Maria, Dalang Wayang Bali Dari Negeri Obama

Maria, Dalang Wayang Bali Dari Negeri Obama

Kiriman Kadek Suartaya, SSKar., Msi., Dosen PS. Seni Karawitan, ISI Denpasar.

Seorang wanita Amerika, sebulan terakhir ini tampak suntuk menimba seni pewayangan di Banjar Babakan, Sukawati, Gianyar. Kepada I Wayan Nartha (69 tahun)–dalang sepuh setempat–wanita yang berasal dari Los Angeles, California, ini belajar berbagai aspek pedalangan, dari olah vokal, teknik bercerita hingga memainkan wayang pipih dua dimensi itu. Untuk melengkapi keterampilannya, wanita ceria dan energik ini juga tampak tekun belajar gender–gamelan pengiring wayang kulit–pada penabuh gender I Wayan Sarga (59 tahun). Seorang dalang muda, Bagus Bhratanatya (22 tahun) juga sering tampak bersamanya berasyik-asyik menjelajahi nada-nada gamelan yang memiliki teknik musikal nan kompleks tersebut.

Maria (58 tahun), panggilan akrab wanita yang bernama lengkap Maria Elena Bodmann ini, bukan baru kali ini belajar seni pedalangan. Kehadirannya di Bali sejak pertengahan Juni lalu adalah mengasah pengetahuan dan keterampilannya dalam seni pertunjukan wayang kulit. Ia sudah belajar salah satu teater total Bali ini sejak tahun 1986. Setelah selama dua tahun dengan penuh kesungguhan mempelajari kesenian ini, ia kemudian mementaskannya dalam berbagai kesempatan di tengah-tengah masyarakat di negerinya. “Tapi di sini (Bali) saya belum pernah pentas, malu,” ujarnya sembari tertawa. Dalang  wayang kulit Bali dari negerinya Barack Obama ini mengaku ingin terus menempa diri dalam bidang seni yang digelutinya.

Atas sponsor dari Fulbright dan beasiswa Dharmasiswa RI, pada tahun 1986 Maria datang ke Indonesia dan mendalami kesenian Bali di ASTI/STSI (kini ISI) Denpasar. Selama dua tahun (1986-1988) di Bali, selain di ASTI/STSI, ia belajar seni pedalangan hingga ke desa-desa. Wanita yang tampak awet muda ini pernah belajar bermain gender pada Wayan Konolan (almarhum) di Kayumas Kaja, Denpasar. Namun Desa Sukawati yang dikenal sebagai lumbung seni pewayangan Bali kemudian menambat hatinya. Di sini ia belajar seni pedalangan pada dalang senior Wayan Nartha dan menabuh gender wayang pada  I Wayan Loceng (alrmarhum).

Pada tanggal 19 Juli ini, ia akan kembali ke negerinya, Amerika. “Saya selalu sedih setiap akan meninggalkan guru-guru dan teman-teman saya di Bali,” ujar Maria dengan tercenung. Menurutnya, kecintaannya pada Bali, khususnya Sukawati, membuatnya selalu rindu untuk pulang. Pulang kemana? “Pulang ke Bali,” katanya serius. Bagi Maria, Bali dianggap rumahnya yang sesungguhnya. Karena itulah, dengan terencana, ia selalu berusaha datang ke Bali. Ia mengaku sangat betah tinggal di kampung seniman pedalangan Bali, Sukawati.

Di Amerika, sebagai dalang wayang kulit Bali ia sering diundang menggelar work shop atau pentas di sekolah-sekolah atau universitas. Murid-murid atau mahasiswa di negerinya sangat tertarik dengan seni teater boneka dari Bali ini. Terbukti ketika ia didaulat pentas di UCLA pada 5 Pebruari tahun 2010 lalu, penonton dibuatnya terpukau. Tampil dalam puncak malam pentas budaya, Indonesian Cultural Night 2010 yang diselenggarakan Permias University of California, Los Angeles, dalang Maria berhasil membuat terkagum-kagum penonton–termasuk Konsul Jenderal RI Subijaksono Sujono beserta para konsul dari staf KJRI Los Angeles—dengan menggunakan bahasa Inggris, Indonesia, Bali, dan Kawi (bahasa Jawa Kuno).

