by admin | Apr 20, 2011 | Artikel, Berita
Kajian Fungsi, Bentuk Dan Makna Angkul-Angkul Rumah Adat Penglipuran Di Desa Adat Penglipuran – Kecamatan Kubu Kabupaten Bangli, Bagian I
Kiriman: Ida Bagus Purnawan, Dosen PS. Desain Interior ISI Denpasar
Abstract : Rumah adat penglipuran di desa adat penglipuran kecamatan kubu, kabupaten Bangli merupakan kompleks pemukiman tradisional terpadu dan mempunyai keunikan arsitektur yang keberadaannya masih tetap terjaga sampai saat ini. Angkul –angkul di desa adat penglipuran dalam tata ruang pemukiman terkait dengan tata kondisi lingkungan alami menganut konsep Tri Hita Karana, adat istiadat, kehidupan social masyarakat dengan konsep Desa Kala Patra yang berorientasi pada Tri Mandala, Tri Angga dan Bhuanaanda serta system kemasyarakatannya berpedoman pada konsep Tat Twam Asi. Angkul –angkul rumah adat penglipuran merupakan cerminan masyarakat gotong royong dan mempunyai nilai kebersamaan dan kesederhanaan dalam bentuk atau wujud dari angkul –angkul tersebut seragam dan tidak memiliki nilai perbedaan, baik bahan maupun besarnya. Metode penelitian yang digunakan adalah metide kualitatif yang dipayungi oleh Ilmu Kajian Budaya ( cultural studies ) terutama kajian budaya makna simbolik. Tujuan diadakan penelitian ini adalah untuk memporoleh pengetahuan secara empiris melalui pengamatan langsung dengan kaidah – kaidah perancanagan tata ruang dan mempelajari nilai fungsi, bentuk dan makna dari angkul – angkul yang merupakan komponen bangununan dalam pekarangan rumah adat di desa penglipuran. Dari hasil penelitian diketahui bahwa rumah adat penglipuran menjaga kelestarian alam lingkungannya sejalan dengan konsep – konsep tata ruang pemukiman yang hiharkinya adalah nilai makna yang terkandung dalam Tri mandala ; Utama mandala, madya Mandala, Nista Mandala. Berdasarkan Fungsi, bentuk dan Maknanya. Fungsi angkul –angkul di desa penglipuran dimana orang yang akan masuk kepekarangan rumah dapat dicapai dengan bebas dan terbuka, Bentuk angkul – angkulnya tidak memiliki aling-aling dan tidak memiliki pintu, makna yang terkandung adalah mereka dalam suatu pekarangan dan dalam satu kawasan adalah milik bersama masyarakat adat penglipuran. Angkul-angkul desa adat penglipuran memiliki bentuk, motif, letak dan ukuran yang sama serta seragam di seluruh pekarangan perumahan, sehingga konsep pemukiman rumah adat penglipuran tidak memiliki perbedaan status social dan mereka adalah satu dalam kebersamaan.
Keyword : Rumah adat, adat istiadat, identitas angkul – angkul dan nilai kebersamaan
Pendahuluan
Desa Adat Penglipuran dibentuk pada jaman Bali Mula, Masyarakat desa adat penglipuran mengakui bahwa leluhur mereka berasal dari Desa Bayung Gede Kintamani.
Penglipuran ini berasal dari kata Lipur yang berarti Menghibur hati, jadi penglipuran artinya Tempat untuk menghibur hati sambil bekerja di ladang, lama – kelamaan menjadilah Penglipuran. Para pemuka adat setempat menuturkan bahwa nama Penglipuran mengandung makna Pengeliling Pura, sebuah tempat suci untuk mengenang lelulur. Konon penduduk desa penglipuran pernah diminta bantuannya oleh Raja Bangli untuk bertempur melawan kerajaan Gianyar, karena keberaniannya, penduduk desa diberikan jasa oleh raja Bangli berupa tanah yang lokasinya sekarang disebut desa adat Penglipuran.
