M

Tentang ISI Bali

Sejarah

Pengantar

Akreditasi

Visi dan Misi

Struktur Organisasi

SAKIP

JDIH

Penghargaan

PPID

Green Metric

Pendidikan

Fakultas Seni Pertunjukan (FSP)

Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD)

Pascasarjana

Program Internasional

Alumni

Penelitian

Penelitian, Penciptaan dan Diseminasi Seni dan Desain (P2SD)

Penelitian Disertasi (PDD)

Penelitian Kompetisi Nasional

Penelitian Kerja Sama

Pengabdian

Bali Citta Swabudaya (BCS)

Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM)

Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) Pusat

Kiprah Mahasiswa Menjelang Dies Natalis VII-2010

Kiprah Mahasiswa Menjelang Dies Natalis VII-2010

Tak terasa ISI Denpasar akan berumur 7 tahun pada 28 Juli nanti mungkin terasa masih muda, namun jika dilihat dari sejarahnya kiprahnya di bidang pendidikan seni sudah puluhan tahun yang lalu. Menjelang Dies Natalis VII ini mahasiswa ISI Denpasar ternyata berhasil memenangkan berbagai perlombaan maupun program baik yang bersifat nasional maupun internasional dan bahkan ada beberapa yang lagi berkompetisi dengan seluruh universitas di negeri ini tepatnya di PEKSIMINAS X yang akan berlangsung dari 24-29 Juli 2010. Ajang Peksiminas (Pekan Seni Mahasiswa Nasional), seperti yang dinyatakan pada Pola Pengembangan Kemahasiswaan yang diterbitkan oleh Ditjen Dikti Depdiknas tahun 2006, yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan praktik mahasiswa dalam menumbuhkan apresiasi terhadap seni, baik seni suara, seni pertunjukkan, penulisan sastra, seni rupa, dll. Untuk tahun 2010 ini dilaksanakan di Pontianak-Kalimantan Barat. Itu terungkap dalam pertemuan Mahasiswa peserta PEKSIMINAS dan Mahasiswa berprestasi dengan rektor ISI Denpasar di Ruang Rektor ISI Denpasar, yang juga dihadiri oleh PR III dan PD III FSRD.

Dalam kesempatan tersebut Rektor ISI Denpasar Prof. Dr. I Wayan Rai S., MA sangat bangga dengan kiprah  dan prestasi mahasiswa ISI Denpasar khususnya untuk tahun 2010 ini dan mendorong agar semangat ini ditularkan kepada mahasiswa yang lain sehingga Lembaga ini semakin mengukuhkan jati dirinya di tingkat Nasional dalam hal yang positif. Prof. Rai menambahkan yang menarik dari prestasi mahasiswa ini adalah ternyata Mahasiswa ISI Denpasar tidak hanya berprestasi di bidangnya saja, Mahasiswa ISI Denpasar yang terkesan hanya bisa menari, megambel dan menggambar buktinya bisa berprestasi di bidang yang lain.

Dalam pertemuan itu juga terungkap ada dua orang mahasiswa ISI Denpasar yang berprestasi gemilang tahun ini yaitu Ketut Adhi Apriana dari Jurusan DKV dan I Gede Wirawan dari Jurusan Pedalangan. Ketut Adhi Apriana berhasil memperoleh peringkat 4 tingkat Nasional Kontes Rencana Bisnis Kreatif PPKI 2010 dan juga memenangkan program meliput Final Piala Dunia yang berlangsung Di Afrika Selatan yang diselenggarakan oleh salah satu perusahaan terbesar di Indonesia. Lain lagi dengan I Gede Wirawan, mahasiswa pedalangan yang juga ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) ISI Denpasar ini akan bertolak ke Turki, ia adalah 1 dari 14 mahasiswa dari seluruh Indonesia yang berhasil lolos dan satu-satunya dari Perguruan Tinggi Seni.

Menurut PR III Drs. I Made Subrata, M.Si sebenarnya sungguh banyak mahasiswa yang berprestasi di ISI Denpasar dan rencananya pada saat Dies Natalis VII ini akan diadakan acara khusus untuk memberikan rasa terima kasih lembaga terhadap mereka. Karena baik secara langsung maupun tidak langsung mereka ikut mengangkat citra lembaga di tingkat nasional maupun internasional, tentu ini merupakan hasil dari kerja keras mereka dan juga hasil buah didik dosen-dosen yang telah mendidik mereka selama ini. Pihak kemahasiswaan akan mendata mahasiswa yang berprestasi selama ini dan rencananya akan memberikan insentif khusus pada mereka.