Jika tampil pentas di negerinya, menurut wanita yang masternya (MFA) diraih tahun 1988 dari California Institute of Arts ini, protokolernya agak berdeda dengan pertunjukan wayang di Bali. Secara bertahap diawalinya dengan perkenalan permainan gamelan. Setelah introduksi dengan permainan kayonan, penonton dipersilahkan datang ke balik layar untuk menyaksikan lebih dekat dengan wayang-wayang yang akan dimainkan. Setelah itu, lakon baru digulirkannya kurang lebih selama dua jam. Ia mementaskan wayang seperti lazimnya, mempergunakan bahasa Kawi. Komunikasi verbal dijalin oleh tokoh-tokoh punakawan Malen, Merdah, Delem, dan Sangut dengan mempergunakan bahasa Inggris. “Kalau ada penonton orang Indonesia, saya selipkan sedikit bahasa Indonesia,” kata dalang yang mengagumi tokoh Bima ini.

Kini sudah lebih dari 18 tahun Maria memperkenalkan atau mementaskan wayang kulit Bali di negerinya, khususnya di negara bagian California. Dari 12 lakon yang dikuasainya ia selalu berusaha mengkontekstualisikannya  dengan latar penontonnya. Maria yang juga terampil mengukir wayang ini juga melakukan pengembangan dan inovasi seni teater wayang. Selain mementaskan wayang kulit klasik Bali, bersama grupnya, ia juga menggulirkan kreativitas wayang inovasi dengan memanfaatkan tata lampu dan tata visualitas modern.”Inovasi perlu tapi yang klasik-tradisional harus terus diperkuat,” ujar Maria. Selama wayang kulit Bali masih berkaitan dengan ritual keagamaan, ia yakin wayang tetap eksis. Maria Elena Bodmann berharap fungsi ideal wayang sebagai media penuntun moralitas masyarakat seperti pada masa lalu dapat bersemi mesra kembali.

Maria, Dalang Wayang Bali Dari Negeri Obama, selengkapnya

Perguruan Tinggi Negeri Akan Gunakan Sistem Keuangan Online

Perguruan Tinggi Negeri Akan Gunakan Sistem Keuangan Online

Jakarta —  Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh memberikan tiga solusi untuk perapihan administrasi di perguruan tinggi negeri. Tiga solusi ini harus dijalankan supaya tidak ada lagi rekening di unit-unit Kementerian Pendidikan Nasional yang belum terdaftar di Kementerian Keuangan. Salah satu solusinya adalah dengan integrasi sistem, melalui sistem keuangan online.

“Meskipun belum terdaftar di Kementerian Keuangan, rekening tetap resmi terdaftar di bank (berstatus) BUMN. Sehingga dengan sistem keuangan online yang terintegrasi, bisa bekerja sama dengan bank-bank tersebut supaya melaporkan rekening yang berasal dari perguruan tinggi negeri,” ujar Menteri Nuh seusai melantik pejabat eselon 1 di Graha Utama Kemdiknas, hari ini (25/7).

Solusi lainnya adalah dengan menerapkan sistem reward and punishment dalam pengelolaan keuangan di lingkungan Kemdiknas. “Kalau perlu sanksinya diumumkan.” Dengan begitu, diharapkan mekanisme kontrol dalam internal perguruan tinggi negeri dapat berjalan dengan baik.

Selain menerapkan sistem keuangan online yang terintegrasi dan sistem reward and punishment, Kemdiknas juga akan memberikan pendampingan kepada perguruan tinggi negeri dalam hal administrasi, salah satunya dengan memberikan pendidikan dan pelatihan secara berkala.

Adapun tentang tim survei yang dibentuk untuk mengetahui pungutan pendidikan di daerah-daerah, saat  ini Kemdiknas masih menunggu hasilnya. Tim tersebut terdiri dari tiga unsur yaitu Inspektorat Jenderal Kemdiknas, Inspektorat Jenderal Kemdagri, dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Menteri Nuh berjanji akan mengumumkan hasilnya, setelah tim memberikan laporan pada 27 Juli mendatang.

