Adi Merdangga, Inspirator Gengsi Balaganjur

Adi Merdangga, Inspirator Gengsi Balaganjur

Kiriman: Kadek Suartaya, Dosen PS Seni Karawitan ISI Denpasar

Ketika Adi Merdangga berderap, itu artinya perhelatan akbar Pesta Kesenian Bali (PKB) dimulai. Degub drumband tradisional ini menjadi penanda pesta seni tahunan kebanggaan masyarakat Bali. Musik prosesi yang didominasi oleh puluhan instrumen kendang ini lahir dari kandungan PKB pada tahun 1984. Sejak lahir dan hingga PKB ke-33 tahun 2011 ini, Adi Merdangga yang digarap dan disuguhkan ASTI (kini ISI Denpasar), menjadi ujung tombak pawai PKB. Dibawakan oleh ratusan penabuh dan penari, Adi Merdangga membuncah dengan nuansa modern namun sangat kental dengan identitas seni tradisi lokal Bali. Penampilannya sepanjang rute pawai selalu dielu-elukan penonton seperti terlihat pada pawai PKB, Sabtu (11/6) lalu.

Nama Adi Merdangga diambil dari bahasa sansekerta yaitu adi berarti utama dan merdangga adalah kendang, Jadi Adi Merdangga berarti sebuah ansambel yang didominasi oleh instrumen membranophone (alat musik yang sumber bunyinya dari kulit yang dicencang), terdiri dari beberapa jenis kendang Bali berukuran besar, sedang, dan kecil. Ketika menguak pertama kali pada PKB tahun 1984, Adi Merdangga tampil murni sebagai sajian musik. Tetapi dalam perjalanannya kemudian, komposisi musiknya dipadukan dengan pragmen tari. Sepuluh tahun terakhir, olahan musiknya disertai dengan penampilan figur Siwanataraja, lambang PKB. Dalam pawai PKB Sabtu siang lalu, Adi Merdangga berkisah tentang keperkasaan dan kepahlawan Burung Garuda.

Adalah pencetus PKB, Gubernur Bali Prof. Dr. Ida Bagus Mantra yang menstimulasi kelahiran Adi Merdangga. Ketika PKB menginjak usia ke-5 pada tahun 1983, Mantra berangan-angan adanya musik prosesi besar yang berkarakter kesenian Bali. Lontaran orang nomor satu Bali itu direspon kreatif para seniman ASTI Denpasar. Berangkat dari musik ritual Balaganjur, dalam tempo tak begitu lama terwujudlah ekspresi artistik musik baru. Konsep musikalnya dikembangkan dari Balaganjur dengan  melipatgandakan instrumen kendang dan cengceng. Disertai semangat berkesenian, Adi Merdangga hadir kreatif, baik dari tata musikalnya maupun tampilan inovatif dari atraksi bermain musiknya nan apik.

Dalam perkembangannya, Adi Merdangga kemudian menggebrak tampil   sebagai   marchingband yang   dalam penampilannya dilengkapi dengan  penari  dan  peraga   properti seperti tombak, payung, kipas, dan umbul-umbul. Ketika  meragakan demontrasi penampilan atau display di depan tamu-tamu  kehormatan dengan  koreografi  yang dibingkai oleh komposisi  musik,  sering memanen aplaus penonton, terutama ketika para penari membentuk  sebuah figurasi  tari dan para penabuh bermain musik sembari  melakukan gerak-gerik atraktif, meragakan aksen-aksen tari.

Pamor Adi Merdangga membumbung.  Pada tahun 1987, tak kurang dari 300 orang mahasiswa ASTI/STSI Denpasar pernah diundang  menyuguhkan Adi Merdangga di  Istora Bung Karno Senayan, Jakarta pada pembukaan Sea Games ke-14. Pada tahun 1995, saat perayaan emas kemerdekaan RI, kembali pasukan drumband tradisional perguruan tinggi seni di Bali ini didaulat datang ke Jakarta menyuguhkan kebolehannya saat upacara penurunan bendera pusaka di Istana Merdeka. Kini di ISI Denpasar sendiri,  Adi Merdangga terus  dipoles. Setiap tampil menjadi pengawal pawai PKB, insan-insan seni perguruan tinggi seni tersebut selalu berusaha menampilkan nuansa baru.