Desa adat Penglipuran berkembang dari tradisi yang dibawa dari Kebudayaan Bali Aga ( Bali Mula ). Seiring dengan masuknya jaman Bali Aga perkembangan kebudayaan dengan membentuk benda-benda alam dalam susunan yang harmonis dalam fungsinya menjaga keseimbangan manusia dengan lngkungannya. Semakin berkembangnya jaman maka kebudayaan Bali Aga dipengaruhi dengan perkembangan jaman Bali Arya dengan pembaharuan kebudayaan dibidang social dan ekonomi dengan menonjolkan bidang Budaya Arsitektur dengan pengkajian dan pemahaman bidang ilmu bangunan dan pemukiman seperti adanya Lontar- lontar Asta Bumi dan Asta Kosali sebagai pedoman teori pelaksanaan bidang Arsitektur.
Ditinjau dari aspek geografis desa adat penglipuran terdiri dari satu banjar adat dan termasuk dalam batas administratif pemerintahan wilayah desa Kubu, kecamatan Kubu, Kabupaten Bangli. Desa adat penglipuran memiliki luas wilayah 160,627 hektar denga rincian sebagai berikut : Pekarangan 14,805 Hektar, Tegalan : 49,47 hektar, Laba Pura : 15 hektar, Kuburan : 0.70 Kektar, Hutan 75 hektar dan lain-lainnya 5.4 hektar. Desa adat Penglipuran terletak 5,5 km sebelah Utara Kota Bangli, serta memiliki batas-batas fisik wilayah sebagai berikut ;
Sebelah Utara : Desa Adat Kayang
Sebelah Timur : Desa Adat Kubu
Sebelah Selatan : Desa Adat Gunaksa
Sebelah Barat : Desa Adat Cekeng
Desa adat penglipuran terletak 500 – 600 meter di atas permukaan laut, Suhu rata-rata 18o – 32o Celcius, dengan curah hujan rata-rata setiap tahunnya antara 2.000 – 2500 milimeter per tahun, sehingga daerah ini termasuk dalam katagori wilayah sejuk dan meliliki cadangan air dlam jumlah cukup besar. ( Sumber Data Kantor kepala desa penglipuran )
Desa penglipuran adalah merupakan Desa Adat sehingga memiliki Hak Otonomi yang memiliki kontribusi yang sangat besar membantu pemerintahan Desa baik dalam pembangunan fisik dan non fisik. Kelembagaan Desa Adat penglipuran secara Struktur Vertikal dan horizontal terdiri dari kelompok – kelompok profesi / fungsional dengan pokok – pokok pelaksanaan tugas sebagai prejuru desa adat. Krama desa adat penglipuran terdiri dari : Krama Pengarep dan Krama Pengerob. Krama Pengarep merupakan keluarga yang mempunyai tugas dan tanggungjawab untuk menyungsung Pura Kahyangan Tiga, karma pengerep menurut awig – awig mereka menempati karang Ayahan Desa. Kewajiban karma pengarep adalah menyungsung pura dan melola asset – aset desa adat serta membayar iuran ( urunan ) dan karma Pengerob adalah keluarga Desa adat yang membantu keluarga pengarep untuk ngayah ( gotong royong ) keluarga pengerob terdiri dari Sekehe Baris dgn tugas mengatur kelangsungan upacara berupa tari- tarian, Sekehe Gong bertugas untuk mengatur gambelan dalam pelaksanaan upacara, Sekehe Pratengan bertugas sebagai juru masak dalam persiapan upacara dan sekehe Taruna/ni adalah warga desa yang belum menikah.
Kajian Fungsi, Bentuk Dan Makna Angkul-Angkul Rumah Adat Penglipuran Bagian I, selengkapnya
by admin | Apr 20, 2011 | Berita, pengumuman
LONDON: Data baru menunjukkan bahwa buku elektronik atau eBook untuk pertama kalinya masuk kategori penjualan terbaik di Amerika Serikat.
Menurut Telegraph, berdasarkan angka-angka baru yang dirilis Jumat (15/4), eBook sudah menjadi format tunggal dengan penjualan terbaik dalam penerbitan Amerika untuk pertama kalinya.
Association of American Publisher (AAP) mengungkapkan laporan terbaru mereka, yang mengumpulkan data penjualan dari para penerbit AS, total penjualan eBook pada Februari mencapai US$90,3 juta.