Humas ISI Denpasar

Guru Hononer Siap-Siap Verifikasi Mulai Juli

Guru Hononer Siap-Siap Verifikasi Mulai Juli

Hal tersebut disampaikan Direktur Profesi Pendidik, Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas), Achmad Dasuki, Selasa (29/06) di Jakarta. Penyataan tersebut disampaikannya saat berdialog bersama perwakilan guru-guru honorer yang tergabung dalam Komite Guru Bekasi (KGB), Komite Aksi Mahasiswa dan Masyarakat Peduli Sosial (NGO KAMMPUS), Forum Komunikasi Tata Usaha (FKTU), dan Rumah Diskusi Guru (Rumdis).

“Pengangkatan guru non-PNS menjadi CPNS tanpa tes merupakan komitmen para wakil Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan tenaga honorer yang tercecer, terselip, dan tertinggal ini,” ujar Dasuki yang didampingi Kepala Pusat Informasi dan Humas, M. Muhadjir.

Ia menjelaskan bahwa setiap guru berstatus bukan PNS yang mengajar sebelum tahun 2005 berhak mendapatkan kenaikan status menjadi CPNS asalkan memenuhi kualifikasi dan syarat tertentu. “Dia mengajar terus menerus tanpa putus, memenuhi 24 jam mengajar per minggu, diangkat oleh pejabat yang berwenang, serta penghasilannya dibiayai oleh APBN dan APBD,” papar Dasuki.

Namun, ia mengingatkan, guru yang telah melakukan verifikasi data dan dinyatakan lulus, tidak dapat diangkat sekaligus dalam tahun yang sama. Ini disebabkan terbatasnya anggaran yang pemerintah miliki. “Jadi, memang guru harus sabar. Kami tidak mungkin mengangkat sekaligus guru yang berstatus honorer itu menjadi CPNS. Prosesnya harus bertahap,” tegas Dasuki.

Kepala Biro Kepegawaian Kemdiknas, Mashuri Maschab yang juga hadir sebagai narasumber dalam dialog tersebut menjelaskan bahwa meskipun lulus dalam verifikasi, namun apabila tidak memenuhi ketentuan batas umur maksimum, maka guru tersebut tidak bisa diangkat sebagai CPNS. Namun, berdasarkan kebijakan pemerintah, guru yang tidak diangkat sebagai CPNS berhak atas kebijakan pendekatan kesejahteraan.

Mashuri menjelaskan dengan ketentuan tersebut, maka guru itu tetap mengajar dengan statusnya sebagai honorer tetapi mendapat perhitungan kesejahteraan tertentu. Ia mengungkapkan bahwa guru yang tidak lolos verifikasi akan dikembalikan pada pemerintah daerah. “Pemerintah daerah berkewajiban memberikan gaji di atas UMR (upah minimum regional),” tegasnya.

Ia juga menjelaskan bahwa sejak diberlakukannya peraturan mengenai otonomi daerah, maka kebijakan pendidikan di tingkat dasar dan menengah, termasuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) menjadi kewenangan pemerintah daerah. “Jadi, kami tidak berwenang mengangkat guru. Itu sepenuhnya kewenangan pemerintah daerah,” ujar Mashuri.

Saat berdialog tersebut, perwakilan guru honorer asal Kota Bekasi, Jawa Barat ini menyuarakan sejumlah sikap, di antaranya mendorong peningkatan kesejahteraan dan status bagi pada pendidik dan tenaga kependidikan yang berstatus honorer di sekolah negeri. Selain itu, mereka juga mendukung percepatan pembubaran Ditjen PMPTK dan menyambut baik pembentukan tiga direktorat pengganti Ditjen PMPTK.

“PMPTK tidak mengakomodasi guru honorer di sekolah negeri untuk sertifikasi padahal kami memenuhi 24 jam mengajar per minggu dan telah mengabdi selama belasan tahun. Kami ikut mencerdaskan kehidupan bangsa, namun tidak diberikan kesempatan yang sama,” kata Ketua Komite Guru Bekasi (KGB), Abdul Rozak.

Menanggapi hal itu, Dasuki menjelaskan bahwa berdasarkan peraturan penggunaan dana APBN, dana tersebut tidak boleh dipakai membiayai aktivitas non-permanen. Itu sebabnya, kata Dasuki, pemerintah tidak dapat memberikan sertifikasi kepada guru yang masih berstatus honorer. “Kalau menyertifikasi guru honorer, berarti kami menyalahi aturan,” tegas Dasuki.

