Laporan Rektor Pada Dies Natalis VIII, Wisuda Sarjana Seni IX, Dan Pengenalan Guru Besar

LAPORAN REKTOR PADA DIES NATALIS VIII, WISUDA SARJANA SENI IX, DAN PENGENALAN GURU BESAR INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR, 28 JULI 2011

Yth.  Bapak Gubernur, Bupati, dan Walikota se Bali

Bapak Gubernur Sulawesi Tengah (Kadisbudpar)

Bapak Rektor dan ibu Rektor PTN/PTS/Direktur Poltek se Bali.

Kordinator Kopertis Wil VIII

Dewan Penyantun ISI Denpasar

Anggota Senat Akademik ISI Denpasar

Rektor dan Ketua dilingkungan  BKS PT Seni se Indonesia

Dean of ALVA (Architecture, Landscape, and Visual Arts), UWA

Para Konsul Negara sahabat

Ketua Listibya Bali

Ketua PHDI Bali

Jero Bendesa, Kelian Banjar, Para pengelingsir,  Sesepuh Banjar, dan Ketua Teruna Teruni

Ikatan Alumni ISI Denpasar

Civitas Akademika dan keluarga besar ISI Denpasar

Seluruh Wisudawan beserta keluarga

Para seniman, budayawan, para tamu undangan dan seluruh hadirin yang berbahagia.

OM Swastyastu,

Ass.WW

Salam Sejahtera Bagi kita semua, dan Selamat Pagi.

Mengawali laporan ini, marilah kita panjatkan doa puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmatNYA lah kita dapat berkumpul di gedung Natya Mandala ini dalam acara Dies Natalis VIII,  Wisuda Sarjana Seni IX, dan pengenalan  Guru Besar ISI Denpasar. Selanjutnya, ijinkanlah saya, atas nama keluarga besar ISI Denpasar, mengucapkan selamat datang kepada seluruh undangan dan hadirin, disertai ucapan terimakasih atas kesediaannya memenuhi undangan kami.

Hadirin yang kami muliakan

Pada hari ini, Kamis 28 Juli 2011, akan diwisuda 170 orang mahasiswa lulusan tahun akademik 2010/2011 dengan perincian 64 orang dari Fakultas Seni Pertunjukan dan 104 orang dari Fakultas Seni Rupa dan Desain. Secara lebih detail wisudawan yang berasal dari Fakultas Seni Pertunjukan terdiri dari: 27 PS Tari, 31 PS Karawitan, dan  6 PS Pedalangan; sedangkan wisudawan Fakultas Seni Rupa dan Desain terdiri dari :  28 PS SR Murni , 21 Desain Interior , 50 DKV , 2 Kriya Seni , dan Fotography 5 orang. Dengan diwisudanya 170 orang mahasiswa pada hari ini, maka sejak tahun 1973 hingga tahun 2011 (dari ASTI hingga ISI) telah berhasil diwisuda sebanyak 2264 orang yang meliputi Sarjana Muda, Seniman Setingkat Sarjana, dan Sarjana Seni.

Selanjutnya pada kesempatan yang bersejarah ini, akan diperkenalkan Guru Besar Bidang Desain Interior ISI Denpasar atas nama Prof. Dr. Drs. I Nyoman Artayasa., M.Kes., sekaligus akan membawakan orasi ilmiahnya dengan judul: Konsep Estetika dan Teknis Dalam Bingkai Ergonomi Total Pada Desain Interior. Selain itu, melalui kesempatan yang baik ini pula, kami umumkan bahwa mulai tahun ajaran 2011/2012, ISI Denpasar secara resmi membuka Program Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni, sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional, No.: 90/E/O/2011, tanggal 27 April 2011.

Para undangan yang kami hormati

Untuk memberikan gambaran perkembangan selama 3 tahun terakhir penyelenggaraan pendidikan tinggi di lingkungan ISI Denpasar, dan sebagai bahan evaluasi terhadap kinerja sekaligus pertanggungan jawab Rektor, dapat dilihat pada Laporan Rektor yang dipersembahkan pada Dies Natalis VIII dan Wisuda Sarjana Seni IX ISI Denpasar Tahun 2011. (Laporan itu tidak akan saya baca).

Yang perlu saya garis bawahi adalah , meskipun kami telah berusaha untuk bekerja secara maksimal, kekurangan dan masalah pastilah selalu ada. Kenapa demikian? Tidak lain dan tidak bukan karena ISI Denpasar ini adalah sebuah lembaga pendidikan. Terkait dengan hal tersebut, sekali lagi saya ingin mengutip pernyataan Bapak Menteri Pendidikan Nasional (Prof. Dr. M. Nuh). yang mengatakan bahwa dunia pendidikan itu tidak akan pernah kekurangan masalah ,karena yang dikelola adalah manusia dan ilmu. Maka dari itu janganlah pernah khawatir kita akan kekurangan masalah sebab stok masalahnya cukup banyak (termasuk ISI Denpasar, tentunya). Yang penting adalah bagaimana kita mencari solusi yang sebaik-baiknya terhadap masalah itu, bukan justru sebaliknya yaitu menambah masalah baru atau merupakan bagian dari masalah itu sendiri.

