by admin | Jul 13, 2011 | Berita
Pengembangan kehidupan kemahasiswaan Instutut Seni Indonesia (ISI) Denpasar adalah bagian integral dari Sistem Pendidikan Nasional, dan kedudukan Organisasi Kemahasiswaan intra Perguruan Tinggi merupakan kelengkapan non struktural pada organisasi ISI Denpasar yang perlu ditingkatkan peranannya. Organisasi Senat Mahasiswa ( SEMA ) sebagai badan normatif non kurikuler yang merencanakan, mengatur dan melaksanakan kegiatan kemahasiswaan sangat signifikan peranannya dalam pelaksanaan kegiatan kampus..
Rektor ISI Denpasar, Prof. Rai, didampingi Pembantu Rektor III, Bidang Kemahasiswaan Drs. I Made Suberatha,M.Si., kemarin (Rabu,13/7) telah melantik Pengurus Senat Mahasiswa serta Pengurus Badan Perwakilan Mahasiswa ISI Denpasar periode tahun 2011/2012 di Gedung Natya Mandala ISI Denpasar. ”Dalam melaksanakan tugas, hendaknya mahasiswa mengutamakan etika dan kerjasama seluruh civitas, jangan bercerai berai, tingkatkan persatuan, dan dalam pengembangan akademis hendaknya selalu mengacu pada aturan dan panduan yang berlaku,” Papar Prof Rai dalam sambutannya.
Selain itu, Prof Rai juga berharap kepercayaan yang telah diberikan kepada mahasiswa sebagai pengurus dalam Organisasi Kemahasiswaan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan penuh tanggung jawab. Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Senat yang dilantik, I Kadek Egi Saputra, bahwa pengurus yang baru akan selalu berupaya untuk lebih giat dan aktif dalam melaksanakn tugas, serta selalu mendukung kegiatan kampus yg bersifat ilmiah dan akademis, dan lebih berorientasi pada penalaran.
Egi Saputra didampingi wakil ketua senat G. A. G Pacung Abdiningrat, sekretaris I Gusti Putu Agus Adi Yustika, serta pengurus lainnya dalam bidang UKM Penalaran, UKM Kesenian, UKM Olah Raga, Bidang PMI dan MENWA. Pengurus Badan Perwakilan Mahasiswa, dengan ketua I Wayan Semara Putra, I Wayan Eta Purnawan sebagai wakil ketua, serta pengurus lainnya, menerima ucapan selamat dari Rektor, PR III, serta pejabat struktural lainnya seusai acara pelantikan yang juga menampilkan paduan suara ISI Denpasar.
Humas ISI Denpasar Melaporkan
by admin | Jul 13, 2011 | Artikel, Berita
Kiriman: I Ketut Baskara Program Studi Desain Komunikasi Visual Jurusan Desain ISI Denpasar
Spanduk
Pada sub ini mahasiswa akan membahas tentang visualisasi desain pembuatan media promosi spanduk yang digunakan sebagai salah satu media komunikasi visual sebagai sarana promosi Aromas Café di Jalan Legian Kuta-Bali.
Unsur Visual Desain
1. Bentuk Fisik
Bentuk fisik dari spanduk ini persegi panjang dan mempunyai ukuran 300 x 80 cm agar telihat jelas bila dilihat dari jarak jauh.
2. Ilustrasi
Dalam desain media spanduk ini, ilustrasi yang dipergunakan adalah gambar brokoli sebagai background, gambar dari salah satu menu di Aromas Café, serta logo dari Aromas Café itu sendiri.
Menggunakan background brokoli agar memberi kesan hijau yang merupakan cirri khas warna sayuran. Gambar salah satu menu di Aromas Café yaitu Aromas Pizza karena merupakan salah satu menu andalan di Aromas Café. Menggunakan gambar logo Aromas Café agar masyarakat mengetahui identitas dari Aromas Café itu sendiri.