Inovasi musik dan tata kreativitas Adi Merdangga yang selalu ditampilkan pada  pawai PKB, mengusik dan menyadarkan  Balaganjur akan potensi dirinya. Menjamurlah  kemudian  gelar Balaganjur  di desa-desa, sekolah-sekolah  hingga  kampus-kampus.  Penyelenggaraan Porseni  (Pekan Olah Raga dan  Seni)  di  Bali biasanya selalu menyertakan lomba Balaganjur sebagai sebuah mata acara yang sangat diminati. Yang menarik, kehadiran Adi Merdangga mendongkrak gengsi gamelan Balaganjur di kalangan generasi  muda Bali. Musik tradisi yang sebelumnya hanya menjadi pelengkap ritual adat dan keagamaan itu serta merta  menggeliat bergairah.  Inovasi olah musik yang ditawarkan dalam Adi Merdangga dikembangkan  dan dijadikan model orientasi kreativitas musik Balaganjur. Rekaman komersial, CD dan VCD Balaganjur, banyak diminati  masyarakat Bali.

Perkembangannya belakangan, kini Balaganjur  menggeliat dan menggebrak menjadi seni pertunjukan yang layak disimak. Karena itu, sejak empat tahun terakhir ini, PKB memberikan ruang khusus pada seni pentas ini. Dalam PKB ke-33 ini ditampilkan sembilan grup Balaganjur persembahan kabupaten/kota se-Bali. Sajian seni yang disebut Parade Balaganjur Pragmentari tersebut dapat disimak penonton di panggung terbuka Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar. Senin (20/6) besok malam akan unjuk kebolehan duta Kabupaten Gianyar, Karangasem, dan Badung.

Lahir dari rahim PKB, Adi Merdangga menjadi inspirator pembaharuan signifikan kebangkitan Balaganjur. Dibawah pangkuan masyarakat Bali yang kasih akan nilai seni, Balaganjur kini menjadi kesayangan segenap lapisan masyarakat, khususnya menjadi kebanggaan insan-insan muda Bali, sumber insani penyangga kejayaan seni budaya bangsa. Bukahkah penjelajahan jati diri di era globalisasi ini, sari patinya ada dalam asuhan nilai-nilai lokal? Kemesraan generasi muda Bali dengan seni pertunjukan Balaganjur-nya patut disyukuri dan dijadikan wahana pembentukan karakter.

Adi Merdangga, Inspirator Gengsi Balaganjur selengkapnya

Paduan Suara ISI Denpasar Tampil Memukau Di PKB ke-33

Paduan Suara ISI Denpasar Tampil Memukau Di PKB ke-33

Paduan suara ISI Denpasar dibawah komando dosen Jurusan Karawitan, I Komang Darmayuda dan Ni Wayan Ardini, mempesona penikmat Pesta Kesenian Bali (PKB), Kamis malam (16/6) di Gedung Ksirarnawa. Paduan Suara yang beranggotakan mahasiwa ISI Denpasar baik Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) dan Fakultas Seni Pertunjukan (FSP) ini membawakan 5 lagu, yaitu Pesta Kesenian Bali karya Wedhasmara, LGM PulauBali, Enggung,Janger, serta Bungan Sandat.