Ia juga menambahkan bahwa permasalahan tercecernya guru honorer di daerah akibat pengangkatan yang dilakukan sepihak oleh Kepala Sekolah. Untuk itu, mulai tahun 2014, Kepala Sekolah yang masih mengangkat tenaga honorer, maka Surat Keputusan pengangkatan dirinya sebagai Kepala Sekolah akan langsung dicabut. “Kami harus tegas, agar permasalahan ini tidak terjadi lagi,” katanya.   (ratih)

Sumber: http://www.kemdiknas.go.id/list_berita/2010/6/29/honorer.aspx

Pemerintah Anggarkan Rp1 Triliun untuk Cetak Doktor Muda

Pemerintah Anggarkan Rp1 Triliun untuk Cetak Doktor Muda

Jakarta – Pemerintah membuat terobosan baru dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas doktor di Indonesia. Menteri Pendidikan Nasional Muhammad Nuh mengatakan, masyarakat berbasis pengetahuan kuncinya ada pada orang yang memiliki keahlian. “Memang ada orang yang dibiarkan begitu saja tapi keahliannya bagus, tapi tidak banyak. Akan lebih kuat jika orang-orang yang memiliki keahlian tersebut kita “ciptakan”,” ujarnya ketika menerima wakil Indonesia yang akan bertanding di sejumlah olimpiade sains, di kantor Kemendiknas, pada 28 Juni.

Karena itu, kata dia, pemerintah mulai tahun ini menyiapkan dana sebesar Rp1 triliun untuk beasiswa strata-2 dan strata-3 untuk para mahasiswa berprestasi. Beasiswa tersebut bisa digunakan di dalam dan di luar negeri. “Gagasan besarnya, kami sudah menyiapkan dana Rp1 triliun. Itu sudah merupakan keputusan politik,” ucap Menteri Nuh.

Di kesempatan yang sama Nuh juga menyatakan, wakil Indonesia pada olimpiade internasional atau siapa pun yang berhasil mengharumkan nama bangsa, akan mendapat beasiswa sampai S3 di universitas mana pun. “Anak-anak yang ikut olimpiade ini merupakan benih mahal yang sudah teruji. Karena itu kami jadikan prioritas untuk menjadi doktor nantinya,” katanya. (aline)

Sumber: http://www.kemdiknas.go.id/list_berita/2010/6/30/cetak-doktor.aspx

Tinjauan Estetik Arsitektur  Puri Kanginan Singaraja

Tinjauan Estetik Arsitektur Puri Kanginan Singaraja

Oleh: I Made Pande Artadi, S. Sn., M. Sn (Dosen PS Desain Interior)

Dibiayai DIPA Isi Nomor: 0230.0/023-404.2/XX/2009

RingkasanPenelitian

Kebudayaan dalam lingkungan kehidupan sosial manusia akan selalu berkembang, tidak bersifat statis, namun dinamis, ia akan selalu berubah dan terus mengalami modifikasi budaya seiring dengan mobilitas nilai-nilai paraktisnya.  Kehadiran kolonisasi di Bali Utara (Singaraja) memungkinkan terjadinya  pertemuan budaya lokal (tradisional) dengan budaya kolonial (modern), sehingga memberi peluang besar akan  timbulnya hasrat dari budaya lokal untuk menyerap nilai-nilai budaya baru hingga  mengakibatkan terjadinya pergeseran pada berbagai wujud budaya.  Unsur-unsur modern dari budaya kolonial berkembang dan masuk dalam kehidupan masyarakat hingga berpengaruh pada wujud benda budaya (material culture), salah satunya adalah arsitektur tradisional.

Fenomena ini akan terlihat pada penelitian arsitektur tradisional puri Kanginan Singaraja yang semua dijabarkan melalui metoda deskriptif analisis dalam koridor bahasan estetika. Pada perkembangannya di masa kolonial terlihat bahwa prinsip-prinsip estetika tradisional mulai bergeser, setiap perwujudannya sebagian besar mengacu pada prinsip-prinsip estetika klasik Barat yang mengutamakan bentuk visual bangunan.  Elemen-elemen estetika arsitektur kolonial yang ada di Indonesia, seperti molding, gevelCurviliner Gabele’, Pediment, kolom jenis ‘Tuscan’, dan overstack berintegrasi dalam arsitetur puri. Pada prinsipnya kehadiran elemen-elemen arsitektur kolonial dalam arsitektur tradisional Puri Kanginan adalah salah satu proses akulturasi budaya yang cenderung terjadi dalam perjalanan dinamika budaya. Akulturasi yang dimaksud dalam hal ini adalah pertemuan dua budaya dalam wujud arsitektur (arsitektur tradisional Bali dengan arsitektur kolonial Belanda), kemudian terjadi peminjaman unsur-unsur arsitektur kolonial  dalam arsitektur tradisional Bali.

PT Wajib Umumkan Akreditasi

PT Wajib Umumkan Akreditasi

JAKARTA (SI) – Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh meminta seluruh perguruan tinggi (PT) untuk memublikasikan status akreditasinya kepada masyarakat secara jujur.