3. Teks
Desain media spanduk ini menggunakan teks berupa slogan “healthy vegetarian cuisine“, dimana memberikan informasi kepada masyarakat bahwa di Aromas Café menyediakan masakann vegetarian yang menyehatkan. Sedangkan copy text menampilkan sedikit informasi tentang Aromas Cafe.
4. Huruf / Typografi
Desain media promosi ini menggunakan dua jenis huruf atau typografi, yaitu: Vivaldi, serta Arial. Jenis typografi tersebut diatas dikomposisikan menurut ukuran dan keseimbangan guna mendapatkan kesatuan serta ritme yang tepat dimana nantinya dapat memberikan keseimbangan informasi yang dinamis.
5. Warna
Dalam desain media poster ini menggunakan warna sebagai berikut :
– Untuk background menggunakan warna hijau kekuningan.
Penggunaan warna hijau kekuningan pada background disesuaikan dengan tema yang diangkat, yaitu tentang vegetarian yang sangat terkait dengan sayuran.
– Untuk kotak tempat tulisan memakai warna orange dari wortel dan juga agar lebih atraktif
– Logo Aromas Café menggunakan warna kuning serta biru.
Warna kuning merupakan warna yang menarik mata dibanding dengan warna lainnya serta membangkitkan nafsu makan, kemudian warna biru lebih berhubungan dengan ketenangan dan meditasi yang selalu dikaitkan dengan iman dimana yang menjadi salah satu alasan seseorang untuk menjadi seorang vegetarian adalah untuk melatih kesabaran iman. Sehingga kedua warna tersebut diharapkan mampu menunjukan bahwa Aromas Café adalah sebuah restoran vegetarian.
– Tulisan menggunakan warna putih dan coklat tua.
Warna putih pada tulisan ini digunakan karena merupakan warna netral sehingga tidak terpengaruh oleh warna lain. Begitu juga warna coklat yang merupakan salah satu warna tanah. Merupakan salah satu warna alam selain warna hijau.
6. Bahan
Desain media spanduk ini menggunakan bahan vinyl dipilih karena memiliki kualitas dan ketebalan yang bagus serta tidak mudah robek, sehingga spanduk lebih tahan lama.
7. Teknik Cetak
Untuk mewujudkan spanduk, cetak digital dipilih karena lebih menghemat waktu dan biaya.
Kreatif Desain
Kreatif desain merupakan proses kreatif yang terdiri dari layout/gambar kasar dan gambar detail, serta mempertimbangkan indikator serta unsur-unsur desain dan bobot penilain desain sebagai acuan desain terpilih. Dalam proses kreatif desain spanduk ini, dibuat 3 alternatif desain.
Desain spanduk ini dipilih karena jika dibandingkan dengan 2 alternatif desain yang lainnya, tata letak dalam desain spanduk ini dianggap lebih menarik, lebih banyak memenuhi kriteria desain serta paling sesuai dengan konsep perancangan yang digunakan yaitu “natural”. Teks yang digunakan dalam desain ini berupa slogan promosi yang singkat, jelas dan informatif. (untuk lebih jelasnya lihat lampiran).
Spanduk sebagai Sarana Promosi Aromas Café Di Legian Kuta Bali, selengkapnya
by admin | Jul 13, 2011 | Berita
Jakarta — Kementerian Pendidikan Nasional mengusulkan komposisi anggaran pendidikan tinggi yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) diturunkan menjadi 20 persen. Cara ini ditempuh untuk mengurangi pendanaan yang berasal dari orang tua mahasiswa.
Menurut Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Djoko Santoso, komposisi pembiayaan meliputi pembiayaan yang bersifat mengikat, tidak mengikat, dan PNBP. Saat ini komposisi anggaran bersumber dari PNBP sebanyak 37,20 persen. “Kami usulkan PNBP 20 persen, sehingga jumlah SPP yang ditarik dari mahasiswa otomatis turun,” katanya
saat menyampaikan simulasi pembiayaan pendidikan tinggi didampingi Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemdiknas Harris Iskandar, di Kemdiknas, Jakarta, Selasa (12/07)..