Sumber: kemdiknas.go.id

Penandatanganan Moa Antara  FSRD-ISI Denpasar Dengan ALVA-UWA Perth

Penandatanganan Moa Antara FSRD-ISI Denpasar Dengan ALVA-UWA Perth

Kiriman Nyoman Pebriyani Dosen FSRD ISI Denpasar

Penandatangan yang diawali dengan adanya Memorandum of Understanding (MoU) pada februari 2011 antara Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar dengan University of Western Australia (UWA) Perth selanjutnya berkembang dengan penandatanganan Memorandum of Agreement (MoA) antar fakultasnya yaitu, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ISI Denpasar dengan Architecture, Landscape, and Visual Art (ALVA) UWA Perth. Dalam kesempatan ini Rektor ISI  Denpasar menyampaikan pesan dengan adanya kerjasama yang lebih dalam antar dua universitas dan antar dua fakultasnya diharapkan akan dapat meningkatkan atmosfir pendidikan di kedua belah pihak. Harapan yang sama pun juga disampaikan oleh Dekan FSRD ISI Denpasar yang dalam kesempatan ini menandatangani dokumen bersama Rektor ISI Denpasar. Beliau menambahkan semoga dengan dibukanya jalan kerjasama ini akan membuka peluang kedua belah pihak dalam melakukan kerjasama baik dalam pertukaran mahsiswa, dosen, seminar bersama, hingga pameran bersama.

Penandatangan ini disambut positif oleh kedua belah pihak dimana baru-baru ini telah diadakan kegiatan pertukaran pelajar yang berjumlah 20 orang dari UWA untuk belajar di ISI Denpasar, kegiatan ini merupakan salah satu implementasi dari penandatangan MoU antara dua universitas, kegiatan pertukaran pelajar ini diberi nama ISACFA yaitu International Studio Art and Culture FSRD ALVA. Dalam kesempatan yang sama panitia pelaksanaan ISACFA  melaporkan hasil kegiatan yang telah dilaksanakan pada tanggal 12 juni hingga 1 juli 2011, dimana kegiatan ini merupakan pertukaran pelajar UWA ke ISI Denpasar untuk melaksanakan pembelajaran selama kurang lebih 3 minggu. Antusiasme serta komentar positif pun terlempar dari ucapan Paul Trinidad yang merupakan koordinator pelaksana dari UWA, beliau menyampaikan bahwa dekan ALVA memberikan sambutan positif atas pelayanan dan kerjasama yang diberikan kepada mahasiswanya, harapan kedepannya kerjasama ini tidak berhenti disini saja tapi lebih bisa dikembangkan lagi yang akan menguntungkan kedua belah pihak, ujar Prof. Paul. Rektor ISI Denpasar pun menambahkan bahkan kedepannya dengan dukungan yang diberikan oleh Dikti program seperti ini bisa dikembangkan menjadi program tetap dan berkembang menjadi program yang lebih khusus.

Kabar gembira yang diterima hari ini pun menambah kebahagiaan ISI Denpasar, dimana hari ini juga (25/7) merupakan hari pertama dibukanya pendaftaran program Pascasarjana ISI Denpasar. Dan di sore hari juga dilaksanakan kegiatan pembukaan pameran Seni rupa yang diikuti mahasiswa dan para Alumnusnya. Hal ini menambah lengkap kebahagiaan hari ini.

Workshop Melukis Model dan Membuat Patung

Workshop Melukis Model dan Membuat Patung

Kiriman Hery Budiyana, Staf FSRD ISI Denpasar

Serangkaian perayaan Dies Natalis ke VIII dan Wisuda Sarjana ke IX ISI Denpasar, berbagai kegiatan digelar oleh Fakultas Seni Rupa dan Desain. Setelah beberapa waktu lalu melaksanakan seminar sehari, lomba melukis/ menggambar dan mewarnai, tadi pagi (25/7) bertempat  di Wantilan ISI Denpasar diselenggarakan Workshop Melukis/ Menggambar Model dan Mematung. Kegiatan yang melibatkan jurusan Seni Rupa Murni, Kriya Seni, Desain Interior, DKV, dan Fotografi dibuka oleh Rektor ISI Denpasar, Prof. Dr. I Wayan Rai S., M.A. dengan ditandai melukis wajah pada lembaran kertas.

