by admin | Apr 3, 2010 | Berita
Denpasar- Sebanyak 29 orang mahasiswa dan dosen dari Program Pasca Sarjana, Graduate School in Performing Art, Suan Sunandha Rajabhat University-Thailand mengadakan study banding ke ISI Denpasar, tadi pagi (2 April 2010). Rombongan diterima oleh Rektor ISI Denpasar beserta para pejabat struktural di lingkungan ISI Denpasar. Kegiatan studi banding diawali dengan mengunjungi Gedung pusat dokumentasi, Lata Mahosadi ISI Denpasar. Setelah itu dilanjutkan dengan diskusi akademik, guna bertukar informasi terkait sistem akademik di masing-masing perguruan tinggi. Dalam diskusi singkat terungkap kebanggaan atas ISI Denpasar sebagai salah satu lembaga pendidikan seni yang turut menjaga dan melestarikan seni budayanya, ditengah terpaan arus globalisasi. Mengingat di Thailand sendiri pengaruh globalisasi mengakibatkan dampak yang sangat buruk terhadap pelestarian seni dan budaya Thailand, dimana minimnya generasi muda yang tertarik untuk melestarikan seni dan budaya Thainland. Setelah mengenal lebih dekat kampus ISI Denpasar, lewat penjelasan singkat dari Rektor ISI Denpasar, acara dilanjutkan dengan melakukan work shop tari dan tabuh yang bertempat di Gedung Natya Mandala ISI Denpasar. Workshop dengan bahasa pengantar Bahasa Inggris ini dipimpin oleh I Wayan Suweca untuk workshop tabuh beserta I Gusti Ayu Srinatih untuk workshop tari. Para peserta sangat antusias mengikuti setiap rangkaian kegiatan workshop.
Menurut Assoc. Prof. Chommanad Kijkhun (Phd), Head of Graduate School in Performing Arts, Suan Sunandha Rajabhat University-Thailand, salah satu kurikulum dalam pendidikan program pascasarjana disana adalah melakukan workshop internasional. Dipilihnya Bali karena memiliki seni budaya yang hampir sama dengan Thainald. Sementara dipilihnya kampus ISI Denpasar sebagai salah satu tempat studi banding, karena ISI Denpasar sudah sangat terkenal di Thailand sebagai lembaga pendidikan seni yang memiliki reputasi baik. kedepan pihaknya akan terus melakukan kerjasama baik bidang akademis maupun non akademis.
Sementara Rector ISI Denpasar, Prof. Dr. I Wayan Rai S., M.A. menyambut baik kedatangan rombongan dari Suan Sunandha Rajabhat University-Thailand. Mengingat kampus tersebut adalah kampus terbesar dalam bidang seni di Thailand, sehingga sangat baik untuk menjalin kerjasama diberbagai bidang. Sehingga kedepan ISI Denpasar akan melakukan kesepakatan lewat penandatanganan MOU dengan pihak Suan Sunandha Rajabhat University-Thailand. Program yang memungkinkan untuk terealisasi adalah pertukaran mahasiswa dan dosen, melakukan penelitian bersama, seminar bersama hingga kolaborasi seni bersama. Prof. Rai menambahkan bahwa Suan Sunandha Rajabhat University-Thailand adalah Perguruan Tinggi yang keempat di Thailand yang memiliki hubungan relasi dengan ISI Denpasar. Sehingga ini sangat baik untu lebih menambah jejaring ISI Denpasar, dan lebih merealisassikan internasionalisasi Perguruan tinggi seni.