Sedangkan pembiayaan yang bersifat mengikat diusulkan naik dari 25,62 persen menjadi 48 persen dan tidak mengikat dari 37,18 persen menjadi 32 persen. “Kami sudah ketahui cara menghitungnya, sehingga bisa dilakukan berbagai perubahan jika diperlukan,” katanya .
Djoko menyebutkan, isu pembiayaan pendidikan meliputi sistem pembiayaan berkeadilan, ketergantungan pada kontribusi orang tua/mahasiswa yang tinggi, pembedaan menurut kelompok bidang ilmu, upah minimum regional, standar pelayanan minimum, rumusan satuan biaya (unit cost), dan bantuan biaya pendidikan.
Adapun satuan biaya pendidikan meliputi tiga komponen. Pertama, biaya operasional yang mencakup biaya tetap, biaya variabel seperti pegawai, bahan ajar, operasional dan pemeliharaan, dan utilitas. Kedua, biaya tiap komponen mencakup geografi dan ketersediaan sarana. Ketiga, kurikulum dan metode mencakup biaya mutu.
Djoko menyebutkan, saat ini kebutuhan anggaran di 83 perguruan tinggi negeri (PTN) termasuk Universitas terbuka setiap tahunnya mencapai Rp 38,86 triliun. Sebanyak Rp 30,9 triliun dari anggaran ini dibebankan kepada pemerintah, sedangkan sisanya Rp 7,9 triliun atau maksimal 30 persen dari biaya operasional ditanggung oleh masyarakat.
“Kita memang belum menerapkan batas atas dari biaya SPP. Ke depan, kita hitung terus untuk menetapkan . Itu memang harus dikendalikan, tetapi yang penting kalau sudah ditetapkan ada usaha memperbesar biaya untuk mereka yang ekonominya lemah. Itu yang harus terus kita kampanyekan, tetapi yang menyumbang jangan dilarang. Akan digunakan untuk memberikan bantuan kepada ekonomi lemah,” katanya. (agung)
Sumber: kemdiknas.go.id
by admin | Jul 13, 2011 | Artikel, Berita
Penulis I Wayan Dibia, Tahun 2004, Sava Media, XIX., 152 halaman
Kiriman: I Gede Suwidya, Mahasiswa PS. Seni Karawitan ISI Denpasar.
I Wayan Dibia adalah seorang penari, aktor, dan pelaku Seni Pertunjukan Bali yang aktif melestarikan,mengembangkan, serta memperkenalkan seni pertunjukan Bali ke berbagai belahan dunia. Beliau juga merupakan salah seorang dosen di Institut Seni Indonesia Denpasar. Dalam buku ini disebutkan bahwa, seni pertunjukan pada dasarnya adalah suatu kesenian yang lahir dari interaksi dan kerjasama sejumlah orang. Mereka yang terlibat dalam sebuah pagelaran seni dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu : penyaji atau pelaksana dan penikmat atau penonton. Kelompok pertama, yaitu : penonton atau penikmat, yaitu orang yang menyaksikan pertunjukan dari luar arena pementasan. Mereka terdiri atas sejumlah orang yang berasal dari berbagai status sosial, kepentingan, dan tingkat apresiasi seni yang berbeda beda. Kelompok ke dua mencakup penyelenggara, perancang atau penata, dan para pemain yang melakukan peragaan serta yang mengaktualisasikan kesenian itu diatas pentas. Salah satu elemen penting dari pemain adalah penari atau aktor yang di kalangan masyarakat Bali secara kolektif disebut pragina.
Di mata masyarakat umum, pregina cenderung dilihat hanya pemain yang secara langsung beraksi diatas pentas. Sesungguhnya di luar pentas, pregina juga menjadi penentu terhadap keberlangsungan hidup sebuah seni pertunjukan. Di beberapa daerah di Bali ada sejumlah kesenian yang hingga kini belum bisa diaktifkan karena krisis pragina walaupun perlengkapan perangkat dan perlengkapan pertunjukannya seperti topeng-topeng (tapel) hiasan kepala (gelungan), dan lain-lainnya masih tersimpan dengan baik dan dikeramatkan atau disakralkan oleh masyarakat pemiliknya.