Dalam Sambutannya Prof. Rai menyampaikan harapan agar para mahasiswa peserta workshop yang berjumlah sekitar 53 orang dapat benar-benar memperhatikan instruksi yang diberikan oleh para instruktur sehingga mampu menyerap ilmu yang diberikan guna meningkatkan kualitas masing-masing individu. “Melalui workshop ini pula, kiranya dosen dan mahasiswa mampu  meningkatkan mutu karya seni dan juga proses belajar-mengajar di ISI Denpasar, sehingga menghasilkan kompetensi jurusan yang sesuai kebutuhan masyarakat,” harapnya.

Dekan FSRD, Dra.Ni Made Rinu, M.Si., memaparkan bahwa workshop ini dikemas sangat menarik, dengan mengundang alumnus Fakultas Seni Rupa dan Desain sebagai instruktur, diantaranya  seniman ternama yaitu Drs. Gusti Ketut Kasimiartha untuk workshop melukis/menggambar serta Labda Susinta S.Sn untuk workshop mematung. Diundangnya para instruktur yang juga merupakan alumni FSRD bertujuan untuk memberikan inspirasi kepada para mahasiswa agar  ada hal yang ditiru dari lulusan FSRD yang telah berhasil. Para seniman yang telah diundang untuk menyumbangkan ilmunya untuk kampus ISI Denpasar ini mengaku merasa sangat dihargai dan dihormati dengan mendapatkan kesempatan membagikan ilmu kepada mahasiswa ISI Denpasar.

Dalam workshop masing-masing instruktur diberikan waktu 20 menit untuk mempresentasikan teorinya kemudian mengajak para mahasiswa peserta untuk berkarya. Tampak para mahasiswa yang juga peserta workshop sangat antusias mengikuti setiap instruksi yang diberikan. Mereka menuangkan ide karya dengan inspirasi dari model yang telah disediakan, yaitu Ni Putu Diah Yeti Mahayani dan A.A Sagung Intan Pradnyanita.

Ketika Orang Amerika Berwisata Budaya Di Bali

Ketika Orang Amerika Berwisata Budaya Di Bali

Kiriman: Kadek Suartaya, SSKar., Msi., Dosen PS Seni Karawitan ISI Denpasar.

Sekelompok orang Amerika datang ke Desa Sukawati, Kabupaten Gianyar untuk mempelajari kesenian Bali. Tujuh orang wanita dari Negeri Paman Sam itu berlenggang seni tari, meniti nada-nada gamelan, dan juga berkenalan dengan beberapa aspek estetika dan artistik teater wayang kulit Bali. Selama dua minggu di Bali, mereka tak tinggal di hotel melainkan di rumah penduduk desa Sukawati. Sebab mereka bukan turis biasa melainkan terdiri dari pelajar, mahasiswa, dan guru yang memiliki minat khusus terhadap seni pertunjukan. Antara tanggal 10-25 Juni, mereka belajar seni tari, gamelan, dan wayang kulit dari para seniman alam  di desa setempat.

            Adalah seorang seniman teater Amerika, Maria Elena Bodmann, yang menawarkan kepada para peminat seni pertunjukan di negerinya untuk menimba pengalaman belajar kesenian Bali dengan datang ke Bali. Pemilik dan pimpinan sanggar seni “Bali & Beyond“ yang bermarkas di Los Angeles, California,  mengaku programnya ini baru sebuah rintisan. “Telah lama saya punya angan-angan ingin mengajak rombongan yang berminat pada bidang seni untuk belajar seni pertunjukan Bali langsung pada para seniman alam di Bali,“ ujar wanita yang telah mendalami pertunjukan wayang kulit Bali sejak tahun 1986. Keinginannya itu baru tercapai tahun ini.

            Diungkapkan oleh Maria bahwa untuk merealisasikan program ”wisata budaya“-nya itu tidak mudah. Lewat web-nya ia memaparkan secara berkesinambungan tentang pulau Bali, keunikan budayanya dan keindahan keseniannya serta keramahtamahan masyarakatnya. “Selain melalui internet, program ini juga saya tawarkan ketika saya diundang work shop wayang kulit Bali di sekolah dan kampus, “ ujar Maria yang sering mendalang di negerinya—terakhir ia tampil dalam acara budaya Indonesian Cultural Night 2010 di Universty of California. Enam orang peminat seni yang berhasil dibawanya kali ini, menurutnya sudah memadai, sebab dengan peserta yang mini pembelajaran seni akan lebih berhasil.

