Nawa Swara: Gamelan Sistem Sembilan Nada Dalam Satu Gembyang

Nawa Swara: Gamelan Sistem Sembilan Nada Dalam Satu Gembyang

Oleh: Hendra Santosa, dan Wardizal

Ringkasan Penelitian Hibah Bersaing 2007

Nada dan tangga nada, merupakan salah satu unsur yang paling mendasar dari sebuah musik. Nada dan tangga nada musi dari berbagai suku bangsa di dunia memiliki identitas, karakter, dan keunikan tersendiri. Ilmu pengetahun yang berkembang dewasa ini membedakan tangga nada musik menjadi dua yaitu pentatonis (lima nada) dan diatonis (7 nada). Secara umum, masing-masing tangga nada  yang ada terdiri dari tujuh nada dalam satu oktaf. Jika dilakukan pengamatan secara cermat dan teliti, terdapat fakta dan kemungkinan lain dalam sebuah bentuk tangga nada terdiri dari sembilan nada dalam satu oktaf.

Konsep sembilan nada dalam satu oktaf pernah dirumuskan oleh dua orang musikolog Indonesia yaitu Raden Mahyar Angga Kusumadinata dan R. Hardjo Subroto. Pada gamelan Bali hal tersebut tersirat dalam lontar Prakempa. Konsep musikal yang sesungguhnya menarik ini, belum pernah diteliti dan dilakukan pengkajian yang mendalam. Dalam konteks inilah, Nawa Swara (sistem nada pada gamelan dengan menggunakan sembilan nada dalam satu oktaf);  sebagai suatu bentuk penelitian terapan dilakukan.

Tujuan Jangka panjang penelitian ini adalah membuat sebuah model gamelan dengan sistem sembilan nada dalam satu oktaf. Jika penelitian dapat diwujudkan, akan memberikan kosntribusi yang sangat signifikan dalam menunjang kreativitas seniman karawitan. Penelitian ini diperkirakan akan memakan waktu antara tiga tahun dengan masing-masing capaian setiap tahunnya berupa sebuah model instrumen gamelan.

Penelitian terapan ini dilakukan dengan menggunakan metode observasi lapangan untuk mencari nada dasar. Metode observasi kepustakaan untuk menelaah hasil-hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dengan interval nada. Metode observasi laboratorium yang menggunakan sofware Nuendo H2O serta Plug in RMIV untuk mencari sampler nada dan interval. Hasil yang didapat, kemudian direalisasikan dalam bentuk instrumen yang terbuat dari kayu, dan selanjutnya diujicobakan dalam bentuk praktis berkarawitan.

Pada tahun pertama penelitian ini telah dihasilkan sebuah model virtual nada-nada yang terdapat pada sistem sembilan nada dengan cara menaikan setengah nada pada interval panjang yang terdapat dalam gamelan Jawa laras pelog 7 nada, yaitu nada 3+ dan 7+, sehingga nada-nada yang terdapat dalam sistem sembilan nada berdasarkan notasi kepatihan adalah 1, 2, 3, 3+, 4, 5, 6 7, dan 7+. Penelitian pada tahun pertama ini telah ditemukan pula bukti baru tentang sistem laras 10 nada yaitu dengan cara menaikan setengah nada pada interval nada yang terdapat dalam gamelan Jawa laras slendro yaitu 1+, 2+, 3+, 5+, dan 6+, sehingga sistem 10 nada dalam laras selendro berdasarkan notasi kepatihan adalah 1, 1+, 2, 2+, 3, 3+, 5, 5+, 6, 6+.

Jika penelitian ini mendapat perpanjangan untuk tahun kedua dan ketiga, maka pada tahun kedua, akan diwujudkan dengan pembuatan model/prototipe gamelan 9 nada (Nawa Swara) yang dilanjutkan dengan berbagai percobaan memainkan ensambel gamelan untuk mencari teknik dan juga eksplorasi yang lebih jauh lagi. Pada tahun ketiga gamelan ini akan didesiminasikan dan ditawarkan ke sanggar-sanggar yang ada di Denpasar dan juga pada masyarakat luas untuk pengenalan dan penyebaran gamelan dengan sistem sembilan nada.

Pengembangan Modifikasi Bentuk Pisau Di Desa Penatih (kajian bentuk, fungsi dan makna)

Pengembangan Modifikasi Bentuk Pisau Di Desa Penatih (kajian bentuk, fungsi dan makna)

Oleh: I Made Gerya, S.Sn

Ringkasan Penelitian biaya DIPA ISI Denpasar Tahun 2009

Pengembangan modifikasi bentuk pisau di Desa Penatih, sangat dipengaruhi oleh budaya globalisasi sesuai dengan spirit zamannya. Tuntutan budaya semakin maju juga diimbangi oleh para pengrajin pande besi dengan bakal pendidikan formal maupun non formal dan pertumbuhan ilmu pengetahuan dan seni. Begitu juga seni kerajinan pisau juga mengalami perubahan bentuk, fungsi dan maknanya di masyarakat.

