Tabanan Mengusung Mario Sang Maestro Nan Virtuoso

Tabanan Mengusung Mario Sang Maestro Nan Virtuoso

Kiriman: Kadek Suartaya, Dosen PS. Seni Karawitan ISI Denpasar.

Jika bumi Bali tak melahirkan seniman I Ketut Marya, mungkin wajah perkembangan tari Bali tidak seperti sekarang. Adalah karena “pemberontakan“ laki-laki tampan yang dilahirkan di Belaluan (Denpasar) dan besar di Banjar Lebah, Tabanan, inilah yang mengobarkan inovasi seni tari yang hingga kini apinya tetap membara. Karya tarinya, Kebyar Duduk (1925) dan Oleg Tamulilingan (1952) menjadi tonggak dan pelopor cikal bakal sebuah genre seni pertunjukan yang  kini disebut seni kebyar. Orisinalitas artistik dan presentasi estetik Kebyar Duduk atau juga disebut Kebyar Trompong dan  Oleg Tamulilingan, tak tertandingi hingga hari ini.

            Marya yang meninggal tahun 1968 dalam usia 69 tahun, meniti kesenimannya dengan asupan tari-tarian klasik. Pada usia belasan tahun ia sudah dikenal masyarakat di sekitar Tabanan sebagai penari Sisya (dalam dramatari Calonarang) dan Gandrung (sejenis tari Joged yang dibawakan penari pria). Ketika mulai menginjak dewasa, Ketut Marya mempesona penonton dengan pentas tari Jauk dan Topeng. Dari penguasaan tari klasik itu menstimulasinya kemudian berolah rasa merangkai sebuah tari baru. Adalah nuansa ritmis dan dinamis dari orkestrasi Gong Kebyar yang memicu adrenalin estetik Marya, berimprovisasi mengalirkan gerak dan meletupkan ekspresi hingga tercetuslah tari yang sebagian besar diragakan berjinjit-jinjit setengah duduk, Kebyar Duduk.

            Seiring dengan kian lebarnya ruang jelajah perkembangan Gong Kebyar dari Bali Utara ke seantero Bali, nama Marya sebagai penari dan pelatih tari Kebyar Duduk juga semakin masyur. Ketokohan Marya sebagai maestro tari begitu melambung ketika ia berhasil menciptakan tari Oleg Tamulilingan pada tahun 1952. Melalui serangkaian lawatan pentasnya ke mancanegara, nama Marya pun menginternasional. Penonton Amerika dan Eropa mengagumi tariannya, mengelu-elukan namanya dengan lafal lidah mereka, Marya menjadi Mario. Menurut pakar tari Indonesia, Soedarsono, masyarakat Amerika dan Eropa  menjuluki Ketut Marya The Great Mario.                 Nama besar Ketut Marya, selain menjadi kebanggaan masyarakat Bali dan Indonesia, kini diusung penuh respek Kabupaten Tabanan. Lihatlah, arena berkesenian yang terletak di jantung kota, diberi nama Gedung Mario. Simaklah, beberapa tahun belakangan, di Gedung Mario tersebut, sekian kali telah digelar pentas seni atau lomba tari Oleg Tamulilingan dan Kebyar Duduk. Terakhir, 24-27 Agustus lalu, telah digelar pula pembinaan tari Oleg Tamulilingan dan Kebyar Duduk yang diikuti oleh 24 sanggar tari se-Kabupaten Tabanan. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemkab Tabanan, sebagai penyelenggara pembinaan kedua karya Marya ini, secara khusus mendatangkan nara sumber dua penari sepuh, Ni Gusti Ayu Raka Rasmin (73 tahun) dan Ida Bagus Oka Wirjana (79 tahun), yang pernah berguru langsung kepada Marya.

