Desain Peralatan Kerja Secara Ergonomis Menurunkan Keluhan Kerja

Desain Peralatan Kerja Secara Ergonomis Menurunkan Keluhan Kerja

Desain Peralatan Kerja Secara Ergonomis Menurunkan Keluhan Kerja dan meningkatkan Produktivitas Pembuat Minyak Kelapa Tradisional Di Kecamatan Dawan KlungkungOleh: Drs. I Made Gede Arimbawa, M.Sn, Drs I Made Radiawan, M.Erg, Drs. I Nengah Sudika Negara, A. Gde Bagus Udayana, S.Sn.,M.Si

Dibiayai dengan Dana Penelitian Hibah Bersaing 2009

Ringkasan

Usaha pembuatan minyak kelapa di Kecamatan Dawan merupakan kelompok industri rumah tangga (home industry) di pedesaan, berskala kecil (small scale industry) dengan sistem produksi bersifat tradisional. Ditinjau dari sudut ergonomi, ternyata para pembuat minyak kelapa dalam menjalankan usaha tersebut sering mengalami keluhan kerja, seperti: (a) beban kerja berlebihan, (b) mengalami keluhan muskuloskeletal dan (c) kelelahan. Salah satu penyebabnya adalah desain peralatan kerja yang digunakan selama ini umumnya tidak ergonomis. Sebagai dampak yang ditimbulkan dari kondisi kerja tersebut secara tidak langsung mengakibatkan produktivitas kerja para pembuat minyak kelapa relatif rendah. Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu diupayakan agar para pembuat minyak kelapa di Kecamatan Dawan Klungkung dalam proses pembuatan minyak kelapa menggunakan peralatan kerja yang didesain atau diredesain secara ergonomis.

Berdasarkan hasil pendataan yang dilakukan pada penelitian hibah bersaing anggaran tahun ke I (pertama), ternyata rerata umur para pembuat minyak kelapa di Kecamatan Dawan, Klungkung sebesar 36,86± 5,55 tahun dan termasuk kategori usia produktif, karena berada  antara umur 15 sampai dengan 60 tahun. Berdasarkan analisis statistik deskriptif mengenai denyut nadi istirahat 22 orang para pembuat minyak kelapa yang dilibatkan sebagai subjek penelitian ini, ditemukan nilai rerata denyut nadi istirahat dengan menggunakan peralatan kerja tradisional didapat sebesar 71,09±2,25 denyut/menit,  rerata denyut nadi kerja dalam satu siklus pembuatan minyak kelapa sebesar 108,49±0,95 denyut/ menit, rerata skor keluhan muskuloskeletal didapat sebesar 49,38±1,42, dan rerata skor kelelahan didapat sebesar 65,55±1,66, serta nilai rerata produktivitas kerja didapat sebesar 35,86 ± 1,09 liter/butir.menit.

Jadi dari hasil penelitian mengenai kondisi kerja para pembuat minyak kelapa dengan menggunakan peralatan kerja tradisional, umumnya mengalami keluhan kerja, seperti: beban kerja termasuk kategori sedang, mengalami keluhan muskuloskeletal dan kelelahan, sehingga mengakibatkan produktivitas kerja yang rendah. Oleh sebab itu, maka pada penelitian hibah tahun ke II (kedua) akan dilakukan eksperimen desain peralatan kerja pembuatan minyak kelapa secara ergonomis dengan pendekatan sistemik, holistik interdisiplin, dan partisipatori serta pemberian solusi dengan pendekatan teknologi tepat guna. Dalam mendesain peralatan kerja tersebut melibatkan partisipasi dari para pekerja, ahli dalam mesin produksi, para desainer, dan ergonom, sehingga diharapkan dapat dihasilkan desain peralatan kerja pembuatan minyak kelapa yang ergonomis dan sesuai dengan kondisi pekerja yang fatual serta dapat berkelanjutandan. Hasil eksperimen tersebut nantinya digunakan sebagai perlakuan dalam penelitian hibah bersaing pada anggaran tahun ke III. Untuk mengetahui tingkat keberhasilannya dianalisis dengan statistik uji t-paired, pada taraf signifikansi 5% (α = 0,05)

Tranformasi Penciptaan Seni Lukis Bali, Sebuah Kajian Seni Murni Tahun 2009

Tranformasi Penciptaan Seni Lukis Bali, Sebuah Kajian Seni Murni Tahun 2009

Oleh: A.A. Gde Bagus Udayana, Anak Agung Rai Kalam, Dw. Md. Pastika, dan A.A. Gde Ngurah TY

Fakultas Seni Rupa Dan Desain Isi Denpasar

Abstrak Penelitian Hibah Bersaing 2009

Transformasi penciptaan seni lukis di Bali telah berkembang melalui suatu rentetan perubahan dan pergeseran dalam rentang tertentu, faktor-faktor penciptaan menjadi ciri utama perubahan, jaman prasejarah Bali, jaman Hindu (Hindu Bali, Bali Kuno, Hindu Jawa), pengaruh Majapahit, kemudian oleh kontak dengan Barat.

