Imajinasi Kematian Sebagai Sumber penciptaan Seni Lukis

Imajinasi Kematian Sebagai Sumber penciptaan Seni Lukis

Kiriman: I Nyoman Suyadnya, Mahasiswa PS Seni Rupa Murni ISI Denpasar

   Kematian merupakan sebuah siklus yang terjadi pada setiap mahkluk di dunia ini, termasuk manusia. Kematian sesungguhnya adalah jembatan bagi manusia untuk lepas dari keterbatasan badan kasar (Stulasarira), kematian adalah juga pintu gerbang untuk memasuki alam halus (Sukmasarira), dan sesungguhnya ia adalah jalan yang akan dilalui oleh setiap mahluk hidup dalam proses evolusinya. Seperti seekor ulat yang kerap dipandang “menjijikkan” bermetamorfosis menjadi seekor kupu-kupu, demikian juga manusia berevolusi dari bentuk kasar ke bentuk-bentuk yang lebih halus.

          Kematian menjadi menakutkan karena kerap kali kematian itu diawali oleh “kesengsaraan” seperti misalnya sakit yang berkepanjangan dan hari tua yang secara perlahan mengurangi kinerja tubuh dan organ-organnya. Dilain pihak kematian juga terjadi lantaran kecelakaan, penganiayaan, pembunuhan, dan lain sebagainya. Sakit dan hari tua adalah sebuah proses yang secara kasat mata dianggap sebagai suatu bentuk kesengsaraan, sedangkan kecelakaan, penganiayaan, pembunuhan dan kematian yang tidak wajar lainnya dianggap sebagai kemalangan.  Kali ini diperlukan pemikiran terbalik, bahwa kesengsaraan tadi adalah kesengsaraan fisik belaka. Melalui kesengsaraan dan kemalangan tersebut, roh sesungguhnya tercerahi, melalui sakit manusia mampu berfikir bahwa kematian adalah solusi terbaik, sedangkan melalui kemalangan, roh menyadari bahwa itu adalah pembayaran dari karma masa lalunya. Roh yang tercerahi memasuki alam kematian dengan mantap, sedangkan roh yang tidak tercerahi berusaha untuk menghindar dari gerbang akherat (Aryana, 2008:2-4).

          Sejak manusia meninggal dunia sejak itu pula Atma atau Roh, dan kekuatan Panca Maha Bhutanya meninggalkan tubuh maka tubuh tersebut mulai disebut Jazad, serta Panca Maha Bhutanya di dalam Puja Pitra disebut dengan Pitra. Menurut keyakinan dan kepercayaan dari ajaran Agama Hindu yang berlandaskan ajaran “Panca Yadnya”, umat Hindu khususnya di Bali melaksanakan Upacara Pitra Yadnya, mempereteka orang yang telah meninggal, sebagai proses pengembalian Panca Maha Bhuta kepada sumbernya (Sudarsana,2003:10,20).

          Umumnya dalam masyarakat Bali, badan kasar (Stulasarira) si meninggal terlebih dulu akan di tanam di kuburan, selanjutnya setelah cukup waktu barulah dilakukan pengangkatan jenazah untuk dikremasi (aben). Proses penguburan bisa saja ditiadakan, yakni jenazah boleh langsung dikremasi dengan prosesi yang lumrahnya di sebut dengan upacara ngaben.

          Dalam dunia para yogi dan para waskita, diyakini bahwa sesungguhnya proses yang paling cepat untuk mengembalikan lima elemen dasar pembentuk badan fisik manusia (Panca Maha Bhuta) ke asal pembentuknya hanyalah dengan cara kremasi/membakar jenazah yang di Bali dikenal dengan istilah Ngaben (Aryana, 2008:31).    