            Maria bersama enam rekannya menimba seni pertunjukan Bali pada keluarga I Wayan Nartha (68 tahun), seniman sepuh di Banjar Babakan, Sukawati. Anak pertama Nartha, Ni Made Sudiasih, dan cucunya, Ayu Larasari, mengajarkan seni tari. Anak keduanya, Nyoman Sudiarsa, mengajar cara membuat wayang kulit, dari mengukir  hingga mengecat. Anak ketiganya, I Ketut Sudiana, dan juga cucunya Bagus Natya, mengajarkan pementasan wayang kulit. Dan I Wayan Sarga, penabuh gender Dalang Nartha, mengajarkan menabuh gamelan. Selama sepuluh hari, Maria dan rekan-rekannya memperoleh pengalaman dan menghayati nilai-nilai keindahan kesenian Bali.

            Pengalaman menjelajahi kesenian tersebut, menurut Julia Ohm, seorang guru teater di Massachusset, sangat mengesankan dan membuatnya penasaran. “Saya akan anjurkan pada murid-murid saya untuk mempelajari kesenian Bali,” ujarnya serius. Namun, tari Bali menurut Betty Carr, paling sulit dipelajari tapi begitu dapat dirasakan keindahannya. Kesan tersebut juga serentak dikatakan oleh Gemma Young, Becky Carr, Alexandra Cummings, Claire Mullen, empat remaja yang tampak begitu semangat belajar tari Pendet yang diarahkan oleh Sudiasih dan Larasari. “Tari Bali sangat sulit, tapi pengalaman ini tak akan saya lupakan,” ujar Alexandra Cummings. Gemma yang tahun ini baru mulai masuk SMA juga memberikan komentar senada. “Suatu saat saya akan khusus datang ke Bali menekuni tari Bali, “ ujarnya ceria.

            Kegembiraan dan keceriaan selalu hadir saat orang-orang Amerika itu berinteraksi dengan para pelatih seninya saat belajar menari, menabuh gamelan dan memainkan wayang kulit. Kegembiraan yang menyembul di wajah mereka kian merekah ketika disela-sela belajar seni, juga diajak melihat dan menyimak beragam ritual keagamaan di desa Sukawati dan sekitarnya yang selalu disertai dengan aneka ragam pentas seni pertunjukan. Mereka sempat menonton pertunjukan drama tari Gambuh dalam sebuah odalan di Desa Batuan. Mereka juga datang menonton saat Wayan Nartha pentas wayang kulit di sebuah wihara di Sukawati. Selain menyelami budaya Bali yang berkaitan dengan seni pertunjukan, tentu saja mereka juga tak lupa mengunjungi objek-objek wisata dan menikmati alam Bali.

            Meski hanya berjumlah sehitungan jari, delapan orang Amerika yang dibawa ke Bali oleh Maria tersebut dapat disebut sebagai sebuah wisata budaya yang sesungguhnya. Betapa tidak. Sebab tujuan utama kedatangan mereka ke Bali adalah untuk berkenalan dengan salah satu budaya menonjol Bali yaitu seni pertunjukan. Selain itu, kesenian sebagai ekspresi budaya juga mereka selami lewat pergaulan langsung dengan masyarakat pemiliknya dengan cara belajar kepada para seniman alam di desa. Bagaimana kesenian Bali lestari dan berkembang juga dapat mereka hayati dalam ritual-ritual keagamaan. Selain dalam upacara keagamaan, pameran atau pementasan seni dalam ruang sekuler juga mereka dapat simak dalam Pesta Kesenian Bali (PKB) 2011.

            Setiba kembali di negerinya, tentu mereka akan bercerita kepada teman dan handai taulannya bagaimana menyatunya keindahan seni, ritual agama, dan masyarakat di Bali. Kehadiran mereka, kendati singkat, akan berkontribusi positif, sekecil apa pun, pada Bali (Indonesia). Sebab melalui penyelaman seni dan budaya yang mereka jelajahi di Bali akan membuka ruang pemahaman lebih menyentuh sanubari dan berpenghargaan terhadap kemanusiaan. Wisata budaya semacam ini perlu digalakkan.

Ketika Orang Amerika Berwisata Budaya Di Bali, selengkapnya

Loading...