Hadirin yang berbahagia,

Menyadari bahwa tantangan yang dihadapi ke depan semakin tidak ringan maka dalam konteks persaingan lokal, nasional, dan global, kami telah mencanangkan bahwa ISI Denpasar diharapkan dapat menjadi Perguruan Tinggi Seni yang berbasis keunggulan lokal dengan kualitas bertaraf internasional. Strategi pencapaiannya adalah melalui tiga pilar sesuai dengan yang dicanangkan Kemdiknas yaitu: power sharing, Sinergy dalam proses, dan pemanfaatan IT.

Para undangan yang kami hormati

Dalam kaitannya dengan go international, ISI Denpasar terus berusaha keras meningkatkan diri baik ke luar maupun ke dalam. Peningkatan SDM ke luar dan ke dalam dilakukan secara kompetitif,  berkesinambungan, sesuai dengan aturan dan mekanisme yang berlaku. Kami bersyukur bahwa dalam rangka peningkatan kualitas SDM untuk mahasiswa khususnya, pada tahun akademik 2011/2012, ISI Denpasar kembali terpilih sebagai peserta ”Student Mobility  dan Credit Transfer Programme, Malaysia-Indonesia-Thailand (MIT). Program ini merupakan program inovatif yang digulirkan Ditjen Dikti sejak tahun 2010.  Lebih jauh, usaha-usaha peningkatan SDM dilakukan pula melalui muhibah seni ke luar negeri dengan pola :pagelaran/pameran, workshop, seminar,  kolaborasi, dan komparatif study. Peningkatan kualitas dosen melalui jalur pendidikan, magang, penelitian, dan penerbitan, juga terus digalakkan; termasuk   peningkatkan kualitas  Mudra: Journal of Arts and Culture dan penerbitan lainnya. Selain itu, kami juga sangat berterimakasih kepada para mahasiswa dan dosen yang telah mampu menunjukkan daya kreatifitasnya yang tinggi lewat pagelaran atau pameran yang dipersembahkan pada even-even yang sangat bergengsi.

Hadirin yang berbahagia.

Dalam kaitannya dengan membangun karakter dan jatidiri bangsa, seni dapat dipakai sebagai salah satu sarana untuk menanamkan “pondasi maya”. Yang dimaksud dengan pondasi maya adalah pondasi yang secara kasat mata tidak kelihatan. Sifatnya adalah non-fisik, namun itu ada, misalnya berupa filasafat, konsep, nilai, dan kearifan lokal lainnya. Pondasi maya adalah sebuah analogi. Ibarat membicarakan sebuah bangunan, maka kalau kita menyebut pondasi pada umumnya kita berbicara tentang pondasi fisik yang kasat mata misalnya yang terbuat dari beton. Namun harusalah diingat bahwa pondasi fisik yang dilihat sebenarnya didasari konsep yang mengandung filsafat, nilai, atau kearifan lokal yang lain. Dengan pondasi yang kuat maka seyogyanya akan menghasilkan sebuah bangunan kuat dan memiliki jatidiri. Selanjutnya, apabila kita kaitkan dengan pembentukan karakter seorang anak didik, maka  guru, dosen, terlebih lagi Guru Besar, seyogyanya menjadi panutan atau model.

Hadirin yang kami muliakan.

Pada kesempatan yang berbahagia ini hadir ditengah-tengah kita mereka yang berpretasi pada tahun 2011. Mereka itu adalah:

Dosen Berprestasi:

1. Cok Istri Ratna Cora Sudharsana, S.Sn. M.Si. (Desain Interior)

2. Ni Ketut Dewi Yulianti, SS.,Mhum (Karawitan).

3. Drs. I Nengah Sarwa, M.Pd. (Karawitan).

Pengelola Keuangan Berprestasi

1. Ni Made Erny Lestari, SE. (Staf Subag Keuangan BAUK)

2. Ida Ayu Putu Sri Citrawati, SE. (Staf Subag Keuangan BAUK

Laboran Berprestasi

1. I Made Gede Putra Jaya, S.Sn. (Laboran FSRD)

2. I Nyoman Japayasa, S.Sn. (Laboran  FSP)

Mahasiswa Berprestasi

1. I Nengah Ari Wijayanti (Seni Tari, FSP)

2. Haikal Agung Pratama Putra Supit (Desain Interior FSRD)

3. Ni Putu Yuda Jayanthi (Kriya Seni FSRD).

Ketua Program Studi Berprestasi

  1. I Komang Arba Wirawan, S.Sn., M.Si.  (Ketua Ps Fotografi)
  2. I Wayan Suharta, SSKar, Msi. (Ketua PS Karawitan)

Administrasi Akademik Berprestasi

  1. Ni Made Astari, SE. (Staf Akademik FSP)
  2. Friska Sitorus, S.Sos. (Staf Akademik FSRD)

Mhs Program Student Mobility dan Transfer Kredit MIT

1. A.A. Ngr. Gde Dharmata Amitaba (DKV_Tammasatt, Thailand)

2. Ni Made Sri Wahyuni (Tari-Tammasatt)

3. Hutfiatun (Desain Interior-

4.I Gede Suwidnya (Karawitan-

5. Aryo Agung (Fotografi-

Para Undangan yang kami muliakan

Sekarang ijinkanlah saya menyampaikan beberapa patah kata kepada para wisudawan yang  berbahagia. Atas nama seluruh civitas akademika ISI Denpasar, kami mengucapkan selamat atas keberhasilan Anda melewati masa-masa sulit selama Anda ditempa di kampus seni ini. Perjuangan yang tak mengenal lelah dan tekad pantang menyerah di jalan yang benar telah mengantarkan Anda “memukul GONG” pada hari ini diiringi air mata keharuan dan kebanggaan dari para orang tua, wali, pacar, dan seluruh hadirin yang ikut menjadi saksi sejarah, hanya sekali dalam hidup Anda.

Semangat, kerja keras, daya nalar dan kreatifitas yang tinggi tentu patut diacungi jempol dan patut dijadikan panutan dan kebanggaan kita semua. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati kami menghaturkan terimakasih atas segala perjuangan dan citra positif yang telah anda torehkan untuk kampus kita tercinta.

He kawan

Engkau datang, berjuang, dan kini harus pergi

Engkau harus pergi, pergilah dan pergi dengan kepala tegak

Pergilah kawan, tapi tetaplah disini

Kuterima sms dari seorang teman, kini kuteruskan kepadamu.

Ingatlah kawan

Tak selamanya hati seputih awan

Tak selamanya jiwa sebening embun

Bila lidah salah berucap

Tangan salah berbuat

Terimalah maaf, walau tangan tak sempat berjabat.

Pengalaman anda mengikuti pendidikan di kampus ini telah menjadi sejarah. Ingatlah, hari esok adalah sebuah misteri, dan sekarang adalah hari bahagia. Anda dilepas lembaga dengan penuh kebesaran dan kebanggaan. Anda diwisuda. Oleh karena itu, janganlah hanya memikirkan sakitnya cobaan yang pernah anda alami dalam studi, tapi renungkanlah akibat indah dari semua cobaan tersebut.  Semoga Tuhan selalu memberikan jalan terbaik dan kedamaian kepada kita semua.

Hadirin yang kami hormati,

Selanjutnya,  ijinkan pula kami menyampaikan ucapan selamat kepada Prof. Dr. Drs. I Nyoman Artayasa., M.Kes, dan keluarga, atas prestasi gemilang yang telah dicapai sehingga berhasil diperkenalkan sebagai Guru Besar  baru di lingkungan ISI Denpasar pada hari ini. Sebagai penyandang Guru Besar, sudah tentu tugas dan tanggung jawab menjadi semakin berat sesuai dengan aturan serta norma-norma yang berlaku. Singkatnya, seorang Guru Besar haruslah menjadi contoh dan panutan. Saya yakin, rekan saya Prof. Artayasa akan mampu mengemban tugas mulia ini demi kemajuan lembaga yang sangat kita cintai.

Para undangan dan hadirin yang kami hormati

Demikianlah beberapa hal yang dapat saya sampaikan secara singkat.  Sekali lagi ijinkanlah kami menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak atas segala bantuan dan dorongan yang telah diberikan kepada ISI Denpasar, baik itu instansi pemerintah, swasta dan perorangan yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu. Ucapan terimakasih juga kami sampaikan kepada kawan-kawan di FSP,  FSRD, dan semua panitia yang telah bekerja keras sehingga seluruh acara mulai dari kegiatan pra dies sampai pada acara puncak pada hari ini dapat terlaksana dengan lancar sesuai rencana.

Sambutan ini kami tutup dengan sekilas gambaran tentang networking ISI Denpasar, sebagai berikut.

Terimakasih

OM Shanti, Shanti, Shanti, OM.

Denpasar, 28 Juli 2010

Prof. Dr. I Wayan Rai S., MA.

Laporan Rektor Selengkapnya

Pengantar

Laporan rektor

Lampiraan 1

Umbul-Umbul Sebagai Sarana Upacara Agama Hindu Di Bali

Umbul-Umbul Sebagai Sarana Upacara Agama Hindu Di Bali

Kiriman: Drs. I Wayan Mudra, MSn., Dosen PS Kriya Seni ISI Denpasar

 Budaya masyarakat Bali yang sarat aktivitas keagamaan, adat, dan seni dengan  konsep dasar sistem simbol yang menyatu dan berhubungan erat dengan keyakinan dan kepercayaan pada dewa-dewa maupun totemisme. Sistem budaya yang terdiri dari gagasan, pikiran, konsep, nilai-nilai, norma, dan pandangan oleh pemangku kebudayaan diwujudkan secara  yang disebut social system atau sistem kemasyarakatan yang berwujud “kelakuan” maupun  material culture “hasil karya kelakuan.

