by admin | Nov 1, 2010 | Artikel, Berita
Kiriman Kadek Suartaya, Dosen PS Seni Karawitan
Seorang nenek renta warga Banjar Pekandelan, Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, meninggal pada 24 Juli lalu. Berdasarkan adat setempat, wanita yang berhasil menapak usia 88 tahun itu kemudian dikebumikan. Dadong Cenik, demikian masyarakat setempat menyebutnya, kembali bersatu dengan tanah tempat kelahirannya, menanti hari baik untuk diaben. Lahir, hidup, mati, adalah sebuah kodrati, peristiwa alamiah. Karenanya, prosesi upacara penguburan mayat Ni Ketut Cenik itu pun menjadi peristiwa biasa dan berlangsung biasa saja, seturut dengan kelaziman di desa itu.
Padahal, Ni Cenik bukan wanita biasa. Cenik adalah seniwati unik yang tak ada duanya di Bali. Wanita yang sepanjang hidupnya berserah diri untuk dunia seni tari ini telah mengharumkan nama Bali hingga ke manca negara. Terakhir, tahun 2008 lalu, seniwati kelahiran 1922 ini, memukau penonton Negeri Sakura. Bersama grup gamelan Joged Pingitan Banjar Pakuwudan, Sukawati, ia menari solo mengisahkan cerita Calonarang. Kendati sepuh, Cenik selalu bersemangat. Energinya membuncah bila sedang menari, baik saat ngayah di pura maupun bila diundang pentas di luar negeri.
Dalam jagat seni pertunjukan Bali, ibu penari kawakan I Made Jimat ini identik dengan Joged Pingitan. Seni pentas langka ini, masih mencoba bernafas, bisa disebut karena totalitas berkesenian yang ditunjukkan Cenik. Bila saja Ketut Cenik hingga akhir hayatnya tak mengenyimpungi seni pentas warisan zaman kerajaan Bali ini, kemungkinan besar Joged Pingitan telah punah. Kini, apakah dengan berpulangnyanya seniwati yang dimasa hidupnya selalu tampak ceria ini, Joged Pingitan akan terjengkang diterjang zaman? Gejala mengkhawatirkan itu telah menganga di depan mata.
Keberadaan sekaa Joged Pingitan, kini, dapat dihitung dengan satu jari tangan saja. Diantara sekaa itu adalah yang ada di Banjar Pakuwudan, Sukawati, di mana Ni Ketut Cenik menjadi pengawal satu-satunya. Bersama Cenik, sekaa gamelan yang didukung sekitar 15 orang penabuh ini, sesekali masih tampil di lingkungan komunitasnya. Sekarang, tanpa Ni Cenik, besar kemungkinan sekaa ini akan teronggok. Ironisnya, regenerasi penari yang beberapa kali disemai Cenik tak berkecambah. Selain karena kurang diminati, umumnya para penari muda yang pernah dielus Ni Cenik tak mampu merajut komunikasi estetik dengan nilai-nilai keindahan seni tari yang diiringi dengan salah satu barungan gamelan Bali golongan tua ini.
Ni Cenik Berpulang, Joged Pingitan Terjengkang selengkapnya
by admin | Nov 1, 2010 | Artikel, Berita
Kiriman Dewi Yulianti, Dosen PS Seni Karawitan
Lomba debat Bahasa Inggris sangat signifikan peranannya bagi kualitas pendidikan bangsa, sehingga Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi mengembangkan kegiatan ini melalui National University English Debating Championship (NUEDC). Lomba ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi internasional mahasiswa Indonesia dan berjejaring dalam rangka meningkatkan daya saing bangsa. Dengan menggunakan sistem yang sama dengan yang digunakan di tingkat dunia (WUDC: World University Debating Championship), mahasiswa Indonesia diharapkan mampu bersaing pada tingkat internasional.NUEDC pertama kali diadakan pada tahun 2007, dan tahun ini pada bulan Juni lalu telah dilaksanakan NUEDC ke IV bertempat di Universitas Negeri Yogyakarta, dan pemenangnya akan meawakili Indonesia untuk “World University Debating Championship” (WUDC), debat Bahasa Inggris tingkat dunia, di Boswena, Afrika.
