by admin | Mar 7, 2011 | Berita
Jakarta – Menteri Pendidikan Nasional meminta kepada pemimpin perguruan tinggi agar terus menerus membuka diri, dan membuka peluang seluas-luasnya kepada siswa yang memiliki kemampuan akademik memadai, tapi terbatas kemampuan finansialnya. “Janganlah sekali-kali mengedepankan pertimbangan-pertimbangan finansial semata dengan mengabaikan kemampuan akademik. Dan, sama sekali tidak dibenarkan, men-drop out seseorang, mengeluarkan seseorang, tidak menerima seseorang, karena pertimbangan finansial,” katanya dalam pidatonya pada pelantikan rektor, direktur politeknik, dan pejabat struktural Kementerian Pendidikan Nasional, di Gedung Kemdiknas, Senin(7/03/2011).
Sebaliknya, Mendiknas menekankan pada perguruan tinggi untuk mendorong mahasiswanya agar mampu mengembangkan diri dan menjadi pemimpin masa depan. “Kembangkan kebersamaan, buka dialog dengan para mahasiswa, karena para mahasiswa harus didorong agar mampu mengembangkan diri dan menjadi pemimpin,” tuturnya.
Mendiknas juga berpesan kepada para pimpinan perguruan tinggi yang baru dilantik ini, agar menerapkan manajemen kampus yang berbasis kebersamaan untuk mengembangkan perguruan tingginya masing-masing. “Jangan gunakan kotak-mengkotak. Kalau toh pemilihan rektor selesai, ya selesai. Saatnya kita ajak semua komponen yang ada di perguruan tinggi untuk mengembangkan perguruan tinggi masing-masing,” katanya.
Mendiknas berharap agar pada 2025, menyongsong 100 tahun kemerdekaan Indonesia pada 2045, perguruan tinggi bisa menjadi pusat-pusat yang memberikan dukungan pada peningkatan kesejahteraan bangsa. “Jadikan daerah masing-masing sebagai pusat pengembangan sumber daya manusia maupun peningkatan kesejahteraan bagi bangsa ini,” katanya.
Adapun pimpinan perguruan tinggi yang dilantik hari ini adalah,
1. Rektor Universitas Tadulako, Muhammad Basir,
2. Rektor ISI Padang Panjang, Mahdi Bahar,
3. Direktur Politeknik Negeri Jember, Nanang Tri Wahyono,
4. Direktur Politeknik Negeri Banjarmasin, Darmawan,
5. Direktur Politeknik Negeri Pontianak, Mahyus,
6. Kepala Sub Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus, Subandi Idris,
7. Kepala Sub Bidang Perencanaan dan Produksi Bidang Pengembangan Teknologi Pembelajaran Berbasis Radio Televisi dan Film Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan, Wardoko,
8. Kepala Seksi Pra sarana sub direktorat Sarana dan Prasarana Direktorat Pembinaan Pendidikan Masyarakat Direktorat Jenderal PAUN NI, Marsoyo,
9. Kepala Sub Bagian Perbendaharaan Bagian keuangan Sekretariat Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan, Hazul Ahmaedi
Sumber: kemdiknas.go.id
by admin | Mar 7, 2011 | Berita, pengumuman
PENGUMUMAN
Nomor: 720/I5.1.10/PP/2011
Diberitahukan kepada Mahasiswa FSRD ISI Denpasar yang sudah Yudisium semester ganjil 2010/2011 dan ikut Pelatihan Mahasiswa Wirausaha (PMW) agar segera menghubungi Pembantu Dekan III.
Demikian kami sampaikan untuk dapat dilaksanakan. Terima kasih.
