by admin | May 30, 2011 | Berita
Medan – Kalangan seniman dan sosiolog menganggap berkembangnya ideologi menyimpang serta paham ekstrimisme seperti NII dan aliran Ahmadiyah dapat dicegah lewat kreativitas dan pemaknaan berbagai bentuk karya seni budaya.
“Untuk itu eksistensi kelompok seniman dan budayawan dibutuhkan dalam lingkup sosiologis masyarakat kita,” kata Sosiolog Universitas Negeri Medan (Unimed), Dr Hidayat pada dialog tentang “Seni dan Ketahanan Nasional” di Fakultas Bahasa dan Seni Unimed, Rabu.
Ia mengatakan, ekspresi kelompok seniman, baik seni rupa, seni musik, seni tari maupun seni-seni lainnya selama ini telah menghimpun kelompok-kelompok pemuda yang memiliki nilai sosial kuat di tengah-tengah masyarakat.
Dengan bergabung di kelompok-kelomopk seni tersebut, membuat mereka tidak tersentuh oleh pengaruh ajaran atau indoktrinasi paham ideologi yang menyimpang dan dilarang oleh negara.
“Pengaruh indoktrinasi itulah yang sekarang hadir merusak pola pikir pemuda, sehingga mudah direkrut dan terpengaruh menjadi manusia yang tidak mengedepankan akal sehat dalam mengemukakan pemikirannya,” katanya.
Kasus peledakan bom bunuh diri di Masjid Mapolres Cirebon oleh seorang pemuda serta peledakan bom bunuh diri di hotel Marriot – Ritz Carlton beberapa tahun lalu menjadi bukti pengaruh indoktrinasi ajaran paham yang menyimpang tersebut.
“Pemuda yang di usianya masih mencari eksistensi diri, begitu rapuh jika disusupi pemahaman agama yang keliru,” katanya.
Pelaku seni di Medan, Heru Maryono MSn, mengatakan, seniman merupakan antitesa melawan kemapanan serta penguasaan yang menindas. Misalnya banyak hasil karya seni yang dilarang pemerintah karena dianggap melanggar konstitusi, padahal karya seni tersebut lahir dari fakta sosial yang hadir di tengah-tengah masyarakat.
“Karya-karya seni yang dilarang itu, menjadi bukti bahwa sebagian nilai-nilai seni kita juga sudah dijajah penguasa,” katanya.
Sementara itu menanggapi berkembangnya faham ideologi menyimpang seperti NII dan Ahmadiyah di Indonesia, Ketua Ikatan Da`i Indonesia Sumatera Utara Drs. H. Sakhira Zandi, mengatakan, NII dan Ahmadiyah berkembang karena lemahnya intelijen negara menganalisis situasi keamanan negara.
“Pemerintah juga tidak tegas menindak dan membersihkan ideologi menyimpang tersebut,” katanya.
Di luar fakta tersebut, lanjut dia, NII dan Ahmadiyah saat ini telah menjadi komoditas pihak-pihak tertentu yang sengaja dibangkitkan kembali dengan tujuan meredam isu-isu besar yang sedang terjadi di negara ini.
Pemerintah sudah lama mengetahui adanya aliran Ahmadiyah dan NII, namun paham ideologi menyimpang itu terkesan dibiarkan dan tidak ditumpas hingga tuntas.
Sumber: antaranews.com
by admin | May 27, 2011 | Artikel, Berita
Kiriman Kadek Suartaya, SSKar., MSi., Dosen PS. Seni Karawitan ISI Denpasar.
Dulu, teater Calonarang lazimnya mengerang di halaman luar Pura Dalem dalam sebuah ritual keagamaan. Kini, drama tari ini juga tampil garang di ruang-ruang pribadi keluarga lewat tayangan televisi. Penampilannya dalam konteks ritual keagamaan disangga oleh suasana yang komunal religius, sedangkan ketika tersaji dalam layar profan televisi, seni pertunjukan Calonarang mensejajarkan dirinya dengan sinetron, reality show, konser musik dan program hiburan lainnya, yang, tentu saja disimak pemirsa dalam suasana rumahan, santai dan tak formal. Biasanya, Calonarang yang disuguhkan di layar kaca diangkat dari pementasan-pementasan di tengah masyarakat.
Perhatian masyarakat menyaksikan Calonarang di televisi dengan menonton pertunjukan langsung di tengah masyarakat berbanding sejajar. Di tengah masyarakat, seni pentas yang tak begitu sering digelar ini senantiasa disaksikan masyarakat dengan penuh perhatian, bila perlu hingga menjelang pagi. Tradisi mementaskan drama tari Calonarang serangkaian dengan odalan di Pura Dalem Gede Desa Sukawati, Gianyar, misalnya telah sejak dulu menjadi pagelaran seni yang ditunggu-tunggu masyarakat. Mungkin karena apresiasi masyarakat yang besar itu yang menyebabkan teater ini lestari di desa Sukawati dan di tengah masyarakat Bali pada umumnya.
