Tugas Akhir Mahasiswa ISI Sarat Kolaborasi

Tugas Akhir Mahasiswa ISI Sarat Kolaborasi

Denpasar- Penampilan karya seni yang adalah ujian tugas akhir mahasiswa Fakultas Seni Pertunjukan (FSP) Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, sarat dengan nilai kolaborasi, namun tetap berakar pada nilai-nilai tradisi.

Seniman muda itu mempunyai keberanian dan kemampuan memadukan dua unsur atau lebih ke dalam satu garapan karya seni, sehingga penyuguhannya lebih unik dan menarik, kata Dekan Fakultas Seni Pertunjukan (FSP) ISI Denpasar I Ketut Garwa SSn, MSn, di Denpasar, Senin.
Ia mengatakan, sebanyak 60 mahasiswa tercatat sebagai peserta ujian tugas akhir (TA) 2011.
Seperti yang telah dipersiapkan, mereka akan menyuguhkan karya ciptaan yang orisinil, dengan mengkolaborasikan atau menata dua perangkat gamelan atau lebih menjadi sebuah hiburan yang unik dan bermutu.
Perpaduan kedua jenis alat musik atau lebih tersebut mampu menciptakan alunan musik yang menyejukkan hati dan kedamaian dalam batin, seperti yang selama ini mereka lakukan, tutur I Ketut Garwa.
Luh Gede Candra Pratiwi, salah seorang mahasiswa program studi Seni Tari ISI Denpasar menuturkan, dalam memenuhi persyaratan mengikuti TA, dirinya menciptakan tari yang diberi judul “Ratna Wighna”.
“Tarian tersebut terinspirasi dari cinta kasih, kebersamaan, kedamaian dan saling menghargai antarwarga di lingkungan masyarakat sekitar tempat tinggal saya,” katanya.
Namun cinta kasih itu bisa terkoyak oleh sebuah “cupu manik” yang tidak pantas mereka miliki. Akibat serakah, angkuh, irihati dan kedengkian, ternyata telah mampu meluluhlantakkan sebuah keharmonisan.
Pementasan tari kreasi “Ratna Wighna” dengan penata iringan I Made Subandi SSn, melibatkan mendukung tari I Gede Radiana Putra, pelajar SMAN 3 Denpasar dan Dewa Putu Selamat Raharja, pelajar Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 3 Sukawati.
Pementasan tarian tersebut dimeriahkan Sanggar Ceraken, Batubulan, Kabupaten Gianyar yang tampil di hadapan tim dosen penguji pada hari pertama dari empat hari pelaksanaan ujian akhir, 24-27 Mei 2011.
Ke-60 mahasiswa dalam menampilkan karya seni ciptaan tari terbaik melibatkan puluhan sanggar seni maupun sekaa kesenian dari berbagai pelosok pedesaan di Pulau Dewata.
Tim dosen penguji terdiri atas unsur guru besar, dosen biasa yang mengajar sehari-hari menilai dari aspek gagasan, bentuk dan penampilan, tema, teknik, komposisi, kreativitas, busana serta tata cahaya saat pagelaran.
Pagelaran mahasiswa tersebut terdiri atas penciptaan dengan jurusan tari 22 orang, jurusan kerawitan 27 orang, jurusan pendalangan empat orang, pengkajian untuk jurusan tari empat orang, kerawitan seorang dan jurusan pedalangan dua orang.
Masyarakat luas diberikan kesempatan untuk menyaksikan kemampuan karya seni mahasiswa, tanpa mengganggu tim dosen melakukan penilaian ujian, tutur I Ketut Garwa.

