PENGUMUMAN PENERIMAAN CALON MAHASISWA BARU TAHUN 2011

PENGUMUMAN

Nomor: 1270/IT5.5.1/DT/2011

PERUBAHAN

PENERIMAAN MAHASISWA BARU

INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR

TAHUN 2011

Pendaftaran Penerimaan Mahasiswa Baru Institut Seni Indonesia Denpasar tahun 2011 yang sedianya dilakukan tanggal 6 – 22 Juni 2011 diundur menjadi tanggal 1 – 14 Juli 2011 setiap hari kerja.

Sehubungan dengan hal tersebut kami sampaikan hal sebagai berikut:

1. Pengambilan formulir dari tanggal 6 – 22 Juni 2011

2. Pembayaran pendaftaran dilakukan melalui Bank BRI ke Rekening No:

0368-01. 000687.30.7 atas nama Bendahara Penerimaan ISI Denpasar

Pendaftaran dilakukan dengan melengkapi persyaratan yang telah ditentukan dengan melampirkan tanda bukti setoran pembayaran

Demikian pengumuman ini untuk dilaksanakan

Terimakasih

6 Juni 2011

a.n. Rektor

Pembantu Rektor I

ttd

Drs. I Ketut Murdana, M.Sn.

NIP. 195712311985031009

Kehidupan Sosial Masyarakat Kota Mataram

Kehidupan Sosial Masyarakat Kota Mataram

Kiriman I Gede Yudarta, SSKar., M.Si., Dosen PS Seni Karawitan ISI Denpasar

Orang Bali, dimanapun keberadaan mereka baik secara individu maupun berkelompok akan senantiasa hidup sebagaimana di daerah asalnya yaitu Bali. Bagi yang hidup secara berkelompok atau tinggal pada suatu kawasan tertentu di luar Bali, akan senantiasa hidup dengan sistem yang telah melekat dari diwarisi oleh para leluhur mereka. Menyimak kehidupan masyarakat Bali di Mataram, dilihat dari sistem sosial yang dianut, mereka masih tetap mewarisi dan melaksanakan sistem sosial sebagaimana layaknya di Bali, bahkan dalam menjalankannya mereka lebih ketat, taat dan disiplin dari pada di daerah asalnya.

Dalam kehidupan berorganisasi, masyarakat Bali di Mataram masih melaksa-nakan sistem organisasi sebagaimana layaknya di Bali. Sebagaimana dikatakan Suyadnya (2006:6), komunitas Bali di Lombok mengorganisasikan diri dalam bentuk banjar-banjar, organisasi tradisional ala Bali. Banjar adalah organisasi kemasyara-katan tradisional yang merupakan kesatuan sosial atas dasar ikatan wilayah. Namun demikian, ada sedikit perbedaan antara banjar yang ada di Mataram dengan bajar yang ada di Bali. Apabila di Bali keberadaan banjar sebagai bagian organisasi sosial yang lebih kecil dari desa, atau kelurahan serta memiliki fungsi secara adat dan kedinasan. Di Mataram banjar tidak memiliki afiliasi ke desa adat karena tidak ada orgaisasi desa adat. Sebagaimana dikatakan lebih lanjut oleh Suyadnya, ada tiga jenis banjar di Mataram yakni banjar rojong, banjar suka duka dan banjar karya. Banjar rojong biasanya terdapat di kampong-kampung tua yang ada di Mataram. Dikatakan banjar rojong karena kramanya memiliki hubungan sidikara atau setingkat rojong (warisan/keturunan) yang diwarisi oleh para leluhur mereka. Selanjutnya banjar suka duka adalah organisasi sosial yang dibentuk berdasarkan kebutuhan suka duka. Anggotanya adalah mereka yang tidak menjadi anggota banjar rojong dan mereka pada umumnya adalah pendatang baru atau anggota banjar rojong yang kesepekang oleh rojongnya. Sama halnya dengan banjar suka duka, banjar karya adalah organisasi sosial yang anggotanya tidak atas dasar hubungan sidikara.