Denpasar, 3 Maret 2011
A.n. Dekan
Pembantu Dekan III,
Drs. D.A. Tirta Ray, M.Si
NIP. 195704231987101001
by admin | Mar 7, 2011 | Berita, pengumuman
PENGUMUMAN
Nomor: 721/I5.1.10/PP/2011
Diberitahukan kepada Mahasiswa FSRD ISI Denpasar bahwa Pendaftaran Studi Ekskursi ke Palu, Sulawesi Tengah yang akan dilaksanakan pada bulan April 2011 dimulai tanggal 7 – 18 Maret 2011 dengan persyaratan sbb:
1. Minimal duduk di semester IV;
2. Atau minimal sudah lulus 60 sks;
3. Menyerahkan Transkrip Akademik.
Demikian kami sampaikan untuk dapat dilaksanakan. Terima kasih.
Denpasar, 3 Maret 2011
A.n. Dekan
Pembantu Dekan III,
Drs. D.A. Tirta Ray, M.Si
NIP. 195704231987101001
by admin | Mar 7, 2011 | Berita, pengumuman

Biro Oktroi Roosseno (BOR), dalam rangka peringatan HUT ke-60 akan memberikan bantuan dalam bentuk hibah dengan jumlah total Rp 300.000.000,00 untuk empat pemenang, atau sebesar Rp 75.000.000,00 tiap proposal penelitian.
Setiap hak kekayaan intelektual yang dihasilkan dari penelitian ini tidak akan diklaim oleh BOR. Namun demikian BOR siap membantu drafting paten dan proses pendaftaran permohonan paten dari hasil penelitian tersebut.
Penghargaan diberikan dalam bentuk bantuan dana untuk jangka waktu penelitian maksimal satu
tahun ,dan dalam bidang:
A. Pemanfaatan Energi Alternatif
B. Peningkatan Ketahanan Pangan
C. Pemanfaatan Keanekaragaman Hayati
Calon penerima penghargaan dan rpoposal penelitiannya perlu mendapat rekomendasi dari sebuah lembaga penelitian ilmiah. Untuk institusi pendidikan tinggi supaya direkomendasikan oleh ketua Lembaga Penelitian atau Dekan Fakultas. Untuk pusat riset non-universitas supaya direkomendasikan oleh direkturnya atau kepala lembaga.
Proposal yang telah lengkap, serta Biodata yang menunjukkan track record keunggulan
sebagai peneliti, harus sudah diterima BOR paling lambat 10 Mei 2011 pukul 17.00 WIB.
Sumber dan file Selengkapnya
by admin | Mar 6, 2011 | Berita
Dalam UU Republik Indonesia no. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, Bab I tetang Ketentuan Umum Pasal 1 poin 3 (tiga) disebutkan bahwa Guru besar atau profesor yang selanjutnya disebut profesor adalah jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang masih mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi. Selanjutnya pada pasal 49 ayat 1 tercantum pula bahwa Profesor merupakan jabatan akademik tertinggi pada satuan pendidikan tinggi yang mempunyai kewenangan membimbing calon doktor.
Kata Jabatan fungsional dan jabatan akademik tertinggi, tidak saja bermagna sebagai pengakuan prestasi akedemik, akan tetapi tersimpan magna yang paling dalam, yaitu “keteladanan”. Magna keteladanan ini tidak saja menyangkut prestasi akademik, akan tetapi juga menyangkut norma dan moral. Seseorang yang telah menyandang jabatan fungsional tentunya telah meniti karir dan melakukan kegiatan tridharma, yang meliputi pendididkan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat dalam kurun waktu yang cukup lama. Sederetan persyaratan tentunya sudah dipenuhinya, antara lain memiliki kualifikasi akademik Doktor. Selain itu, calon Guru Besar harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan – perundangan yang berlaku.
Sebagai penghargaan atas kecermelangan karirnya tersebut, sejak Januari 2008, pemerintah memberikan sertifikasi otomatis kepada guru besar yang telah memiliki gelar doktor sehingga gajinya ditambah dengan satu kali gaji pokok. Mulai Januari 2009, para guru besar mendapatkan tunjangan kehormatan profesor yang nilainya sebesar dua kali gaji pokok.