Seni Pertunjukan dan Senimannya
Seni pertunjukan pada dasarnya adalah presentasi ide, gagasan atau pesan kepada penonton oleh pelakunyamelalui peragaan. Kesenian pada umumnya memadukan tiga substansi utama, yaitu : gerak, suara, dan drama. Seni pertunjukan adalah sebuah karya seni yang memadukan hampir semua unsur seni. Seni rupa sangat dominan dalam tata rias, busana, dan dekorasi. Seni sastra yang menghasilkan lakon-lakon yang dipentaskan termasuk unsur narasi lainnya, baik yang diucapkan antar wacana maupun yang dilagukan. Seni gerak diwujudkan melalui tari-tarian yang dibawakan oleh para penari atau yang disajikan dengan menggerak-gerakkan boneka seperti wayang. Seni suaranya mencakup iringan musik baik yang berupa vokal maupun instrumental. Seni pertunjukan (musik,tari,teater) adalah kesenian yang sangat tergantung kepada kehadiran seniman-seniwati pelakunya. Kesenian ini tidak akan pernah ada jika tidak ada pelakunya, yaitu : penari, pemusik, dan aktor yang secara langsung memperagakan dan menyajikan pertunjukan kepada penonton. Meminjam ungkapan seorang ahli teater Barat, Oscar Brockett, pemain (penari/aktor) inilah yang dilihat secara langsung oleh penonton diatas pentas.
Berdasarkan elemen-elemen seni yang dominan, seni pertunjukan dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu : seni pertunjukan tari, seni pertunjukan musik, dan seni pertunjukan drama (teater). Secara umum dapat dikatakan bahwa seni pertunjukan tari atau drama tari adalah sajian seni pentas yang lebih menonjolkan sajian seni gerak. Sedangkan, seni pertunjukan musik adalah yang sajian seni pentas yang lebih mengutamakan sajian seni suara, baik suara vokal maupun instrumental, dan seni pertunjukan drama (teater) adalah sajian yang lebih mengutamakan penyajian kisah dramatik melalui akting dan dialog verbal. Adanya perpadun berbagai elemen seni seperti itu juga menunjukkan bahwa seni pertunjukan adalah kesenian yang lahir dari kolaborasi sejumlah seniman dan pelaku seperti : penyusun naskah atau lakon, sutradara pemain musik, penari, aktor dan aktris. Dalam menghasilkan sebuah pementasan dan menata muatan-muatan artistik sebuah pertunjukan, mereka ini bekerjasama sesuai bakat dan keterampilan seni yang dimiliki oleh masing-masing individu. Di antara semua pekerja dan pelaku seni pertunjukan ini, pragina dan pemain musik inilah yang menjadi pelaku langsung diatas pentas. Pregina mempersonifikasikan ruang pentas di hadapan para penonton.
Seniman dan Kreativitasnya
Seniman dan karya seninya adalah dua entitas yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya saling menentukan dan saling membutuhkan. Seniman, dalam batas-batas tertentu, dapat dikatakan sebagai manusia biasa yang memiliki kemampuan “luar biasa”. Dalam kehidupan sehari-hari seniman adalah bagian dan anggota masyarakat. Dengan bakat, kemampuan, dan keterampilan yang dimilikinya, seniman menciptakan karya seni dengan menggunakan berbagai media, yang dapat menggugah rasa estetis, membangkitkan rasa ulangun bagi dirinya dan penikmat karyanya. Manusia menciptakan seni bukan secara kebetulan, melainkan dengan tujuan-tujuan tertentu. Ini berarti bahwa seni diciptakan bukan karna kebetulan melainkan secara sengaja melalui perenungan, perencanaan, dan olah rasa yang panjang. Pada tujuan terakhir para seniman menciptakan karya seni dengan maksud untuk memperoleh kenikmatan sepiritual atau sebagai ibadah dewa keindahan, Sang Pencipta, Sang Kawi. Para seniman Bali sering menyebutkan aktivitas berkeseniannya dengan ngayah yang dapat diartikan sebagai suatu pengabdian kepada manusia, masyarakat, dan Tuhan.