Pengrajin pisau di Desa Penatih yang dihasilkan sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakatnya. Perkembangan awalnya pisau rumah tangga, hadir dalam bentuk sederhana polos dengan tehnik tradisional yang penampilannya agak kasar. Fungsinya memegang peranan penting pada masa itu yang lebih menekankan estetik terapan, artinya bentuk mengikuti fungsinya. Pisau memiliki makna fisik, religius dan seni berguna untuk memenuhi kebutuhan kehidupan masyarakat sehari-hari.

Perkembangan selanjutnya pisau di modifikasi bentuknya sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat secara lahir dan bathin untuk memenuhi tersebut bentuk pisau tidak hanya menekankan bentuk terapan, namun mulai muncul bentuk-bentuk pisau bersifat efisien dan fungsional (gaya modern), maupun bentuk-bentuk pisau kontemporer segi fungsi telah berkembang menuju segi pisik, personal, ekonomi, sosial budayanya. Maksudnya juga berkembang dari makna religius, estetika, ekonomi, kemanusiaan sesuai dengan sepirit zamannya.

Kata kunci : Modifikasi bentuk pisau dari aspek bentuk, fungsi dan maknanya.

Kerajinan Logam Kuningan di Kabupaten Klungkung

Kerajinan Logam Kuningan di Kabupaten Klungkung

Oleh I Made Berata (Dosen PS Kriya Seni)

Aktitivitas membuat kerajinan dengan bahan logam/logam kuningan tidak hanya digeluti oleh masyarakat desa Kamasan, namun juga ditekuni oleh masyarakat desa Budaga. Secara geografis desa Budaga terletak di bagian barat Kecamatan Klungkung berimpitan dengan kota Semarapura. Dari segi fisik kondisi alamnya yang datar dan terjal nampak keindahan laskap persawahan dari kejauhan, tengarai kesejukan dan kedamain. Desa yang sunyi terasa jauh dari kebisingan aktivitas kota, tetapi kebisingan melantun dari entakan-entakan palu/hamer sebagai petanda kesibukan masyarakatnya membuat kerajinan logam.

Desa Budaga merupakan salah satu desa sentra seni kerajinan, yang telah mengembangkan seni kerajinan  logam kuningan secara turun temurun. hampir sebagian besar masyarakat di desa ini bermatapencaharian sebagai perajin,  untuk memenuhi kebutuhan  perekonominya.  Beraneka bentuk  produk telah dihasilkan baik produk untuk sarana upacara agama, maupun bentuk produk yang berfungsi sebagai hiasan. Awal perkembangan kerajinan logam kuningan ini, membuat peralatan untuk sarana upacara keagamaan seperti Genta, tempat bija (tempat beras suci), tempat tirta (air Suci) dan bermacam senjata nawasanga sebagai perlengkapan upacara yang disesuaikan dengan tempatnya dalam pengider buana, dipergunakan di pura atau pemerajan.

Seiring berjalannya waktu dan berkembangnya pariwisata di Bali, perajin didesa Budaga sangat kreatif dalam mengembangkan bentuk-bentuk produk baru yang lebih inovatif. Sekarang ini di desa Budaga berkembang bentuk produk berupa bola mimpi (Dream Ball). Bola mimpi dimaksud adalah produk yang bentuknya menyerupai bola berbunyi nyaring terdengar  dari gesekan butir-butir pelor timah yang ada didalamnya. Terciptanya bentuk produk dream ball, berawal dari adanya pesanan seorang pengusaha dari Perancis kepada seorang perajin bernama Pande I Nengah Patra. Produk ini  digunakan sebagai pernak pernik pohon natal.  Saat ini telah terjadi pengembangan bentuk dan fungsi produk. Produk ini dibuat disamping berfungsi sebagai hiasan, juga dibuat sebagai asesoris seperti anting-anting, leontin, gelang dan gantungan kunci. Selain itu, pergeseran fungsipun tidak dapat di pungkiri terhadap benda-benda pelengkap sarana upacara dalam agama Hindu seperti genta, berubah fungsi menjadi bel di Gereja, bel pintu perumahan, dan alat musik.