Zaman Bali kuno dikemukakan dalam bentuk gambar rerajahan, gambar geometris, simbul-simbul. Ciptaan seni lukis Bali masa kontak dan pengaruh Majapahit ditemukan dalam bentuk ornamen-ornamen bangunan, gambar wayang, lukisan Kamasan,  dengan ciri-ciri kekhasan, tidak berubah, memperlihatkan jati diri (identitas), memperlihatkan ke-Bali-annya, kemudian  jaman modern sekaligus memperlihatkan jati diri pelukisnya akibat pengaruh ciptaan seni lukis Barat oleh pelukis Anak Agung Gde Sobrat, Gusti Nyoman Lempad, Ida Bagus Made, Ida Bagus Gelgel, Gusti Deblog, dan sebagainya. Muncul kelompok Seni Lukis Bali Modern-Pithamaha. Penciptaan seni setelah kemerdekaan (1945) munculnya pendidikan tinggi di Perguruan Tinggi Fakultas / Jurusan Seni Rupa Unud tahun 1965 di Bali tahun 2004 bersama STSI ditingkatkan menjadi ISI Denpasar, penciptaan seni lukis Bali dalam bentuk “Seni Lukis Bali Modern-Akademik”. Para Sarjana Seni baik lokal maupun luar, tema-tema Bali dituangkan dengan konsep-konsep pendidikan tinggi Barat yang bercorak pribadi. Dekade tahun 1970-1980 adanya masa globalisasi, dengan berbagai corak dari Barat, naturalis, rialis, inpresionis, suryalis, kubis, dadais, abstrak dan membuka tabir sejarah transformasi penciptaan Seni Lukis Bali baru, dalam bentuk “Seni Lukis Bali Modern-Universal”.

Tujuan penelitian Transformasi Penciptaan Seni Lukis Bali ini untuk mengidentifikasi kualitas konsep-konsep nilai-nilai ide atau konsep penciptaan dan elemen estetika yang berkembang sehingga identifikasi dan kualitas dinilai bagaimana perkembangan yang tumbuh dalam seni lukis Bali baik dari keberagamannya maupun arah yang perlu ditempuh di masa depan.

Metode penelitian, mengambil lokasi yang menyebar pada wilayah-wilayah seluruh Bali yang diwakili oleh kabupaten-kabupaten dan kotamadya di Bali, besar sampel 90 buah karya seni lukis obyek sampel penelitian serta  menetapkan klasifikasi 5 (lima) perkembangan bentuk seni lukis Bali, tersebar di seluruh Bali secara acak.

Klasifikasi penciptaan dibedakan dalam 5 (lima) kelompok wujud karya dijadikan sampel penilaian. Dari 90 (100%) data sampel didapat hasil bahwa: (1) Seni Lukis Bali Kuno-Lama sebanyak 11 (12,2%); (2) Seni Lukis Bali Klasik-Tradisional sebanyak 16 (17,8%); (3) Seni Lukis Bali Modern-Pithamaha sebanyak 23 (25,6%); (4) Seni Lukis Bali Modern-Akademik sebanyak 27 (30,0%); (5) Seni Lukis Bali Modern-Universal sebanyak 13 (14,4%).

Dari segi jumlah penyebaran terlihat Kabupaten Gianyar jumlah aktivitas penciptaan seni lukis di dapat paling banyak, sebanyak 30 (33,3%), Kotamadya Denpasar 20 (22,2%), Kabupaten Klungkung 10 (11,1%), Kabupaten Badung dan Buleleng masing-masing 8 (8,9%), selanjutnya Kabupaten Tabanan dan Karangasem 4 (4,4%).

