Mengenal Gamelan Tektekan Di Banjar Tengah Desa Kerambitan

Mengenal Gamelan Tektekan Di Banjar Tengah Desa Kerambitan

Oleh: A. A. Bagus Rudy Pratama,  Mahasiswa PS Seni Karawitan

Bali sekarang ini, dibandingkan Bali sepuluh tahun yang lalu, sudah sangat berubah. Apalagi jika dibandingkan Bali dua puluh atau tiga puluh tahun yang lalu. Di masa puluhan tahun yang lalu itu, desa-desa di Bali jelas sekali identitasnya. Identitas itu bisa berupa wilayah, bisa pula kepada ciri khas, apakah itu dibidang ritual, adat, maupun kesenian (Setia, 2006 : 227).

Dalam bidang kesenian, sudah tentu Bali mempunyai bermacam-macam kesenian yang melekat pada daerahnya masing-masing. Contohnya saja di daerah Tabanan, sangat kental dengan kesenian tektekan. Tektekan berarti  sejumlah kentongan yang  terbuat dari bambu yang digunakan masyarakat dengan cara ditabuh (dipukul) menggunakan panggul (pemukul) yang terbuat dari bambu atau kayu.

Gamelan tektekan di daerah Tabanan pada umumnya dan di Desa Adat Bale Agung Kerambitan pada khususnya berfungsi untuk mengusir bhuta kala pada saat masyarakat merasakan desa sedang grubug, yang artinya desa sedang dilanda penyakit non medis dan juga pada hari Pengrupukan, yaitu sehari sebelum Hari Raya Nyepi. Dalam menabuh gamelan tektekan ini siapapun boleh menyuarakannya, dalam arti tidak terikat oleh keanggotaan sekaa.

Namun seiring perkembangan jaman yang semakin menonjolkan kreativitas untuk berkesenian, perlahan gamelan tektekan itu sendiri menjadi berbeda fungsi atau kegunaannya bertambah. Tektekan yang awalnya berfungsi sebagai pengusir bhuta kala disaat masyarakat desa dilanda grubug, kemudian tektekan menjadi gamelan iringan sebuah drama seni teatrikal yang terkenal dengan sebutan Tektekan Calonarang.

Terciptanya sebuah drama seni teatrikal yang mengambil lakon calonarang ini, pada dasarnya pasti dilatarbelakangi dengan keberadaan sekaa. Menurut Suartaya (2007 : 3) Sekaa lahir dari bale banjar. Bale banjar adalah tempat seni dilestarikan, dikembangkan, didiskusikan, dan diapresiasikan. Kecintaan pada jagat seni dan keterampilan warga banjar dalam bidang seni banyak terasah dari aktivitas seni yang berpusat di area bangunan umum milik organisasi sosial terpenting tersebut. Sekaa yang terbentuk adalah sekaa sebunan. Maksudnya adalah sebuah grup kesenian yang seluruh anggotanya tinggal di desa itu, baik penari maupun penabuhnya (Setia, 2006 : 228).

Sekaa tektekan ini melakukan pelatihan di bale banjar, nantinya akan di panggil oleh utusan Puri Agung Kerambitan untuk mementaskan pagelaran tektekan calonarang. Dalam pementasan, atribut yang digunakan lebih dominan dengan kain saput poleng. Beberapa atribut yang menggunakan saput poleng, yaitu kendang, udeng dan saput penabuh, dan pakaian penari.

Mengenal Gamelan Tektekan Di Banjar Tengah Desa Kerambitan Selengkapnya

Konsep Desain Interior I

Konsep Desain Interior I

Oleh: Olih Solihat Karso Dosen PS Desain Interior

Konsep desain interior adalah dasar pemikiran desainer didalam memecahkan permasalahan atau problem desain.Pengertian konsepm,enurut Peorwadarminta; bersal dari bahasa latin yaitu Conseptus yang berarti tangkapan. Secara subyektif; pencaharian konsep adalah kegiatan intelek untuk menangkap sesuatu, dan secara obyektif pencaharian konsep adalah sesuatu yang ditangkap oleh kegiatan intelek. Jadi konsep adalah hasil dari tangkapan manusia. Di dalam konsepterdapat tanda-tanda umum dari suatu benda atau hal.

