by admin | Jun 8, 2010 | Artikel, Berita
Oleh: A.A.Ayu Kusuma Arini, SST.,MSi
Menurut John Coast dalam bukunya Dancing Out of Bali, tahun 1950 Lotering tidak bersedia lagi mengajarkan Legong di Peliatan. Maka semenjak itu muncul pengajar perempuan Gusti Made Sengog yang berasal dari Peliatan. Dalam buku tersebut juga dipaparkan Coast tentang kesan pertamanya melihat Sengog yang digambarkan sebagai wanita yang telah berumur dengan rambut mulai memutih yang tebal bergelombang. Demikian pula bibirnya kemerahan karena terus menerus mengunyah sirih.
Menurut cerita, ada yang mengatakan bahwa ilmu tari diperolehnya melalui wahyu Hyang Widhi. Sejak usia dini Sengog sebagai guru tari yag autodidak secara alami. Namun ada kemungkinan pengetahuannya didapatkan secara langsung ketika tinggal di rumah kakak perempuannya Gusti Putu Gianyar yang bersuamikan pengajar Legong terkenal Dewa Ketut Belacing dari Sukawati pada jaman A.A.Rai Perit. Sengog mendapat kesempatan melihat dan menyimak pengajaran tari Legong yang sempurna oleh kakak iparnya. Ada kemungkinan ia ikut aktif belajar dan bahkan mendapat tugas membantu mengajar. Jadi pada dasarnya Sengog menjadi ahli karena terus mengikuti proses pembelajaran dan pertunjukan Legong. Di samping itu ditambah daya kreatifnya yang alami serta daya ingatnya yang tinggi (Bulan Trisna, 2007: 20).
Waktu muda sebelum mengajar tari di puri Peliatan, konon ia sering meninggalkan rumah untuk pergi mengajar ke desa-desa lainnya, termasuk Seririt di Bali Utara. Ada saja orang datang menjemputnya, kadangkala dengan mobil atau berjalan kaki. Seperti umumnya seniman Bali, kesehariannya selain mengajar tari adalah bertani. Diwaktu senggangnya, Sengog sering ke ladangnya yang kecil untuk melihat perkembangan tanamannya serta membersihkan tumput dan pepohonan. Sebagai wanita Bali, ia rajin membuat banten (sesajian) untuk berbagai keperluan upacara dilingkungan keluarga dan banjar di desanya. Sengog kemudian bersama-sama Mandera berperan besar dalam mengembangkan Legong Peliatan yang memiliki identitas tersendiri.
Gusti Made Sengog selengkapnya
by admin | Jun 7, 2010 | Artikel, Berita
Oleh: Drs. Olih Solihat Karso, M.Sn
Elemen Pembentuk Ruang
Elemen Pembentuk Ruang adalah struktur wadah ruang kegiatan diidentifikasikan sebagai lantai, dinding, dan langit-langit/Plafond yang menjadi satu kesatuan struktur dalam sehari-hari. Elemen pembentuk ruang terdiri dari :
Lantai; Selain berfungsi sebagai penutup ruang bagian bawah, lantai berfungsi sebagai pendukung beban dan benda-benda yang ada diatasnya seperti perabot,manusia sebagai civitas ruang, dengan demikian dituntut agar selalu memikul beban mati atau beban hidup berlalu lalang diatasnya serta hal-hal lain yang ditumpahkan diatasnya.(Mangunwijaya, 1980 : 329). Dalam kelangsungan kegiatan, pemilihan jenis pelapis lantai akan ditinjau dari macam atau jenis kegiatannya, dan pada umumnya dikenal beberapa klasifikasi dari penyelesaian lantai seperti berikut: untuk lantai keras sifat pemakaian lebih baik dan banyak menguntungkan, karena pembersihan yang mudah. Sedangkan lantai yang jenisnya medium lebih bersifat hati-hati. Syarat-syarat bentuk lantai antara lain: (1) Kuat, lantai harus dapat menahan beban, (2), Mudah dibersihkan, (3) Fungsi utama lantai adalah sebagai penutup ruang bagian bawah. lainnya adalah untuk mendukung beban-beban yang ada di dalam ruang. (Ching,1996)
Dinding; dinding bangunan dari segi fisika bangunan memiliki fungsi antara lain :
1) Fungsi pemikul beban di atasnya, dinding harus kuat bertahan terhadap 3 kekuatan pokok yaitu tekanan horizotal, tekanan vertikal, beban vertikal dan daya tekuk akibat beban vertikal tersebut.