Menurut Mendiknas, hal itu penting agar masyarakat, terutama calon mahasiswa baru, bisa menentukan pilihan sebelum mendaftarkan diri ke perguruan tinggi. “Perguruan tinggi harus fair. Jika belum (belum terakreditasi), bilang saja belum. Jangan membohongi masyarakat dalam mencari pendidikan yang berkualitas,” tegas Nuh di Jakarta kemarin. Mendiknas menjelaskan, status akreditasi ini sangat penting. Sebab, Undang-Undang (UU) 20/ 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), Pasal 62 (I), menggariskan setiap satuan pendidikan harus memiliki izin dari pemerintah.
Kemudian, dalam Pasal 62 (2), Pasal 86, dan 87 Peraturan Pemerintah (PP) No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan ditegaskan bahwa akreditasi harus dilakukan pada satuan pendidikan untuk menentukan kelayakan program suatu satuan pendidikan melalui penilaian yang saksama sehingga memenuhi baku mutu yang telah menjadi standar minimal. Karena itu, Mendiknas meminta agar masyarakat berhatihati memilih program studi di perguruan tinggi yang belum terakreditasi. Menurut dia, ada beberapa tips yang bisa dilakukan calon mahasiswa sebelum mendaftar ke perguruan tinggi. Pertama, melihat apakah program studi di perguruan tinggi yang dituju sudah terakreditasi atau belum.
Sebab, ungkap Nuh, dari status tersebut dapat diketahui apakah program studi yang dituju di perguruan tinggi tersebut berkualitas atau tidak. “Kedua, jangan tergiur dengan iklan dan promosi tentang perguruan tinggi yang belum tentu sesuai dengan kenyataannya.Carilah informasi sebanyak-banyaknya,” tandasnya. Lebih lanjut Mendiknas menyatakan, perguruan tinggi yang belum memperoleh akreditasi sebaiknya segera mengajukan.Dia pun berjanji tidak akan mempersulit proses akreditasi perguruan tinggi. Namun, Nuh juga meminta agar perguruan tinggi tetap menjamin bahwa persyaratan harus terpenuhi seperti kelengkapan fasilitas dan jumlah dosen.
“Begitu dipenuhi persyaratannya, langsung diverifikasi dan otomatis akan terakreditasi,” tegas mantan Menteri Komunikasi dan Informatika itu. Berdasarkan data yang ada, hingga akhir 2009, dari 15.000 program studi di seluruh perguruan tinggi di Indonesia, baru separuhnya yang sudah terakreditasi. Sebagian besar program studi yang belum terakreditasi tersebut ada di perguruan tinggi swasta.Hanya sebagian kecil program studi di perguruan tinggi negeri yang belum terakreditasi,yakni kurang dari 5%. Umumnya, yang belum terakreditasi pada perguruan tinggi negeri itu adalah program studi baru.
Ketua Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (BP PTSI) Thomas Suyatno mengaku masih banyak perguruan tinggi yang belum terakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT).Hal ini terjadi karena sebagian besar perguruan tinggi, terutama swasta, tidak sanggup memenuhi beberapa persyaratan yang ada. “Ada standar yang harus dipenuhi dan belum semua kampus sanggup,” jelasnya.Thomas mengungkapkan, ada tujuh standar yang wajib dipenuhi perguruan tinggi untuk mendapatkan status akreditasi.

Di antaranya, penilaian tentang proses belajar-mengajar, kepemimpinan, penelitian, dan kemahasiswaan. Selain itu, menurut Thomas, banyak juga perguruan tinggi swasta yang menurun akreditasinya. Mayoritas penurunan terjadi karena ada masalah internal seperti buruknya manajemen dan ketidaksepahaman antara dosen, dekan, kepala jurusan dengan pihak yayasan. Ketegangan di lingkup internal kampus tersebut, jelasnya,menyebabkan kualitas pengajaran berkurang.“ Seperti dosen yang tidak sepenuhnya berkonsentrasi memberikan pelajaran kepada mahasiswa serta kurangnya jumlah penelitian yang berpengaruh pada penilaian akreditasi kampus,”paparnya.
Thomas mengatakan, jika calon mahasiswa ingin mencari tahu apakah program studi di perguruan tinggi yang diincar sudah terakreditasi atau belum, hal itu bisa dengan membuka situs www.ban-pt.depdiknas.go.id. “Di situ tinggal diklik perguruan tinggi yang dimaksud,nanti akan terlihat status akreditasinya,” ungkap Pengawas Yayasan Atma Jaya dan dosen pascasarjana Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini.Anggota Komisi X DPR Tubagus Dedi Suwendi Gumelar juga meminta agar calon mahasiswa berhati-hati dalam memilih perguruan tinggi. (neneng zubaidah)

Sumber: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/334097/

Loading...