AAP mengatakan laporan ini menjadikan buku digital sebagai format tunggal terbesar di AS untuk pertama kalinya, mengambil alih buku bersampul yang hanya mencetak penjualan US$81,2 juta. Buku bersampul memimpin hingga Januari, dimana eBook berada di urutan kedua saat itu.
Asosiasi perdagangan buku mengungkapkan, eBook di Amerika mengalami pertumbuhan 202,3 persen dalam penjualan Februari dibandingkan dengan bulan yang sama pada tahun lalu.
Sebaliknya, buku cetak lebih buruk, dengan kombinasi penjualan buku bersampul tebal dewasa dan buku bersampul tipis turun 34,4 persen menjadi US$156,8 juta pada Februari. Buku anak-anak dan orang dewasa muda kurang laku, dengan kemerosotan 16,1 persen menjadi US$58,5 juta.
AAP yakin pertumbuhan penjualan eBook pada Februari bisa disebabkan orang-orang membeli eBook pada perangakt eBook yang mereka terima pada Natal belum lama ini, sebagaimana seleksi lebih besar pada perangkat dan jajaran eBook lebih luas.
Bagaimanapun juga, angka mungkin naik karena cuaca musim dingin dan jaringan toko buku Borders yang bangkrut selama periode ini.
“eBook tumbuh secara massal, tetapi mereka belum cocok secara keseluruhan dengan buku cetak dan juga tidak diperkirakan bila mereka akan cocok. Prediksi yang paling diharapkan menunjukkan bahwa eBook akan terhitung 50 persen dari pasar AS pada 2014 atau 2015, dan mereka mungkin akan stabil,” kata Phillip Jones, wakil editor Bookseller.
Di Inggris,”kami setahun di belakang saat ini dan menyusul dengan cukup cepat,” kata Jones, yang percaya berusaha melanjutkan lintasan yang sama dengan AS.
“Hasil Februari mencerminkan dua fakta inti: orang-orang menyukai buku dan para penerbit dengan aktif menyediakan pembaca di mana pun mereka berada,” kata Tom Allen, presiden AAP.
“Publik menganut luasnya dan keragaman pilihan bacaan yang tersedia untuk mereka. Mereka membuat eBook permanen tambahan bagi gaya hidup mereka sambil mempertahankan minat pada buku format cetak.”
Sumber: mediaindonesia.com
by admin | Apr 19, 2011 | Artikel, Berita
Kiriman Drs. I Gede Mugi Raharja, M.Sn., Dosen PS. Desain Interior ISI Denpasar.
Pada mulanya penghayatan orang Bali terhadap ruang, sama dengan masyarakat dunia yang lain di zaman dulu, yaitu terbatas pada ruang di bumi yang dipijaknya dan langit jagat raya yang ada di atasnya. Dalam bentuknya yang tradisional, konsep ruang tradisional di Bali kemudian berkembang dari Orientasi ruang: langit – bumi pada masa Bali Mula; gunung – laut pada masa Bali Aga; terbit – terbenamnya matahari pada masa Bali Arya/Majapahit (Gelebet, 1993: 5).
1. Falsafah Ruang
Falsafah ruang di Bali berkembang dari ajaran Tat Twam Asi dalam Hindu (Gelebet, 1993: 5). Tat Twam Asi berarti “itu adalah aku”. Inti ajaran Tat Twam Asi adalah menjaga keharmonisan dalam kehidupan, terhadap segala bentuk ciptaan Tuhan, termasuk dunia ini. Dalam keyakinan Hindu, dunia (alam semesta) ini diciptakan Tuhan dalam manifestasinya sebagai Brahma (Parisadha Hindu Dharma, 1968: 21), sehingga dunia ini disebut sebagai “Telur Brahma” (Brahma-Anda = Brahmanda). Dalam hal ini kita menemukan konsep ruang arsitektur dalam arti yang sejati, yakni konsep ruang yang diilhami oleh kedalaman jiwa manusia yang peka dimensi kosmologi, yang tumbuh dari penghayatan keagamaan (Mangunwijaya, 1988: 55).