Sumber: antaranews.com

Instrumen Musik Minangkabau Kelompok Membranophone

Instrumen Musik Minangkabau Kelompok Membranophone

Kiriman: Wardizal Ssen., Msi., Dosen PS Seni Karawitan ISI Denpasar

Gandang Tambur

Salah satu jenis instrumen gandang (kendang) yang berkembang di Minangkabau, khususnya di daerah Pariaman dan sebagian kabupaten agam seperti Tiku, Lubuk Basuang, Maninjau dan Malalak. Gandang Tambur mempunyai dua kepala (double headed) ; maksudnya bagian permukaan gandang yang dilapisi dengan kulit (membran). Gandang ini juga termasuk keluarga cylindrical drums (gandang berbentuk slinder). Bagian badan gandang terbuat dari kayu jenis ringan seperti kayu pulai dan kayu kapok. Garis tengah gandang lebih kurang 60 cm dan panjang gandang lebih kurang 80 cm. Kulit yang dipergunakan sebagai membran biasanya kulit kambing atau kulit sapi.

Untuk memainkan gandang tambur ini disandang dibahu dengan posisi gandang terletak pada bagian depan pemainnya. Agar lebih memudahkan, gandang tambur diberi tali penyandang pada kedua sisinya dengan kain yang agak tebal atau semacam ikat pinggang yang dibuat dari kain, sehingga tidak menimbulkan rasa sakit pada bahu ketika dimainkan. Alat pemukul (panggul) terbuat dari kayu yang dibentuk sedemikian rupa (bentuk bulat pada kedua ujungnya) dengan ukuran yang berbeda. Agak besar untuk pemukul kepala gandang pada posisi atas, dan agak kecil untuk pemukul gandang pada posisi bawah. Jumlah pemain dari gandang tambur ini relatif, biasanya berkisar antara 4-9 orang serta dalam setiap penampikanya sejalan dengan instrumen musik Tasa.

Gandang Sarunai Sungai Pagu

Bentuk atau jenis kendang lain yang berkembang di Minangkabau yang terdiri dari 2 (dua) jenis alat, yaitu: gandang dan sarunai. Jenis gandang ini sering juga disebut dengan gandang sarunai Sungai Pagu disebabkan penyajiannya terdiri dari gandang dan sarunai yang terdapat di daerah Sungai Pagu, kabupaten Solok, Sumatera Barat.

Sama halnya dengan gandang tambur, gandang sarunai Sungai Pagu ini juga mempunyai dua kepala (double headed) dengan ukuran diameter kepala berbeda, yang satu agak lebih besar dari yang lainnya. Dari segi bentuk, instrumen musik ini termasuk keluarga conical drums (gandang berbetuk kerucut). Di tengah kehidupan masyarakat, gandang sarunai Sungai Pagu difungsikan untuk keperluan hiburan pada upacara-upacara seperti: batagak penghulu, helat perkawinan dan lain sebagainya.

Gandang Aguang

Jenis gandang yang berkembang di Minangkabau khususnya di nagari Labueh Gunuang, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Jenis gandang ini terdiri dari gandang jantan dan gandang batino dengan ukuran yang berbeda. Dilihat dari segi bentuk, gandang jantan tergolong jenis cylindrical drums (berbentuk slinder), sedangkan gandang batino tergolong bariel drums (gondong berbentuk tong), yaitu pada bagian tengah gandang agak cembung atau diameternya lebih panjang dari kedua bagian kepala gandang.

Gandang aguang ini merupakan bagian dari ensambel musik Talempong Aguang yang terdiri dari: talempong, gong, gandang dan pupuik batang padi. Instrumen Gandang Aguang ini lebih banyak digunakan sebagai sarana hiburan terutama digunakan pada acara-acara yang terdapat di Nagari Labueh Gunuang Kecamatan Luhak, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.

Gandang Katindik

Jenis gandang bermuka dua (double headed) yang sering juga disebut gandang gamat. Hal ini dikarena gandang ini sering digunakan dalam pertunjukan kesenian gamat. Gandang katindik termasuk keluarga barrel drums (gandang berbentuk tong). Gandang Katindik yang berkembang di Minangkabau sama bentuknya dengan gandang katindik yang terdapat dalam karawitan Jawa.