Dalam mewujudkan karya-karya mereka banyak seniman yang ingin menyentuh hati penikmat karyanya dengan keindahan ragawi melalui fisik dan tidak sedikit berkomunikasi dengan kedalaman maknawi. Berbicara masalah karya seni, Virgil Aldrich mengatakan bahwa seni itu adalah suatu tertium kuid ; yang tidak bersifat fisikal dan tidak juga bersifat mental, melainkan diantaranya. Terkesan oleh kehidupan berkesenian masyarakat Bali yang dilihatnya di tahun 1930-an, dalam buku Island of Bali, Miguel Covarrubias antara lain mengatakan bahwa tampaknya, setiap orang Bali adalah seniman. Buruh-buruh dan bangsawan, pendeta dan petani, laki dan wanita, bisa menari, bermain alat musik, melukis atau memahat kayu atau batu. Ungkapan ini mengisyaratkan dua hal mendasar bagi aktivitas seni dan budaya di bali : pertama, memasyarakatnya aktivitas berkesenian di kalangan masyarakat, dan kedua, adanya keterlibatan dari berbagai lapisan sosial yang ada.
Pengertian Pragina
Secara umum dapat dikatakan bahwa pragina adalah sebuah “gelar” profesional kesenimanan yang diberikan oleh masyarakat Bali kepada seniman panggung, khususnya kepada penari dan aktor (actor-dancer). Namun, menurut pendapat beberapa ahli kesenian Bali, sebutan ini hanya tepat diberikan kepada penari-penari dan aktor yang masih aktif dan yang memang benar-benar telah menjadikan seni pentas sebagai geginaan (profesi) dan gagunan (alat daya tarik). Ada dua pengertian pragina yang selama ini berkembang di kalangan masyarakat Bali pertama, pragina adalah seniman/seniwati pelaku seni pentas (penari/aktor). Di dalam Kamus Bali-Indonesia yang disusun oleh Panitia Penyusun Kamus Bali-Indonesia disebutkan bahwa pragina berasal dari kata gina yang berarti indah atau baik. Dalam bahasa Bali awalan pra atau kadang-kadang per, antara lain dipakai untuk menyatakan suatu jabatan atau suatu golongan. Sesuai dengan hal ini, istilah pragina dipakai untuk menyebutkan seniman tari. Kedua, sebagaimana yang dituturkn oleh I Made Sija, seorang seniman asal Bona/Gianyar, pragina berasal dari kata “para” yang berarti banyak dan “gina” yang berarti profesi. Paragina yang kemudian menjadi pragina berarti orang yang memiliki berbagai macam keahlian seni. Kedua pengertian ini tampaknya memang saling mendukung dan bisa terjadi pada seorang pragina.
Pragina Bali
Berikut adalah pragina yang pernah dan atau masih cukup dikenal oleh kalangan pencinta seni pertunjukan di Bali : Cokorda Oka Tublen, I Nyoman Kakul, I Wayan Geria, I Made Kredek, I Nyoman Pugra, I Gusti Gede Raka, Ni Nyoman Rindi, I Made Monog, Ida Bagus Made Raka, I Ketut Renteg, Ni Jero Puspawati, Ni Ketut Ribuwati, I Gusti Ngurah Windia, Ni Gusti Ayu Raka Rasmi, Ni Luh Menek, I Made Liges, Anak Agung Raka Payadnya, I Made Jimat, Ni Nyoman Candri, I Nyoman Catra, I Made Widastra, I Nyoman Durpa.
Pragina Luar Daerah
Apa yang dialami oleh pragina Bali, terutama dalam proses berkesenian, tampaknya tidak jauh beda dengan yang dialami oleh para “pragina” di daerah lain seperti : Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jakarta.