Alasan mendatangkan Gusti Ayu Rasmin dan Ida Bagus Wirjana yang berasal dari Gianyar, kiranya sebagai ungkapan penghormatan pada Marya, lewat idealisme mengawal keaslian kedua tari monumental itu. Ayu Rasmin adalah penari pertama Oleg Tamulilingan yang diajarkan oleh Marya menjelang tour keliling Amerika dan Eropa pada tahun 1952. Oka Wirjana yang pada masa remajanya tinggal di Tabanan, selain sebagai pengagum juga pernah ditempa langsung oleh Marya. “Selain versi Oleg Tamulilingan dan Kebyar Duduk yang umum dikenal masyarakat Bali, kami di Tabanan  ingin melestarikan versi asli Marya,“ ujar Ni Luh Nyoman Sri Suryati, S.Sn, alumnus ISI Denpasar, pimpinan sanggar tari Sekar Rare Tabanan.

Pelatihan tari Oleg Tamulilingan dan Kebyar Duduk “asli“ Marya itu, ternyata banyak mengundang minat generasi muda Tabanan. Ratusan remaja putra dan putri Tabanan dengan penuh kesungguhan mengikuti pelatihan yang diarahkan oleh Gusti Ayu Rasmin dan Oka Wirjana itu. Hasilnya, Sabtu (27/8) sore dipertontonkan kepada masyarakat umum di Gedung Mario. Sebagian tampil menari dengan pakaian latihan dan beberapa orang menari dengan kostum  lengkap, diiringi sekelompok penabuh. Tak kurang dari Wakil Bupati Tabanan, Komang Gede Sanjaya, menyambut sumeringah pentas tari Oleg Tamulilingan dan Kebyar Duduk itu. “Kalau saya masih muda, rasanya ingin sekali belajar tari Oleg dan Kebyar Duduk yang asli, karya seniman besar Tabanan ini,“ katanya bergairah.

Asli dan tidak asli dalam konteks tari Oleg Tamulilingan dan Kebyar Duduk karya Ketut Marya tersebut, jika diperdebatkan, akan tidak berkesudahan. Sebab ketika para seniman tari kebyar tempo dulu seperti Ketut Marya, Gde Manik, atau Nyoman Kaler mentransmisikan ciptaannya diberbagai tempat di Bali, mereka selalu tergoda untuk merevisi dan mengembangkannya. Kreativitas tiada henti sesuai dengan suasana batin dan kultur lingkungan tersebut memunculkan variasi seni, tari kebyar, yang dirawat oleh masing-masing komunitas seni dan masyarakat. Di Peliatan, Gianyar, menurut Ni Gusti Ayu Raka Rasmin, tari Oleg Tamulilingan yang diajarkan  I Marya padanya, masih dipertahankan dengan teguh.

Namun jika ditarik secara kultural, perhatian yang ditunjukkan Pemkab Tabanan pada cipta tari Ketut Marya selain dapat dimaknai sebagai bentuk pengayoman, tentu juga untuk meneguhkan sebuah jatidiri. Karakteristik estetik Oleg Tamulilingan dan Kebyar Duduk serta Ketut Marya yang virtuoso (seniman hebat),  sangat meyakinkan didaulat sebagai pemberi identitas dan spirit masyarakat yang berkeadaban. Bila demikian adanya semangat serta komitmen masyarakat dan Pemkab Tabanan, tari Oleg Tamulilingan dan Kebyar Duduk akan berkibar lestari di Tabanan; Gedung Mario mungkin akan diberdayakan Pemkab Tabanan sebagai arena berkesenian yang berwibawa; dan patung beton Oleg Tamulilingan yang cacat tak terurus di depan gedung itu bisa jadi akan diganti pula dengan patung berbahan perunggu dalam visualisasi estetika rupa yang lebih menggugah.