Adok

Jenis instrumen musik keluarga membranophone bermuka satu (single headed) yang berkembang di Minangkabau. Instrumen Adok ini termasuk keluarga vissel drums (gandang berbentuk bejana). Oleh karena pada bagian bawah dari Adok ini datar, tidak cembung, maka adok ini bisa juga dikategorikan pada jenis instrumen musik conical drums (gandang berbentuk kerucut).

Pada massa dahulu, adok ini dipergunakan sebagai media dakwah dan untuk menyebarkan informasi lainnya kepada masyarakat. Dalam penyajiannya, adok ini lebih banyak dimainkan secara tunggal. Dalam perkembanganya sekarang sering dimainkan sejalan dengan instrumen musik Minangkabau lainnya seperti: talempong, pupuik sarunai, dan erupakan ensambel musik untuk mengiringi tari-tarian terutama di luhak nan tigo. Untuk daerah Pesisir Selatan, gandang adok dipergunakan untuk mengiringi dendang yang dikenal dengan sebutan dendang adok.

Instrumen Musik Minangkabau Kelompok Membranophoe, Selengkapnya

Pemenang Lomba Karya Jurnalistik dan Artikel Pendidikan

Pemenang Lomba Karya Jurnalistik dan Artikel Pendidikan

Jakarta – Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2011 diramaikan dengan Lomba Karya Jurnalistik Berita dan Penilaian Artikel di Bidang Pendidikan. Ada enam pemenang yang mendapat penghargaan dalam kegiatan yang diadakan Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat  Kemdiknas ini.

Tiga juara untuk penilaian artikel (nonlomba), dan tiga juara untuk lomba karya jurnalistik berita. Tema untuk penilaian artikel maupun lomba karya jurnalistik berita bertajuk “Pendidikan Karakter untuk Membangun Peradaban Bangsa”. Pengumuman pemenang berlangsung di Hotel Orchardz, Jakarta, (20/5), bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional, yang juga dipilih sebagai puncak dari rangkaian peringatan Hardiknas 2011.

Untuk pemenang penilaian artikel, juara pertama diperoleh Paul Suparno, dengan judul artikel “Character Development and Nation Building”, dimuat di The Jakarta Post pada 23 Oktober 2010. Juara kedua diraih Sansrisna Ichan, dengan artikel berjudul “Sekolah, Belajar, dan Perubahan Karakter”, dimuat di Media Indonesia pada 25 Oktober 2010. Kemudian juara ketiga diperoleh Doni Koesoema A, dengan judul artikel “Kucing Hitam Pendidikan Karakter”, dimuat di Kompas pada 19 Juli 2010.

Sedangkan untuk pemenang lomba karya jurnalistik berita, juara pertama merupakan berita karya Edwardi, berjudul “Pendidikan Karakter: Memperbaiki Kain Salah Sulam”, yang diterbitkan Singgalang, pada 23 Maret 2011. Juara kedua diterima Junianto Budi S, untuk karyanya yang berjudul “Membentuk Siswa Berpikir Solutif”, dimuat di Koran Merapi Pembaruan pada 28 Maret 2011. Kemudian juara ketiga diraih Burhanuddin Bella untuk artikelnya yang berjudul “Pendidikan Karakter Dimulai dari Usia Dini”.

Dalam acara ramah-tamah dengan para pemenang, Sekretaris Jenderal Kemdiknas, Dody Nandika, yang diwakili Kepala Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat, Ibnu Hamad mengatakan, peran media sangat penting bagi dunia pendidikan pada umumnya, dan bagi Kemdiknas pada khususnya.

Sebagai instansi pendidikan tertinggi, Kemdiknas memerlukan komunikasi dengan masyarakat, dan media adalah fasilitatornya. “Pers bisa menjadi pemancar dan penyambung informasi dari kami ke masyarakat.” Media juga bisa menjadi saluran dalam mengembangkan dan menguatkan pendidikan karakter, seperti tema Hardiknas 2011.