Umbul-umbul sebagai material kultur, tidak cukup hanya diberi perhatian/perlindungan. Kreativitas yang inovatif di jaman sekarang perlu diantisipasi dan menjadi tanggungjawab kita bersama khususnya PHDI (Parisada Hindu dharma Indonesia) yang wajib dan berkepentingan dibidang tersebut. Generasi kini tanpa diharapkan telah mencari dan mengupayakan penciptaan karya seni baru seperti umbul-umbul sesuai dengan jiwa zamannya dan secara tidak disadari memilah dan mengesampingkan nilai-nilai filosofis yang terkandung didalamnya. Padahal umbul-umbul terkait erat dengan sarana ritual keagamaam.  Perubahan yang kerap terjadi pada jenis  umbul-umbul berdasarkan pengamatan yang dilakukan terletak pada penempatan dan struktur yang ada. Kesamaan struktur umbul-umbul yang dijadikan sarana upacara keagamaan dengan yang dijadikan dekorasi dibeberapa tempat umum hampir tidak ada perbedaan. Menurut ketua Parisada Hindu dharma Indonesia umbul-umbul yang disakralkan hendaknya diisi gantungan. Gantungan yang dimaksud mungkin bentuk jantung/hati yang ada pada ujung umbul-umbul. Sedangkan menurut Ida Pedanda Gde Pasuruan dari Griya Sibetan Karangasem, yang terpenting dalam umbul-umbul selain ada gambar naga taksaka sebagai penguasa alam atas, harus ada sigi tiga pada ujungnya. Dan ujungnya itulah sebenarnya yang disebut umbul-umbul. Adapun makna dari umbul-umbul tersebut adalah  nada atau aksara nada. Makna dari naga itu sendiri adalah sebagai penuntun atau tali penuntun yang menghubungkan umat dengan tuhannya dalam upaya mendapatkan  merta atau kesejahteraan. Sedangkan menurut Ida Bagus Sudarsana seorang agamawan, hiasan umbul-umbul adalah naga gombang sebagai simbol air dan kekuatan wisnu dengan aksara Ungkara.

Untuk mendapatkan ukuran umbul-umbul yang ideal atau paling tidak yang telah tersebar dikalangan masyarakat Hindu Bali,  perlu kiranya ada suatu acuan yang dapat dijadikan  standard yang  keberlanjutan. Dilihat dari data lapangan yang ada, variasi warna, bentuk, dan ukuran  masih sangat beragam. Sifat adaptif dan  pleksibel masyarakat Bali tidak saja dalam menyerap budaya luar, juga digunakan ketika membuat sarana ritual keagamaan khususnya umbul-umbul. Serapan yang diinginkan adalah mencari bandingan guna  mendapatkan ukuran umbul-umbul yang tepat untuk sarana ritual keagamaan. Secara  tradisional Bali, umbul-umbul dibuat dengan menggunakan hitungan Candi, Rebah, Gunung, Rubuh. Adapun hitungan tersebut biasanya terkait dengan fungsi seperti: hitungan Candi sangat baik untuk membuat bangunan suci, hitungan Rebah tidak baik untuk digunakan, hitungan Gunung sangat baik untuk membuat umbul-umbul, dan hitungan  Rubuh  juga tidak baik untuk dipergunakan. Untuk mendapatkan hitungan Candi, Rebah, Gunung, Rubuh, menggunakan hitungan hasta yaitu mulai dari siku sampai dengan ujung jari tangan. Seperti yang telah diingatkan sebelumnya, mengukur apapun tetap pengguna atau pemiliklah yang  diukur.

Dilihat dari fisik dan rupa, umbul-umbul terbuat dari lembaran kain berbentuk segi tiga memanjang/meninggi yang semakin ke atas semakin mengecil/mengrucut dan pada ujungnya dihiasi dengan segi tiga. Ukuran lebar  kain umbul-umbul dihitung dengan lengkat dan tetap menggunakan perhitungan Candi, Rebah, Gunung, Rubuh. (lihat Anak Agung Gde Rai Sudadnya).

Wawancara dengan PHDI Pusat di IHDN Denpasar diperoleh data antara lain bahwa tidak ada kejelasan standard tentang eksistensi pengawin sakral dan tidak sakral. Ukuran sakral dan tidak sakral ditentukan oleh upacara penyucian sebelum pengawin tersebut digunakan. Adanya berbagai bentuk, ukuran, dekorasi dan pemanfaatannya sangat ditentukan oleh kreatifitas perajin dan penggunanya. Sumber lain dari Ida Pedanda Gde Pasuruan juga menyebutkan bahwa tidak ada pedoman yang jelas pengawin sakral dan tidak sakral dilihat dari bentuk, ukuran, warna dan penempatannya.