Humas ISI Denpasar melaporkan.
by admin | Apr 3, 2010 | Berita
Bangli- Bertepatan dengan rangkaian odalan di Pura Batur – Kintamani, Bangli, ISI Denpasar pada tanggal 1 April 2010, merasa terpanggil untuk ikut memberikan sumbangsih dalam bentuk “ngayah”. Ratusan rombongan yang terdiri dari mahasiswa, dosen, pegawai turut ‘ngayah’ yang disesuaikan dengan kemampuan dari civitas akademika ISI Denpasar. Bagi mahasiswa Jurusan Tari, mereka “ngayah” dalam bentuk pementasan Tari sakral Baris Gede dan Rejang, sebagai rangkaian dari upacara. Dilanjutkan dengan pementasan acara hiburan dengan membawakan tari Selat Segara, Jauk Manis, Legong, serta Tari Kepahlawanan Satya Brasta. Mereka diiringi oleh para penabuh dari Jurusan Karawian ISI Denpasar. Para dosen dari Jurusan Fotografi pun ikut mengabadikan moment-moment penting lewat ‘jepretan’ foto seni mereka. Bahkan yang tak ingin ketinggalan pula, para sekaa tabuh wanita ISI Denpasar (Asti Pertiwi) yang biasanya membawakan Tetabuhan Semar Pegulingan pun ikut tampil dengan membawakan tetabuhan Angklung.
Suasana dingin pada malam harinya pun terasa hangat dengan penampilan Arja yang dibawakan secara apik oleh para dosen Pedalangan ISI Denpasar (Wayan Suratni, I Made Sidia, serta I Gusti Sudarta). Penampilan mereka mampu mengundang tawa dengan memberi pesan untuk tetap mempertahankan budaya ‘ngayah’ di Bali. Bahkan yang lebih menarik lagi ISI Denpasar juga menghadirkan Asti Kumara (kumpulan yang terdiri dari anak dosen/ staf ISI Denpasar) untuk ikut andil memeriahkan acara. Kadek Sugi (putera I Made Sidia) dengan kekocakannya menari sangat lihai Tari Topeng “bujuh”. Kemudian yang tak kalah uniknya adalah penampilan dari Komang Ata (Putra dari Suratni) yang dengan berani ikut melucu dengan perannya sebagai Liku cilik. Gerak serta lelucon yang alami mampu mengundang para pemedek untuk menyaksikan kemasan Arja persembahan dari ISI Denpasar.
Dalam kesempatan tersebut rombongan juga melaksanakan persembahyangan bersama guna “nunas ica” agar seluruh keluarga besar ISI Denpasar diberikan keselamatan. Rektor ISI Denpasar, Prof. Dr. I Wayan Rai S., M.A., mengungkapkan bahwa sumbangsih yang diberikan ISI Denpasar melalui pementasan tari dan tabuh ini mungkin terlihat kecil namun menurut Prof. Rai besar kecilnya sumbangan tidak bisa dilihat dari nilai sumbangannya, namun ketulusiklasan dari civitas ISI Denpasar sesuai dengan bidangnya.
Humas ISI Denpasar melaporkan
by admin | Apr 3, 2010 | Artikel, Berita
Oleh : Ni Nyoman Kasih, SST., M.Si. Jurusan Tari,FSP, DIPA 2008
Abstrak Penelitian
Agama Hindu merupakan sebuah agama yang mempunyai unsur ritual, emosional, kepercayaan dan rsional. Melalui dua unsur yang pertama yaitu ritual, dan emosional agama Hindu dan kesenian (tari-tarian) Bali, satu sama lain saling berkaitan. Mengadakan pertunjukan kesenian, baik tari atupun karawitan (gamelan) merupakan ungkapan pengabdian yang tinggi nilainya untuk menghormati bhatara-bhatari, sebagai manifestasi Ida Hyang Widhi, Tuhan Yang Maha Esa. Melakukan berbagai seni kerajinan yang berkaitan dengan upacara keagamaan adalah ungkapan “bhakti dan karma marga” untuk mencapai kesatuan dengan Tuhan Yang Maha Esa. Setiap berlangsungnya upacara keagamaan (proses ritual dalam agama Hindu), umat Hindu berlomba-lomba berbuat sesuatu, baik berupa pertunjukantari dan karawitan, maupun pekerjaan yang lain yang berhubungan dengan upacara tersebut. Mereka ingin “ngayah” (mengabdi) menunjukan keterampilan mereka untuk menyukseskan upacara agama.