Kerajinan Logam Kuningan di Kabupaten Klungkung selengkapnya

Instrumen dan Teknik Instrumentasi Gamelan Pegongan

Instrumen dan Teknik Instrumentasi Gamelan Pegongan

Oleh: I Gede Yudartha (dosen PS Seni Karawitan)

Gong Gede menurut Pande Made Sukerta (1998:57) adalah salah satu perangkat gamelan yang terbesar diantara perangkat gamelan Bali yang ada, baik dilihat dari jumlah tungguhannya, Larasan maupun ukuran ukuran masing-masing tungguhannya. Sebagai sebuah orkestrasi, gamelan Gong Gede memiliki karakteristik yang agung, hidmat dan kokoh yang mana hal tersebut ditambah dengan adanya dominasi instrumen perkusi didalamnya.

Secara fisik gamelan ini didominasi oleh instrumen berbilah dan berpencon dengan ukuran yang terbesar sampai instrumen kecil. Dari instrumen-instrumen yang terdapat didalamnya dilihat dari fungsinya masing-masing dapat dikelompokan sebagai instrumen melodis, instrumen garap, pemurba irama dan instrumen pengatur matra. Yang dapat dikelompokkan sebagai instrumen melodis adalah terompong ageng dan terompong barangan, gangse jongkok, jublag, penyacah dan jegogan. Instrumen yang tergolong instrumen garap adalah riyong, bonang, dan ceng-ceng kopyak. Sebagai pemurba irama adalah kendang sedangkan instrumen pengatur matra atau struktur adalah bebende, kempur, kempli dan gong.

Dari berbagai instrumen melodis yang terdapat dalam barungan Gong Gede, terdapat pula berberapa teknik yang dipakai dalam memainkan instrumen. Gangse Jongkok sebagai ciri khas gamelan ini terdiri dari tiga bagian yaitu Gangse Jongkok Penunggal. Gangse Jongkok Pengangkep Ageng dan Gangse Jongkok Pengangkep Alit. Pada instrumen Gangsa Jongkok Penunggal dan Pengangkep Ageng teknik yang dipergunakan adalah teknik keklenyongan yaitu sebuah teknik permainan instrumen dengan memainkan melodi-melodi pokoknya saja. Walaupun terdapat persamaan dalam teknik pukulan, namun dari kedua instrumen terdapat perbedaan dimana perbandingan pukulannya adalah dalam 1 pukulan Penunggal terdapat 2 pukulan Pengangkep Ageng. Adapun teknik yang dimainkan dalam pengangkep alit disebut dengan intil-intil. Disamping instrumen tersebut di atas, yang termasuk dalam kelompok ini adalah berupa instrumen yang bilahnya tergantung diantaranya penyacah, jublag dan jegogan dimana masing-masing instrumen tersebut juga dimainkan secara bertingkat dimana terdapat perbandingan 1 pukulan jegogan sama dengan 4 pukulan Jublag, sedangkan 1 pukulan jublag sama dengan 4 pukulan penyacah.

Instrumen dan Teknik Instrumentasi Gamelan Pegongan selengkapnya

Kerajinan Logam di Kabupaten Klungkung

Kerajinan Logam di Kabupaten Klungkung

Oleh: I Made Berata (dosen PS Kriya Seni)

Seni kerajinan logam merupakan salah satu ekspresi budaya masyarakat Bali yang telah ditekuni sejak  zaman Bali kuna. Aktivitas rutinitas membuat kerajinan logam ini termuat dalam prasasti Bulian yang tersimpan di Desa Banu Bwah, mencatat beberapa peralatan yang terbuat diri bahan logam seperti  kris (keris), wadung (kapak), linggis (alat pencongkel), lukai (sabit), sasap (semacam tajak), dan zirah (Kurug). Bahkan dalam prasasti juga dimuat  pande mas, pande besi, dan pande tembaga. (Tista, 1986: 99). Keterampilan membuat kerajinan logam ini, adalah warisan leluhur yang  pada saat ini masih ditekuni oleh perajin yang keberadaannya tersebar di daerah pedesaan atau kecamatan yang ada di Bali. Salah satunya adalah Kabupaten Klungkung terabadikan perajin-perajin yang memiliki keterampilan membuat kerajinan dari bahan logam.

Secara garis besar seni kerajinan logam di daerah Klungkung terdiri dari kerajinan pande besi, kerajinan kuningan serta kerajinan mas dan perak. Kerajinan pande besi  lebih banyak memproduksi produk perlengkapan peralatan rumah tangga. Namun ada juga beberapa pande besi di daerah Kusamba kecamatan Dawan Klungkung yang khusus memproduksi keris. Sementara untuk kerajinan kuningan, mas dan perak lebih banyak berkembang di daerah Kamasan, dan desa Budaga.  Macam dan jenis produk yang dihasilkan beraneka ragam.  Khususnya di lingkungan  Banjar Pande desa Kamasan, perajin lebih banyak memproduksi produk kerajinan perak berupa peralatan upacara keagamaan seperti, bokor, sangku, wanci, payung pagut, dan lain-lain.