Teater Calonarang diduga muncul pada tahun 1825 pada zaman kejayaaan dinasti kerajaan Klungkung. Lakonnya bersumber dari cerita semi sejarah dengan seting kejadian pada abad XI, zaman pemerintahan Airlangga di Jawa Timur. Dalam wujudnya sebagai seni pertunjukan Bali, disamping tetap mengacu kepada sastra sumbernya, terjadi pula mengembangan dan penyimpangan. Misalnya muncul tokoh penting yang disebut Rangda yang merupakan siluman Calonarang dalam wujud yang menakutkan. Padahal yang dimaksud rangda dalam sastra sumber adalah janda—Calonarang adalah seorang janda sakti dari Dirah.
Sudah lazim dalam konsep kreativitas seniman Bali yang menjadikan sastra sumber sebagai bingkai intrinsik saja. Implementasi dan transformasi tata pentasnya dicangkokkan dengan pola-pola, idiom-idiom, atau kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam seni pertunjukan tradisional Bali. Lewat penonjolan sub-tema sihir, teater Calonarang memakai ramuan unsur-unsur seni palegongan, patopengan, pagambuhan dan Arja
Adalah Antonin Artaud, seorang dramawan terkemuka Prancis, sempat sangat terpesona dengan drama tari Calonarang. Ceritanya pada tahun 1931, Artaud dan para pekerja seni pertunjukan di Eropa sempat digemparkan pementasan Calonarang oleh para seniman Bali yang dipimpin oleh Cokorda Gede Raka Sukawati di arena Paris Colonial Exhibition. Karya Artaud seperti No More Master Sieces dan The Theatre and Plague dikenal kental bernuansa drama tari Calonarang. Seorang koreografer terkenal Indonesia, Sardono W. Kusumo, juga pernah menggarap drama tari Calonarang dengan tajuk Dongeng dari Dirah.
Kajian ilmiah menyangkut teater Calonarang juga cukup banyak, baik hasil penelitian para sarjana asing maupun Indonesia sendiri. Beryl de Zoete & Walter Spies dalam bukunya Dance and Drama in Bali (1931), Urs Ramseyer dalam The Art and Culture of Bali (1977), Soedarsono dalam Jawa dan Bali, Dua Pusat Perkembangan Drama Tari Tradisional di Indonesia (1972), I Made Bandem & Fredrik deBoer dengan Kaja and Kelod Balinese Dance in Transition (1981), dan lain-lainnya mengupas dan menempatkan drama tari Calonarang sebagai the drama of magic.
Sub tema sihir, leak, memang selalu ditonjolkan dalam teater Calonarang. Di tengah arena panggung ditancapkan gedang renteng di depan sebuah tingga. Gedang renteng adalah sejenis pepaya yang buahnya bertangkai panjang—asosiasi buah dada menggelayut nenek sihir Calonarang. Dibawah pohon itulah Calonarang dalam wujud Rangda mengangkang dan menjerit-jerit memamerkan kesaktiannya. Sedangkan tingga adalah sejenis rumah panggung yang dibuat agak tinggi di sisi arena yang merupakan simbol sarang si janda Dirah. Di rumah panggung inilah Pandung, patih andalan Raja Airlangga, bergumul menancapkan kerisnya bertubi-tubi ke tubuh Calonarang yang membuat penonton tampak tegang.
Adegan yang membuat penonton bergidik adalah saat mengisahkan akibat teror ilmu hitam Calonarang pada rakyat Airlangga. Di tengah panggung ditampilkan adegan madusang-dusangan (memandikan mayat). Orang yang jadi mayat-mayatan dimandikan dan diupacarai lengkap dengan sesajennya seperti orang mati sesungguhnya di Bali. Sementara madusang-dusangan ini berlangsung, muncul gangguan leak, makhluk jadi-jadian para anak buah Calonarang. Adegan yang menyeramkan ini mengkili-kili nyali penonton.