Selain paduan suara ISI Denpasar, acara Musik Keroncong yang diiringi Orkes Keroncong “Pesona Dewata” ini juga menampilkan penyanyi keroncong ternama seperti Sefi Indah Prawasari, Ayu Sadha, Eka, Putri, serta Agung Wira Sutha. Sefi Indah Prawasari menampilkan lagu Hanoman Obong, Perahu Layar,  Walang Kekek, Bengawan Solo, Kemuning, dan Aryati. Ayu Sadha melantunkan Indonesia Jelita dan Tanah Airku, Eka Putri melantunkan Dayung Sampandan  Jali-Jali. Agung Wira Sutha yang juga menjadi pemandu acara (MC) dalam acara tersebut membawakan lagu Melati Pesanku.

Suasana hangat tercipta malam itu. Para penyanyi tersebut mengundang penonton untuk ikut bersenandung. Paduan suara ISI Denpasar yang malam itu peserta wanitanya mengenakan seragam pink-ungu,berpadan dengan peserta pria berseragam warna senada, semakin mempesonapenonton yang memenuhi Geduang Ksiarnawa malam itu. Komang Darmayuada dan Ni Wayan Ardini yang ditemui seusai pementasan, mengatakan sangat bangga dengan kerja keras para mahasiswa. “Mahasiswa sangat tekun dalam berlatih, sehingga malam ini kami bisa tampil maksimal.Yang terpenting adalah dukungan dan motivasi dari pimpinan, sehingga kami bisa sampai dipanggung ini”ujar Ardini yang malam itu menjadi dirigen.

Pementasan paduan suara ISI Denpasar ini dihadiri oleh Rektor ISI Denpasar,para Pembantu Rektor,serta pejabat struktural lainnya. Pembantu Rektor III bidang kemahasiswaan, I Made Suberatha sangat bangga dengan penampilan mahasiswanya malam itu. “Ini adalah hasil kerja keras kita bersama. Syukur dan terimakasih kita kepada Tuhan atas keberhasilan paduan suara ISI Denpasar, yang masih muda usia tapi mampu berkreasi maksimal,”ujar Suberatha bangga.

Humas ISI Denpasar melaporkan.

Seni Dalam Kehidupan Sosial di Kota Mataram

Seni Dalam Kehidupan Sosial di Kota Mataram

Kiriman I Gede Yudarta, SSKar., M.Si., Dosen PS Seni Karawitan ISI Denpasar

Fenomena umum menandakan bahwa masyarakat Bali baik secara individu maupun berkelompok, dimanapun mereka berada dan bertemu akan berinteraksi, berkomunikasi atau berhubungan secara intens. Apalagi keberadaan mereka dalam kelompok yang besar kebersamaan, sifat gotong royong dan kerja sama, menjadi bagian dari kehidupan sosial mereka. Salah satu dari berbagai media komunikasi yang dipergunakan dalam kehidupan sosial adalah melalui kesenian Sebagaimana dikatakan Sumandyo Hadi (2000:332) seni menyandang fungsi sosial yaitu yang bersifat manusiawi, karena hakekat seni adalah untuk dikomunikasikan, berarti untuk dinikmati, ditonton, didengar,atau diresapkan. Kehadiran  seni mencakup tiga faktor yang saling berhubungan yakni si pencipta, karya seni, dan pengamat atau penonton. Ketiga faktor itu merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Terkait dengan penjelasan tersebut, masyarakat selaku penikmat seni merupakan salah satu faktor yang juga penting dalam menjaga kelestarian dan perkembangan seni itu sendiri. Dalam konteks ini, masyarakat dapat memanfaatkan seni dalam berbagai aktivitas sosialnya. Kesenian sering dipergunakan sebagai sarana untuk penggalian dana-dana untuk pembangunan, sebagai sarana hiburan, serta memeriahkan berbagai acara seperti pernikahan, bayar kaul, syukuran dan acara lain yang lebih bersifat non religius.

