Dua Mahasiswanya Terbang Ke Malaysia

Dua Mahasiswanya Terbang Ke Malaysia

Pada 1 Agustus yang lalu ISI Denpasar, terbangkan tiga mahasisawanya :Sri Wahyuningsih (FSP), AAN.Gde Dhamata A.,dan Ilutfiatun (FSRD) ke Thailand untuk belajar Bahasa dan Budaya di Thamasat University Thailand selama satu semester, Jumat (9/9) kembali kampus seni ini terbangkan  dua mahasiswanya ke Malaysia dalam Program yang sama yaitu “Student Mobility Credit Transfer- MIT’. Mereka adalah  Aryo Agung  Wibowo dari Jurusan Fotografi (FSRD) yang telah lulus seleksi pada Jurusan Media Faculty of Art and Social, dan I Gede Suwidnya (FSP) pada Jurusan Cultural Center Faculty of Department of Music di University of Malaya.

“Ini adalah program kerjasama pendidikan cetusan SEAMEO-RIHED yang dilaksanakan oleh 3 negara di Asia Tenggara; Malaysia-Indonesia-Thailand (MIT) sejak 2010 yang melibatkan perguruan tinggi masing-masing negara, dengan arah program meningkatkan mutu dan kualitas peserta didik melalui program pengiriman peserta didik ke perguruan tinggi di tiga negara tersebut diatas, di bawah arahan DITJEN DIKTI, dan diikuti 11 universitas yaitu ISI Denpasar, ISI Surakarta, UI, UAD,UK Maranatha, UBINUS, UNS, UNSRI, IPB, UGM,dan UPI,”papar Dewi Yulianti pengurus program yang akan mengikuti MIT Review Meeting akhir bulan ini. Hal senada juga disampaikan Komang Artini, Koordinator International Office ISI Denpasar.

 Seperti diberitakan sebelumnya, tahun 2010 ISI Denpasar mendapatkan 2 quota untuk Thailand: Diana Putra serta Eka Laksana yang menjadi lulusan terbaik MIT tahun 2010. Tahun ini,ISI Denpasar mendapatkan 5 quota;  3 untuk Thailand dan 2 untuk Malaysia. Diterima Rektor di ruang kerjanya Aryo dan Suwidnya mengaku sangat bangga mendapatkan kesempatan yang sangat berharga ini.  “ISI Denpasar merasa sangat bangga  telah berhasil merebut 5 quota dari 80 beasiswa untuk MIT  2011, yang sudah tentu berkat bimbingan Tuhan dan kerja keras kita bersama, ”ujar Prof Rai didampingi PR I, serta Dekan dari kedua Fakultas.

Sementara rombongan muhibah seni ISI Denpasar hari Jumat (9/9) mulai pementasan perdana di Palace of Arts, San Fransisco. Semoga dengan kerja keras dan ketulusan, hands in work, heart in God semua kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi ISI Denpasar terlaksana dengan baik untuk mengibarkan kampus seni ini sebegai center of excellent. Semoga.

Bentuk, Perkembangan, dan Fungsi Tari Mekotekan

Bentuk, Perkembangan, dan Fungsi Tari Mekotekan

Kiriman: Ni Made Wiryani, Mahasiswa PS. Seni Tari ISI Denpasar.

Prosesi Upacara Ngerebeg

Sebelum upacara Ngerebeg dimulai, terlebih dahulu diadakan upacara titi mamah dengan menggunakan kebo yus brana, yaitu seekor kerbau betina (gadis) yang berwarna hitam. Warga yang ikut bersaksi diadakan upacara semacam upacara ritual itu dipercikan air suci yang merupakan hasil rendaman keris-keris yang sudah dipasupati, dengan tujuan agar warga/rakyat yang bersaksi apabila kena goresan atau tusukan senjata tajam, tidak terluka dan sehat walafiat.

Prosesi mepeed mulai dari Kraton Puri Agung di Munggu yang sekarang bernama Griya Agung Mandera atau Griya Bancingeh yang paling pertama adalah pengasepan (api, dupa) eteh-eteh Ida Betara, wastra, umbul-umbul, tedung betari, bendrangan, tombak dan seluruh duwe/milik pura dikeluarkan dalam prosesi upakara ini mengelilingi Desa Munggu yang berakhir di Jaba Pura Luhur Sapuh Jagat, yang diberi upacara sebagaimana mestinya.

Setelah upacara selesai kira-kira pukul 13.00 siang, dimulailah upacara ”Ngerebeg”, yaitu perang-perangan. 11 banjar yang ada di desa Munggu pada setiap banjar wajib mengeluarkan 30 sampai 35 orang untuk ikut sebagai pendukung tari Mekotekan. Terbentuklah segerombolan rakyat yang masing-masing membawa kayu pulet yang panjangnya ± 4 m dengan bentuk menyerupai tombak. Lebih kurang 800 orang warga yang terlibat dalam upacara Ngerebeg mengelilingi Desa Munggu dan pada setiap prapatan banjar yang dianggap tempat-tempat bersejarah dipentaskan tari Mekotekan dengan durasi ± 6 menit.