Ketika Janda Dirah Mengerang Di Layar Kaca, selengkapnya
by admin | May 27, 2011 | Berita, pengumuman
PENGUMUMAN
Nomor: 940/IT5.1/DT/2011
Diberitahukan kepada Mahasiswa FSRD ISI Denpasar yang telah mendaftar Ujian Tugas Akhir (TA) Semester Genap 2010/2011 bahwa:
1. Karya pameran dibawa langsung ke tempat pameran pada:
Hari/Tanggal : Senin, 6 Juni 2011
Jam : 09.00 Wita
Tempat : BENTARA BUDAYA
Jl. Prof. I.B. Mantra No. 88A
Bypass Ketewel – Bali
2. Pemajangan karya langsung dilakukan yang dikoordinir oleh Bpk. I Dewa Putu Gede Budiarta, S.Sn, M.Si.
Demikian kami sampaikan untuk dapat dilaksanakan. Terima kasih.
Denpasar, 27 Mei 2011
A.n. Dekan
Pembantu Dekan I,
Drs. Olih Solihat Karso, M.Sn
NIP. 196107061990031005
by admin | May 27, 2011 | Artikel, Berita
Kiriman: Drs I Wayan Mudana, M.Par. Dosen Seni Murni FSRD. ISI Denpasar.
Bermula dari kebutuhan kreatif maka seniman itu bekerja . Kebutuhan kreatif ini bias disebut konstan, artinya besar kebutuhan itu secara relative adalah tetap. Datangnya berulang setiap saat, lalu hilang kembali setelah tersalur. Dan akan datang lagi sebagaimana sebelumnya.
Keadaannya mirip dengan lapar. Makan dan minum adalah kebutuhan yang dalam tingkat keadaannya adalah tetap dan sama. Karena manusia sebagai mahluk biologis mutlak membutuhkannya. Sedang kebutuhan kreatif seorang seniman adalah karena ia mahluk kultur.
Yang pertama laparnya jasmani, yang kedua laparnya rohani. Pada awalnya kebutuhan kreatif ini bagi setiap seniman dalam bentuknya adalah sama. Ia merupakan gejala penyaluran kebutuhan rohani yang menggangu nuraninya terus menerus . Dorongan kreatif yang terus menerus bergelora dalam tingkat yang tinggi bias dialami serupa obsesi. Dan akan berhenti hilang setelah ada penyaluran yang sama besarnya dengan dorongan itu.
Dalam perkembangan kebutuhan kreatif menjadi berbeda bagi setiap seniman, tergantung dari jiwa, dedikasi, dan vitalisme seseorang selama menderita kreatif tersebut, sampai batas kemampuan vitalismenya untuk mengungkapkannya. Juga menyangkut segi-segi psikologis lain yang sangat konpleks. Sebab pada akhirnya sebuah karya seni akan megandung kompleksitas kehidupan jiwa seniman secara total.
Lalu sejauh mana kebutuhan kreatif tersebut berkembang dalam proses penciptaan seuah karya seni, akan diakhiri dengan apa yang disebut kepuasan kreatif. Kepuasan kreatif ini merupakan tanda selesainya pengertian sebuah karya. Itu merupakan hasil akhir yang selesai. Yaitu sebuah lukisan bagi pelukis, atau sebuah sajak bagi penyair.
Kepuasan kreatif bias dimisalkan sebagai muara di lautan, dari sebuah sungai yan berliku-liku panjang meliuk-liuk disepanjang dataran dan bukit yang berasal dari sebuah mata air dipuncak bukit yang disebut kebutuhankreatif.
Demikianlah, bermula dari kebutuhan kreatif dan berakhir dalam keputusan kreatif. Bentuk proses penciptaan tersebut yang disebut sebagai karakterisasi . Didalam penjiwaan sebuah lukisan, seorang akan tumbuh berkembang sesuai dengan kematangan jiwa seniman itu sendiri atau selaras denan komleks jiwanya.
Vibrasi Garbo dan Vibrasi Vitae
Dua corak penjiwaan dalam proses penciptaan akan menempatkan setiap karya seni pada bentuknya yang bertentangan. Yaitu vibrasi garbo dan vibrasi vitae.
Vibrasi garbo adalah karya-karya yang dilahirkan secara inspiratif dan diciptakan dengan kecermatan tehnis yang sempurna. Sehingga keindahan visual yang mejadi tujuan utama bias menggetarkan pesona kita secara mendadak.
Seluruh elemennya, warna, garis, ruang dan bentuk mendapat pengamatan yang sungguh-sungguh. Sampai kepada struktur yang membentuknya, komposisinya, anatomi, dan proprsi diolah sampai tidak ada celanya. Karena itu proses kreatif akan menjadi lebih lama. Akurasi demikian akan menyebabkan hilangnya spontanitas. Karena spontanitas dianggap sebagai gejala emosi yang masih mentah serta belum mengalami pengendapan. Karenannya puncak dramatiknya akan kita dapati dalam dasar statisme yang mengendap pada statisme vitalnya.