Menurut Tatang M Amirin konsep adalah rancangan, pengertian, pendapat, paham,dan cita-cita yang telah ada dalam pikiran. Jadi konsep sebagai suatu sistem –yang terdiri dari sehimpunan unsur yang melakukan suatu kegiatan menyusun skema atau tata cara melakukan suatu kegiatan pemrosesan untuk mencapai tujuan dan dilakukan dengan mengolah data guna menghasilkan informasi. Dari dua pendapat di atas maka bisa ditarik kesimpulan bahwa konsep adalah gagasan yang memadukan berbagai unsur kedalam suatu kesatuan. unsur-unsur ini mungkin berupa gagasan, pendapat dan pengamatan.

Hambatam pembuatan konsep, sedikitnya ada tiga yaitu masalah komunikasi, kurangnya pengalaman, dan pembangkitan hirarki dari konespdasar ke proses pengertian tahap awal sampai aplikasi konsep.

Jenis-jenis Konsep

Konsep dapat mengacu pada beberapa pendekatan , seperti yang dikatakan Snyder, J.C dalam buku Introduction to Architecture, yaitu      :

  1. Analogi

Analogi; berasal dari bahasa yunani analogia yang berarti kiasan yang diperluas dalam arti logatnya adalah persesuaian. Bentuk penalaran dengan pengambilan kesimpulan. Seandainya dua hal sama dengan beberapa hal yang penting. Kedua hal itu juga akan sama dalam hal-hal tgertentu lainnya (Komarudin, 1993).

Konsep Desain Interior I Selengkapnya

Jiwa Persatuan Dan Kesatuan Dalam Prespektif Budaya Masyarakat Yang Pluralistik

Jiwa Persatuan Dan Kesatuan Dalam Prespektif Budaya Masyarakat Yang Pluralistik

Oleh: Saptono Dosen PS Seni Karawitan

Pengantar

Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakekatnya merupakan sistem filsafat. Yang dimaksud dengan sistem adalah; suatu kesatuan dari bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama untuk satu tujuan tertentu, dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh.

Sebagai dasar filsafat negara Indonesia, maka Pancasila sebagai satu asas kerokhanian dan dasar filsafat negara. Maka Pancasila sebagai pemersatu bangsa dan negara Indonesia. Sebagai Pemersatu bangsa dan negara Indonesia maka sudah semestinya bahwa Pancasila dalam dirinya sendiri sebagai suatu kesatuan. Dalam masalah ini Pancasila mengandung persatuan dan kesatuan yang kokoh, sehingga merupakan satu sistem filsafat tersendiri diantara sistem-sistem filsafat lainnya di dunia ini (Kaelan, 1991:45). Pancasila sebagai kebudayaan Nasional memiliki lima nilai hakiki seperti; nilai Ketuhanan, nilai kemanusian, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Bandem, 1995)

Dalam suatu masyarakat bangsa yang pluralistk atau multikultural merupakan suatu keharusan dalam menjaga keutuhan negara-bangsa (nation state) Indonesia. Secara konstitusional,kita memiliki landasan yang kuat bagi integrasi nasional. Ideologi nasional Pancasila yang diterima oleh kekuatan sos-pol sebagai asas tunggal dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara merupakan “weitenchaung” persatuan (Atmadja, 2002:52). Hasrat yang kuat akan kebersamaan kini memerlukan perawatan yang seksama, guna mengimbangi kecenderungan sentrifugal baik yag datang dari diri bangsa (internal) maupun yang datang dari luar (eksternal) dengan terpaan arus global. Tantangan kultural masa depan dalam konteks ini dikaitkan dengan krisis radikal modernitas; dilema antar melestarikan tradisi atau memburu lahan kultural baru.

Budaya dan masyarakat merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, karena budaya dibentuk oleh masyarakat atau tidak ada budaya tanpa masyarakat demikian juga  sebaliknya masyarakat merupakan pendukung dari kebudayaan sehingga tidak ada masyarakat tanpa budaya. Sehingga hubungan antara budaya dan masyarakat adalah hubungan yang bersifat timbal-balik; kebudayaan membentuk manusia, tetapi manusia juga membentuk kebudayaan.

Konsepsi kebudayaan yang diuraikan dalam pasal 32 mengenai kebudayaan Nasional dan kebudayaan Daerah-daerah di Indonesia, dijelaskan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Dalam pasal ini, menitik beratkan pada usaha budi manusia, dengan sifat memajukan, mempersatukan, dan mempertinggi derajat manusia. Ada tiga wawasan pokok yang menjadi jiwa dari pasal 32 itu, yakni; wawasan kemanusiaan, wawasan kemajuan, dan wawasan kebangsaan.