Dalam kondisi kerawuhan (trance) mereka semua melakukan Mekotekan dan menari-nari dengan gerakan bebas, kemudian dengan spontan mereka mendekatkan ujung dari properti yang mereka bawa, sehingga terbentuk bangun menyerupai kerucut. Beberapa orang warga ±  6 – 9 orang berlari menaiki punggung dan kepala warga yang sedang menari-nari, sehingga sampai pada ujung kotekan kayu-kayu tersebut, sambil menari-nari di atas kotekan kayu lebih kurang 5-6 menit mereka menari di ujung kayu-kayu kotekan itu, dan beberapa orang pemangku pura melakukan ritual ngaturang segehan agung dan tetabuhan, tuak, arak dan berem serta mohon kepada sesuhunan betara agar upacara mekotekan berakhir dengan selamat, dan akhirnya semua penari Mekotekan sudah sadarkan diri. Serta semuanya melakukan tetabuhan, dan upacara selesai. Selanjutnya semua pusaka  keris dan tombak disimpan kembali di kraton Puri Agung Munggu.

Seluruh rangkaian prosesi ini secara tidak langsung merupakan fragmentasi tari untuk mengenang sejarah berdirinya Pura Luhur Sapuh Jagat, dimana pada saat itu ada seorang warga (yang akhirnya menjadi pemangku di sana) kesurupan dan naik ke atas sebuah payung (tedung) setinggi 5 meter yang diambil dari Pura Puseh dan ditancapkan di tempat yang selanjutnya menjadi tempat berdirinya Pura Luhur Sapuh Jagat, untuk meyakinkan warga masyarakat akan adanya kekuatan ilahi yang akan melindunginya.

 Perbendaharaan Gerak Tari Mekotekan

Adapun simbol gerakannya diambil dari ilustrasi sebuah keris yang ditancapkan pada sebuah tugu yang berarti kemenangan. Dominan gerakannya adalah olah tubuh pada level tinggi, yang melambangkan kegagahan, kewibawaan dan keagungan seorang raja gerakannya yang kompak dan penuh kegembiraan menandakan kebahagiaan yang meraih suatu kemenangan melawan penjajahan. Namun semua gerak-gerak yang dilakukan tidak lepas dari ciri khas gerak-gerak tari seperti gerak ngeraja singa, yaitu gerakan yang dilakukan pada saat penarinya berada di ujung tatanan kayu (di puncak kerucut), dan juga gerakan malpal dilakukan pada saat membentuk lingkaran sambil menata properti yang dibawa, berupa kayu-kayu yang diujungnya dipasang  pada berupa keris dari tamiang yang merupakan simbol-simbol dari pusaka-pusaka Pura Luhur Sapuh Jagat di Desa Munggu Kabupaten Badung.

Setelah tatanan kayu-kayu itu dibentuk berupa krucut, dengan spontan ada beberapa warga yang kesurupan dan naik ke atas tatanan kayu-kayu tersebut, sambil menari-nari dan diarak oleh warga. Dengan ekspresi dari rasa suka, bahagia dan gembira melakukan gerakan ngraja singa yang diulang-ulang yang merupakan kekuatan dari alam (niskala) sehingga penari itu nampaknya seperti ada unsur ekspresi jiwa yang memiliki kekuatan gaib dan mempunyai daya pancar yang kuat, yang sering disebut metaksu. Tari Mekotekan ini memiliki keunikan tersendiri.

Sebagai gerakan penutup, tatanan kayu-kayu yang berbentuk kerucut direbahkan, sehingga penarinya pun turun dan langsung membubarkan diri.

 Busana dan Tata Rias

Busana yang dipergunakan masih berpolakan busana kuno yang sangat sederhana, yaitu :

  • Menggunakan udeng batik
  • Kain batik bulet linting
  • Saput poleng
  • Bunga pucuk bang (kembang sepatu warna merah)

 Properti yang Digunakan

Properti yang dipergunakan dalam tarian ini adalah sebatang tongkat kayu berukuran panjang + 4 meter, terbuat dari kayu pulet yang kulit batang kayunya sudah dibersihkan sehingga terlihat putih dan halus. Sebelum dipergunakan seluruh kayu pulet di pasupati secara massal.