Dalam kehidupan sosial kesenian sering dipergunakan sebagai sarana untuk mempererat hubungan individu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok baik dalam lingkup yang kecil hingga ruang lingkup yang lebih luas. Di Mataram kesenian Bali ternyata memiliki fungsi yang sangat penting dalam mempererat hubungan antara masyarakat Bali dengan masyarakat Sasak. Pelaksanaan upacara Perang Topat di Pura Lingsar dapat dijadikan indikator eratnya hubungan kekerabatan antara masyarakat Bali dengan masyarakat Sasak. Bahkan di kalangan masyarakat Sasak kesenian Bali mendapat tempat tersendiri dimana hal ini dapat dibuktikan adanya sekaa-sekaa Gong Kebyar seperti sekaa Gong Mekar Jaya di dusun Dasan Montor dan Sekaa Gong Kebon Ayu di Desa Kebon Ayu yang anggotanya dari kalangan masyarakat Sasak. Demikian pula sebaliknya, I Komang Kantun dari dusun Rendang Bajur salah seorang seniman yang nota bene orang Bali sangat menguasai budaya dan kesenian Sasak sehingga dalam beberapa karyanya sangat kental dengan budaya Sasak bahkan kini beliau adalah seorang dalang dari wayang sasak.

Terbukti bahwa melalui kesenian hubungan kemasyarakatan menjadi lebih erat dan terkadang berfungsi untuk meminimalisir konflik yang bernuansa RAS. Melalui seni, kerukunan, toleransi, kebersamaan di kalangan masyarakat Sasak dan Bali sudah mampu diwujudkan di bumi Lombok khususnya di Kota Mataram. Sebagaimana diuraikan Soedarsono dan The Liang Gie, di samping berfungsi dalam ritual keagamaan, kesenian juga berfungsi sebagai pengikat solidaritas, pembangkit rasa solidaritas serta media komunikasi. Terbukti dari fenomena yang ada di lapangan, di representasikannya kesenian Bali oleh sekelompok masyarakat (sekaa Gong) Sasak di wilayah Montor dan Gerung hal ini mencerminkan terjadinya komunikasi yang intens dan harmonis antara masyarakat Bali dan masayarakat suku Sasak dalam berbagai aspek kehidupan khususnya dalam berkesenian.

Seni Sebagai Representasi Estetik

Pembicaraan tentang kesenian tidak akan terlepas dari nuansa estetik karena keindahan (estetika) di samping bersifat alamiah seperti keindahan alam, gunung ,laut, karya seni atau benda-benda seni ciptaan manusia juga yang disebut dengan kesenian juga mengandung nilai keindahan tersendiri. Mengacu pada pandangan Jakob Sumarjo (2000:76), representasi estetik dapat dimaknai sebagai upaya mengungkap dan menikmati nilai-nilai keindahan yang terdapat pada objek seni. Pada umumnya membicarakan masalah objek seni pikiran kita akan menyasar pada karya seni yang dihasilkan oleh seniman. Diciptakannya karya seni tersebut merupakan representasi dari rasa indah yang selanjutnya melalui proses kreatif dituangkan melalui berbagai media.

Nilai-nilai keindahan atau estetika sangat penting karena hal itu akan memberi bobot yang tinggi terhadap sebuah karya seni. Pentingnya keindahan tersebut karena terkadang ada objek seni atau karya seni yang sama sekali tidak mengandung nilai-nilai keindahan. Sebagaimana karya-karya teaterikal jalanan yang disajikan oleh para demonstran yang lazim dipertontonkan beberapa tahun belakangan ini. Karya-karya tersebut lebih distimulasi oleh perasaan emosional sehingga sering dianggap mengganggu ketertiban dan stabilitas moral. Di sini nilai-nilai keindahan dikesam-pingkan dan dikalahkan oleh nilai yang syarat dengan pesan-pesan yang ingin disampaikan secara emosional. Sebagaimana dikatakan Cassier (1956), seni dalam proses kreatif bukan untuk merangsang emosi sehingga mengganggu stabilitas moral. Efek estetis tidak semata-mata dalam kaitannya dengan keindahan secara langsung, tetapi bagaimana karya seni dapat berperanan dalam menopang masyarakat menuju kemajuan. Ukuran karya seni dengan demikian bukan pada derajat penularannya melainkan intensifikasi dan pencerahan terhadap budi manusia (Kutha Ratna, 2007:15). Searah dengan itu Langer (dalam Kutha Ratna, 2007:16) mengatakan, ekspresi seni bukan ekspresi diri sebab apabila karya seni merupakan ekspresi diri berarti karya seni mengundang pembaca (penonton) untuk marah. Sebaliknya karya seni justru menjadikan komunikasi lebih bermakna, sehingga karya seni bersifat edukatif.