Wayang Wong adalah nama sebuah drama tari yang terdapat di beberapa daerah di Indonesia. Wayang Wong adalah cabang seni tari klasik, suatu pertunjukan pawayangan yang pelaku-pelakunya manusia, merupakan integrasi antara tari, tabuh, tembang dan drama. Di Bali, Wayang Wong merupakan drama tari bertopeng yang menggunakan dialog bahasa Kawi dan terdiri dari dua jenis,yaiotu Wayang Wong Parwa dan Wayang Wong Ramayana. Dramatari Wayang wong yang disakralkan adalah sebagai sarana upacara keagamaan. Sebagai sarana upacara agama dalam kegiatannya penuh mengandung arti simbolis, yang mana bila dkupas lebih jauh akan mengandung makna filosofis tertentu. Salah satu kegiatan Dramatari Wayang Wong yang disakralkan khusunya Wayang Wong di desa Mas Ubud Gianyar yakni pementasannya dilaksanakan padahari Raya Kuningan.
Tujuan penelitian ini adalah: (1) Mendeskripsikan asal mula Dramatari Wayang Wong di Desa Mas Ubud Gianyar, (2) Mendeskripsikan fungsi Dramatari Wayang Wong pada upacara hari raya Kunigan di Dsa Mas Ubud Gianyar, (3) Mendeskripsikan tentang persepsi masyarakat desa Mas Ubud Gianyar terhadap keberadaan Dramatari Wayang Wong di desa Mas Ubud Gianyar.
Penelitian Dramatari Wayang Wong ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan teknik pengumpulan data; (1) Wawancara mendalam (indepth interviw), (2) Observasi partisipan (participant observation), (3) Angket dan analisis datanya menggunakan analisis deskriptif yang dilakukan melalui tiga jalur kegiatan yang merupakan satu kesatuan (saling berkait) yaitu: (1) reduksi data, (2) penyajian data, dan (3) penarikan kesimpulan atau verivikasi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa timbulnya dramatari Wayang Wong di desa Mas sudah ada yaitu sekitar abad ke XVIII. Hubungan Wayang Wong di Mas dengan upacara di Pura Taman Pule sangat erat dengan upacra Dewa Yadnya, sehingga Wayang Wong ini dapat digolongkan sebagai tari Wali. Bentuk gerak yang dipakai oleh dramatari Wayang Wong di desa Mas kebanyakan diambil dan gerak tari gambuh. Gambelan batel pewayangan digunakan mengiringi dramatari Wayang Wong di Mas ini dan alat-alatnya terdiri dari dua buah kendang kekrumpungan, empat buah gender wayang, satu buah, kajar , sebuah kempur dan satu tungguh ceng-ceng.
Persepsi Masyarakat Desa Mas Ubud Gianyar Terhadap Keberadaan dramatari Wayang Wong di desa Mas Gianyar adalah tingkat pengetahuan masyarakat terhadap keberadaan dramatari Wayang Wong di desa Mas Gianyar rata-rata ada pada rentangan 100%. Ini berarti pengetahuan masyarakat desa Mas Gianyar terhadap keberadaan dramatari Wayang Wong sangat tinggi. Sedangkan kemampuan masyarakat untuk mempelajari dan menarikan Wayang Wong sangat tinggi. Hal ini ditunjukan dengan angka persenase rata-rata 100%. Ini berarti pembinaan dramatari Wayang Wong lewat pelatihan perlu terus diadakan. Pelestarian dramatari Wayang Wong sangat didukung oleh masyarakat desa Mas, sedangkan pelatihan pemerintah terhadap pembinaan masih kurang, begitu pula bantuan yang diberikan oleh pemerintah daerah TK I dan II terhadap dramatari Wayang Wong perlu ditingkatkan. Pementasan dramatari Wayang Wong di luar upacara agama belum mendapat dukungan ari masyarakat dan musik iringandramatari Wayang Wong masih banyak yang mendukug digunakannya gambelan batel pewayangan.
by admin | Apr 3, 2010 | Berita
Oleh M. Hadi Shubhan
SANGAT mengejutkan dan cukup memprihatinkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP). Sebab, UU BHP sejatinya merupakan sebuah ikhtiar untuk mengubah pengelolaan pendidikan di Indonesia menuju perbaikan.