Selain banjar, organisasi tradisional yang sama dengan di Bali adalah sekaa, yaitu suatu perkumpulan atau kesatuan sosial yang mempunyai tujuan-tujuan khusus tertentu (Rivai Abu. ed. 1980/1981:56). Adapun sekaasekaa yang ada diantaranya: sekaa truna, sekaa angklung, sekaa gong, sekaa pesantian, sekaa jogged dan berbagai jenis lainnya sesuai dengan kebutuhan di masyarakat. Seiring dengan perkembangan yang terjadi di Bali, merebaknya kembali persoalan soroh (klen), di Mataram saat ini juga muncul organisasi sejenis seperti maha semaya warga pande, pasemetonan pasek sapta rsi, arya kenceng dan berbagai soroh lainnya. Di samping organisasi tradisional sebagaimana diuraikan di atas, terdapat pula berbagai organisasi yang bersifat modern diantaranya: Paradah, Pemuda Hindu, Parisada dan organisasi lainnya yang merupakan himpunan dari masyarakat Bali.

Bentuk kehidupan sosial lain yang dilakoni oleh masyarakat Bali di Mataram adalah dalam pelaksanaan berbagai upacara adat seperti sebagaimana tercakup dalam Panca Yadnya, dimana masyarakat Bali senantiasa melaksanakan upacara tersebut sesuai dengan apa yang telah mereka warisi dari para leluhur mereka. Sikap gotong royong, kebersamaan dan saling menghargai satu sama lainnya masih tampak dalam kehidupan masyarakat di Kota Mataram. Seperti tradisi megibung (makan bersama), yang merupakan tradisi masyarakat dari daerah Karangasem (Bali) pada saat pelaksanaan upacara ngaben, pernikahan dan upacara lainnya masih tetap dilestarikan dan dilakukan oleh masyarakat Bali di Kota Mataram. Tradisi ini sudah ada sejak tahun 1614 Caka (1692 Masehi) ketika salah satu Raja Karangasem, I Gusti Anglurah Ktut Karangasem, berperang menaklukkan kerajaan-kerajaan di Sasak (Lombok). Di kala para prajurit istirahat makan, beliau membuat aturan makan bersama yang disebut megibung yang sarat akan tata nilai dan aturan yang khas.

Kehidupan Sosial masyarakat kota mataram, Selengkapnya

Revitalisasi dan Inovasi Dramatari Arja: Sebuah Harapan Baru

Revitalisasi dan Inovasi Dramatari Arja: Sebuah Harapan Baru

Kiriman Ida Bagus Surya Peradantha, S.Sn.

Dramatari Arja, merupakan kesenian tradisional Bali yang terkenal. Setiap kabupaten di Bali, sejak jaman dahulu telah memiliki Dramatari Arja dengan berbagai style atau gayanya masing-masing. Pada tahun 1920-an sampai 1960-an, kesenian ini menemukan kejayaannya, dimana setiap pementasannya selalu dipadati penonton. Durasi yang panjang, yaitu sekitar 5-6 jam ini tidak menyurutkan niat penonton untuk menyaksikan jalannya cerita hingga penghujung. Wajar saja Dramatari Arja pada jaman itu menjadi tontonan sekaligus hiburan utama masyarakat, mengingat pola hidup masyarakat serta kebiasaan yang dianut tidaklah seperti sekarang. Setelah masa kejayaannya berakhir, eksistensi Dramatari Arja perlahan tapi pasti mengalami kemunduran. Bahkan tidak jarang, setelah ditinggalkan oleh para generasi emasnya, sangat sulit ditemukan seniman yang memiliki bakat sekaligus niat untuk melanjutkannya.

Etimologi kata Arja menurut I Made Bandem dalam bukunya Ensiklopedi Tari Bali diduga berasal dari kata “ Reja “  yang mendapat awalan “A” sehingga menjadi kata Areja. Oleh karena kasus pembentukan kata, istilah Areja berubah menjadi Arja yang berarti “sesuatu hal yang mengandung keindahan”. Dewasa ini kata Arja dipergunakan untuk menamakan satu jenis kesenian Bali yang berunsurkan tari, drama dan nyanyian.