Kembali pada persoalan keindahan sebuah benda atau objek seni, hal ini akan dirasakan berbeda antara seniman dengan masyarakat. Walaupun secara bersama-sama mencari kenikmatan pada objek seni yang dipresentasikan, seniman lebih banyak berfungsi sebagai pencipta sekaligus penikmat keindahan, sedangkan pada sisi yang lain masyarakat lebih berfungsi sebagai penikmat saja atau menikmati nilai-nilai keindahan yang terdapat dalam seni itu sendiri. Jika pada satu sisi seniman berkarya dan menyajikan sebuah objek seni untuk merepresentasikan rasa indahnya, pada sisi yang lain masyarakat sebagai penikmat turut serta berapresiasi sesuai dengan pengalaman estetis yang diterima.

Seni Dalam Kehidupan Sosial di Kota Mataram, selengkapnya

Jenis-Jenis Kendang Bali

Jenis-Jenis Kendang Bali

Kiriman: I Gde Made Indra Sadguna, Alumni ISI Denpasar

Istilah kendang telah disebut-sebut dalam piagam Jawa Kuno yang berangka tahun 821 dan 850 masehi dengan istilah padahi dan muraba. Dalam Prasasti Bebetin, sebuah prasasti Bali yang berasal dari abad ke-9, kendang disebut dengan istilah papadaha. Berbicara mengenai kendang dalam karawitan Bali, Asnawa dalam master tesisnya mengemukakan ada enam jenis kendang, yaitu kendang mebarung, kendang cedugan, kendang gupekan, kendang krumpungan, kendang nyalah dan kendang angklung. Sedangkan Sukerta juga mengemukakan adanya enam jenis kendang yaitu kendang bedug, kendang cedugan, kendang centungan, kendang gupekan, kendang krumpungan dan kendang penyalah. Namun, berdasarkan penelitian yang penulis lakukan ternyata ditemukan adanya sembilan jenis kendang dalam karawitan Bali. Adapun kesembilan jenis kendang yang dimaksud adalah sebagai di bawah ini, diurut dari ukuran yang terbesar hingga terkecil.