Pada awal karir seorang dosen tentunya pernah terkilas dipikirannya bahwa suatu kelak nanti dia berharap dapat mencapai jabatan akademik tertinggi. Sayangnya dalam mencapai cita cita tersebut masih ada segelintir dosen yang seharusnya menjadi suri teladan, melakukan tindakan anomali yang tidak sesuai dengan magna dan norma yang melekat pada predikat Guru Besar yang akan diraihnya.
Temuan di lapangan masih menunjukkan bahwa dalam pengusulan Guru Besar masih ada tindakan anomali yang cenderung menghalalkan segala cara untuk mencapai jabatan fungsional tertinggi tersebut. Pada suatu saat salah satu Tim Penilaian Angka Kredit mengevaluasi berkas pengusulan Guru Besar dan secara insting dia merasa bahwa ada yang kurang beres dengan publikasi hasil penelitian si pengusul. Penerbit Jurnal internasional tempat karya ilmiah si pengusul diajukan tampak asing baginya, walaupun karya ilmiah tersebut dicetak dengan kelas cetakan dan kertas mewah sekelas penerbit Elsevier. Dari keraguan ini selanjutnya dilakukan investigasi dengan cara mengunjungi alamat Jurnal Internasional tersebut. Hasilnya ? Alamat penerbit tidak ditemukan dan yang ada hanya komplek pertokoan. Hal ini mengindikasikan bahwa si pengusul memalsukan berkas karya ilmiahnya dengan cara mencetaknya sendiri.
Ada juga kasus lain, dimana secara kebetulan salah seorang Guru Besar yang membimbing Doktor menemukan karya ilmiah bimbingannya yang sama sekali tidak mencantumkan nama beliau sebagai salah satu penulis, padahal beliau pembimbing utama dan disertasinya merupakan karya pemikiran bersama. Alasan si penulis melakukan tidakan yang kurang terpuji ini adalah si pembimbing sudah Guru Besar dan tidak memerlukan angka kredit lagi. Ternyata karya ilmiah yang telah direkayasa dengan menghilangkan sama pembimbingnya tersebut diajukan sebagai salah salah satu publikasi ilmiah utama dalam pengajuan Guru Besarnya. Apapun alasannya tindakan ini merupakan salah satu bentuk anomali yang mengarah kepada ketidakjujuruan ilmiah.
Kasus lain yang akhir akhir ini menggejala adalah mencapai gelar doktor tanpa proses belajar mengajar yang normal. Secara administrasi ijasah yang didapat memang asli dan resmi, akan tetapi secara proses belajar sama sekali tidak memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar Doktor. Program ini banyak ditawarkan oleh Negara tetangga dekat kita. Petanyaan yang muncul dalam benak kita adalah bagaimana mungkin seseorang mendapatkan gelar Doktor yang notabene gelar akademik tertinggi tanpa melewati suatu program yang intensif. Dalam masa studinya yang 2-4 tahun tersebut sang dosen secara kumulatif berada di Negara yang bersangkutan hanya tidak lebih dari 2 bulan saja. Ini berarti bahwa pada awal mendaftar beliau datang beberapa hari, dipertengahan studi datang beberapa hari dan mengikuti ujian akhir dan wisuda beberapa hari saja. Bahkan beberapa diantaranya melakukankan seminar proposalnya di Universitas asalnya dengan hanya dihadiri sesama dosen koleganya. Semua korespondensi dilakukan hanya melalui email. Pada kasus yang lebih ekstrim ada dosen yang walaupun ijasahnya disebutkan berasal dari Negara lain, akan tetapi selama proses belajarnya tidak penah belajar dan mengunjungi Negara yang bersangkutan. Dapatkah kita membayangkan apa yang akan terjadi apabila sang Doktor yang diraihnya dengan cara seperti ini telah mencapai jabatan Guru Besar tersebut membimbing mahasiswa? Wawasan ilmiah apa yang yang dia akan berikan kepada mahasiswanya?