Dalam kaitannya dengan ruang, ajaran Tat Twam Asi mengandung makna konsep ruang dalam keseimbangan kosmos (balance cosmologi). Dalam hal ini ruang makro (Bhuwana Agung) senantiasa harus seimbang dengan ruang mikro (Bhuwana Alit). Di dalam makrokosmos, terdapat tiga struktur ruang secara vertikal yang dianalogikan sebagai tiga dunia (Tribhuwana). Struktur ruang Tri Bhuwana atau Tri Loka ini terdiri dari: Bumi dan alam lingkungannya sebagai “alam paling bawah”, disebut Bhur loka; “Alam tengah” adalah alam roh-roh suci, disebut Bhuwah loka; dan “Alam atas” adalah alam para Dewa, disebut Swah loka (Parisada Hindu Dharma, 1968: 22). Struktur Tri Bhuwana dalam kosmos juga dapat dianalogikan dengan “litosfir” untuk “alam bawah”, “hydrosfir” untuk “alam tengah” dan “atmosfir” untuk “alam atas”.
Falsafah Tri Bhuwana kemudian dijabarkan ke dalam konsep Tri Hitakarana, yang pendekatannya dilakukan ke dalam perencanaan ruang secara makro (macro planing) dan perencanaan ruang mikro (micro design) menjadi tiga kelompok ruang (Tri Mandala): ruang sakral – ruang untuk aktivitas manusia – ruang yang bersifat pelayanan/servis. Pengelompokan ruang ini berlaku dari lingkungan terbesar sampai elemen ruang terkecil. Sedangkan secara filosofis, Tri Hitakarana sendiri mengandung pengertian sebagai tiga kutub yang menjadikan suatu kehidupan di bumi (Bagus (ed.), 1986: 24), terdiri dari jiwa (atma), fisik (angga) dan tenaga (kaya).
by admin | Apr 19, 2011 | Berita
Konsul Jendral Jepang, M. Shirota, kunjungi ISI Denpasar Senin (18/4). Pria yang pasih berbahasa Indonesia ini,diterima langsung oleh Rektor ISI Denpasar, Prof. Dr. I Wayan Rai S., M.A., beserta jajarannya. Pada kesempatan tersebut, Shirota mengungkapkan rasa bangga dan terima kasihnya atas peran aktif ISI Denpasar dalam acara Love and Friendship for Japan, rangkaian acara Pray for Japan, yang diselenggarakan di Monumen Perjuangan Rakyat Bali, Lapangan Renon Denpasar beberapa waktu yang lalu.
“Terima kasih kepada ISI Denpasar dan seluruh masyarakat Bali yang telah memberi dukungan kepada negara kami.Walaupun jumlah kunjungan warga Jepang untuk sementara berkurang karena bencana alam yang terjadi, namun ikatan batin antara Indonesia dan Jepang tetap kuat. Bagi warga Jepang, Indonesia, Bali khusunya tidak hanya merupakan tourist destination tapi ketika kami ke Bali, kami merasa return home. Bahkan kami merasa memiliki DNA yang sama dengan masyarakat Bali,” tutur Shirota.
Rektor ISI Denpasar memaparkan jalinan kerjasama yang telah terjalin antara ISI Denpasar dengan beberapa Universitas di Jepang seperti Kanda University dan Tokyo University of Arts. Bahkan pada tahun 2009, ISI Denpasar berkunjung ke Jepang dan menciptakan kolaborasi dengn Noh Jepang di Tokyo University of art. “Kami sangat berharap dengan kolaborasi tersebut,kita dapat melahirkan karya yang universal, dan hubungan baik antara ISI Denpasar dan jepang tetap dapat terjalin dengan baik,”harap Prof. Rai..
Shirota juga sangat antusias dengan kebudayaan Bali,dan ingin belajar menari. Jumlah mahasiswa Jepang yang belajar di ISI Denpasar melalui program Dharma Siswa, juga membuatnya berdecak kagum. Selain jumlahnya yang selalu terbesar dari pada negara lain, mahasiswa Jepang yang belajar di ISI Denpasar juga sangat piawai menari, dan aktif dalam kegiatan “ngayah”. Hal ini, tentu bukan hanya karena mereka tekun berlatih tari Bali, namun karna mereka juga mendalami budaya Bali, termasuk turut dalam persembahyangan sebelum menari.
Humas ISI Denpasar Melaporkan
by admin | Apr 19, 2011 | Artikel, Berita
Kiriman: Drs. I Dewa Putu Merta, M.Si., Dosen PS Kriya Seni ISI Denpasar.