  1. Kendang mebarung merupakan jenis kendang dengan ukuran yang terbesar dalam karawitan Bali. Ukuran kendang ini bisa mencapai panjang 185-200cm dengan diameter antara 74-80cm. Kendang mebarung merupakan salah satu instrumen dari barungan Gamelan Angklung (selendro empat nada). Jenis kendang ini hanya dapat ditemukan di satu daerah saja yakni di Kabupaten Jembrana.
  2. Kendang tambur merupakan jenis kendang dengan ukuran terbesar kedua. Kendang tambur dapat dijumpai di Kabupaten Karangasem dan dipergunakan untuk dua hal yaitu sebagai pelengkap dalam konteks upacara Dewa Yadnya dan juga untuk mengiringi prajurit kerajaan yang akan berangkat ke medan perang. Kendang tambur ini mempunyai ukuran panjang sekitar 72cm, diameter tebokan besar 54cm dan diameter tebokan kecil 44cm. Cara mempermainkan kendang ini dengan mempergunakan dua buah panggul dengan memukul kedua belah sisinya.
  3. Kendang bedug atau bebedug adalah salah satu jenis kendang yang mirip bentuk dan cara permainannya dengan kendang tambur, akan tetapi memiliki ukuran yang lebih kecil. Jenis kendang ini merupakan salah satu instrumen dari barungan gamelan Gong Beri. Jenis gamelan ini dipergunakan untuk musik tarian sakral Baris Cina. Perangkat barungan gamelan Gong Beri hanya dapat ditemukan di Desa Renon dan Banjar Semawang, Denpasar Selatan.
  4. Kendang cedugan adalah kendang yang dalam teknik permainannya menggunakan panggul. Oleh karena itu, kendang ini juga disebut dengan nama kendang pepanggulan. Kendang pepanggulan ini mempunyai ukuran panjang antara 69-72cm, garis tengah tebokan besar 29-32cm dan garis tengah tebokan kecil 22-26cm. Jenis kendang ini biasanya dipergunakan pada beberapa perangkat gamelan, misalnya Gong Kebyar, Baleganjur, dan Gong Gede. Kendang pepanggulan dimainkan secara berpasangan yang terdiri dari kendang lanang dan wadon.
  5. Kendang gupekan merupakan salah satu jenis kendang yang cara memainkannya adalah dengan memukul memakai tangan. Kendang ini digunakan untuk mengiringi gamelan Gong Kebyar. Kendang ini selain dapat disajikan dengan berpasangan dapat juga dimainkan secara mandiri atau kendang tunggal. Kendang wadon mempunyai ukuran panjang antara 67-72cm, diameter tebokan besar 27-32cm dan diameter tebokan kecil 21-25cm. Kendang lanang mempunyai ukuran serta suaranya lebih kecil dari kendang wadon. Ukuran panjangnya antara 65-70cm, diameter tebokan besar 26-29cm dan diameter tebokan kecil 19-22cm.
  6. Kendang bebarongan adalah kendang yang secara khusus terdapat dalam barungan gamelan Bebarongan. Jenis kendang ini mempunyai panjang sekitar 62-65cm, garis tengah tebokan besar 26-28cm dan garis tengah tebokan kecil sekitar 21,5-23cm. Kendang bebarongan ini termasuk dalam ukuran kendang yang tanggung (nyalah:Bahasa Bali), karena ukurannya yang tidak terlalu besar maupun tidak terlalu kecil. Ada dua cara untuk memainkan kendang bebarongan, yakni bisa dengan mempergunakan panggul dan bisa juga dimainkan tanpa menggunakan panggul.
  7. Kendang krumpungan, kata krumpungan berasal dari kata pung yaitu menirukan suara kendang tersebut (onomatopea atau peniruan bunyi). Jenis kendang ini dipukul hanya menggunakan tangan. Kendang ini biasanya dipergunakan untuk mengiringi gamelan Pegambuhan dan gamelan Palegongan. Kendang krumpungan ini selalu dimainkan berpasangan yaitu kendang lanang dan kendang wadon. Kendang wadon mempunyai diameter tebokan besar 24,5-25cm, panjang antara 55-57cm dan diameter tebokan kecil 20cm. Sedangkan kendang lanang mempunyai diameter tebokan besar 23,5-24cm, panjang antara 55-57cm, diameter tebokan kecil 19,5-20cm.

Jenis-Jenis Kendang Bali, selengkapnya

 

Pembabakan Sendratari Bhisma Dewabharata

Pembabakan Sendratari Bhisma Dewabharata

Babak I

Alkisah Maharaja Sentanu sangat sulit melupakan istrinya yang cantik jelita, Dewi Gangga. Untuk melipur hatinya Sentanu menyusuri hutan belantara. Ditengah hutan Sentanu diterpa hembusan angin yang menebar aroma harum semerbak. Teryata arah datangnya sumber aroma wangi itu adalah tubuh seorang gadis molek bernama Satyawati ditepi sungai Yamuna. Raja Sentanu terpesona dan menyampaikan hasratnya untuk mejadikan istri. Ayah gadis itu, seorang nelayan cerdik, mengajukan syarat: putra yang dilahirkan Satyawati harus menggantikan Sentanu jadi raja Hastina.