Guna mempersiapkan pelaksanaan NUEDC ke lima mendatang, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi menggelar “workshop” selama tiga hari di Manado. “Workshop on British Parliamentary Debating Adjudication” yang diselenggarakan khusus untuk Perguruan Tinggi dan Kopertis Wilayah Indonesia Timur. Para peserta yang diundang masing-masing dua orang perwakilan dari setiap institusi, diantaranya, Universitas Pendidikan Ganesha, Universitas Negeri Papua, Universitas Nusa Cendana, Imstitut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Universitas Negeri Gorontalo, Poltek Negeri Kupang, Universitas Negeri Makasar, Poltek Pertanian Pangkep, Universitas Tadulako, Universitas Hasanudin, Universitas Udayana, Universitas Sam Ratulangi, Universitas Negeri Manado, Universitas Mataram, Universis Patimura, Universitas Cendrawasih, Universitas Haluoleo, Poltek Ujung Pandang, Kopertis Wilayah VIII, IX, dan XII. ISI Denpasar diwakili oleh Ni Ketut Dewi Yulianti dari Fakultas Seni Pertunjukan, dan Putu Agus Bratayadnya,S.S., dari Fakultas Seni Rupa dan Desain.
Dari ‘Workshop On British Parliamentary Debating Adjudication” Di Manado selengkapnya
by admin | Oct 29, 2010 | Artikel, Berita
Oleh: Drs. I Dewa Made Pastika
a. Judul karya : Ramayana
Bahan : kanvas dan cat tempra.
Tahun pembuatan : 1953.
Seniman : I Gusti Ketut Kobot.
Ringkasan ceritera:
Ceritera ini diambil dari kisah Ramayana dalam peperangan antara raja Alengka Putra Rahwana dengan Jatayu ketika memperebutkan Dewi Sita.
Obyek lukisan
Dewi Sita sedang berada dalam genggaman burung Jatayu. Burung Jatayu dengan sayap lebar dikibas menuju sudut atas bidang gambar, gerakan badan dan kaki menunjukkan sikap terbang dengan lincah, dinamis, dengan kekuatan, keberanian dan ketangguhan. Bentuk figur dibatasi oleh garis kontour yang tegas, kuat dan terarah. Bulu-bulu sayap yang dikibaskan dibentuk secara detail, pakaian dan ornamen distilisasi untuk tujuan keindahan. Sebagai latar belakang berupa awan- awanan, bulu-bulu lepas, diselingi bintang berbentuk ornamen distilisasi dari bentuk bunga sebagai penyela antara obyek dengan latar belakang. Sementara Putra Rahwana dan Wilmana terguling lemas dalam keadaan tidak berdaya terhempas dari cengkeraman burung Jatayu yang gagah perkasa.
Kesatuan (unity) atau keutuhan:
Lukisan dengan judul Ramayana, kesatuan dan keutuhan karya dapat dilihat dari garis, warna dan tekstur. Dari garis sebagai kontour yang membatasi bidang, dibuat dari goresan pena dengan tinta hitam yang sangat pekat menjadi tegas dan kuat, menyatukan semua bentuk, karena mempunyai unsur kegarisan yang sama kuatnya.
Kesatuan dari bentuk, terlihat dari persamaan bentuk dalam unsur rupa, seperti bentuk badan Jatayu, Dewi Sita, Rawana dan Wilmana berbentuk badan manusia, dengan pakaian dan ornamen, ada persamaan motif yang mempersatukan unsur tersebut. Walaupun ada perbedaan bentuk, merupakan perbedaan –perbedaan yang halus (smoot). Sayap burung Jatayu dan Wilmana memiliki kesamaan bentuk dan pola atau gerak kibasan. yang sangat dinamis. Lekukan sayap dengan bulu-bulu yang mendetail, menunjukkan garis ritmis yang bervariasi, mendominasi bentuk lukisan tersebut. Busana pada figur wayang, dengan garis bengkokan yang berirama (rhytmic curve) digambar secara utuh, selengkkapnya tidak dikurangi dan ditambah, sesuai dengan jenis wayangnya.