          Memperhatikan kata ngaben sebagaimana disebutkan di atas, ngaben adalah melepaskan atma dari ikatan Stulasarira  (Panca Maha Bhuta). Ngaben adalah mengupacarai orang yang telah mati. Dalam hal ini perlu diketahui bahwa ada tiga pengertian mati, yaitu: mati menurut P.P. 18 tahun 1981, adalah orang yang disebut mati apabila otak dan batang otaknya sudah tidak berfungsi lagi. Dalam hubungan dengan hal ini ada juga istilah mati sel, artinya setiap orang yang mati itu/tubuh orang mati itu sudah mati mencapai mati sel tentunya membutuhkan waktu yang cukup lama. Mati menurut Tattva yaitu orang disebut mati apabila atmanya terlepas dari Panca Maha Bhuta, dalam Vrhaspati Tattva disebut sebagai berikut: kala ikang pati ngarania wih, turun mapasah lawan Panca Maha Bhuta juga tekang atma ri sarira, ikang aganal juga hilang, ikang atma langgenag tan molah, apan ibek ikang rat kabeh dening atma. Artinya: pada waktu mati namanya, hanya berarti berpisahnya Panca Maha Bhuta dengan atma yang ada pada tubuhnya, hanya badan kasarnya saja yang lenyap sedangkan atmanya tetap tak berubah, sebab dunia in penuh dengan atma. Mati menurut upacara Agama yaitu: seperti halnya bangunan rumah, meskipun secara fisik telah selesai, kalau belum di upacarai seperti memakuh, melaspas, maka seluruh rumah itu belum selesai namanya.

          Demikianpun orang mati menurut pandangan Agama Hindu sebelum selesai diupacarai, belumlah dia disebut mati. Disebutkan dalam lontar Pratekaning Wong Mati. Pertama-tama orang mati itu di upacarai, sebagaimana layaknya orang hidup, dimandikan dengan air biasa dan air bunga, makerik kuku, maitik-itik, masisig, makramas, dikeningnya ditaruh daun intaran, didada di letakkan daun gadung, dihidung pusuh menur, kedua mata diisi cermin. Kemaluan ditutupi dengan daun terung bagi laki-laki, dan daun tunjung bagi perempuan. Penyelenggaran memandikan mayat ini di Bali sangatlah bervariasi menurut desa, kala, patra. Tetapi yang terpenting disini, di dada, di kepala, hulu hati dan disetiap persendian diletakkan kewangen lambang pengurip-urip. Setelah upacara pemandian selesai barulah jazad kemudian digulung dengan kain kavan, kemudian ditaruh dalam peti mati. Kalau jazad telah digulung barulah dilanjutkan dengan upacara ngaben. Kemudian abu dari jazad tersebut di hanyut ke laut atau kesungai.Yang amat penting ditekankan disini adalah fungsi upacara ngaben sebagai upacara untuk melepaskan atma atau roh dari ikatan Panca Maha Bhuta (Wiana, 1998:33-34).

Dalam siklus kematian, pencipta merenungkan tentang perubahan-perubahan yang terjadi secara fisik, ketika kematian itu dialami oleh seseorang adalah yang terjadi, tubuh akan berada dalam posisi kematiannya yaitu terlentang mengikuti garis horizontal, dan mengikuti garis vertical dalam bentuk roh. Pencipta tertarik tentang bagaimana suasana hati pencipta menyaksikan segala situasi, mulai dari suasana di tempat orang mati, suasana penguburan, suasana pembakaran mayat, dan lain sebagainya. Hal itu terjadi berulang-ulang dalam hidup pencipta. Semua itu menimbulkan perasaan sedih dan kengerian, yang pencipta sering rasakan. Hal-hal seperti itu yang muncul pada perasaan pencipta dari melihat berbagai proses peristiwa upacara kematian. Semua hal tersebut sangat berpengaruh pada penciptaan karya ini.

Pencipta sebagai orang Bali yang berada di lingkungan Hindu melihat siklus kematian itu pada proses pengembalian tubuh pada alam, yang terlihat pada penguburan, pembakaran mayat, dan adanya upacara nganyud abu ke laut atau sungai.

Dari berbagai proses peristiwa kematian yang pencipta saksikan, pencipta melihat bahwa seperti sebuah rangkaian perjalanan tentang tubuh, atau jasad, jasad perlahan menghilang entah itu dikubur ataupun dikremasi, kemudian yang pencipta hayalkan setelah itu adalah roh. Tubuh mati menjadi jasad, dan akhirnya menyatu dengan alam (Panca Maha Bhuta). Namun roh dari tubuh itu pencipta yakini tetap hidup, dan tetap melakukan eksistensinya dalam alam niskala.