Instrumen Pengiring Tari Mekotekan

Iringan musik dimainkan oleh para penabuh memakai kostum yang seragam. Sebelum dipergunakan untuk mengiringi tarian, alat musik iringan dihaturkan sesajen yang terdiri dari : tipat gong, banten peras, banten sodan, banten daksina dan canang sesari. Alat musik yang dipakai untuk mengiringi tari Mekotekan ini adalah seperangkat gambelan baleganjur yang terdiri dari :

  1. Kendang 2 buah lanang-wadon
  2. Cengceng  9 cakep
  3. Tawa-tawa (ponggang)
  4. Reyong (4 buah)
  5. Suling
  6. Gong

 Masyarakat Pendukung

Suatu seni pertunjukan akan dapat tetap lestari apabila ada  komunitas masyarakat yang mendukungnya. Sebagaimana halnya tari Mekotekan ini, sebagai sebuah tarian sakral yang dianggap memiliki kekuatan-kekuatan magis yang mampu menghindarkan dari wabah dan malapetaka, maka tari Mekotekan ini didukung secara penuh oleh lembaga tradisional masyarakat Desa Munggu yang merupakan gabungan dari 11 banjar.

Bentuk, Perkembangan, dan Fungsi Tari Mekotekan, selengkapnya

Seminar & Workshop Datascrip PS. DKV FSRD ISI Denpasar

Seminar & Workshop Datascrip PS. DKV FSRD ISI Denpasar

Dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Kompetensi Mahasiswa dalam Bidang Desain Digital, Program Studi Desain Komunikasi Visual Bekerja sama dengan WACOM Corporation Singapura dan Datascrip Indonesia, Mengadakan Seminar dan Workshop selama dua hari yakni dari tgl. 8-9 September 2011 di Gd. Latha Mahosadi dan di Laboratorium Komputer FSRD ISI Denpasar.

Pembukaan Seminar dan Workshop

Suasana Seminar /Pembicara : KC Leong

 

Pembicara : Erfian Asafat Suasana Workshop Coloring Digital

Seminar dan workshop Mengambil Tema : “DIGITAL COLORING AND CHARACTER DESIGN” Dengan Pembicara : KC Leong dari Wacom Singapore dan Ervian Asafat dari Caravan Studio.

Sesi Tanya Jawab antara Peserta Workshop dg Pembicara

Pembukaan seminar dibuka oleh Dekan FSRD ISI Denpasar, Kamis, 9 September 2011. Dalam Seminar tersebut dikuti oleh Seluruh Mahasiswa PS. Desain Komunikasi Visual, dan bagi pemenang sebagai karya terbaik akan diberikan door price berupa seperangkat Think Pad sebagai perangkat untuk menggambar secara digital.

Rapat Umum Dosen

Rapat Umum Dosen

Menyambut Tahun Ajaran Baru Semester Ganjil 2011/2012 Seluruh Dosen FSRD ISI Denpasar Mengadakan Rapat Umum untuk berkoordinasi dalam Mensukseskan  proses Belajar Mengajar. Dalam Rapat Umum tersebut di Pimpin Oleh Pembantu Dekan I Drs. Olih Solihat Karso,M.Sn.,  Pembantu Dekan II Drs. I Made Bendy Yudha, M.Sn dan Pembantu Dekan III Drs. D.A Tirta Ray, M.Si.

Sesi Tanya Jawab Rapat Umum Dosen FSRD

Wujud Garapan Kembang Ratna

Wujud Garapan Kembang Ratna

Kiriman Ni Luh Lisa Susanti Mahasiswa PS. Seni Tari ISI Denpasar

Wujud merupakan salah satu bagian dari tiga elemen karya seni (wujud, isi/bobot, dan penampilan), serta menjadi elemen dasar yang terkandung dalam karya seni. Wujud adalah sesuatu yang dapat secara nyata dipersepsikan melalui mata atau telinga atau secara abstrak yang dapat dibayangkan atau dikhayalkan.

Deskripsi Garapan

Kembang Ratna merupakan sebuah garapan tari kreasi Palegongan yang tidak menggunakan pakem-pakem tari Legong, namun terinspirasi pada gerakan-gerakan luwes dari Legong klasik, dan dikembangkan sesuai kebutuhan garapan.  Garapan Kembang Ratna tidak memuat dan mengangkat unsur cerita di dalamnya, tetapi menampilkan wujud serta karakter bunga ratna. Seperti yang diketahui, karakter dari bunga ratna, yaitu agung, sederhana, dan indah. Sedangkan wujud bunga ratna, yaitu bunga ratna memiliki bentuk yang kecil, namun dapat hidup subur di tengah-tengah tumbuhan lainnya, serta dapat layu dan rapuh seiring berjalannya waktu. Ide garapan terinspirasi saat penata melihat setangkai bunga ratna yang dipasangkan di setiap bangunan suci (pelinggih) pada waktu diselenggarakannya upacara keagamaan.