Dari data sebaran rekapitulasi penilaian 90 sampel karya-karya penciptaan seni lukis Bali tahun 2009 ini (Laporan Penelitian, tabel 5.3.3) disimpulkan hasil kumulatif sebesar 1576 poin (70,04%), sehingga hasil penilaian dapat dikatakan baik. Dengan hasil predikat baik berarti bahwa Transformasi Penciptaan Seni Lukis Bali yang berkembang saat ini dipandang dapat meneruskan citra dan identitas ke-Bali-annya.

Kata Kunci : Transformasi, Penciptaan, Seni Lukis

Studi Eksistensi Gerabah Tradisional Sebagai Warisan Budaya Di Bali

Studi Eksistensi Gerabah Tradisional Sebagai Warisan Budaya Di Bali

Oleh : I Wayan Mudra, I Ketut Muka,  Ni Made Rai Sunarini

Program Studi Seni Kriya Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar

Ringkasan Penelitian Biaya DIPA ISI Denpasar 2010

Permasalahan dari penelitian ini adalah beberapa sentra kerajinan gerabah di Bali dari waktu kewaktu semakin berkurang. Kondisi ini disebabkan oleh berbagai faktor yang perlu dicari penyebabnya untuk mengambil tindakan lebih lanjut. Kami  sebagai peneliti dan sekaligus memiliki disiplin ilmu yang terkait dengan bidang ini merasa khawatir suatu saat kerajinan gerabah hanya tinggal kenangan. Penelitian ini menggunakan pendekatan diskriftif kualitatif, bertujuan menjelaskan eksistensi gerabah tradisional sebagai warisan budaya di Bali. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan dokumentasi melalui pemotretan. Sumber data penelitian adalah perajin gerabah dan produk gerbah Bali. Penentuan sumber data perajin sebagai informan kunci dan produk dari masing-masing sentra dilakukan dengan metode sampel dengan mempertimbangkan tingkat kompetensinya.

Penelitian ini menunjukkan bahwa beberapa pembuatan kerajinan gerabah tradisional Bali masih tetap eksis dan beberapa sentra tetap eksis namun tidak menunjukkan perkembangan yang signifikan. Sentra-sentra kerajinan gerabah yang masih eksis saat ini di Bali antara lain :

Kerajinan gerabah di Banjar Basangtamiang.Desa Kapal Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung.

Kerajinan gerabah di Banjar Basangtamiang masih tetap eksis dengan produk yang dibuat beragam antara lain untuk kebutuhan upakara Agama Hindu, kebutuhan rumah tangga, maupun untuk benda-benda hias. Produk-produk tersebut dipasarkan untuk kebutuhan masyarakat umum dan kebutuhan hotel. Teknik pembentukan yang diterapkan perajin adalah teknik putar “ngenyun” dengan alat yang disebut “pengenyunan/lilidan” dan teknik cetak menggunakan bahan kayu. Pembakaran gerabah dilakukan dengan tungku bak pada ruang tertutup. Di banjar ini sebagian besar penduduknya hidup sebagai perajin gerabah. Eksisnya kerajinan gerabah di tempat ini terkait dengan mitos yang dipercaya masyarakat setempat.

Makalah Studi Eksistensi Gerabah Tradisional Sebagai Warisan Budaya Di Bali selengkapnya

Analisis Struktur Gending Tangis (Bagian  Kawitan sampai Pangipuk)

Analisis Struktur Gending Tangis (Bagian Kawitan sampai Pangipuk)

Oleh I Wayan Suharta Dosen PS Seni Karawitan ISI Denpasar

Gambelan Palegongan mempunyai bentuk dan struktur gending yang biasanya diintikan oleh tiga bagian penting, yaitu ; pangawak, pangecet, dan pakaad. Setelah adanya ketiga bagian inti tersebut kemudian dilengkapi dengan beberapa bagian lain sebagai perbendaharaan susunan tari yang diiringi. Bagian-bagian gending yang dimaksud  seperti ; pengalihan atau gineman, pangawit, gabor bapang, lalonggoran, pangipuk, batel, batel maya, pangetog, pamalpal dan tangis (Proyek Pengembangan Sarana Wisata Budaya Bali, 1974/1975 : 37).

Berdasarkan uraian di atas, dapat memberikan gambaran yang jelas untuk menganalisa Gending Tangis secara lengkap. Menurut komposisinya, bagian-bagian yang menyusun Gending Tangis terdiri dari : 1) kawitan, 2) pangawak, 3) pangecet,      4) pangrangrang, 5) pangipuk, 6) gabor, 7) batel, 8) bapang, 9) pakaad, dan 10) bapang pesiat. Untuk lebih jelasnya, lihat pada lampiran notasi gending.