Lahirnya UU itu merupakan amanat UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dalam UU Sisdiknas dikatakan, penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh pemerintah atau masyarakat berbentuk BHP.
Filosofi penyeragaman institusi pengelola pendidikan dalam suatu badan hukum, antara lain, adalah penertiban. Banyak pihak yang berkedok mendidik bangsa, tapi sejatinya mengomersialkan pendidikan. Modusnya, mereka menggunakan yayasan atau satuan lain dalam penyelenggaraan pendidikan.
Berlindung di balik kegiatan pendidikan seperti itu adalah memanfaatkan sifat sosial yayasan. Pertimbangannya, yayasan atau satuan usaha pendidikan diberi banyak insentif dan kemudahan pada bidang perpajakan dan perizinan. Pihak yang memanfaatkan faktor tersebut pada hakikatnya hanya mencari keuntungan dari dalam yayasan atau satuan itu.
Selain itu, tidak sedikit pihak yang memanfaatkan lembaga pengelola pendidikan untuk menadah dana-dana najis, baik dari dalam maupun luar negeri. Dana-dana tersebut tidak digunakan untuk mengembangkan pendidikan, malah dimanfaatkan buat kepentingan pribadi atau golongan maupun misi-misi tertentu di luar pendidikan. Ibaratnya, lembaga tersebut dikelola sebagai wahana untuk mencuci uang.
Praktik-praktik semacam itu jelas sangat merugikan, bahkan mencoreng misi utama pendidikan. Praktik tersebut perlu ditertibkan dengan menyeragamkan pengelola pendidikan dalam wadah BHP. Dengan demikian, akuntabilitas dan transparansi dapat dilaksanakan. Ada kewenangan dari pemerintah untuk mengawasi BHP. Selain itu, ada sanksi hukum yang tegas jika terjadi pelanggaran akuntabilitas dan transparansi tersebut.
Berdasar ketegasan UU BHP, dapat ditebak pihak-pihak yang kepentingannya terusik itu melawan sampai titik darah penghabisan. Mereka berupaya memprovokasi berbagai elemen masyarakat untuk menolak UU BHP. Tidak cukup provokasi, mereka juga melakukan upaya-upaya hukum untuk menghadang UU itu. Celakanya, masyarakat terprovokasi sehingga sangat apriori terhadap UU tersebut.
UU BHP, Komersialisasi?
Banyak pihak yang mengkhawatirkan komersialisasi pendidikan jika UU BHP diimplementasikan. Kekhawatiran itu jelas kurang tepat. Dengan UU BHP (vide: pasal 41), penyelenggara tidak boleh mendanai pendidikan dengan menarik uang kepada masyarakat (peserta didik) lebih dari 30 persen atau sepertiga jumlah seluruh dana pengoperasian pendidikan.
Artinya, betapa negara sangat melindungi masyarakat agar penyelenggara pendidikan tidak membebankan biaya itu dengan semena-mena. Misalnya, menaikkan SPP dengan sangat tinggi.
UU BHP mendorong penyelenggara pendidikan untuk menggali dana bukan lewat penarikan uang SPP kepada masyarakat, melainkan memberdayakan sekolah atau kampus dalam menggali potensi-potensi yang dimiliki guna memperoleh dana. Misalnya melalui investasi atau usaha lain. Potensi di perguruan tinggi (PT), hasil penelitian sangat prospektif untuk diproduksi secara masal serta bernilai ekonomis.
Selain itu, banyak pihak telah salah memahami UU BHP. Menurut mereka, ketika penyelenggara pendidikan berubah menjadi BHP, akses masyarakat miskin menjadi sempit. Pemikiran tersebut jelas tidak tepat. Yang akan terjadi justru sebaliknya. Akses masyarakat itu dijamin melalui UU tersebut. Pasal 46 UU BHP secara tegas menyatakan bahwa BHP wajib menjaring masyarakat pandai tapi kurang mampu minimal 20 persen.