Berdasarkan penelusuran bentuk dan warna visual pengawin sejak tahun 1910 yang diperoleh dari berbagai foto Tropen Museum Leiden sampai sekarang, bahwa sejak dahulu tidak ada perbedaan yang nyata tentang eksistensi pengawin sakral dan tidak sakral. Namun  sumber dari beberapa pendeta (Siwa dan Buda) menyebutkan bahwa sakralisasi sebuah umbul-umbul dapat ditentukan oleh adanya bentuk nada pada ujung kain umbul-umbul.   Sakral juga ditentukan oleh sikap masyarakat mengamankan  alat-alat tersebut semestinya dirahasiakan (pingit) dan dikeluarkan pada saat berlangsungnya upacara keagamaan. Misalnya Tari Baris China di Renon Denpasar, hanya bisa dipentaskan pada saat upacara piodalan di pura tersebut. Gambelan gong gede di Desa Sidatapa Singaraja hanya bisa ditabuh pada saat odalan di pura setempat.

Umbul-Umbul Sebagai Sarana Upacara Agama Hindu Di Bali, selengkapnya

Konsep Estetika Dan Teknis Dalam Bingkai Ergonomi Total Pada Desain Interior

Konsep Estetika Dan Teknis Dalam Bingkai Ergonomi Total Pada Desain Interior

ORASI ILMIAH

Pada Acara

PENGUKUHAN DAN PENGENALAN GURU BESAR

Prof. Dr.Drs. I Nyoman Artayasa., M.Kes

Guru Besar Bidang Desain Interior

Program Studi Desain Interior

Jurusan Desain

FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN

INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR

OM SWASTYASTU,

Yang saya hormati:

  1. Ketua, Sekretaris dan seluruh anggota Senat Institut Seni Indonesia Denpasar
  2. Rektor dan Pembantu Rektor Institut Seni Indonesia Denpasar
  3. Direktur Program Pascasarjana Institut Seni Indonesia Denpasar
  4. Para Dekan dan Pembantu Dekan dari kedua Fakultas di Institut Seni Indonesia Denpasar
  5. Ketua, Sekretaris, Ketua Lab, Ketua Program Studi dari kedua Fakultas di Institut Seni Indonesia Denpasar
  6. Rekan-rekan staff pengajar dan administrasi di Institut Seni Indonesia Denpasar
  7. Pengurus Dharma Wanita Institut Seni Indonesia Denpasar
  8. Pimpinan Organisasi Kemahasiswaan dan seluruh mahasiswa di lingkungan Institut Seni Indonesia Denpasar
  9. Para pejabat dari berbagai PTN, PTS, Lembaga Pemerintahan maupun Lembaga Swasta yang hadir
  10. Para orang tua/keluarga wisudawan
  11. Adik-adik para wisudawan dan
  12. Para undangan lainnya yang hadir pada kesempatan ini.

 Puji syukur saya panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena atas anugerah Beliau peristiwa hari ini dapat terjadi. Pada kesempatan ini, saya akan menyampaikan perkembangan pemikiran dan kajian saya dengan judul ”KONSEP, ESTETIKA DAN TEKNIS DALAM BINGKAI ERGONOMI TOTAL PADA DESAIN INTERIOR”

Hadirin yang saya muliakan

Pendahuluan

Desain interior diwujudkan untuk memecahkan masalah manusia berkaitan dengan pewadahan aktivitas dalam ruang, guna tercapainya kenyamanan keamanan, efektifitas dan peningkatan produktivitas yang sesuai dengan karakter manusia dan budayanya.

Konsep dalam desain interior adalah dasar pemikiran desainer dalam memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan pemilik, pendataan dan lingkungan.

Unsur estetika dibangun dalam desain interior berdasarkan pada unsur dasar pembentuk estetika dan mengolahnya ke dalam prinsip-prinsip estetika yang terdiri dari proporsi, keseimbangan, kesatuan, irama, komposisi, vocal point dan lainnya.

Sedangkan unsur teknis yang menjadi garapan  dalam desain interior adalah civitas;  elemen pembentuk ruang; elemen pelengkap pembentuk ruang; fasilitas ruang;  utilitas ruang;  dekorasi dan aksesori ruang; main entrance; maintenance.

Ergonomi dipastikan harus membingkai  ke tiga unsur besar dalam desain interior tersebut, sebab bagaimanapun desain interior yang diwujudkan akan digunkanan oleh manusia, oleh karena itu, harus mampu memberikan kenyamanan dan keamanan.

Hadirin yang saya muliakan

Konsep

Secara umum konsep merupakan ide atau pengertian yang diabstraksikan dari peristiwa konkrit (Depdikbud, 1992). Lebih lanjut, secara mendasar konsep merupakan abstrak, entitas mental yang universal yang menunjuk pada kategori atau kelas dari suatu entitas, kejadian atau hubungan. Konsep dalam desain interior adalah dasar pemikiran desainer dalam memecahkan permasalahan atau problem desain (Prabu, 2005). Pemecahan masalah dalam desain interior berkaitan dengan pendataan manusia, ruang dan lingkungan. Dalam desain interior konsep memegang peranan yang sangat penting, dengan konsep seluruh permasalahan yang dipecahkan dalam desain diformulasikan ke dalam satu perumusan yang bersifat abstrak, sebagai landasan atau panduan untuk diterjemahkan ke dalam tataran teknis (Santosa, 2005). Konsep kemudian merasuk keseluruh elemen estetika dalam desain mulai dari titik sampai dengan bidang yang dibentuk, mulai dari keseimbangan sampai titik pusat perhatian dan lain sebagainya. Demikian pula pengaruhnya sampai pada bagian dalam desain interior yang mengolah unsur organisasi ruang, sirkulasi, lantai, dinding, plafon, mebel dekorasi dan lainnya.