Semua itu menggugah bathin pencipta untuk merenungkan lebih dalam tentang kematian tersebut. Berdasarkan siklus kematian tersebut, muncul imajinasi dalam bathin pencipta untuk melukiskan tentang kematian dengan tubuh yang terlentang, tubuh yang tidak utuh yang merupakan sebuah wujud dari pemudaran fisik dalam proses penyatuan dengan alam (Panca Maha Butha). Dan tentang tubuh dengan wajah yang matanya selalu terpejam, merupakan gambaran tentang adanya sebuah kematian.

Imaji tentang roh yang terbentuk dalam visual dengan bentuk-bentuk figur seolah sedang pergi meninggalkan tubuh yang mati, yang akan diperlihatkan pada karya-karya pencipta yaitu adanya bentuk-bentuk kaki yang seolah terbang meninggalkan tubuh yang mati menuju pada alamnya. Alam dalam hal ini adalah ruang baru bagi roh dan tubuh yang mati, yaitu alam nyata (skala) dan alam tidak nyata (niskala). Dan semua unsur yang ada dalam tubuh akan hilang dan menyatu dengan Panca Maha Butha.

Awal ketertarikan pencipta mengangkat tema kematian didalam ciptaan ini adalah disebabkan oleh rasa yang terus menghantui pencipta tentang tubuh orang mati, tentang suasana-suasana kematian yang sering pencipta saksikan dalam lingkungan hidup pencipta. Seiring perjalanan waktu dengan terbiasa menyaksikan segala proses kematian tersebut, dan secara alami penciptapun akhirnya menyadari dari keseringannya melihat hal-hal tersebut telah terjadi endapan-endapan didalam bathin pencipta.

Imajinasi Kematian Sebagai Sumber penciptaan Seni Lukis selengkapnya

Tari Cak-Cupak akan Tampil pada FKI VII Di Surakarta

Tari Cak-Cupak akan Tampil pada FKI VII Di Surakarta

Sejumlah 124 dosen, pegawai dan mahasiswa Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar  sore ini, Rabu (12/10) akan bertolak ke Solo, untuk menghadiri Festival Kesenian Indonesia (FKI) ke VII dari tanggal 14-16 Oktober, dan akan dibuka secara resmi oleh Mendiknas pada tanggal 14  mendatang di ISI  Surakarta. ISI Denpasar akan tampil pada acara pembukaan dengan gamelan Gong Gede, Semar Pegulingan Saih Pitu, Selonding, serta Pegambuhan. Selain itu ISI Denpasar, selain 6 Institusi Seni lainnya di Indonesia yang merupakan anggota dari BKS PTSI (Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Seni Indonesia) akan menampilkan tari Cak bertajuk “Cak-Cupak”

Tarian ini berkisah tentang kisah asmara Putri Raja Wiranantaja dari Kediri yang bernama Raden Galuh Laksmi. “Cak-Cupak” dibawah binaan Wayan Sudana, IB Mas, serta I Gede Oka Surya Negara ini menampilan mahasiswa dan dosen dari Fakultas Seni Pertunjukan yang ditata apik dan sangat menarik oleh ketiga seniman tersebut. Selain menampilkan tabuh dan Tari Cak, beberapa mahasiswa ISI Denpasar juga telah menghadiri workshop teater dan workshop kolaborasi sejak awal Oktober yang lalu, yang akan dipentaskan pada hari kedua dan ketiga FKI.

Rektor ISI Denpasar, Prof.Dr. I Waya Rai.S., M.A. yang juga menjabat sebagai Ketua BKSPTSI periode 2009-2011 akan tampil membawakan makalah dalam Seminar Internasional tentang Vokal. Selain Prof. Rai akan hadir Prof. Sri Hastanto dari ISI Surakarta, serta Edward Herbest dari USA. Seminar internasional tentang Film juga akan menghadirkan pembicara Philip Ceah dari Singapore serta Leo Hobaica dari USA.