Melihat perkembangan teater belakangan ini, maka teater dapat digolongkan ke dalam 3 jenis, masing-masing :

  1. 1.    Literary Music Form ( Bentuk literer, Drama )
  2. 2.    Musical Form ( Seni Drama yang mempergunakan seni suara sebagai pengungkap cerita, juga dapat disebut opera )
  3. 3.    Audio Visual Form ( Televisi dan Film )

Setelah kita mengetahui penggolongan jenis teater tersebut, maka dapatlah kita menggolongkan Dramatari Arja ini ke dalam Musical Form, dimana musik ( Tembang dan Instrumental ) menjadi bagian yang paling dominan dan penting. Karena, setiap pengungkapan dramatisasi pasti menggunakan tembang dan istrumen.

Jika diperhatikan ke belakang, di saat derasnya pengaruh globalisasi, kebutuhan manusia akan sebuah hiburan sungguh merupakan sesuatu yang mutlak. Hal ini dikarenakan begitu padatnya volume aktivitas yang mereka jalani tiap harinya. Maka dari itu, waktu luang yang ada merupakan hal yang harus dimanfaatkan secara efisien untuk menyegarkan kembali pikiran yang lelah. Salah satu cara misalnya adalah dengan menyaksikan televisi yang sarat hiburan berbagai genre. Namun di sisi lain, justru hal inilah yang menjadi salah satu penyebab pudarnya kilau Dramatari Arja yang dahulu merupakan hiburan yang ditunggu-tunggu.

Sebagai seorang seniman muda, saya mencoba untuk peka terhadap isu yang terjadi pada apa yang dihadapi oleh Dramatari Arja. Kebetulan, saya mempunyai seorang nenek yang merupakan penari Arja terkenal pada zamannya. Beliau bercerita bahwa membawakan kesenian Arja merupakan sesuatu yang sangat sulit. Kita dituntut harus bisa berakting, berdialog verbal, berdialog dengan tembang tradisional Bali, menari dan bahkan mengarang syair tembang secara spontan di atas panggung. Di samping itu, seorang penari juga dituntut untuk mengetahui beberapa cerita yang bersumber dari legenda, babad, epos, dan sejarah. Secara tidak langsung hal ini menuntut seorang penari harus menguasai bidang sastra daerah secara cukup dalam.

Kompleksitas dari Dramatari Arja inilah yang ternyata menjadi salah satu isu penting dari memudarnya pamor kesenian ini di mata seniman muda dan menyebabkan perlunya proses ekstra panjang untuk melakukan regenerasi. Di samping itu, pengaruh televisi yang menyajikan jenis hiburan lebih beragam, menarik, mudah dan murah, serta praktis, juga turut memberikan andil sepinya penonton untuk menyaksikan hiburan tradisional seperti Dramatari Arja. Maka dari itu, kesenian ini pun menyesuaikan diri dengan memadatkan cerita dan durasi pementasan menjadi maksimal dua jam yang semula sangat panjang hingga enam jam. Cukupkah itu untuk kembali menarik minat masyarakat menyaksikan Dramatari Arja tradisional? Sayang sekali, hal itu belumlah memberikan hasil maksimal untuk menyegarkan kesenian ini.

Untungnya, seniman di Bali tidak begitu saja melupakan dan meninggalkan warisan kesenian adiluhung ini. Sebagai bukti, untuk menyelamatkan keberadaan Dramatari Arja, banyak usaha yang dilakukan, seperti misalnya pembinaan sejak usia dini, dibukanya kesempatan tiap sanggar untuk menampilkan kesenian Arja pada event-event tertentu seperti PKB kali ini, hingga revitalisasi dan inovasi keberadaan Dramatari Arja. Usaha terakhir ini patut mendapat perhatian lebih, sebab memungkinkan seorang seniman untuk membawa sebuah misi pembaruan dalam usahanya mempertahankan eksistensi kesenian ini.