Jiwa Persatuan Dan Kesatuan Dalam Prespektif Budaya Masyarakat Yang Pluralistik Selengkapnya

Kebudayaan Sebagai Identitas Masyarakat Banyumas

Kebudayaan Sebagai Identitas Masyarakat Banyumas

Oleh: Saptono, Dosen PS Seni Karawitan

Pada prinsipnya kebudayaan Banyumas merupakan bagian tak terpisahkan dari kebudayaan Jawa, namun dikarenakan kondisi dan letek geografis yang jauh dari pusat kekuasaan keraton. Dengan demikian latar belakang kehidupan dan pandangan masyarakat Banyumas sangat dijiwai oleh semangat kerakyatan yang mengakibatkan pada berbagai sisi budaya Banyumas dapat dibedakan dari budaya Jawa (kearaton). Jiwa dan semangat kerakyatan kebudayaan Banyumas telah membawanya pada penampilan (perilaku) yang jika dilihat dari kacamata budaya keraton terkesan kasar dan rendah.

Kebudayaan Banyumas berlangsung dalam pola kesederhanaan, yang dilandasi semangat kerakyatan, cablaka (transparancy) explosure (terbuka) dan dibangun dari kehidupan masyarakat yang berpola kehidupan tradisional-agraris. Kecenderungan demikian karena disebabkan wilayah Banyumas merupakan wilayah pinggiran dari kerajaan-kerajan besar (Jogyakarta, Surakarta). Hal demikian mengakibatkan perkembangan kebudayaannya secara umum berlangsung lebih lambat dibanding dengan kebudayaan negarigung keraton.

bahasa

Bagi masyarakat Banyumas, bahasa Bayumasan merupakan bahasa ibu yang hadir sebagai sarana komunikasi sehari-hari. Hal ini seperti yang dikatakan Koentjaraningrat, orang Jawa memiliki pandangan yang sudah pasti mengenai kebudayaan Banyumas selain memiliki bentuk-bentuk organisasi sosial kuna yang khas, juga memiliki logat Banyumas yang berbeda (Koentjaraningrat, 1994:25).

Di Banyumas, bahasa Banyumasan memiliki ciri-ciri khusus. Dalam wawancara di rumahnya tanggal  Maret 2006, Yusmanto menceritakan bahwa bahasa Banyumasan dapat dibedakan dengan bahasa Jawa lumrah, antara lain: (1) berkembang secara lokal hanya di wilayah sebaran kebudayaan Banyumas, (2) memiliki karakter lugu dan terbuka, (3) tidak terdapat banyak gradasi, (4) digunakan sebagai bahasa ibu oleh sebagian besar masyarakat Banyumas, (5) mendapat pengaruh dari bahasa Jawa kuno, Jawa tengahan, dan Sunda, (6) pengucapan konsonan di akhir kata diucapkan/dibaca  dengan jelas, tidak jarang dikatakan ngapak-ngapak, (7) pengucapan vokal a, i, u, e, o dibaca dengan jelas.

Kehidupan Religi

Agama adalah merupakan unsur yang paling penting di dalam kehidupan manusia untuk membentuk jati diri sipemeluknya. Masyarakat di wilayah Kabupaten Banyumas secara mayoritas memeluk agama Islam, dan selebihnya beragama Kristen, Budha, dan Hindu. Hal ini bisa dilihat dari sarana peribadatan yang ada. Data dari kantor agama Kabupaten Banyumas tahun 2003, yang tercatat, seperti Masjid sebanyak 1.385, Musholla 302, Langgar 5.087, Gereja Katholik 11, Gereja Kristen 85, Vihara 17, dan Pura 3. Semua tempat peribadatan tersebut tersebar di 29 wilayah kecamatan, yang masing-masing kecamatan jumlahnya tidak sama.

Kebudayaan sebagai identitas masyarakat Banyumas Selengkapnya

Pendidikan Tinggi Seni dalam Dinamika Industri Kreatif dan Perannya dalam Membangun Karakter Bangsa

Pendidikan Tinggi Seni dalam Dinamika Industri Kreatif dan Perannya dalam Membangun Karakter Bangsa

Oleh: Dr. Yasraf Amir Piliang MA

Om Swastiastu

Salam Sejahtera untuk Kita Semua

Bapak Rektor yang saya muliakan, Bapak/ibu Anggota Senat dan Guru Besar yang saya hormati, Bapak-bapak, Ibu-ibu, Saudara-saudari, para wisudawan dan para hadirin semuanya yang saya cintai. Pada kesempatan yang berbahagia ini, dalam rangka acara Dies Natalis dan pelepasan para wisudawan Institut Seni Indonesia tahun 2010 ini, izinkanlah saya menyampaikan sebuah pidato ilmiah yang berjudul “Pendidikan Tinggi Seni dalam Dinamika Industri Kreatif serta Perannya dalam Membangun Karakter Bangsa”.