Daerah-daerah yang merupakan sentra seni kerajinan logam dan industri-industri kecil lainnya, telah memberikan sumbangan  esensial bagi pengayaan dan pelestarian identitas budaya bangsa. Seni kerajinan logam sebagai ungkapan kreativitas budaya masyarakat telah memberikan  peluang bagi masyarakat di daerah Klungkung untuk bergerak, mencipta, memelihara, menularkan, dan mengembangkan keahliannya, dengan menciptakan bentuk-bentuk produk baru. Produk-produk kerajinan yang diproduksi sebagian besar diperuntukkan untuk sarana upacara adat  keagamaan.

Kerajinan Logam di Kabupaten Klungkung selengkapnya

Unsur-Unsur Seni Rupa

Unsur-Unsur Seni Rupa

Oleh: I Made Suparta, Dosen PS Kriya Seni ISI Denpasar

Secara umum orang tidak akan tertariknya kalau melihat suatu karya kriya membahas tentang unsur, karena unsur adalah bagian terkecil dari sesuatu yang membentuk kesatuan sistem. Berbeda dengan orang/kelompok pragmatis, formal, dan sruktural, karena berasumsi suatu karya dilihat karena adanya unsur-unsur yang membentuk. Sebagai praktisi sekaligus pendidik dibidang seni, unsur adalah hal yang sangat diperlukan untuk memberi dan mendukung suatu obyek. Dalam pembentukan suatu struktur pada karya seni kriya/ ukiran, dalam unsur yang terkecil dapat dijadikan identitas suatu bentuk atau motif.

Bentuk adalah bagian yang paling sukar dan rumit diantara empat elemen yang menunjang terjadinya sebuah karya seni rupa. Namun demikian, Plato membedakan bentuk itu; antara bentuk yang relatif dan yang absolut. Bentuk relatif yang dimaksudkan adalah perwujudan yang perbandingan maupun keindahannya terkait atau dikaitkan pada hakikat bentuk-bentuk alam dan merupakan tiruannya. Sedangkan bentuk absolut adalah suatu abstraksi yang terdiri dari garis lurus, lengkung yang dihasilkan lewat perentara atau tidak, serta bentuk-bentuk di alam, tiga dimensional.  Dan sesuai dengan pengrtian dan sifat yang dimilikinya, maka bentuk ada dua macam yaitu yang arsitektural dan bentuk simbolik ”abstrak dan absolut” (Herbert Read, terj. Soedarso, 2000: 27).

1.  Garis

Garis adalah hubungan dua titik/jejek-jejak titik yang bersambungan atau berderet. Dalam gambar, garis adalah aktual/nyata. Dalam seni lukis/patung, garis bersifat maya atau berupa kesan karakter garis tergantung pada alat dan bahan yang digunakan seperti: karakter garis dengan pensil berbeda dengan goresan kapur, begitu pula tekanan tangan dalam menggores. Dalam seni kriya garis bisa didapat dengan berbagai teknik pahatan dan cawian. Garis yang  tampak pada pahatan bisa berbentuk  garis lurus, lengkung, mendatar, zigzag, keras ataupun tipis.

Garis adalah unsur yang paling penting/elementer dalam seni rupa. Garis adalah hubungan dua buah titik atau jejak-jejak titik yang bersambungan atau berderet yang dapat menghasilkan irama. Secara historis jenis seni rupa yang menggunakan garis (kontur)  ada di gua-gua yang bertolak dari keinginan untuk menggaris.  Pedoman yang kuat dan ampuh bagi seni, dan buat kehidupan ini, adalah bahwa makin tajam, nyata, dan kuat garis batasnya, makin sempurna karya seninya.

Pada  seni kriya garis dalam ornamen bersifat aktual atau nyata, sedangkan dalam pahatan/ukiran garis tersebut bersifat maya atau berupa kesan. Kesan garis terjadi karena adanya pertemuan dua permukan atau sisi dalam bentuk. Secara fisik garis yang dimunculkan akibat pahatan/ukiran menjadi karakter tersendiri sesuai dengan yang dikehendaki atau memang merupakan karakter pembuatnya.     Arah jejak dan jarak garis dapat berupa garis lurus, lengkung, zig-zag, vertikal, horisontal, ikal, dan vertikal.

Unsur-Unsur Seni Rupa Selengkapnya

Loading...