Estetika

            Estetika adalah suatu kondisi yang berkaitan dengan sensasi keindahan yang dirasakan seseorang, dan akan dirasakan apabila terjalin perpaduan yang harmonis dari elemen-elemen keindahan yang terkandung pada suatu objek (Artini, 2000). Dalam hal memahami desain sebagai seni, maka selalu mengolah unsur-unsur pembentuk seni: titik, garis, bidang, bentuk, tekstur, pola, warna, cahaya, bahan  dalam suatu keseimbangan, harmoni, irama, kesatuan, komposisi, nada titik pusat perhatian serta proporsi dan lain sebagainya. Keseluruhan unsur-unsur tersebut bersinergi dalam sebuah ruang membentuk desain interior yang indah yang mampu mewujudkan nilai simbolik dan budaya. Seperti yang diungkapkan oleh Santosa (2005) sebagai perwujudan nilai simbolik dan budaya, maka desain dapat dikaitkan dengan faktor nilai, pandangan hidup, kepercayaan, mitos dan lain-lain ke dalam wujud materi yaitu benda kongkrit yang berfungsi untuk mengungkapkan suatu nilai budaya tertentu.

Hadirin yang saya muliakan

Teknis

Untuk memecahkan masalah teknis, maka desain dapat dikaitkan dengan faktor fungsi, yang berguna untuk memenuhi kebutuhan dari fungsi-fungsi tersebut sehari-hari. Dalam hal ini desain dipandang sebagai suatu ilmu teknik yang pemecahan masalahnya secara objektif dan hasil temuannya dapat digeneralisir. Dalam hal ini unsur teknis yang menjadi pertimbangan dalam perancangan interior adalah: civitas;  situasi site;  elemen ruang yang terdiri dari: pengorganisasian ruang, pendaerahan, sirkulasi; elemen pembentuk ruang; elemen pelengkap pembentuk ruang; fasilitas ruang;  utilitas ruang;  dekorasi dan aksesori ruang; main entrance; maintenance.

Ergonomi

Ergonomi berasal dari dua kata Yunani yaitu ”Ergon” dan ”nomos” yang berarti kerja dan aturan. Ergonomi adalah ilmu interdisipliner yang mempelajari interaksi antara manusia dan objek yang digunakan serta kondisi lingkungan. Ergonomi adalah ilmu, teknologi dan seni untuk menserasikan alat-alat, cara kerja dan lingkungan, pada kemampuan, kebolehan dan batasan manusia, sehingga diperoleh kondisi kerja dan lingkungan yang sehat, aman, nyaman dan efisien sehingga tercapai produktivitas yang setinggi-tingginya  (Manuaba, 1998a).

Manuaba (1998b), lebih terperinci mengatakan manfaat penerapan ergonomi antara lain pekerjaan lebih cepat selesai, risiko penyakit akibat kerja kecil, kelelahan berkurang, dan rasa sakit berkurang atau tidak ada. Ergonomi juga diperlukan karena  adanya berbagai dampak pembangunan seperti adanya kecelakaan, adanya penyakit akibat kerja, adanya polusi, adanya ketidak puasan kerja, dan banjir serta bencana lainnya.

Ergonomi juga dikatakan sebagai manajemen, karena keberhasilan ergonomi, yang dimanfaatkan sejak perencanaan dan memperhatikan bagaimana memilih dan mengalihkan teknologi serta menyusun organisasi kerja yang tepat, dapat meningkatkan hubungan dan kepuasan kerja. Lebih jauh Manuaba (2001) mengungkapkan dari aspek definisi, ergonomi dan Total Quality Management  (TQM) punya tujuan yang sama yaitu berorientasi kepada dipenuhinya keinginan atau kebutuhan para pelanggan.

Konsep Estetika Dan Teknis Dalam Bingkai Ergonomi Total Pada Desain Interior, selengkapnya

Drama Tari Kunti Sraya

Drama Tari Kunti Sraya

Kiriman: Ida Bagus Gede Surya Peradantha, S.Sn., MSn., Alumni ISI Denpasar

 Seni Tari yang merupakan salah satu manifestasi dari kesenian Bali dalam realitasnya sangat berperan dalam kehidupan masyarakat. Kearifan yang dimiliki oleh agama Hindu membuat kehidupan seni tari menjadi eksis. Kalau diamati, peranan tari dalam kehidupan masyarakat Bali memiliki tiga fungsi utama yaitu: sebagai wali, bebali, dan balih-balihan.