Unsur pewarnaan secara keseluruhan, memiliki dasar yang sama yang ditimbulkan dari teknik pengerjaan yaitu teknik sigar mangsi agak pekat, yang merupakan dasar dari teknik tradisional. Dasar warna adalah hitam putih, yang memberikan efek gradasi warna yang bertingkat dan mengesankan kekelaman warna. Untuk memperoleh penegasan pada bagian-bagian tertentu dipergunakan campuran warna putih dan kuning, agar tampak lebih tegas antara gelap dan terang. Warna putih-kuning yang memberi penegasan gelap dan terang, juga membuat kesan mempersatukan warna-warna yang kontras dan berbeda huenya.
Tema-tema Pewayangan Dan Ceritera Rakyat Dalam Seni Lukis Pita Maha selengkapnya
by admin | Oct 26, 2010 | Artikel, Berita
Kelompok lukisan yang secara utuh mengalami pembaharuan pada bidang tema, proporsi, anatomi plastis, pewarnaan, dan sinar bayangan dalam lukis Pita Maha
Oleh: Drs. I Dewa Made Pastika
a. Judul lukisan : Pasar di Bali
Bahan : Kanvas dan cat tempra
Tahun pebuatan : 1955
Seniman : Anak Agung Gede Sobrat.
Obyek lukisan
Lukisan karya yang berjudul: Pasar di Bali karya Anak Agung Gede Sobrat menggambarkan suasana keramaian pasar tradisional di desa. Di dalam pasar didominasi bentuk manusia dengan ukuran besar. Pada latar depan seorang wanita dalam posisi badan membungkuk sedang mengambil barang dagangan (pepaya), dan di sebelahnya seorang lelaki memakai topi anyaman bambu, sambil memegang tangkai keranjang. Tingginya hampir memenuhi tinggi bidang kanvas, badan dalam posisi menggeliat sambil melihat kebawah. Di sebelah kiri, seorang wanita berdiri, menjunjung dagangan sambil menyodorkan buah pisang memandang kebawah kearah wanita yang sedang duduk didepannya, yang membawa dagangan buah mentimun. Dibelakang wanita penjual mentimun, seorang lelaki berjalan sambil memikul ” besek ” (keranjang), berhadapan dengan wanita tua yang menjujunng keranjang sambil membawa seikat uang kepeng, sebagai alat tukar pada jaman dulu. Sedangkan di bagian belakang kelihatan wajah seorang wanita menghadap kebawah. Figur manusia laki dan perempan sebagai obyek utama diselingi oleh berbagai peralatan yang diperlukan di pasar dan buah dalam berbagai jenis sebagai pelengkap untuk mencapai tujuan membentuk suasana kesibukan di pasar.
Kesatuan (unity) atau keutuhan.
Kesatuan atau unity adalah merupakan hubungan bagian-bagian, satu dengan yang lainnya, dan satu dengan keseluruhan dari unsur-unsur rupa. Hubungan antara bagian-bagian dalam lukisan ini dapat diperhatikan hubungan antara wanita yang sedang mengambil pepaya dan laki-laki yang berdiri di depannya, menghadap kebawah ada kontak seolah-olah sedang berkomunikasi berdua. Demikian pula wanita yang berdiri menjunjung dagangan sambil membawa pisang sedang berkomunikasi dengan wanita didepannya dan pria yang sedang memikul (besek) keranjang, erat kaitannya dengan wanita tua di depannya. Setiap pasangan yang telah menyatu dalam bagian-bagian, membentuk hubungan dengan bagian yang lain secara menyeluruh (utuh). Obyek lain seperti berbagai jenis buah-buahan dan peralatan lainnya membentuk hubungan dengan figur manusia yang saling memerlukan. Figur manusia memerlukan keberadaan buah-buahan dan peralatan lain, demikian pula buah-buahan memerlukan keberadaan figur manusia, maka terjadi saling hubungan atau kesatuan yang kompak. Obyek manusia dan obyek lain dengan garis kontour yang tegas, tidak sama kekuatannya, atau ketebalannya merupakan alat pemersatu antara obyek yang dilukis. Obyek lukisan terutama manusia digambar secara utuh, tidak ada bagian tubuh yang terpotong semua kelihatan sempurna.