Adapun tokoh-tokoh atau pragina tersebut seperti : Ibu Sawitri (Jawa Barat), Bagong Kussudiardja (Yogyakarta), K. R. T Sasmintadipura (Yogyakarta), Retno Maruti (Jakarta), Boi G. Sakti (Jakarta)
Menurut pendapat saya bahwa, buku yang berjudul “pragina” ini sangat bagus dijadikan sebagai media pembelajaran, khususnya dalam belajar berkesenian. Sehingga kita dapat mengetahui pengertian, bagian-bagian,serta keseluruhan yang mencakup tentang istilah pragina.
Resensi Buku: Pragina selengkapnya
by admin | Jul 12, 2011 | Artikel, Berita
Kiriman: Ida Bagus Gede Surya Peradantha, SSn., Alumni ISI Denpasar
Desa Kesiman merupakan sebuah desa yang terletak di bagian timur Kota Denpasar. Meskipun masih bernaung di wilayah perkotaan, namun desa ini ternyata memiliki khasanah seni budaya yang pantas untuk diteliti lebih lanjut. Contohnya adalah Upacara Ngerebong yang di dalamnya terdapat berbagai peristiwa budaya yang menarik dan khas. Salah satunya adalah keberadaan tari Poleng Kesiman.
Menurut buku “Sejarah Pura” hasil penelitian IHD (sekarang Unhi) tahun 2006, upacara Ngerebong termasuk ke dalam kategori Bhuta Yadnya atau pecaruan. Kata Caru berarti cantik atau harmonis. Jadi, prosesi ini bertujuan untuk mengingatkan umat Hindu melalui media ritual sakral untuk selalu menjaga keharmonisan hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam., serta manusia dengan Tuhan. Prosesi “Ngerebong” ini dilangsungkan setiap Redite Pon Medangsia atau 18 hari setelah hari raya Galungan.
Tari Poleng Kesiman ini merupakan suatu bentuk tari wali yang pada masa lalu dipercaya sebagai prajurit andalan Raja Kesiman. Tari ditarikan secara kelompok berjumlah 5 orang penari. Adapun properti yang dibawa oleh para penari yaitu berbagai jenis senjata seperti Gada, Tombak, Parang, Perisai dan Keris. Kondisi penari pada saat menari adalah dalam kondisi trance atau dikendalikan oleh kekuatan tertentu di luar nalar manusia. Uniknya, dalam keadaan seperti itu, mereka tidak berteriak-teriak seecara histeris seperti trance pada umumnya, namun bergerak menari dengan penuh kharisma.
Dalam pementasannya, para penari Poleng Kesiman mengenakan baju lengan panjang berwarna hitam yang terbuat dari kain bludru, memakai kain putih, saput berwana poleng, dan selendang berwarna poleng yang dililitkan di badannya. Serta mengenakan destar ( sejenis hiasan kepala berupa lembaran kain yang dilipat-lipat sedemikian rupa ) berwarna poleng juga. Di telinganya diselipkan bunga kembang sepatu berwarna merah dan di pinggangnya diselipkan sebilah keris. Di sini kita dapat melihat adanya suatu kemiripan penggunaan dan jenis kostum dengan tari Baris pada umumnya yang sangat khas terutama pada hiasan kepalanya yang berbentuk kerucut dan dihiasi dengan kulit kerang. Salah satu dari 6 ciri-ciri seni pertunjukan ritual oleh Prof. Soedarsono adalah diperlukan busana yang khas (Soedarsono, 2002:135). Pada tari Baris Poleng Kesiman, hiasan kepalanya hanya berupa lembaran kain hitam-putih (poleng) yang dilipat-lipat sedemikian rupa hingga menyerupai destar ( hiasan kepala untuk bersembahyang umat Hindu pada umumnya ). Hal inilah yang menunjukkan salah satu kekhasan yang dimiliki tari Poleng Kesiman datri segi tata busananya.