Seperti yang telah diuraikan di atas sebutan dan jabatanya Guru Besar itu merupakan akumulasi dari proses yang sangat panjang. Dalam prosesnya, ada dosen yang dapat dengan cepat menggapainya ada pula yang mendapatkannya nyaris diujung masa baktinya. Dalam mencapainya ada empat kategori, yaitu:
Kelompok Pertama adalah Guru Besar yang dicapai dengan ‘segala cara’, karena Guru Besar bagi orang tersebut merupakan tujuan akhir yang harus dicapai. Konon pula dosen yang tergolong dalam kategori ini setelah mendapatkan guru besar dia akan frustasi karena ternyata ‘respect’ terhadap dirinya sebagai seorang guru besar dari orang sekitarnya dan harapan-harapan yang melekat dengan guru besarnya tersebut tidak seperti yang dia harapkan dan sebelumnya. Bahkan muncul gunjingan dan ungkapan dari lingkungan sekitarnya seperti: ‘orang seperti itu kok bisa ya jadi guru besar? Orang ini sering diungkapkan sebagai Guru Besar GBHN (Guru Besar Hanya Nama). Keberadaan Guru Besar ini di unit kerjanya dirasakan sebagai kegerahan yang luar biasa bagi kolega dan sama sekali bukan merupakan kebanggaan unit kerjanya.
Kelompok Kedua adalah Guru Besar yang dicapai atas dasar prestasi cemerlangnya dalam tridarma pergurunan tinggi . Guru Besar kelompok ini sering disebut sebagai Guru Besar GBPP (Guru Besar Pencapaianya melalui Prestasi). Konon Guru Besar dalam kelompok ini sering mendapat pujian seperti : ‘hebat ya masih muda sudah Guru Besar dan prestasinya dapat dijadikan panutan’ atau ‘hebat ya bapak-ibu itu, dia Guru Besar yang sangat berwibawa dan produktif’ Karena Guru Besarnya bukan merupakan tujuan akhir, maka setelah mendapat Buru Besar nya pun dia terus menunjukkan prestasi gemilangnya. Bisanyanya Guru Besar ini dijadikan kebanggaan bagi unit kerjanya dan mahasiswa berbondong bondong antri untuk meminta beliau menjadi pembimbing.
Kelompok Ketiga adalah dosen yang Belum Guru Besar, tapi prestasi tridharmanya melebihi Guru Besar. Kelompok ini sering disebut dosen B-GBPP ( Belum Guru Besar tapi Penuh Prestasi). Orang di sekitarnya sering sekali sudah menganggap dia sebagai Guru Besar karena kepakarannya. Biasanya orang ini kalau saja mau meluangkan waktu sebentar untuk mengajukan kenaikkan pangkat maka sudah dapat dipastikan dia akan memperoleh gelar Guru Besar. Kelompok ini sering beranggapan bahwa secara moral dirinya masih belum pantas menjadi Guru Besar. Kalau sudah dirasa pantas, baru kemudian dia mengajukan Guru Besarnya
Kelompok Keempat adalah orang sekaliber Guru Besar prestasinya, tapi dia tidak pernah perduli dengan urusan kenaikan pangkatnya termasuk mengurus Guru Besarnya. Kelompok ini beranggapan bahwa Guru Besar merupakan suatu penghargaan atas prestasi seorang dosen. Oleh karena itu, Institusi lah yang berkewajiban mengurus dan memberikan penghargaan tersebut kepadanya, bukan dia yang harus mengusahakannya. Kelompok ini sering diistilahkan KaGB (Kelompok acuh Guru Besar).
Mari kita merenung sejenak, termasuk kelompok manakah kita? Semoga kita tidak masuk ke dalam kelompok anomali yang tanpa kita sadari telah meracuni generasi penerus bangsa.
Prof. Ronny Rachman Noor, Ir, MRur.Sc, PhD
Research and Community Services Institute – Bogor Agricultural University
ronny_noor[at]yahoo.com
Sumber: dikti.go.id