, komitmenya kepada silat, tari Minang, dan nilai-nilai tradisi tak pernah pudar. Gusmiati mencintai tradisi tetapi tidak melihatnya sebagai barang mati. Tradisi itu baginya tumbuh dan berkembang  sesuai dengan tempat dan masanya, sesuai dengan petuah Minang Alam Takambang Jadi Guru, Dimana Bumi Dipijak Disitu Langit Dijunjung, atau Sakali Aia Gadang Sakali Tapian Barubah. Melalui perjuangan keras dan keyakinan diri, puteri Asiah dan Said Gasssim itu berhasil membentuk diri menjadi penata tari yang handal dan memiliki harga diri dengan rasa cinta yang mendalam kepada bangsa, negeri dan kemanusiaan, bukan hanya ditingkat nasional tetapi juga dalam pergauluan antar bangsa.

Gusmiati Suid Sang Maestro Tari I selengkapnya

Pesan Non Verbal Iklan Produk Komputer Pada Media Cetak

Pesan Non Verbal Iklan Produk Komputer Pada Media Cetak

Oleh : Ni Ketut Pande Sarjani, S.Sn

Dibiayai Dipa ISI Denpasar 2009

Ringkasan Penelitian

Komputer pribadi mulai banyak digunakan sebagai alat bantu  menulis sekitar tahun 80-an, perkembangan perangkat kumputer dari berbagai produsen  semakin pesat. Ini  terjadi kerena     komputer dapat meringankan dan mempercepat pekerjaan manusia. Mulai dari pekerjaan sederhana seperti pengetikan naskah sampai pada pekerjaan yang rumit menjadi lebih cepat dan mudah bila diselesaikan dengan komputer. Produsen merek-merek terkenal semakin gencar mencari temuan-temuan  dan terobosan-terobosan baru dalam rangka  peningkatan kwalitas dan keunggulan produknya. Berbagai media promosi pun digunakan untuk memperkenalkan produk mereka, salah satunya adalah iklan pada media cetak. Pemasangan sebuah iklan suatu produk pada perinsipnya adalah suatu pengenalan dari produsen ke konsumen tentang keunggulan produknya, untuk  dapat merangsang  atau mempengaruhi sikap konsumen agar membeli produk yang ditawarkan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, yang menjadi ukuran keberhasilan  marketing melalui sebuah iklan adalah  banyaknya jumlah konsumen yang terpengaruh dan terangsang untuk membeli produk yang ditawarkan.  Untuk mendukung keberhasilan ini dibutuhkan sebuah iklan yang mengandung nilai “Komunikatif”.  Usaha produsen dalam mempengaruhi konsumen agar membeli  suatu produk melalui sebuah iklan dalam media cetak pada prinsipnya  memanfaatkan pesan verbal dan nonverbal. Pesan verbal menggunakan kata-kata yang mempresentasikan berbagai aspek realitas, sedangkan non verbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata.  Kehadiran pesan  nonverbal dalam sebuah iklan sangat membantu produsen dalam menyampaikan keunggulan produknya  ke konsumen, merangsang konsumen untuk tertarik dan membeli produk yang ditawarkan.  Pesan nonverbal  pada sebuah iklan sebagian besar disampaikan dengan bahasa objek berupa  gambar atau ilustrasi. Pesan  nonverbal yang  diungkapkan dalam sebuah iklan  dapat berfungsi untuk mengulangi ungkapan dari pesan verbalnya serta bersifat melengkapi arti pesan verbal. Pesan verbal akan kurang komunikatif jika tanpa ada sebuah gambar yang mendukung atau memeperjelas ungkapan  pesan verbal dalam sebuah iklan.  Dan  pesan nonverbal pada iklan jelas sekali terasa peranannya.  Melalui pengulangan (repetisi) dan penegasan oleh pesan nonverbal,  melahirkan iklan yang komunikatif dan mampu membangkitkan keinginan konsumen untuk membeli suatu produk yang ditawarkan..

Kajian Penerapan Konsep Logo Branding Bali   Pada Media Promosi  Dinas Pariwisata Bali 2008

Kajian Penerapan Konsep Logo Branding Bali Pada Media Promosi Dinas Pariwisata Bali 2008

Oleh: Ni Luh Desi In Diana Sari, S.Sn, dan Nyoman Larry Julianto, S.Sn

dosen PS Desain Komunikasi Visual,

Ringkasan Penelitian Dibiyayai Dipa.Isi. Denpasar

Bali kaya akan keaneka ragaman seni dan budayanya berupaya untuk selalu dapat bersaing dikancah dunia pariwisata baik lokal maupun internasional. Dimana salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah melalui Dinas Pariwisata Bali, dengan mengapresiasikan salah satu kearifan lokal budaya Bali berupa tagline “ Bali Shanti, Shanti, Shanti ” yang mengandung arti damai dalam bentuk logo branding Bali sebagai destination branding ditengah gempuran brand dari kompetitor (daerah-daerah di Indonesia maupun negara-negara di Dunia) yang menawarkan sesuatu yang artifisial, namun branding Bali menggali dari kristalisasi kearifan lokal nilai-nilai kehidupan masyarakat Pulau Dewata Bali, dimana dalam kehidupan ini sejatinya kita semua hanya ingin mencapai Shanti yaitu kedamaian. Inilah sejatinya roh spritual -magis masyarakat Bali dengan harapan global agar perdamaian Bali tergema di seluruh penjuru Dunia. Dengan kearifan lokal yang bervisi global itulah diharapkan branding Bali mampu sebagai pendorong daya tarik bagi wisatawan dan investor untuk datang ke Bali. Ketika wisatawan dan investor datang ke Bali, mereka merasakan kedamaian, baik dalam menikmati keindahan alam, seni budaya, maupun spiritual, dan juga kedamaian investasi. Sehingga secara umum branding Bali diharapkan akan meningkatkan daya saing Bali. Pada titik inilah branding Bali bukan hanya untuk pariwisata melainkan diharapkan mampu menginspirasi semua elemen masyarakat Bali agar bisa satu visi dan misi dalam membangun Bali ke depan. Bali bukan untuk pariwisata tapi pariwisata itulah untuk Bali. Dimana konsep ini dituangkan pada berbagai wujud media promosi yang digunakan oleh pemerintah untuk mempromosikan Bali kepada wisatawan, melalui penerapan elemen – elemen layout yang terdiri dari elemen visual, elemen teks, dan invisible elemen ilustrasi, kedalam sebuah lay out dengan mengacu pada prinsip layout yang mampu mewakili makna yang dikandung dalam konsep logo branding Bali.

Kata Kunci : Media Promosi, Logo Branding Bali, elemen dan prinsip layout

Loading...