Alur pementasannya dimulai ketika para pemangku perempuan yang disebut Sutri keluar dari pintu utama pura. Mereka menari dalam keadaan trance namun tidak sehisteris prosesi pertama tadi. Dengan menggunakan busana serba putih dan dihiasi busana sejenis rompi berwarna hijau dan biru. Setelah itu, Dilanjutkan dengan mengusung benda sakral pusaka desa Kesiman berupa sabuk berwarna hitam putih (poleng) sepanjang 18 depa atau kurang lebih 15 meter. Sabuk ini diusung oleh beberapa orang pemangku perempuan yang mengenakan busana serba putih. Selanjutnya, diikuti oleh pemangku perempuan yang berjalan membawa genta sebanyak 4 orang. Di belakangnya lalu diikuti oleh para pemangku yang menari dengan mengenakan pakaian serba loreng dan membawa berbagai jenis senjata. Mereka inilah yang disebut rerencangan Poleng Kesiman. Terakhir, keluarlah Mangku Pura Dalem Kesiman, Mangku Gede Puri Kesiman, para Manca dan Prasanak menyaksikan jalannya prosesi yang mengitari wantilan sebanyak tiga kali berlawanan arah jarum jam. Setelah itu, para pemangku yang menari ini kembali ke jeroan pura.
Salah satu ciri daripada tari wali adalah tidak terlalu mementingkan estetika gerakan dan koreografi. Hal itu pun berlaku pada tarian Poleng Kesiman ini, dimana para penari kebanyakan menggunakan level rendah (ngaed). Dan, jenis gerakannya mirip seperti gerakan pencak silat. Hal ini dapat dilihat ketika penari begitu tangkas dalam memainkan properti senjata yang mereka bawa. Sesekali para penari harus memerlukan bantuan orang lain untuk menenangkan dirinya saat mereka tidak lagi bisa mengendalikan keadaan dirinya. Banyak gerakan maknawi yang terdapat pada tarian ini yang dilakukan oleh penari dalam keadaan trance, seperti mengacungkan senjata ke atas dan ke hadapan Pemangku Dalem ( yang mengawasi jalannya pementasan tarian dari pintu halaman utama mandala pura dan juga dalam keadaan trance ). Gerakan tersebut menandakan kesiapan para penari untuk berperang dan menjaga keamanan desa Kesiman secara niskala. Hal ini mirip dengan makna tari baris sakral yang terdapat di Bali pada umumnya.
Tradisi seni tari di Bali memiliki lebih dari 40 jenis tari Baris sakral Tari Baris. Tari berasal dari kata baris yang berarti deret atau leret yang menggambarkan kegagahan prajurit perang yang siap berangkat ke medan perang. Hal itu dilukiskan pada gerakannya yang tangkas nan enerjik serta penggunaan senjata sebagi properti pementasannya sekaligus menambah kesan gagah bagi penarinya. Tak jarang pula, setelah menunjukkan gerakan yang sangat tangkas dan energik, para penari baris sakral akan melakukan gerakan memendet yang lemah gemulai dan lebih bersifat kontemplatif. I Made Bandem dalam bukunya Kaja dan Kelod Tarian Bali Dalam Transisi mengungkapkan bahwa tarian memendet adalah tarian yang dilaksanakan oleh pria dewasa dari jemaah pura atau kadang-kadang oleh pemangku sendiri. Setelah selesai menghaturkan sesajen, para pemangku lalu memberi persembahan berupa arak berem kepada roh jahat. Selanjutnya, Soedarsono menyatakan bahwa Baris merupakan tari putra yang dibawakan oleh kelompok pria dewasa yang berfungsi sebagai tari penyambutan kepada para dewa yang diundang pada saat odalan.
Berpijak dari dua pernyataan tersebut, penulis berasumsi bahwa tari Poleng Kesiman ini termasuk kategori tari Bebarisan tepatnya tari Baris Pependetan. Sebab, jika dianalisa melalui aspek bentuk tari dan fungsinya, Tari Poleng Kesiman merupakan sebuah bentuk tari keprajuritan yang secara umum berfungsi sebagai pasukan atau para prajurit pengawal dewa yang turun dari kahyangan.
Poleng Kesiman: Tari Keprajuritan Sakral Pada Upacara Ngerebong Di Desa Kesiman, selengkapnya