Papeson/plot :

  1. (prolog) Raja Sentanu menghalangi Dewi Gangga untuk membuang bayinya.
  2. Sungai Yamuna yang asri
  3. Raja Sentanu menyusuri tepi sungai Yamuna (naik kereta kuda)
  4. Para nelayan dan Dewi Satyawati
  5. Pertemuan Sentanu dengan Satyawati (roman)
  6. Ayah Setyawati mengajukan persyaratan kepada Raja Sentanu

Babak II

Setelah pertemuannya dengan Satyawati, Raja Sentanu bermuram durja dan jatuh sakit. Dewabharata binung memikirkan sebab musabab kemurungan ayah tercintanya. Kepada sang putra mahkota, Raja Sentanu hanya mengatakan terlalu berpikir berat mengenai masa depan kerajaan jika ternyata terjadi sesuatu yang tidak diinginkan terhadap penerus dinasti kerajaan satu-satunya yaitu Dewabharata sendiri. Tetapi Dewabharata menangkap ada sesuatu yang disembunyikan oleh ayahnya.

Pepeson/plot:

  1. Prajurit kebesaran Hastina
  2. Dewabharata berlatih senjata (ada laporan ayahnya sakit)
  3. Dayang-dayang
  4. Para patih + raja Sentanu sakit
  5. Pertemuan Sentanu dan Dewabharata

Babak III

Melalui kusir kerajaan, Dewabharata mengetahui bahwa sumber kemurungan Raja Sentanu adalah Satyawati, gadis cantik putrid seorang nelayan di tepi sungan Yamuna. Sang raja jatuh cinta dan berhasrat menjadikannya permaisuri tetapi sangat terpukul dengan persyaratan yang diajukan ayah Satyawati. Didorong oleh rasa hormat dan kasih sayangnya pada sang ayah, menuntun Dewabharata menjumpai ayah Satyawati. Dewabharata berjanji tidak akan menjadi raja Hastina dan akan memberikan kepada putra yang dilahirkan Satyawati.

Pepeson/plot:

  1. Pertemuan Dewabharata dengan kusir kerajaan
  2. Pertemuan Dewabharata dengan Satyawati dan ayah Satyawati
  3. Sumpah Dewabharata untuk tidak jadi raja Hastina

Babak IV

Dikisahkan raksasa Gorawisesa sangat murka akan rencana pernikahan Raja Sentanu dengan Satyawati. Raksasa yang telah lama tergila-gila dengan kecantikan Satyawati itu bertekad merampasnya dari Dewabharata yang sedang dalam perjalanan menuju Hastina. Penghadangan dari raksasa Gorawisesa dihadapi oleh Dewabharata dengan sigap. Gorawisesa dapat ditaklukkan. Dewabharata kemudian menghaturkan Satyawati kepada ayahnya. Perkawinan agung Sentanu dengan Satyawati dipersiapkan besar-besaran. Atas permintaan ayah Satyawati Dewabharata bersumpah akan hidup membujang selama hayatya. Maharaja Sentanu sangat terharu dengan ketulusan, jiwa besar, pengorbanan putra kebanggaannya, Bhisma Dewabharata.

Pepeson/plot:

  1. Raksasa Gorawisesa murka akan diboyongnya Satyawati ke Hastina
  2. Raksasa Gorawisesa merampas Satyawati dari tangan Dewabharata
  3. Dewabharata menumpas kejahatan Gorawisesa
  4. Dewabharata menghaturkan Dewi Satyawati kepada Raja Sentanu
  5. Persiapan perkawinan agung Maharaja Sentanu dengan Satyawati
  6. Ayah Satyawati mengajukan syarat agar keturunan Dewabharata tak jadi raja
  7. Dewabharata bersumpah tidak kawin diiringi suara gaib: bhisma, bhisma, bhisma
Loading...