1) Kawitan

Kawitan (pangawit) adalah melodi awal untuk memulai gending yang dilakukan oleh permainan gender rambat. Apabila dilihat dari nada-nada yang menyusunnya, kawitan Gending Tangis terdiri dari 16 matra, masing-masing matra terdiri dari empat ketukan atau empat peniti penyacah. Keseluruhan dari kawitannya terdiri dari 14 ketukan, empat peniti jegogan, sekali gong dan belum ada peniti jublag. Pukulan kendang baik lanang maupun wadon turun pada akhir matra ke-12 dan selesai pada akhir matra ke-16.

2)  Pangawak

Pangawak berasal dari kata awak (bahasa Bali), dalam bahasa Indonesia sama dengan badan, merupakan bagian utama atau inti dari sebuah gending. Melalui pangawak orang dapat mengetahui ukuran dari sebuah gending, baik yang disebut tabuh pisan, tabuh dua maupun tabuh telu. Dilihat dari melodi yang menyusunnya, pangawak Gending Tangis memiliki melodi yang terpanjang dibandingkan dengan bentuk-bentuk melodi yang menyusunnya. Dalam satu palet atau satu gong, terdiri dari ; 16 baris atau 16 pada, meliputi ; 256 peniti panyacah, 64 peniti jublag, 16 peniti jegogan dan tiga kali pukulan kemong. Pukulan kemong jatuh pada setiap 64 peniti panyacah, atau setiap 16 kali pukulan jublag atau setiap empat kali pukulan jegogan, sampai pada finalis          satu gongan. Berdasarkan analisa pangawak ini, maka dapat diketahui bahwa Gending Tangis memiliki ukuran tabuh telu, karena terdapatnya tiga kali pukulan kemong dalam satu gong.

Analisis Struktur Gending Tangis (Bagian  Kawitan sampai Pangipuk) selengkapnya

Kajian Visual Baliho Caleg Pemilu 2009 Di Kota Denpasar

Kajian Visual Baliho Caleg Pemilu 2009 Di Kota Denpasar

Oleh Ni Ketut Rini Astuti

Dibiayai oleh DIPA ISI Denpasar

Abstrak penelitian

Keberadaan desain komunikasi visual sangat lekat dengan hidup dan kehidupan kita sehari-hari. Ia tak bisa lepas dari sejarah manusia. Karena ia merupakan salah satu usaha manusia untuk meningkatkan kualitas hidup.

Desain komunikasi visual sangat akrab dengan kehidupan manusia. Ia merupakan representasi sosial budaya masyarakat, dan salah satu manifestasi kebudayaan yang berwujud produk dari nilai-nilai yang berlaku pada waktu tertentu. Ia merupakan kebudayaan yang benar-benar dihayati, bukan kebudayaan dalam arti sekumpulan sisa bentuk, warna, dan gerak masa lalu yang kini dikagumi sebagai benda asing terlepas dari diri manusia yang mengamatinya.

Menurut Widagdo (1993:31) desain komunikasi visual dalam pengertian modern adalah desain yang dihasilkan dari rasionalitas. Dilandasi pengetahuan, bersifat rasional, dan pragmatis. Jagat desain komunikasi visual senantiasa dinamis, penuh gerak, dan perubahan. Hal itu karena peradaban dan ilmu pengetahuan modern memungkinkan lahirnya industrialisasi. Sebagai produk kebudayaan yang terkait dengan sistem sosial dan ekonomi, desain komunikasi visual juga berhadapan pada konsekuensi sebagai produk massal dan konsumsi massa.

Terkait dengan itu, T. Sutanto (2005:15-16) menyatakan, desain komunikasi visual senantiasa berhubungan dengan penampilan rupa yang dapat dicerap orang banyak dengan pikiran maupun perasaannya. Rupa yang mengandung pengertian atau makna, karakter serta suasana, yang mampu dipahami (diraba dan dirasakan) oleh khalayak umum atau terbatas. Dalam pandangan Sanyoto (2006:8) desain komunikasi visual memiliki pengertian secara menyeluruh, yaitu rancangan sarana komunikasi yang bersifat kasat mata.