Revitalisasi dan Inovasi Dramatari Arja: Sebuah Harapan Baru, selengkapnya

Presiden akan Buka Pesta Kesenian Bali ke-33

Presiden akan Buka Pesta Kesenian Bali ke-33

DENPASAR: Presiden SBY dipastikan akan membuka Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-33 yang berlangsung di Art Center Denpasar pada 10 Juni 2011.

Kepastian tersebut disampaikan oleh Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Ketut Suastika saat dijumpai di Kantor Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Jumat (3/6).
“Kami dari Panitia PKB sudah mendapatkan konfirmasi dari protokoler Istana tentang kesediaan Presiden SBY untuk membuka PKB
ke-33 yang akan berlangsung di Art Center Denpasar,” ujar Suastika.
Kepastian tersebut mengubah kebiasaan PKB yang selama ini dibuka sejak sore hari yang disusul dengan pawai seni budaya dari berbagai kabupaten, peserta luar Bali serta peserta asing. Pada PKB kali ini, pembukaan dilakukan di ruangan yakni dalam Gedung Art Center Denpasar.
Namun demikian, perubahan tersebut sama sekali tidak mempengaruhi kesemarakan atau kemeriahan PKB. Pawai dan pentas seni luar
ruangan tetap dilaksanakan pada keesokan harinya yakni Sabtu (11/6) yang dipimping langsung oleh Gubernur Bali Made Mangku Pastika bertempat di depan Gedung Jaya Sabha atau sebelah utara lapangan Puputan Badung.
Dalam pawai budaya tersebut akan dipentaskan berbagai atraksi seni budaya dari seluruh kabupaten dan kota di Bali, 24 peserta dari berbagai provinsi di Indonesia serta 7 peserta dari Negara asing yakni Australia, Amerika Serikat, Malaysia, Thailand, India, Singapura dan Jepang.
Tarian pembukaan adalah tarian kolosal dari mahasiswa-mahaiswi Institut Seni Indonesia Denpasar. Peserta pawai akan mengambil start dari Lapangan Puputan Badung bergerak ke timur menuju Art Center Denpasar.
Menurut Suastika, kehadiran Presiden pada malam harinya karena panitia mempertimbangkan padatnya jadwal acara baik berskala internasional, nasional maupun regional Bali. Semua acara tersebut akan dibuka oleh Presiden SBY secara serentak bersamaan dengan pembukaan PKB ke-33 Provinsi Bali.
Beberapa acara yang dimaksud adalah Bali World Culture Forum yang dihadiri oleh sekitar 50 peserta dari berbagai negara, Utsawa Dharmagita atau lomba baca kitab suci Hindu tingkat nasional, serta Konferensi World Tourism Etic Asia Pasific.
“Itulah petimbangannya mengapa Presiden SBY langsung membuka PKB ke-33 pada malam harinya karena bersamaan dengan beberapa kegiatan berskala internasional dan nasional tersebut,” ujar Suastika.

Sumber: mediaindonesia.com

Gending Pegambuhan di Desa Kedisan

Gending Pegambuhan di Desa Kedisan

Kiriman I Wayan Sucipta, Mahasiswa PS. Seni Karawitan ISI Denpasar

Lagu pegambuhan merupakan sajian lagu yang sangat ritmis. Hal tersebut karena sebagian besar instrument dalam Gamelan Gambuh didominasi oleh instrument pukul yang teknik permainannya tergolong ritmis. Ditambah dengan suara suling dan rebab,yang memainkan gending-gending dengan cengkok dan wilet. Gending-gending Gambuh lebih bersifat gending-gending yang ditarikan dari pada bersifat instrumental atau petegak. Misalnya ketika pentas sekaa Gambuh ini hanya memainkan satu atau dua tabuh petegak selebihnya untuk iringan tari.