         Seni dramatari tradisional dalam seni pertunjukan di Bali memang tidak pernah habis untuk dikupas dan dibahas. Hal ini terjadi karena saking banyaknya sumber cerita ataupun topik yang diangkat dan ditransformasikan ke dalam bentuk seni pertunjukan yang tentu saja dibalut dengan nilai-nilai estetika dan filsafat yang utuh. Sumber-sumber cerita tersebut dapat berasal dari babad, epos Ramayana maupun Mahabrata, mitologi maupun sumber sastra lainnya. Sebagai salah satu bentuk pertunjukan balih-balihan, dramatari sangat mengedepankan unsur keindahan, struktur dramatik yang jelas dan dibawakan dengan ekspresi jiwa yang kental. Di Bali sendiri, sudah terdapat banyak jenis dramatari seperti drama tari Arja, dramatari Topeng, dramatari Gambuh, dramatari Calonarang dan banyak pula berkembang dramatari kreasi baru yang diciptakan seniman-seniman muda. Namun, ada satu jenis dramatari yang cukup menarik minat penulis untuk menelitinya lebih jauh, yaitu dramatari Kuntisraya.

         Dramatari Kuntisraya adalah suatu jenis dramatari yang berkiblat ke dalam jenis Penyalonarangan. Sebagai salah satu contoh seni dramatari tradisional Bali, dramatari ini merupakan jenis pertunjukan yang cukup menarik untuk dikupas dan dicari nilai-nilai yang terdapat di dalamnya. Dari segi konsep penciptaan, terdapat beragam unsur seni pertunjukan yang disajikan dalam dramatari ini mulai unsur Pearjaan, Patopengan, Pegambuhan, Bebarongan dan Palegongan. Unsur-unsur tersebut dirangkai dan dipadukan dengan sangat cermat sehingga menghasilkan nuansa baru yang sangat fleksibel untuk dinikmati. Unsur cerita yang digunakan berasal dari epos Mahabrata yang sedari dulu tidak pernah habis unuk dijadikan sumber lakon. Tentu saja didalamnya pula terkandung beragam nilai dan perlu untuk dikupas lebih jauh.Ulasan kali ini ditujukan sebagai pengayaan ilmu pengetahuan di bidang seni pertunjukan, serta membuka wawasan tentang eksistensi dramatari tradsional di Bali pada umumnya.

      Cerita dramatari Kuntisraya berawal dari kisah dikutuknya Dewi Durgha Oleh Dewa Siwa. Pada saat ditugaskan mencari susu lembu, Dewi Durgha yang dahulunya adalah Dewi Uma yang amat cantik rupanya tidak jujur menyampaikan usahanya dala mencari susu lembu tersebut di dunia. Dewa Siwa yang sebenarnya tengah menguji kesetiaan Dewi Uma pun murka dan mengutuk istrinya tersebut menjadi Durgha dan kemudian turun ke dunia sebagai penguasa kematian. Dewa Siwa pun menyampaikan titah bila suatu saat dimana masa hukumannya telah berakhir, Dewi Durgha akan disucikan oleh seorang Ksatria sakti sehingga bisa kembali ke sorga mendampingi Dewa Siwa.

          Tersebutlah ketika perang Bharatayudha akan berlangsung, Sang Kalantaka dan Sang Kalanjaya yang merupakan prajurit Dewi Durgha bepihak kepada Duryodana dan akan membuat kekacauan di Indraprasta, kediaman Dewi Kunti beserta Panca Pandawa. Hal ini diketahui oleh Bhagawan Naradha, pendeta di Sorga dan keudian memberitahukannya kepada Dewi Kunti. Kunti sangat ketakutan dan mohon petunjuk pada Bhagawan Naradha. Beliau akhirnya menganugrahkan Dewi Kunti sebuah mantra untuk memanggil Dewi Durgha.

         Pada saat yang telah ditentukan, berangkatlah Dewi Kunti ke kuburan untuk memuja Dewi Durgha. Setelah mantra tersebut beliau ucapkan, datanglah Dewi Durgha. Dewi Durgha yang sudah mengetahui maksud dan tujuan kedatangan Dewi Kunti lalu meminta kurban seekor kambing merah ( dalam pementasan diubah menjadi babi ) ditambah dengan seorang putra Pandawa yang bernama sang Sahadewa. Dewi Kunti setelah mendengar permintaan Dewi Durgha merasa sangat keberatan namun tidak berani mengungkapkannya. Akhirnya ia mohon diri dari hadapan Dewi Durgha untuk pulang ke Indraprasta. Dewi Durgha mengetahui kegalauan hati Kunti. Maka dari itu, beliau menitahkan Kalika untuk merasuki pikiran Kunti agar ia mau menyerahkan anaknya sebagai tumbal. Kalika berhasil menjalankan misi itu dan melaoprkan keberhasilannya kepada Dewi Durgha.