Tabanan Mengusung Mario Sang Maestro Nan Virtuoso selengkapnya

PENGARAHAN UNTUK PESERTA FKI

 

PENGUMUMAN

 

Di umumkan kepada seluruh dosen dan mahasiswa FSRD  peserta FKI agar kumpul di gedung Natia Mandala pada:

 

Hari                             : Selasa

Tanggal                       : 11 Oktober 2011

Pukul                           : 11.30 wita

Acara                          : Pengarahan dari Bapak Pembantu Rektor IV

 

DAFTAR PESERTA FKI ISI SURAKARTA 2011

NO NAMA L/P PRODI
1 I Ketut Alit Wijaya L Lukis
2 Ni Made Yeni Rahmadewi P Lukis
3 Ngakan Putu Agus Arta Wijaya L Lukis
4 I Wayan agus Darmayasa L Lukis
5 Ni N. Ratih Sintya Dewi Pinatih P Lukis
6 Jin Dirgandi L Lukis
7 I Putu Adnyana L Lukis
8 Dewa Putu Budiarta L Patung
9 R Kun Aji Pratama L Interior
10 Anur Prasojo Mukti L Interior
11 I Nyoman Tera Gradi W. L DKV
12 I Komang Gede Sentanu L DKV
13 Rizky Indra Brata L DKV
14 Yogi L DKV
15 Wardiyanta L Kriya
16 Putu Kusuma L Kriya
17 Desak Made Yuni P Kriya
18 I Made Andy Darmawan L Fotografi
19 A A GD Swabawa L Fotografi
20 Ngurah Arya Sutawan L Fotografi
21 Ni Made Sri Wahyuni P Fotografi

 

Demikian pengungumuman ini dibuat untuk dilaksanakan sekian dan terimakasih

 

 

 

 

 

Denpasar, 7 Oktober 2011

Pembantu Dekan III

 

TTD

Drs. D.A Tirta Ray, M.Si

NIP:195704231987101001

 

 

Unsur Mistik Pada Pertunjukan Wayang Calonarang Bagian II

Unsur Mistik Pada Pertunjukan Wayang Calonarang Bagian II

Kiriman I Ketut Gina, Mahasiswa PS. Seni Pedalangan

Unsur Mistik Pada Tembang

Pada tembang atau Gending Basur (Ginada Basur) yang dilantunkan oleh Twalen mengandung unsur mistik, karena mengungkap adanya ilmu hitam pada saat terjadinya perubahan wujud (ngelekas), hal itu dapat kita lihat pada babak III sebagai berikut:

”Liak destine mecanda

Ngawetuang wisia mandi

Ngelarang aji pangiwa

Siwa gni mwang siwa gandu

Durga sakti kearcana

Ngawe gering

Sasab grubug lan merana”. (pupuh ginada basur).

Arti bebasnya adalah :

Para pelaku mejik pada bersenang-senang

Mengeluarkan aura yang menakutkan

Bagi para yang melakukan ajaran mejik

Seperti siwa geni dan siwa gandu

Betari Durga yang dipuja

Yang menimbulkan wabah penyakit

Wabah penyakit dan perhara

Pupuh Ginada Basur di atas pada prinsipnya adalah pengundangan (pengaradan), artinya sang dalang mengundang para pelaku mistik (leak) agar datang ke tempat pementasan, guna mencoba kemampuan sang dalang itu sendiri, barang siapapun yang berani memasur (melantunkan pupuh Ginada Basur) di saat tengah malam, otomatis para pelaku mistik (leak) akan datang ke tempat di mana orang melantunkan tembang itu. Bagi orang-orang yang menganut ajaran mejik (pengeleakan) selalu mengharapkan kehancuran orang lain, dengan menghalalkan segala cara agar, orang lain kena musibah yang menyebabkan kematian.