Salvador Dali, salah seorang tokoh pelukis modern dengan penjiwaannya yang suryalistik , merupakan penjiwaan vibrasi garbo. Demikian cermat Dali mengolah tehnik lukisan-lukisannya, sehingga tidak ada satu sentipun dari kanvasnya yang membekaskan goresan cepat, kecuali penulisan tanda tangannya.
Andrew Wyeth, seorang realis dengan kecermatan yang lembut,berusaha mengungkapkan keindahan subtil dari alam dan manusia.
Salah seorang pelukis muda Indonesia yang akhir-akhir ini menunjukan kecendrungan pada vibrasi garbo adalah Mulyadi W, Kalau saja Mulyadi mengambil sumbernya dari salah satu asfek dekoratifnya figure-figur lukisan radisional Bali, maka tak ubahnya, karena lukisan Bali adalah vibrasi garbo. Sebagaimana lukisan ornamentik Rousseau-pun adalah vibrasi garbo.
Sebenarnya lebih seratus tahun yang lampau semenjak Gustav Courbert di Prancis mengucapkan kata-katanya yang cukup revolusionr : seharusnya museum-museum ditutup selama jangka waktu duapuluh tahun agar seniman-senimn kini bias melihat dunia dengan pandangannya sendiri “, maka orisinalitas, karena pengungkapan gaya pribadi mulai tumbuh dalam kehidupan dunia seni.
Para seniman tidak lagi berkiblat dan mengkultuskan master-master sebelumnya, belajar meniru dan menyamai, tetapi mulai mencoba menguak pengolahan dengan cara dan gayanya sendiri. Tidak terbatas dari segi tehnis tetapi subyek yang dilukispun baru dan berbeda. Tidak lagi menekankan vituositas tetapi lebih cendrung kpada ekpresi sebagai dasar kekuatannya.
Secara revolusioner perubahan yang banyak terjadi pada pertengahan satu abad (1850- 1950) amatlah luar biasa. Impressionisme, ekpresionisme, kubisme, surealisme, dan abtrak lahir sekitar kurun waktu tersebut diatas. Meskipun impresionisme dimulai lebih awal dari waktu tersebut dan lukisan-lukisan abstrak/non representasional terus bermunculan dalam decade terakhir ini.
Dengan timbulnya seni modern yang berpangkal pada orisinalitas penciptaan ekpresif, maka pada saat itu pulalah lahirnya karya-karya vibrasi vitae.
Karakter Sebuah Lukisan, selengkapnya
by admin | May 26, 2011 | Berita
Sebagai satu-satunya kampus seni di Bali, ISI Denpasar selalu mendapat kepercayaan untuk menampilkan seni pertunjukan, tidak hanya di tingkat regional dan nasional, namun juga di tingkat internasional.
Pada hari Rabu (25/5) ISI Denpasar menampilkan tari Pendet di KTT Gerakan Non-Blok di Nusa Dua, hari ini, Kamis 26/5 ISI Denpasar kembali dipercaya untuk tampil dalam acara pembukaan Rakor Basarnas yang dihadiri Muspida Bali, dan juga Kepala Basarnas Nasional.
Rakor bertajuk ‘Melalui Rakor SAR Daerah Bali tahun 2011 dan Penandatanganan Perjanjian kerjasama antara Basarnas dan Pemprov Bali tentang Stanby Helikopter SAR di Bali kita Wujudkan Pelayanan Sar yang profesional, Responsif, Cepat dan Handal ini, dihadiri pula oleh Rektor ISI Denpasar.
“Saya sangat bangga dengan kerja keras mahasiswa dan juga dosen dlm setiap kegiatan Tri Dharma. Syukur dan terima kasih pada Tuhan atas lindunganNya, sehingga setiap kegiatan dapat berjalan dengan baik. Terima kasih juga kepada Pimpinan Basarnas Bali yang telah memberi kepercayaan pada ISI Denpasar” papar Prof Rai bangga, didampingi Ida Ayu Wimba Ruspawati dan Ni Ketut Yuliasih dari Bagian Ajang gelar ISI Denpasar.
Kepala Kantor SAR Denpasar wilayah Bali, I Ketut Parwa, SH.,MM, sangat bergembira dengan persembahan Tari Pendet oleh mahasiswa ISI Denpasar. “ISI Denpasar adalah pusat belajar tari Bali, sehingga kami mengundang pakarnya untuk menari dalam acara pembukaan pagi ini, karena kami yakin penari Bali terbaik pasti ada di kampus ISI Denpasar,” paparnya saat ditemui seusai pemantauan Helikopter SAR di kantornya.
Humas ISI Denpasar melaporkan.