Desain Interior Spa Sapana Di Ubud Dengan Konsep Melukat

Desain Interior Spa Sapana Di Ubud Dengan Konsep Melukat

Oleh: Ida Ayu Dyah Maharani, I Kadek Dwi Noorwatha, dan I Nyoman Adi Tiaga

Penelitian Dibiayai Dari Dana DIPA ISI Denpasar 2009

Ringkasan

Perkembangan kehidupan terutama di perkotaan kini dituntut untuk semakin aktif dalam bekerja demi memenuhi kebutuhan hidup.  Akibat disibukkan oleh berbagai pekerjaan, rasa lelah dan jenuh semakin sering dirasakan.  Sebagai salah satu upaya untuk menetralisir permasalahan tersebut, berbagai upaya dilakukan.  Diantaranya mencari hal-hal yang dianggap menarik, santai, fresh dan bisa menghibur, dengan harapan dapat mengembalikan energi dan semangat baru untuk dapat melanjutkan pekerjaan dan kegiatan pada hari-hari berikutnya.  Salah satu kegiatan atau tempat yang bisa dijadikan pilihan adalah dengan melakukan perawatan tubuh di spa.  Perawatan tubuh seperti ini bahkan telah menjadi gaya hidup, terutama bagi kaum wanita yang selalu aktif dalam pekerjaan dan kesibukannya dalam kesehariannya.  Hal inilah yang melatarbelakangi perkembangan munculnya spa-spa khususnya di kota-kota besar, termasuk di pulau Bali.

Pemilihan konsep hendaknya selalu berhubungan dengan sifat dan tujuan dari aktivitas yang diwadahi suatu ruang interior yang akan didesain.  Sesuai dengan konsep yang digunakan dalam desain ini, yaitu melukat, maka pelayanan yang ditawarkan adalah pelayanan perawatan dari ujung rambut hingga ujung kepala.  Karena dalam melukat, pembersihan diri secara fisik yang dilakukan adalah keseluruhan badan dengan mengguyur atau merendam badan secara keseluruhan, walaupun sebenarnya pembersihan yang dilakukan adalah demi mensucian secara rohani.  Selain pembersihan diri secara fisik, maka spa ini juga akan menawarkan pembersihan diri secara rohani.  Sehingga dalam desainnya akan ditempatkan suatu sonasi khusus untuk tempat beryoga dan bermeditasi.

Spa Sapana dengan konsep melukat ini mengambil lokasi di lahan Restauran Bridge Café di kecamatan Ubud – Gianyar.  Atau dengan kata lain merupakan pengalihfungsian lahan yang semula merupakan lokasi restauran (café) menjadi lokasi bangunan spa yang menjadi obyek penciptaan.  Lokasi ini dipilih karena mudah dijangkau, dekat dengan sumber air (sungai Campuhan) yang notabene sesuai dengan konsep melukat yang selalu menggunakan air sebagai media mensucikan diri, dan juga masih dikelilingi areal tebing dan persawahan yang bisa menjadi potensi untuk dimanfaatkan.

Metode atau proses penciptaan desain interior spa ini tentu disamakan dengan proses desain, dengan menggunakan metode glass box yaitu cara menganalisa data secara sistematik untuk kemudian diwujudkan dalam bentuk desain.  Jadi, desainer berfikir seperti komputer tapi bukan sebagai mesin komputer.  Sedangkan sisi kreatif imajinatif dengan berbagai lompatan emosional menggunakan metode black box.  Sedangkan terdapat beberapa tahapan yang dilalui dalam mendesain spa Sapana ini yaitu pre design, design dan post design.

Ketika mendesain lay out interior yang sesuai dengan tuntutan aktivitas spa Sapana dilakukan dengan mengelompokkan jenis pelayanan, aktivitas, sifat ruang, hubungan ruang dan organisasi ruang yang merupakan satu bagian runtutan aktivitas pelayanan sehingga bisa lebih terorganisir.  Pada denah bagian depan sebagai area yang menawarkan pelayanan perawatan seputar kepala, denah bagian tengah adalah area yang menawarkan pelayanan perawatan seputar tubuh dan denah bagian belakang adalah area penyegaran jiwa.  Selain itu ruang interior juga harus dapat menampung segala kebutuhan dan kegiatan pelaku aktivitas yang sesuai dengan fungsinya sebagai spa dapat dilakukan dengan mengatur besaran ruangnya yang sesuai dengan jumlah civitas, jenis aktivitas, sonasi dan sirkulasi yang terjadi di dalamnya.  Urut-urutan pembagian ruang dari ruangan yang bersifat publik sampai dengan yang bersifat privat didesain untuk mendapatkan sistem pelayanan yang optimal.

Kata kunci : spa, melukat, segar jiwa & raga

Loading...