Adapun tema yang diangkat dalam garapan Kembang Ratna adalah perputaran hidup. Perputaran hidup yang dimaksud adalah perputaran hidup dari bunga ratna itu sendiri, karena bunga ratna tidak hanya selalu dalam keadaan segar namun juga dapat layu dan rapuh. Demikianlah bunga ratna yang melalui suatu proses yang terus berputar, tumbuh dari bibitnya, hidup subur di antara tumbuhan lainnya, memiliki karakter agung karena digunakan sebagai sarana upacara, sederhana karena memiliki bentuk kecil, dan indah. Bunga ratna dapat layu dan rapuh seiring berjalannya waktu, namun setelah layu dan rapuhnya bunga ratna tersebut akibat dipetik setelah digunakan sebagai sarana upacara, bunga ratna dapat tumbuh kembali dari bijinya yang berserakan menjadi bunga ratna baru. Tema inilah yang harus disesuaikan dengan struktur garapannya agar dapat menjadi satu kesatuan yang utuh. Struktur garapan tari kreasi Palegongan Kembang Ratna terdiri dari pengawit, pepeson, pengawak, pengecet, pengetog, dan pekaad. Gerakan-gerakan yang dipergunakan dalam tari kreasi Palegongan Kembang Ratna adalah pengembangan dari gerak-gerak tari Legong, seperti agem, dan angsel gerak serta muncul berdasarkan inspirasi penata sendiri. Tentunya dalam hal ini, penata menginginkan motif gerakan yang dipergunakan dalam garapan dapat berbeda dari gerak-gerak Legong yang telah ada sebelumnya.

Kembang Ratna ditarikan dalam bentuk tari kelompok oleh 7 (tujuh) orang penari putri dengan alasan penempatan penari dapat memberi kesan dinamis, kontras, asimetris, pola lantai dapat lebih bervariasi, postur tubuh penata dan pendukung yang agak kecil memungkinkan menggunakan 7 orang penari agar panggung tidak terlalu banyak kosong, serta dapat berbeda dari segi jumlah penari dengan penampilan tari kreasi Palegongan lainnya yang dipertunjukkan dalam menempuh Ujian Tugas Akhir pada tahun ini.

Pesan yang ingin disampaikan penata melalui garapan tari Kembang Ratna terkait dengan tema yang diangkat adalah dalam kehidupan, makhluk hidup semua sama di hadapan Tuhan karena semua diciptakan dan melalui proses yang sama yaitu lahir, hidup, dan mati. Begitulah seterusnya dan selalu berulang-ulang, demikian pula halnya dengan bunga ratna.

   Durasi waktu yang digunakan dalam garapan tari kreasi Palegongan Kembang Ratna adalah kurang lebih 12 menit, yang disajikan di panggung prosenium Gedung Natya Mandala ISI Denpasar. Berdasarkan durasi waktu yang digunakan, diharapkan garapan ini dapat tampil secara utuh, adanya suatu komunikasi, dan dapat dinikmati penontonnya.

   Konsep kostum yang digunakan dalam garapan ini adalah konsep minimalis dengan tujuan agar kostum nantinya tidak mengganggu ruang gerak penari. Kostum garapan ini menggunakan ciri kostum Palegongan yang telah ada, seperti penggunaan lamak, bancangan, dan sesimping, namun ada beberapa bagian yang diberi inovasi, seperti motif serta warna  gelungan, kain, sesimping, ampok-ampok, dan lamak, agar dapat menampilkan nuansa baru. Demikian halnya dengan tata rias dalam garapan Kembang Ratna yang menggunakan tata rias panggung putri halus. Warna kostum yang dominan digunakan dalam garapan tari kreasi Palegongan Kembang Ratna adalah warna ungu, dan putih susu. Penggunaan warna ini didasarkan atas dua macam warna bunga ratna asli, yaitu bunga ratna berwarna ungu, dan bunga ratna berwarna putih. Selain itu, properti yang digunakan yaitu kipas, yang telah menjadi ciri khas tari Palegongan dan nantinya akan mendukung ekspresi gerak yang dibawakan.

   Iringan yang digunakan dalam garapan tari kreasi Palegongan Kembang Ratna adalah gamelan Semar Pegulingan Saih Pitu. Pemilihan gamelan berdasarkan pertimbangan bahwa gamelan Semar Pegulingan memiliki kekayaan patet dengan 7 nada yang dimiliki, mampu mendukung setiap suasana yang ingin disampaikan, dan gamelan ini identik dengan tari Legong. Penata iringan tari garapan Kembang Ratna adalah Dewa Alit, dengan pendukung karawitan adalah Sekaa Gong Nataraja, Banjar Mekar Sari, Padang Tegal, Ubud. Pola iringannya disesuaikan dengan struktur tari kreasi Palegongan yang digarap, dan jenis gending yang digunakan juga inovatif, sehingga antara bentuk tari dan gending  terdapat adanya jalinan kesatuan yang utuh.

Wujud Garapan Kembang Ratna selengkapnya

Loading...