UU tersebut juga merupakan sebuah ikhtiar negara dalam mengejar ketertinggalan pendidikan di Indonesia agar tidak terlalu jauh dengan negara-negara luar, terutama negara tetangga. Ketika dunia sudah menjadi ikatan global, pendidikan mengalami hal sama. Dengan kondisi sekarang, hanya segelintir PT yang dapat tembus di kelas internasional. Itu pun terbatas dan didominasi PT yang sudah menjadi badan hukum milik negara (BHMN).
UU BHP berusaha memberikan terobosan dalam pengelolaan pendidikan dengan mengubah sistem yang selama ini berlaku. Sistem BHP itu telah terbukti sukses dilaksanakan oleh PT BHMN, yang idenya hampir sama dengan BHP. Terbukti, PT tersebut berhasil masuk dalam peringkat dunia. Misalnya UI, UGM, ITB, dan Unair. Mereka masuk dalam peringkat 400 besar dunia.
Berdasar proposisi-proposisi tersebut, kiranya perlawanan orang yang mengkhawatirkan bisnis pendidikannya bangkrut karena BHP berhasil dengan gemilang. Sebab, UU BHP telah dibatalkan. Sementara itu, salah pemahaman terhadap UU BHP memperoleh legitimasi. Sangat disayangkan, sebuah ikhtiar negara untuk mengubah sistem pendidikan menemui tembok tebal. (*)
*). Dr M. Hadi Shubhan SH MH CN, dosen mata kuliah sengketa pemerintahan fakultas hukum dan sekretaris Universitas Airlangga.
Sumber: http://jawapos.com/halaman/index.php?act=showpage&kat=7
by admin | Apr 3, 2010 | Berita

Jakarta, Kompas – Setiap peneliti atau kelompok peneliti penerima dana insentif riset tahun ini wajib menuliskan hasil penelitiannya untuk dimuat pada jurnal internasional. Selain itu mereka juga dituntut mendaftarkan karya inovasinya pada lembaga Hak Kekayaan Intelektual untuk memperoleh paten.
Warsito P Taruno, staf khusus Menteri Riset dan Teknologi bidang Riset dan Kerja Sama, menyampaikan ini, Kamis (1/4) di Jakarta. ”Aturan itu mulai diterapkan Kementerian Riset dan Teknologi tahun ini untuk meningkatkan output penelitian di Indonesia yang masih tergolong rendah,” ujar Warsito yang juga Ketua Masyarakat Ilmuwan dan Teknokrat Indonesia.
Rendahnya jumlah makalah peneliti dari Indonesia yang masuk jurnal internasional, menurut dia, karena mereka tidak berani kompetisi ilmiah di tingkat internasional. Mereka juga kurang mendapat tantangan menghasilkan inovasi untuk memecahkan masalah riil di industri yang bisa menghasilkan hak atas kekayaan intelektual.
Selama ini, peneliti tidak pernah dituntut menghasilkan riset riil. Syarat baru ini merupakan bentuk kontrak kinerja. Dengan menerima dana riset, berarti mereka menerima dana publik sehingga hasilnya harus memberikan manfaat kepada publik.
Pada tahun anggaran 2010, total dana insentif riset Rp 325 miliar, sama dengan tahun lalu, kata Teguh Rahardjo, Deputi Menristek bidang Riset Iptek.
Anggaran ke semua Lembaga Penelitian Non-Kementerian mulai tahun ini dikelola Kementerian Riset dan Teknologi. Sebelumnya dana itu ada di Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemdiknas. Pelaksanaan program insentif dimulai lebih cepat daripada tahun lalu. Dari total dana Rp 325 miliar, sudah cair Rp 20 miliar.
”Untuk tahun depan dipertimbangkan insentif bersifat top-down di samping yang kompetisi atau pengajuan proposal riset peneliti,” kata Teguh.
Mulai tahun depan, kata Warsito, Kementerian Ristek bersama Bappenas mengajukan dana insentif ristek dua kali lebih besar dibanding tahun ini. Total dana satu kegiatan riset bisa meningkat hingga 10 kali dari besaran sekarang. ”Kami menuntut agar setiap peneliti bekerja keras menghasilkan penelitian berkualitas,” ujarnya. (YUN).
Sumber: http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/04/03/04124490/riset.wajib.masuk.jurnal.internasional.