Di bawah ini dilanjutkan pada kutipan pupuh ginada basur sebagai berikut:

”Dasaksara kaincepang

Panguripan panca geni

Manyumbah mider buana

Kaja Kelod Kangin Kauh

Pamurtyan Ongkara sungsang

Sinah ugig

Ngawe laliate nyungsang”. (pupuh ginada basur)

Arti bebasnya adalah :

Aksara yang jumlahnya sepuluh itu terus direnungkan

Yang mampu menghidupkan panca geni

Menyembah kepada empat penjuru

Utara Selatan Timur dan Barat

Yang akan melahirkan ongkara terbalik

Sudah jelas merusak

Yang membuat pengelihatan terbalik

Keterangan dari pupuh ginada di atas adalah yang dilakukan oleh orang yang belajar ilmu pengiwa, maka dia akan memeras aksara yang jumlahnya sepuluh butir itu sebagai dasar (sa, ba, ta, a, i, na, ma, si, wa, ya), kemudian menjadi Pancaksara. Pancaksara kemudian menjadi tri aksara, seterusnya menjadi dwi aksara, dan akhirnya menjadi ekaksara yakni Ongkara: ongkara ngadeg atau berdiri sebagai dasar panengen, dan ongkara sungsang atau terbalik sebagai dasar pengiwa. Karena keadaan menjadi terbalik maka terbalik pula persepsi orang melihat fisik pelaku ilmu hitam tersebut, seperti halnya mistik berasal dari bahasa Inggris Mistake yang artinya salah persepsi pandangan orang kepada benda hasil dari pelaku ilmu hitam tersebut. Nara sumber di atas mengindikasikan bahwa, terjadinya perubahan wujud bagi pelaku ilmu hitam akan dilihat berbeda bagi orang yang tingkatan kedyatmikannya lebih rendah dari pelaku ilmu hitam itu sendiri. Kalau kemampuan yang dimiliki lebih tinggi dari pelaku ilmu hitam itu sendiri, maka perubahan wujud itu tidak akan nampak atau orang tersebut tidak mampu dikelabui oleh pelaku ilmu hitam. Kardji dalam bukunya yang berjudul Ilmu Hitam dari Bali menyebutkan bahwa, Gegendu bisa berubah wujud menjadi sapi, kerbau, kuda, yang merupakan wujud pengeleakan tingkat lima (5), akan tetapi jika kita bisa mengamati secara cermat, akan kelihatan dengan jelas bahwa kaki sapi, kerbau, kuda jadi-jadian tersebut sesungguhnya hanya berkaki tiga (3), orang yang memiliki ilmu panengen kelas tinggi akan melihat hal yang sebenarnya, yakni seorang yang memakai tongkat, berkain kancut (wiron) putih, berselimut putih, memakai kerudung seperti suster.

Di bawah ini ada lagi pupuh ginada yang memngungkap keberadaan ajaran ilmu hitam sebagai berikut:

”Mamusti masuku tunggal

Nunggalang adnyana sandhi

Japa mantra kauncarang

Ngamijilang geni murub

Tuhu luih mawisesa

Iku yukti

Brahma Semeru ngaranya”. (pupuh ginada basur).

Arti bebasnya sebagai berikut :

Berdoa posisi berdiri dengan satu kaki bertumpu di tanah

Berkonsentrasi penuh terpusat di hati

Dengan membaca mantra

Mengeluarka api berkobar-kobar

Sangat menakjubkan dan sangat dahsyat

Itulah yang disebut brahma semeru.

Pupuh Ginada Basur di atas menjelaskan bahwa orang yang telah memiliki ilmu hitam tingkat tinggi hingga tingkat kesebelas yang disebut Aji Brahma Semeru, yang mampu mengeluarkan api dari ubun-ubunnya hingga menembus langit, akan sangat membahayakan bagi orang yang terkena serangannya dengan radius tertentu. Ilmu seperti itu menurut tingkatannya adalah tingkat kedelapan. Kalau dibandingkan dengan tingkatan ilmu yang dimiliki oleh Rarung yang mencapai tingkat kesembilan, berarti Aji Brahma Semeru setingkat berada di bawah Ajian Pudak Sategal.

Unsur Mistik Pada Pertunjukan Wayang Calonarang Bagian II selengkapnya

Loading...