Bahan baku
Hasil pengamatan di lapangan untuk mewujudkan bentuk kerajinan patung dan relief di desa Singakerta para pengerajin/tukang membutuhkan bahan baku kayu. Bentuk kerajinan ini sangat ditentukan oleh jenis bahan baku kayu sebagai bahan utamanya, sehingga bisa melahirkan bentuk kerajinan yang baik. Adapun bahan-bahan yang digunakan untuk membuat kerajinan ini antara lain: kayu jempinis dan kayu suar adalah bahan yang paling murah dan lebih mudah mengolahnya. Bahan baku kayu tersebut yang paling pokok digunakan karena lebih mudah mengolah dalam membuat bentuk global maupun bentuk detailnya (lihat gambar no . 12).
Alat
Berdasarkan dari hasil pengamatan di lapangan, alat untuk membuat kerajinan kayu di Desa Singakerta terdiri dari jekso, berbagai bentuk dan jenis pahat, palu kayu, pemutik, ketam (serut yuyu). Masing-masing alat tersebut memiliki fungsi sesuai dengan bentuknya. Apabila diperhatikan secara keseluruhan jenis alat yang digunakan, pahat, palu kayu, pemutik, ketam, dan alat mesin memiliki fungsinya dan peran yang berbeda. Proses pembuatan kerajinan patung kayu banyak dapat dibentuk dengan alat mesin. Proses pengolahan kerajinan tersebut dari membuat bentuk global sampai dengan menghaluskan menggunakan perpaduan alat-alat manual dan mesin. Proses pembuatan kerajinan patung kayu untuk membuat bentuk globalnya dibantu dengan menggunakan gergaji sensor tangan sesuai dengan besar kecilnya patung. Biasanya pengerajin patung kayu di Desa Singakerta paling sedikit memiliki dua jenis sensor untuk pembuatan bentuk global (gambar no. 14)
1. Proses Pembuatan kerajinan patung kayu
Proses pembuatan merupakan langkah untuk mendapatkan kerajinan patung kayu yang diinginkan. Adapun tahapan yang dilakukan dalam proses pembuatan kerajinan patung kayu ini sebagai berikut :
a. Pemilihan bahan
Sebelum proses pembuatan dilaksanakan pemilihan bahan merupakan awal dari perwujudan. Pemilihan bahan yang tepat akan sangat menentukan kualitas kerajinan patung kayu, baik kualitas dalam artian kekuatan material maupun nilai artistik yang dikandung dalam material tersebut. Dalam kerajinan patung kayu ini menggunakan kayu suar dan kayu jempinis dengan alasan kayu ini miliki tampilan serat yang sangat indah dan menarik serta harganya lebih murah. Kayu yang telah disiapkan dibelah atau dipotong sesuai dengan kebutuhan desain patung yang akan dibuat
b. Makalin
Makalin sama dengan membuat bentuk global. Dalam tahapan ini adalah proses pembuatan bentuk global, maksudnya membuat bentuk-bentuk ikan atau kura-kura secara global pada kayu yang telah disiapkan. Mewujudkan bentuk disain ke dalam sebuah media kayu sehingga bentuk global kerajinan patung tersebut benar-benar terwujud. Semua bentuk, gerak, komposisi ikan atau penyu pada desain diwujudkan sehingga bentuk keseluruhannya dapat dilihat jelas. Proses pembuatan bentuk global ini di masa sekarang menggunakan gergaji mesin/jekso tangan. Pada masa yang lalu pekerjaan makalin/membuat bentuk global ini menggunakan alat Kapak, gergaji tangan, sehingga proses makalin sangat lambat. Sekarang hampir lima puluh persen pekerjaan pembuatan bentuk global dapat diselesaikan dengan alat gergaji mesin (jekso tangan) dengan proses yang sangat cepat. Misalnya pembuatan makalin patung dolpin setinggi dua meter dengan menggunakan alat mesin membutuhkan waktu hanya satu setangah hari. Proses membuat bentuk global dengan alat mesin (jekso tangan) dan hasil patung bentuk global dapat dilihat pada gambar no. 17).
Proses pembuatan Seni kerajinan kayu Di Desa Singakerta, selengkapnya