Kelompok lukisan yang secara utuh mengalami pembaharuan pada bidang tema, proporsi, anatomi plastis, pewarnaan, dan sinar bayangan dalam lukis Pita Maha, selengkapnya
by admin | Oct 25, 2010 | Artikel, Berita
Oleh: Galih Febri Hastiyanto
Pendahuluan
Jika kita membicarakan tentang perkembangan group-group band masa kini, kita bisa melihat banyaknya group-group band pop yang mendominasi dalam dunia musik Indonesia yang dimana kemunculan group band jaman sekarang hanya band-band pop, disemua kalangan masyarakat ada yang antosias terutama di kalangan remaja-remaja putri, maka dari itu menyinggung tentang group band, kita hanya melihat karya-karya yang mungkin hampir setara dengan band-band lain, kalau kita liat di daerah Surakarta khususnya Solo.
Disini yang sering kita lihat adalah berbagai acara-acara musik etnik yang digelar agar kita bisa melihat ternyata salain band, musik-musik etnik, perkusi, ensamble dan kolaborasi juga bisa membius para penonton dan masyarakat yang belum pernah melihat musik seperti ini.
Disini yang ingin dibicarakan perkembangan group ensamble yang baru terbentuk, mungkin disini semua masyarakat belum tahu terbentuknya group ini yang terbentuk tahun 2009 kemarin, disinilah penulis mengangkat group ensamble ini dengan acuan supaya keberadaan group ensamble ini bisa di terima dengan baik di hati para masyarakat khususnya Solo.
Latar Belakang
Group ensamble ini terbentuk tahun 2009 yang awal mulanya terbentuk di Kentingan dengan format pemain yang terdaftar di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, disini semua para personil group ensamble adalah mahasiswa Etnomusikologi yang terdaftar tahun ajaran 2009, group ini tergolong dalam seniman-seniman ‘kemaren sore’ karena diantara personil belum ada yang pernah menjajal di seni ensamble atau kolaborasi.
Maka masih banyak kebimbangan di antara mereka, namun di antara mereka saling memberikan keyakinan dan semangat ke personil-personil lainnya, dari keyakinan dan semangat mereka mampu menghasilkan sebuah karya yang sebetulnya masih banyak kekurangan di segi musikalitasnya, tetapi mereka mampu tampil dalam sebuah acara yang cukup dikenal di daerah Kentingan atau ISI Surakarta, walaupun ketidak siapan mental untuk menampilkan karyanya, mereka tampil dengan sangat baik walau masih banyak yang perlu dibenahi dan hingga mereka mampu menampilkan karya yang bisa memberikan kesan berbeda terhadap penonton, terbukti penonton memberikan aplouse yang keras buat kerja keras mereka.
Nama group ini pada awalnya adalah Himalaya yang terdiri dari 8 orang namun sekarang setelah terjadi transisi personil, maka nama group diubah menjadi Maliq Ghodong yang konon dikenal nama Maliq Ghodong adalah membalikkan daun, membalikkan selembar daun yang jatuh dan sering dikaitkan dengan ilmu Filsafat yang menandakan manusia sedang menunggu sebuah wahyu dari balik daun yang jatuh tak jauh dari pohonnya. Setelah masa transisi mereka sekarang terdiri dari 7 orang, dalam perjalanan mereka yang masih singkat ini mereka pernah menjamah acara keluarga besar Etnomusikologi yaitu dalam acara All Etno yang ke 6, acara ini secara turun-temurun selalu banyak dengan kejutan-kejutan dari adik-adik mahasiswa baru, maka acara ini jangan sampai tidak terlaksana dikarenakan acara yang paling ditunggu oleh mahasiswa-mahasiswa Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta tentunya.