Ibnu Hamad menambahkan, penilaian artikel bukan merupakan lomba, melainkan bersifat apresiasi. Bidang Pencitraan di Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat Kemdiknas memiliki kliping berupa kumpulan artikel dari berbagai media massa cetak. Artikel-artikel itu merupakan artikel yang dimuat di media antara Juni 2010 hingga Maret 2011. Sebanyak 435 artikel diseleksi, dan terdapat 43 artikel yang dinilai lebih lanjut ke tahap berikutnya, berdasarkan tema dan kesesuaian.

Sedangkan untuk lomba karya jurnalistik berita, ada 70 berita yang masuk ke panitia untuk didaftarkan dalam lomba. Berita-berita itu merupakan berita yang terbit dari Januari 2011, hingga Maret 2011. Dari 70 berita, kemudian diseleksi lagi menjadi 32 untuk dinilai lebih lanjut ke tahap berikutnya.

Ada empat juri yang melakukan penilaian. Mereka adalah Ahmed Kurnia dan Illa Kartila sebagai praktisi, Mahdiansyah dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kemdiknas, dan Dad Murnia dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemdiknas, yang menilai artikel dan berita dari segi bahasa.

Mendiknas Mohammad Nuh kemudian memutuskan nama ke-enam pemenang pada 13 Mei 2010, untuk diumumkan tepat di Hari Kebangkitan Nasional, 20 Mei. Dalam sambutannya, Sekjen Kemdiknas Dody Nandika berharap, prestasi ini bisa menjadi pemicu dan motivasi para pemenang untuk terus berperan dalam dunia pendidikan

Sumber: kemdiknas.go.id

Lantunan Gamelan Cinta Wanita Bali

Lantunan Gamelan Cinta Wanita Bali

Kiriman Kadek Suartaya, SSKar., MSi., Dosen PS. Seni Karawitan ISI Denpasar.

Belakangan, gamelan tidak tabu lagi dimainkan kaum wanita Bali. Tengoklah betapa maraknya pemunculan grup-grup gamelan ibu-ibu yang marak akhir-akhir ini. Panggul (alat pemukul gamelan) yang  sebelumnya hanya dimonopoli oleh kaum pria itu, kini kian lincah diayun oleh para wanita Bali, saat mereka meniti nada-nada gamelan. Simaklah pada Sabtu (19/2) malam di Wantilan Pura Desa Sukawati, Kabupaten Gianyar. Sekelompok penabuh wanita memukau perhatian masyarakat setempat yang sedang menggelar piodalan.

Sungguh mengundang takjub, sekumpulan penabuh wanita berbusana kebaya pink itu, dengan penuh percaya diri, tampil secara mebarung alias pentas bersanding dengan para penabuh pria. Para penabuh wanita itu seakan tak mau kalah keterampilan dan penampilan saling unjuk tabuh-tabuh petegak (konser). Bukan hanya itu. Pada pementasan inti, berhadapan dengan para penabuh pria yang lainnya, grup penabuh wanita tersebut saling berbalas mengiringi aneka tari klasik dan kreasi. Penonton berdecak dan berkali-kali memberi aplous terhadap sajian 25 orang penabuh wanita itu.

Kelompok penabuh wanita yang pentas pada malam itu terdiri dari para dosen, pegawai, mahasiswi dan alumni ISI Denpasar yang berkibar dengan nama Asti Pertiwi. Selain sudah hadir ke pelosok Bali, sekaa gong wanita ini juga telah unjuk kebolehan di pulau Jawa seperti Solo dan Jakarta. Pentas ngayah (pagelaran seni non-profit) dalam konteks ritual keagamaan menjadi arena yang paling sering dihadiri Asti Pertiwi untuk mengibur masyarakat dan sekaligus sebagai persembahan pada Hyang Widhi. Seperti saat tampil di Desa Sukawati itu, mereka ngayah melantunkan tatabuhan yang memberi suasana hikmat piodalan dan kemudian tampil dalam pagelaran balih-balihan yaitu sajian presentasi artistik alias suguhan keindahan seni.