Gending-gending pegambuhan pada sekaa Gambuh Kedisan memiliki dua bentuk gending, yaitu gending petegak dan gending iringan tari. Gending petegak adalah gending-gending yang disajikan pada awal pertunjukan Gambuh, yang berfungsi untuk memanggil penonton dan memberikan tanda bahwa pertunjukan Gambuh akan segera di mulai. Tabuh petegak atau pembuka merupakan tabuh yang dapat memberikan cerminan terhadap pertunjukan selanjutnya. Pada tabuh pembuka ini penonton akan menilai kemampuan penabuh di dalam menyajikan gendinggending.

Menurut  I Wayan Dibia dalam tulisan I Ketut Partha yang berjudul “Perkembangan Fungsi, Musikalitas dan Tata Penyajian Gamelan Angklung Banjar Kutuh Sayan”, mengatakan bahwa tabuh pembukaan cukup penting artinya bagi suatu sekaa, yang dalam pertunjukan tertentu perlu disiapkan sematang-matangnya, agar jangan sampai dicemooh oleh penonton. Sehingga apabila penampilan pembuka sudah bisa menarik perhatian penonton, maka selanjutnya penonton akan penasaran dan ingin menyaksikan pertunjukan selanjutnya.

Pada sekaa Gambuh Kedisan  masih terdapat dua gending petegak, yang dipergunakan menabuh sebelum pertunjukan Gambuh dimulai, antara lain:

  1. Tabuh Gari  menggunakan kupaan lebeng
  2. Batel dan Bapang menggunakan kupaan lebeng

Menurut I Gusti Ngurah Lawa (72 tahun) mengatakan, bahwa keberadaan Gambuh di Desa Kedisan sekarang ini sudah tidak seperti jaman dahulu. Kini keberadaanya banyak mengalami perubahan dari aspek pertunjukan dan musikalitas, contohnya gending-gending yang dipergunakan. Sekarang ini gending Gambuh yang masih tersisa dan dipergunakan dalam pementasan  hanya  tiga belas (13) gending, yang terdiri dari dua gending petegak dan 11 gending untuk iringan tari Gambuh. Menurutnya tabuh untuk iringan tari juga terkadang dipergunkan untuk petegak, apa bila dalam sebuah pertunjukan Gambuh penarinya belum siap dengan peralatannya, maka untuk mengisi waktu dimainkan gending lengker yang merupakan gending untuk iringan tari Kadean-kadean.

Begitu juga dengan gending-gending yang dipergunakan untuk mengiri tari Gambuh. Menurut narasumber gending-gending Gambuh yang sekarang sedikit mengalami perubahan, karena sempat mengalami pemotongan gending ketika melakukan pementasan ke luar negeri. Perubahan tersebut dilakukan untuk memenuhi durasi waktu yang ditentukan. Akan tetapi masih menggunakan pakem-pakem gending tradisi, seperti kawitan, penglembar dan ngecet atau pengecet. Adapun gending-gending yang dipakai mengiringi tarian Gambuh di Desa Kedisan, antara lain:

  1. Gending Condong untuk iringan tari Condong (di Kedisan dikenal dengan nama gending condong).
    1. Sumambang untuk iringan tari putri (Galuh).
    2. Bapang untuk iringan tari Demang Tumenggung. ( menurut narasumber I Wayan Rai, sempat mengatakan gending bapang untuk iringan tari Demang dan Tumenggung, di sebut juga dengan nama Bapang Gede)
      1. Sekar Gadung untuk iringan tari Arya.
      2. Kunyur untuk iringan tari Rangga dan Patih
      3. Godeg Miring untuk iringan tari Prabu.
      4. Batel untuk adegan Pesiat
      5. Subandar untuk iringan tari Bayan Sangit
      6. Lengker untuk iringan tari Kadean-kadean
      7. Semuradas untuk iringan tari Panji.
      8. Jaran Sirig untuk iringan tari Potet (raja buduh)

Berikut notasi gending Batel Petegak,Tabuh Gari dan Gending Condong yang terdapat pada Gambuh Desa Kedisan.

Gending Pegambuhan di Desa Kedisan, selengkapnya

Loading...