Proses Terbentuknya dan Proses Garapan Karya Group Maliq Ghodong di Surakarta, selengkapnya
by admin | Oct 24, 2010 | Artikel, Berita
Kelompok lukisan yang mengalami pembaharuan pada tema, sinar, bayangan, dan pewarnaan dalam Seni Lukis Pitamaha.
Oleh: Drs. I Dewa Made Pastika
a. Judul karya : Rajapala.
Bahan : kanvas dan tempra.
Tahun pembuatan : 1972.
Seniman : Ida Bagus Made Nadera.
Ringkasan ceritera.
Rajapala sedang mencuri kain salah satu dari tujuh bidadari yang sedang mandi. Bidadari tersebut yang kemudian menjadi isterinya Rajapala.
Obyek lukisan.
Lukisan yang berjudul Rajapala mengambarkan bidadari dari kahyangan sedang mensucikan diri (mandi) di sebuah taman. Ketujuh bidadari, semuanya tanpa busana (telanjang), sambil membawa sekuntum bunga untuk menghias diri, berkumpul di sebuah kolam pertamanan.
Sementara dari sela pohon kayu Rajapala sedang mengkait selembar kain bidadari yang kemudian akan menjadi isterinya. Bidadari yang tanpa busana dalam berbagai gerakan menunjukkan adanya napas erotik yang merupakan ciri khas dari karya lukisan Ida Bagus Made Nadera. Di sekitar permandian berbagai jenis tumbuhan dan bunga-bungaan, menambah keheningan dan keindahan suasana taman. Pewarnaan alam cerah didominasi oleh warna biru kelam. Bidadari berwana oker kecoklatan, disertai kontras warna warna antara gelap dan terang sangat tegas dan tajam.
Kesatuan (unity) atau keutuhan
Dalam lukisan yang berjudul Rajapala, tersusun dari unsur-unsur rupa yang dapat menunjang kekompakan, mencapai suatu kesatuan yang utuh. Unsur rupa tujuh bidadari tersusun dalam ikatan gerakan tubuh yang satu berkaitan dengan yang lainnya. Ada gerakan bidadari yang sedang berdiri, dengan yang sedang duduk, saling berhubungan pandangan, mengesankan seolah-olah ada komunikasi diantaranya, merupakan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
Kelompok tujuh bidadari, ditunjang oleh elemen pertamanan seperti bunga-bungaan, tumbuh-tumbuhan, kolam dan batu-batuan. Rajapala yang sedang mencuri kain bidadari, adalah figur utama yang sangat erat kaitannya dengan judul ceritera, menyatu dengan elemen lainnya.
Garis kontour yang ritmis, sebagai pembatas bentuk sangat besar peranannya dalam mengikat elemen atau unsur rupa lainnya. Garis tersebut pada pemandangan alam sebagai pembatas kontras warna antara gelap dan terang. Yang memisahkan obyek yang jauh dengan obyek yang dekat letaknya, adalah merupakan ciri khas dari karya Ida Bagus Made Nadera.
Garis kontour pada figur bidadari dan bentuk lainnya, ketebalannya mengikuti arah penyinaran dapat mempersatukan bentuk bidadari dan lainnya. Bentuk bidadari didistorsi untuk penekanan dalam pencapaian karakter, yaitu dengan cara menyangatkan atau memperpanjang proporsi kaki dan tangan nya.
Kelompok lukisan yang secara utuh mengalami pembaharuan pada bidang tema, proporsi, anatomi plastis, pewarnaan, dan sinar bayangan dalam lukis Pita Maha, selengkapnya