2) Fungsi pembatas ruangan, pembatasan menyangkut penglihatan, sehingga manusia terlindung dari pandangan langsung, biasanya berhubungan dengan kepentingan–kepentingan pribadi atau khusus. (Mangunwijaya, 1980 : 339)
Dasar Dasar Desain Interior Pelayanan Umum I selengkapnya
by admin | Jun 7, 2010 | Artikel, Berita
Oleh: Drs. I Wayan Gulendra M.Sn
Warna
Warna merupakan elemen yang sangat penting dalam seni lukis, karena warna sebagai efek cahaya yang memberi kesan pada mata, sehingga dapat menghadirkan karakter dari suatu bentuk yang secara psikologis mempengaruhi perasaan. Sebagai mana yang diungkapkan oleh Darmaprawira (2002: 32-34) bahwa:
Warna dapat mempengaruhi jiwa manusia dengan kuat atau dapat mempengaruhi emosi manusia. Warna dapat pula menggambarkan suasana hati. Keluarbiasaan warna terletak dalam hal kesederhanaan dan kesenangan emosional, bukan perenungan rasional, kenyataan, dan fakta-fakta yang disederhanakan, dikebiri atau dihilangkan sama sekali. Pada kondisi normal manusia itu menyukai warna. Mereka memiliki reaksi terhadap warna. Ada suasana hati yang diasosiasikan dengan lingkungan yang cerah, hujan atau mendung, gembira atau membosankan.
Dalam hal ini dapat dikatakan, bahwa warna sebagai elemen dalam seni lukis untuk membangun kesan yang dapat mempengaruhi suasana perasaan, di mana kehadiran warna sangat penting untuk menambah nilai estetik dan artistik dalam satu kesatuan karya yang diciptakan. Apabila diperhatikan setiap individu memiliki emosi yang berbeda-beda, hal tersebut sangat tergantung terhadap sensitivitas seseorang terhadap warna. Maka pilihan-pilihan selera warna yang berbeda-beda merupakan wujud dari ekspresi dan karakter dari setiap individu. Pemilihan warna dan prosedur artistik merupakan masalah utama yang harus diperhitungkan dalam proses penciptaan karya seni lukis. Ketika warna dipandang sebagai material, maka dalam pengekspresiaannya akan melibatkan keterampilan teknik sesuai dengan kebutuhan artistik untuk mewujudkan ide-ide berdasar pada konsep yang telah ditentukan. Dalam proses perwujudan karya seni lukis, penulis memanfaatkan unsur-unsur warna sebagai simbol perbedaan karena dalam hal ini warna mempunyai peranan untuk menampilkan karakter yang diharapkan, sehingga dapat mewakili pesan ide dalam karya seni lukis.
Pengertian Warna dan Tekstur Selengkapnya
by admin | Jun 3, 2010 | Artikel, Berita
Oleh: A.A.Ayu Kusuma Arini, SST.,MSi
Untuk mengetahui asal mula tari legong gaya Peliatan dapat diuraikan sebagai berikut. Sebelum tahun 1928, kesenian Legong dibina dan diayomi oleh Puri Agung Peliatan. Menurut Babad Dalem Sukawati, kehidupan berkesenian di Puri Peliatan dan Puri Tegalalang dipengaruhi oleh Puri Sukawati karena masih ada hubungan keluarga. Demikian halnya dengan tarian Legong yang muncul di Sukawati pada awal abad XIX, di Puri Agung Peliatan juga terdapat tarian Legong namun lebih dahulu hidup di Puri Tegalalang. Fungsi tari Legong pada jaman itu sebagai huburan raja-raja. Di samping itu menurut pengakuan A.A.Gde Mandera (alm), tari Legong terus menerus diajarkan karena merupakan dasar tari Bali untuk karakter perempuan (Wawancara dengan Oka Dalem, 17 Mei 2009).
Setelah misi kesenian Bali yang diwakili oleh gong Peliatan kembali dari Paris tahun 1931 dalam Colonial Exhibition dibawah pimpinan Cokorda Gede Sukawati dan A.A.Gde Mandera, maka kehidupan kesenian Peliatan berkedudukan di Puri Kaleran di rumah A.A.Gde Mandera. Semenjak itu kemasyuran tari Legong merebak ke mancanegara menjadi salah satu jenis tari Bali yang paling elok, seiring dimulainya pelayaran kapal-kapal pesiar Belanda yang menandai awal bisnis pariwisata di Bali.
Beberapa tahun berselang para peneliti dan budayawan Eropa berdatangan ke Bali untuk mendokumentasikan kebudayaan Bali. Usaha mereka membuahkan berbagai buku dan film tentang kebudayaan Bali terutama seni pertunjukannya. Satu diantaranya yakni Covarrubias sangat tertarik dengan kelincahan gerakan tari Legong sehingga dibuat sketsa secara lengkap dalam buku Island of Bali.
Asal mula Legong Peliatan selengkapnya
by admin | Jun 2, 2010 | Artikel, Berita
Oleh: Komang Dharma Santhika, Mahasiswa PS Seni Karawitan
Bagi seseorang yang digolongkan ke dalam kelompok komposer, melakukan kreativitas merupakan sesuatu yang amat penting bagi dirinya. Ia akan merasa kehidupannya lebih hidup hanya dengan berkreativitas. Sebaliknya, ia akan merasa kehidupannya menjadi hampa tanpa berkreativitas. Kreativitas dilakukan dalam rangka mewujudkan potensinya, untuk mewujudkan dirinya, untuk berkembang dan menjadi matang, serta untuk mengungkapkan dan mengaktifkan semua kapasitas dalam dirinya, sehingga dengan demikian ia akan dapat menemukan jati dirinya sebagai seorang komposer.