Dalam dekade terakhir ini ‘industri kreatif’ (creative industry) dan ‘ekonomi kreatif’ (creative economy) menjadi isyu yang hangat dibicarakan di dalam berbagai acara seminar, simposium, dan diskusi-diskusi, baik dalam skala nasional maupun internasional. Isyu ini menjadi perhatian tidak saja di kalangan pemerintah, para pelaku ekonomi dan industri, para seniman dan desainer, akan tetapi juga kalangan pendidikan tinggi, khususnya pendidikan tinggi seni. Ada spirit bersama yang ingin dibangun, yaitu spirit untuk meningkatkan daya saing bangsa dalam kancah persaingan global melalui kekuatan industri kreatif. Industri kreatif menjadi sebuah tumpuan baru dalam pembangunan nasional.

Dalam rangka pengembangan industri kreatif dan ekonomi kreatif nasional, pemerintah diwakili Departemen Perdagangan dan Departemen Perindustrian telah melakukan berbagai upaya untuk menumbuhkan industri kreatif, melalui berbagai seminar, konferensi, pelatihan, workshop, dsb. Pemerintah juga berinisiatif membentuk Komisi Inovasi Nasional, sebagai bagian dari langkah untuk meningkatkan daya kreativitas dan inovasi nasional. Industri kreatif kini dianggap sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi nasional, dan sebuah strategi untuk bersaing dalam kancah persaingan global.

Berkaitan dengan pembangunan kekuatan industri kreatif itu, pendidikan tinggi seni memiliki peran yang sangat sentral di dalamnya, karena kreativitas dan inovasi merupakan  ‘ruh’ dari seni itu sendiri, dan cara kerja kreatif merupakan cara kerja utama dalam aktivitas seni. Akan tetapi, peran sebagai ‘motor’ kreativitas dan inovasi ini hanya dapat direalisasikan bila pendidikan tinggi mampu mengelola sumberdaya dan modal yang ada secara optimum. Pendidikan tinggi seni harus mampu membangun sebuah lingkungan akademis yang sehat agar dapat mendorong tumbuhnya karya-karya kreatif dan produk-produk inovatif, untuk menjawab kebutuhan masyarakat.

Kreativitas dan Budaya Inovatif

Kreativitas merupakan kapasitas khusus individu atau kelompok, yang mampu mengekspresikan bentuk tak biasa, ide segar, gagasan baru, karya orisinil, terobosan dan pikiran-pikiran mencerahkan.  ‘Inovasi’ adalah ‘produk’ kreativitas, berupa ide baru, pengenalan ide baru, penemuan, pengenalan penemuan, ide yang berbeda dari bentuk-bentuk yang ada, pengenalan sebuah ide yang mengganggu kebiasaan umum. Inovasi dapat berupa inovasi bentuk, fungsi, teknik, material, bahasa, manajemen atau  pasar. Industri kreatif berarti industri yang mampu menghasilkan bentuk tak biasa, ide segar, gagasan baru atau karya orisinil untuk kebutuhan masyarakat.

Pendidikan Tinggi Seni dalam Dinamika Industri Kreatif dan Perannya dalam Membangun Karakter Bangsa Selengkapnya

Pendidikan Karakter Bangsa Dalam Menumbuhkan Industri Kreatif

Pendidikan Karakter Bangsa Dalam Menumbuhkan Industri Kreatif

Oleh: Tjokorda Udiana Nindhia Pemayun*

A  PENDAHULUAN

Awal pembicaraan naskah ini, izinkan penulis mengawali dengan ucapan terimakasih kepada lembaga ISI Denpasar yang telah memberikan kesempatan sebagai pembicara pada seminar dalam rangka diesnatalis  VII. Selanjutnya, awal pembicaraan mengenai tema tentang “Meningkatkan mutu pendidikan seni melalui industry kreatif kita membangun karakter bangsa”. Pada zaman gelobal dengan media komunikasi yang serba canggih membongkar pikiran setiap manusia, gaya hidup, dan perilaku masyarakat. Orang begitu cepat terpengaruh media komunikasi dunia maya menyebabkan prilaku dan pola pemikiran masyarakat menjadi berubah. Hal inilah yang secara nyata terjadi di kehidupan sosial masyarakat saat ini. Pendidikan karakter bangsa sudah waktunya dianalisa kembali agar selaras dengan perkembangan dunia global sehingga mampu menumbuhkan industri kreatif yang dapat menghantar semua insan di dunia untuk hidup yang lebih baik dan bermartabat.