Binar keindahan yang dilantunkan oleh Asti Pertiwi adalah melalui gamelan cinta, Semarapagulingan. Untuk diketahui, grup-grup penabuh wanita yang kini bermunculan pada umumnya memainkan gamelan Gong Kebyar, sebuah ansembel gamelan Bali yang paling luas sebarannya, hampir dimiliki oleh setiap desa atau banjar. Asti Pertiwi menyuntuki Semarapagulingan, salah satu barungan gamelan yang di masa lalu eksis di lingkungan istana. Seperti namanya, samara pagulingan, gamelan yang bersuara manis  nan merdu ini ditabuh untuk mengiringi raja dan permaisurinya saat memadu cinta kasih di peraduan. Kini, gamelan Semarapagulingan semakin terdesak oleh popularitas Gong Kebyar.

Ada dua bentuk gamelan Semarapagulingan yakni yang bernada lima (saih lima) dan yang bernada tujuh (saih pitu). Grup Asti Pertiwi ISI Denpasar mengekspresikan gairah berkeseniannya mempergunakan Semarapagulingan bernada tujuh. Untuk memainkan gamelan Semarapagulingan tujuh nada ini memerlukan keterampilan khusus, relatif lebih sulit dibandingkan memakai media Gong Kebyar. Untuk memberikan pemahaman konsep musikal gamelan saih pitu, malam itu, di sela-sela pertunjukan, Rektor ISI, Prof. Dr. I Wayan Rai S.,MA, menunjukkan kepada para penonton tentang beberapa tangga nada yang dimiliki oleh gamelan Semaparapagulingan.

Melalui media Semarapagulingan saih pitu–setelah ngayah bersanding dengan penabuh pria Gong Kebyar Banjar Tebuana Sukawati– pada pertunjukan inti yang disesaki penonton, Asti Pertiwi mebarung dengan kelompok penabuh pria para mahasiswa dan dosen ISI. Asti Pertiwi tampil apik mengiringi tari Selat Segara, Topeng Arsawijaya, dan tari Margapati. Sepasang pemain kendang mengendalikan gending dengan sigap. Tukang ugal yang bertugas menuntun melodi meniti nada-nada instrumen gangsa dengan penuh sugesti. Para penabuh jublag dan jegog yang memainkan pokok-pokok lagu mengayun panggul-nya dengan lentur dan awas. Semuanya bermain dengan tertib, semangat, dan dengan senyum tersungging.

Sebelum mengiringi tiga tarian itu, sebuah konser gamelan dengan judul “Cita Pertiwi“ berhasil menggugah penonton. Tabuh karya dosen ISI Ni Ketut Suryatini, SSKar, M.Sn ini bertutur tentang harapan dan hasrat kaum wanita Bali untuk mensejajarkan diri dengan kaum pria dalam segala bidang kehidupan, termasuk dalam bidang kesenian atau seni budaya Bali pada umumnya. Penonton terkesima karena tabuh berdurasi sekitar 10 menit ini memadukan gamelan, olah vokal dan tarian. Lewat media Semarapagulingan tujuh nada, Suryatini mengeksplorasi sekian modulasi yang dimungkinkan oleh fleksibelitas gamelan ini, baik tampak pada garapan musik gamelannya maupun pada ungkapan vokal oleh seluruh pemain. Selingan tarian para pemain gamelan saat-saat menanjak pada klimaks tabuh, membuat “Cita Pertiwi” tampak begitu asyik disajikan.