         Diceritakan kemudian setelah sampai di Indraprasta, Dewi Kunti menyampaikan pesan ini kepada Sahadewa. Sahadewa tidak menolak dan menyanggupi permintaan Dewi Durgha. Berangkatlah Dewi Kunti beserta Sahadewa lengkap dengan hewan kurban lainnya. Sesampainya di kuburan, Dewi Durgha muncul dan memerintahkan Dewi Kunti untuk pulang. Sahadewa diikat pada Pohon Rangdu dan digoda oleh Kalika. Begitu Dewi Durgha hadir, beliau menyampaikan pemintaannya untuk disucikan menjadi Dewi Uma agar bisa kembali ke sorga. Permintaan tersebut ditolak oleh Sahadewa karena ia merasa pantang untuk menyucikan seorang dewa. Dewi Durgha marah dan menghunus pedang ingin membunuh Sahadewa.

      Kejadian ini diketahui oleh Bhagawan Cakru serta Bhagawan Naradha. Segeralah mereka melaporkan kejadian ini kepada Dewa Siwa. Dewa Siwa lalu merasuki tubuh Sahadewa dan berkata bahwa beliau bersedia menyucikan Dewi Durgha. Dewi Durgha mengurungkan niatnya dan berlutut menyerahkan diri pada Sahadewa. Akhirnya Dewi Durgha pun dapat kembali ke sorga sebagai Dewi Uma.       Dalam pementasan dramatari Kuntisraya ini terdapat beberapa elemen pertunjukan yang dapat dibahas antara lain :

  • Penari

         Adapun nama-nama penari yang mendukung pementasan ini antara lain :

  • I Wyn. Lauh sebagai                              : Patih
  • I Kt. Sandiyasa                                      :  Bapang Barong
  • Ni Komang Sulastri                               :  Sahadewa
  • I Kt. Sudha                                            :  Babi
  • I Wyn. Cetig                                          :  Onying
  • Desak Raka Kartini                                : Kalika
  • Ni Kd. Wilasmini                                   :  Sahadewa ( serep )
  • I Made Nadi                                          :  Bondres
  • Ni Wyn. Nuriatni                                   : Sisya
  • Ni Wyn. Joniasih                                    :  Kunti
  • I Wyn. Doglogan                                   : Rangda
  • I Wyn. Jagru                                          :  Butha kala
  • I Md. Rara                                             : Macan & Onying
  • I Nym. Nateng                                       :  Onying
  • I Md. Widia                                           :  Wijil
  • I Nym. Rauh                                          :  Bhuta kala
  • I Nym. Kisid                                          :  Garuda
  • Pande Nym. Sunarta                              : Patih
  • Ni Kd. Suandewi                                   :  Sisya
  • I Wyn. Nurjana                                      :  Wijil
  • Ni Kd. Juniari                                        :  Sisya
  • I Wyn. Nano                                          :  Kera
  • Kt. Sutapa                                              :  Bondres
  • Pande Kt. Sudana                                  : Bondres
  • I Wyn. Kenrawan                                  :  Onying

         Adapun tempat dipentaskannya dramatari ini adalah di stage Sahadewa beralamat di jalan SMKN 3 Sukawati Gianyar. Stage ini berbentuk proscenium menghadap ke timur dengan ukuran kurang lebih 8 x 6 meter. Tempat bagi para penabuh berada di sisi utara panggung menghadap ke selatan. Untuk kepentingan wisatawan, daya tampung stage ini dirasa sudah mencukupi dengan lahan parkir yang sangat luas.

 Iringan

         Dramatari ini diiringi oleh gamelan gong kebyar dengan perangkat yang utuh dan lengkap. Pada saat bapang barong dan adegan onying, menggunakan kendang cedugan, sedangkan pada bagian sisia, menggunakan kendang krumpungan dan pada bagian penyarita menggunakan kendang gupekan.

 Upakara

         Upakara merupakan bagian kecil namun sangat berpengaruh terhadap berlangsungnya pementasan. Masyarakat Bali sangat meyakini bahwa sebuah pertunjukan kesenian akan kurang memiliki taksu atau charisma bila belu memohon keselamatan kepada Tuhan. Melalui upakara inilah seorang pelaku seni akan memohon turunnya taksu kepada-Nya sehingga pertunjukan bisa berlangsung dengan memuaskan.

         Dalam pementasan Dramatari Kuntisraya ini, terdapat jenis upakara yang disebut Banten Kalangan. Banten ini terdiri dari Daksina Linggih, Peras, Buah-buahan, Penyeneng, Sampiyan, Canang, tumpeng, tipat kelanan, telur, kacang saur dan segehan. Segehan yang digunakan adalah segehan putih kuning.

         Menurut wawancara dengan pemangku setempat yang bernama Dewa Nyoman Rai, 85 th, dahulu setiap sebelum pentas dimulai, selalu ada orang yang ditugaskan untuk membawa banten tersebut ke atas panggung. Naun, kini tidak ada orang yang dapat ditugaskan oleh pemangku untuk membawa banten tersebu ke atas panggung. Maka dari itu, banten kalangan dihaturkan di parahyangan yang terdapat di belakang panggung. Sementara untuk di padmasana yang terdapat di luar panggung, hanya dihaturkan canang saja.

Drama Tari Kunti Sraya selengkapnya

Loading...