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kreatif .Kreatif dalam pengertian selalu ingin mencoba dan berbuat yang baru dalam semangat modivikasi sesuatu yang berguna. Industri kreatif salah satu aktivitas yang kaya akan kemunculan ide-ide dan inovasi baru dalam berbagai bidang. Topik ini dikemukakan untuk mengetahui nilai-nilai budaya lokal yang berkembang menjadi produk-produk industri kreatif di Bali serta proses transformasi yang mengiringnya. Masyarakat Bali dalam kenyataannya berbasis nilai budaya adiluhung, yang mewujud dalam berbagai komponen dalam sektor industri kreatif. Untuk konteks Bali, keberadaan modal budaya ini didukung oleh keberhasilan industrialisasi pariwisata dalam beberapa dasawarsa terakhir yang menjadi tata perekonomian baru masyarakatnya. Hubungan antara nilai budaya lokal dan industri kreatif di Bali mendapat tempat dan momentupnya dengan dicanangkannya Tahun Indonesia kreatif 2009.

Kini muncul fenomena ekonomi baru “gelombang keempat” dalam peradaban manusia yang ditandai oleh keberadaan kebudayaan sebagai modal yang harus dikelola, diciptakan dan menjadikannya sumber kesejahteraan baru bagi manusia. Dalam Draft Pokok-pokok Kongres Kebudayaan Indonesia 2008 disebutkan, dalam upaya menanggapi arus deras gelombang ekonomi keempat ini, Pemerintah RI telah meluncurkan cetak biru Ekonomi Kreatif Indonesia, yakni konsep ekonomi baru berorientasi pada kreativitas budaya serta warisan budaya dan lingkungan. Cetak biru tersebut akan memberi acuan bagi tercapainya visi dan misi industri kreatif Indonesia sampai tahun 2030. Landasan utama industri kreatif adalah sumber daya manusia Indonesia yang akan dikembangkan sehingga mempunyai peran sentral dibanding faktor-faktor produksi lainnya. Penggerak industri kreatif adalah dikenal sebagai sistem tripel helix, yakni cendekiawan (intellectual), dunia usaha (business), dan pemerintah (government). Dalam cetak biru Ekonomi Kreatif Indonesia tersebut dicatat 14 cakupan bidang ekonomi kreatif, yakni (1) jasa periklanan, (2) arsitektur, (3) seni rupa, (4) kerajinan, (5) desain, (6) mode, (7) film, (8) musik, (9) seni pertunjukan, (10) penerbitan, (12) software, (13) TV dan radio, dan (14) video game. Tentu saja cakupan penelitian ini terkait dengan beberapa bidang ekonomi kreatif tersebut.

Mengacu pada fenomena di atas, maka Masalah yang mesti didiskusikan yakni Bagaimana menyikapi pendidikan karakter bangsa dalam menumbuhkan industri kreatif ? Bagaimana menumbuhkan industri kreatif tersebut? Apa langkah yang tepat sebagai insan bangsa yang beretika dan bermartabat? Apa peran sebagai insan seni dalam menumbuhkan industri kreatif? Upaya-upaya pengembangan industri kreatif ? Bagaimana peran lembaga ISI Denpasar dalam menumbuhkan industtri kreatif.

Begitu banyak masalah yang teridentivikasi, dalam kesempatan ini hanya beberapa yang dapat disampaikan dan selebihnya tentu menurut penulis memerlukan suatu pengkajian lebih mengkhusus agar terkait dengan tema seminar ini, yang dapat nantinya terealisasikan dan memberikan sumbangan kepada bangsa, agar dapat memberikan daya kehidupan yang lebih baik melalui pendidikan karakter bangsa dan terciptanya industri kreatif. Terkait dengan hal tesebut lebih mengkhusus akan dibahas sebagai berikut dalam naskah ini.

*Tjokorda Udiana Nindhia Pemayun adalah  dosen tetap pada Fakultas Seni Rupa dan Disain, Jurusan Seni Rupa Murni, Program Studi Seni Patung di Institut Seni Indonesia ISI Denpasar. Naskah ini dibacakan hari Kamis tanggal 22 Juli 2010 pada forum seminar akademik dalam rangka Diesnatalis  VII ISI Denpasar, bertema “Meningkatkan mutu pendidikan seni melalui industry kreatif kita membangun karakter bangsa.

Pendidikan Karakter Bangsa Dalam Menumbuhkan Industri Kreatif selengkapnya

Loading...