Umumnya di dalam berkreativitas, hal pertama yang menjadi keinginan batiniah seorang komposer adalah ingin mengolah inspirasi. Inspirasi yang diperoleh menyebabkan gerak hati, sehingga terjadi proses kreasi dan merupakan kekuatan yang memelihara proses penciptaan. Setiap komposer memiliki metode tersendiri untuk meningkatkan ketrampilan, ketajaman musikal, dan daya kreatif yang mendukung proses penciptaan.
Menurut Primadi, kreativitas adalah kemampuan manusia yang dapat membantu kemampuan-kemampuan yang lain, hingga secara keseluruhan dapat mengintegrasikan rangsangan luar dengan rangsangan dalam, sehingga tercipta suatu kebulatan yang baru. Pernyataan tersebut menjelaskan, bahwa manusia pada dasarnya memiliki respon terhadap peristiwa yang terjadi untuk berbuat sesuatu dengan kemampuan kreatifnya, sehingga tercipta sesuatu yang baru, misalnya : pikiran-pikiran baru, penemuan-penemuan baru, dan lain sebagainya. Rangsangan luar yang mempengaruhi seorang komponis untuk melakukan proses kreativitas berupa peristiwa atau situasi tertentu yang mengilhaminya, kemudian mendapat rangsangan dari dalam berupa rangsangan ide/gagasan, merumuskan konsep, dan menghasilkan karya musik melalui proses penciptaan.
Kreativitas dan Komposer selengkapnya
by admin | Jun 1, 2010 | Artikel, Berita
Oleh: I Nyoman Sudiana, SSKar., M.Si, I Gede Yudarta, SSKar., M.Si, dan I Gede Mawan, SSn
Secara umum gamelan Gambang di Bali diperkirakan muncul pada abad IX-X Masehi, dimana hal tersebut dapat dibuktikan dari adanya data-data sejarah dan Prasasti yang memiliki angka tahun pada abad tersebut. Namun demikian, prihal keberadaan gamelan Gambang di Desa Tumbak Bayuh hingga kini belum dapat dipastikan keberadaannya yang mana hal ini disebabkan oleh kurangnya data-data tertulis maupun fakta atau bukti fisik lainnya seperti, prasasti, lontar, maupun tulisan-tulisan lainnya yang dapat dijadikan bukti otentik tentang keberadaannya.
Menurut penuturan I Made Langsih (wawancara tanggal, 26 Juli 2009) selaku klian Gambang di Banjar Gunung Jeroan Desa Tumbak Bayuh, diceritakan bahwa, pada jaman dahulu ada seorang petani miskin yang sangat tekun mengerjakan tanahnya di wilayah Pesawahan Mengening. Sawahnya ini terletak dipinggir hutan yang luasnya sekitar 2 hektar. Pada saat menggarap lahan pertaniannya tersebut setiap akan istirahat untuk makan siang atau sekedar melepaskan lelahnya, petani itu pergi ke hutan tersebut.
Pada suatu hari, ketika ia sedang berteduh di hutan tersebut, ia dijumpai oleh seorang wanita yang belum pernah dikenalnya. Wanita itu menawarkan seperangkat gambelan bambu dengan harga dua ratus dua puluh lima kepeng (satak selae kepeng). Dengan uang sebanyak itu, kembalilah petani itu menemui wanita tadi. Setelah tawar-menawar, wanita penjual gambelan tersebut tidak mau melepaskan gambelannya kalau tidak seharga yang diberitahukan tadi, yaitu seharga dua ratus dua puluh lima kepeng. Teringatlah petani bahwa pada tempat kapur sirihnya (selepa) ada tersimpan uang lima kepeng lagi. Sekarang genaplah seharga yang diminta oleh wanita tadi. Setelah gambelan tersebut diperiksa dan dicoba memasangnya petani itu menjadi ragu melihat ukuran bilah-bilahnya tak rata panjang pendeknya. Melihat keraguan dari pembelinya, wanita itu lalu memberi penjelasan dan memasang serta menyusun bilah-bilahnya. Setelah tersusun disuruh mencoba memukulnya. Kemudian dijelaskan lebih lanjut bahwa susunan bilah-bilah gambelan tersebut adalah sama dengan Palih Wadah. Karena gambelan ini hanya boleh dipakai mengiringi upacara ngaben saja, Gambelan tersebut diberitahu namanya adalah Gambang. Setelah memperoleh penjelasan, dengan rasa puas petani itu pulang membawa gambelan itu. Tiada berapa jauh berjalan lalu dia menoleh wanita penjual gambelan tadi, tapi di tempat itu seolah-olah gaib saja. Setelah sampai di rumah timbulah rasa kesal kenapa membeli gambelan yang tidak bisa kita memainkan dan sama sekali tidak tahu gending atau tabuh apa yang dipakai dalam gambelan itu.
Asal-Usul dan Sejarah Gamelan Gambang di Banjar Jeroan Desa Tumbak Bayuh Selengkapnya