Lantunan Gamelan Cinta Wanita Bali, selengkapnya

Karya Seni Mahasiswa FSP ISI Siap Digeber

Karya Seni Mahasiswa FSP ISI Siap Digeber

*Buat Rekaman Khusus, Hindari Karya Lenyap  Semalam,

DENPASAR-Karya seni  60 mahasiswa Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar dari Fakultas Seni Pertunjukan (FSP)  siap  digeber dalam ujian Tugas Akhir (TA) tahun ini. Ujian pagelaran karya seni akan berlangsung mulai 24-27 Mei mendatang.

Karya seni yang akan diuji   di bidang penciptaan meliputi  Jurusan Tari sebanyak 22 orang, Jurusan Karawitan 27 orang, Jurusan Pedalangan 4 orang. Sedangkan di bidang pengkajian meliputi Jurusan Tari empat  orang,  Karawitan satu  orang dan  Pedalangan dua  orang. Menurut Dekan FSP I Ketut Garwa, M.Sn, tahun ini Fak. Seni Pertunjukan mengalami peningkatan yang membanggakan, terutama di bidang pengkajian yaitu menyusun penelitian dalan bentuk skripsi.  “ Dari tahun ke tahun terus meningkat, tahun lalu diikuti oleh dua  orang sedangkan tahun ini bertambah menjadi tujuh orang,” kata Garwa, Kamis (19/5).

Mahasiswa dalam pementasan ujian akhir tersebut dibantu oleh sekaa kesenian, sanggar seni maupun rekannya sesama mahasiswa semester enam ke bawah.
“Kemampuannya itu diaplikasi lewat bagaimana cara mengkoordinir, berorganisasi dalam menciptakan karya,” ujar Ketut Garwa.  Pementasan berbagai jenis kesenian Bali yang ditampilkan masing-masing mahasiswa saat mengikuti ujian akhir secara tidak langsung mampu memberikan hiburan kepada masyarakat di Pulau Dewata. Karya garapan orisinil dari mahasiswa sebagai tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan, sangat beragam mulai dari kesenian klasik, kreasi, inovasi hingga seni kontemporer, ujarnya

Garwa didampingi Dewa Ketut Wicaksana, mengungkapkan ,  pagelaran ujian akhir ini dibuka secara umum, pihaknya mengundang kalangan siswa, masyarakat, pecinta seni di Bali.  Dengan harapan apa yang disajikan kalangan mahasiswa, melalui garapan karya yang akan diujikan , tentunya dapat di implementasikan langsung dalam kehidupan.

Sejauh ini, adanya image yang berkembang di masyarakat, setiap ujian tugas akhir selalu menyedot biaya yang tinggi, hanya untuk mewujudkan penyajian terbaiknya. Dan yang perlu disoroti adalah apa yang ditampilkan dengan persiapan maksimal, waktu yang terkuras habis, akan tetapi belum tentu dapat diaplikasikan dan diserap masyarakat Bali. Atau boleh diungkapkan penciptaan karya seni hanya untuk ditampilkan sekejap saat ujian , akan tetapi ‘lenyap semalam’.

Menanggapi hal tersebut kalangan akademisi telah melakukan terobosan setiap tahun. “ Kami telah melakukan dokumentasi khusus setiap hasil karya mahasiswa, dan mengundang kalangan pecinta seni, untuk menyaksikan garapan terbaiknya ,” beber Garwa seraya menunjukan kepingan VCD hasil dokumentasi karya seni saat ujia TA tahun lalu.

Ditambahkan, untuk memberikan motivasi para calon mahasiswa baru, pihak kampus telah mengundang dan melakukan road show ke sejumlah sekolah kejuruan di Bali. “ Kami melakukan sosialisasi ke sejumlah sekolah, agar mereka mampu melihat, aktifitas kampus ISI Denpasar dalam upaya meyakinkan kalangan remaja untuk mendapatkan peluang di masa depan, baik pekerjaan, membuka lapangan usaha dan yang lainnya” pungkasnya.

Loading...