Pada tanggal 15 dan 16 akan diadakan pertunjukan hasil workshop serta pameran seni rupa. Pembantu Rektor IV Bidang Kerjasama ISI Denpasar, I Wayan Suweca, S.Skar., M.Mus.yang memimpin langsung rombongan ISI Denpasar ke FKI VII, ditemui di sela-sela acara latihan persiapan FKI VII mengatakan bahwa persiapan ISI Denpasar sudah maksimal. “Persiapan dan latihan tekun yang telah dilaksanakan akan memberikan hasil pementasan yang maksimal juga. Kami atas nama Pimpinan sangat berterima kasih atas kerja keras dan semangat seluruh Dosen, Mahasiswa, dan pegawai untuk kesuksesan penampilan ISI Denpasar di FKI nanti,”pungkasnya.

pengumuman kersos

PENGUMUMAN

 

KEPADA MAHASISWA BARU FSRD ISI DENPASAR ANGKATAN 2011 DAN MAHASISWA LAMA YANG BELUM MENGIKUTI KERSOS DIWAJIBAKAN MENGIKUTI KERSOS PADA TANGGAL 6 NOPEMBER 2011.

 

PENDAFTARAN DIBUKA TANGGAL 17 – 28 OKTOBER 2011 DI LOKET AKADEMIK DAN KEMAHASISWAAN FSRD ISI DENPASAR.

BIAYA RP 100.000/MAHASISWA.

 

DEMIKIAN PENGUMUMAN INI DIBUAT UNTUK DILAKSANAKAN SEKIAN DAN TERIMAKASIH

 

 

 

DENPASAR, 12 OKTOBER 2011

KA. SUB. BAG. AKADEMIK DAN KEMAHASISWAAN                                 

FSRD ISI DENPASAR

 TTD

I KETUT SUWITRA, SE

NIP: 197904272001121003

 

 

 

Aktivitas Anak Sebagai Sumber Inspirasi Dalam Berkarya Seni Lukis

Aktivitas Anak Sebagai Sumber Inspirasi Dalam Berkarya Seni Lukis

Nama                   :    Ni Nyoman Dinna Arwati

NIM                    :    2004.02.01.1.0004

Program studi      :    Seni Rupa Murni

Minat                   :    Seni Lukis

Pembimbing I, Drs. I Made Yasana, M. Erg

Pembimbing II, Dra. Ni Made Purnami, M. Erg

Masa kanak-kanak merupakan masa yang penuh dengan keceriaan, dan kejadian-kejadian yang sangat berkesan, serta banyak kenangan-kenangan yang tidak terlupakan hingga dewasa. Apabila pencipta amati aktivitas anak dalam keseharian, seperti bermain di dalam rumah dan di luar rumah, dengan teman ataupun sendirian, dimana dalam dunia anak-anak dapat dijumpai gerak-gerik yang lucu, lugu, gembira penuh dengan keceriaan has anak-anak. Yang paling menonjol terlihat pada sikap anak-anak adalah kepolosan, keluguan dan kejujuran.

Pada masa kanak-kanak mereka mempunyai sifat lugu, jujur melakukan apa yang ingin dilakukannya tanpa dibuat-buat. Anak-anak sangat menikmati sampai-sampai anak-anak lupa dengan rasa capek, lelah, panas dan terkadang lupa dengan kegiatan yang harus mereka kerjakan.

Dunia anak-anak adalah dunia penuh beraneka ragam aktivitas. Dari aktivitas anak yang sedang melakukan kegiatan bermain, yang dilakukannya itulah yang membangkitkan ide dan menggugah kenangan pada saat masa tersebut dan memvisualkannya ke dalam seni lukis. Dalam perwujudannya, pencipta menggunakan berbagai unsur-unsur seni rupa seperti : garis, warna, ruang, bentuk dan tekstur. Pencipta juga menerapkan prinsip – prinsip estetika yang terbentuk dari penyusunan komposisi, proporsi, pusat perhatian, keseimbangan, irama, kesatuan, harmoni dan kontras. Proses penciptaan melalui beberapa tahapan yaitu, proses eksplorasi, proses preparation, proses experimen, proses forming dan proses finishing. Dalam wujud karya ada dua aspek, yaitu aspek ideoplastis yang menyangkut ide atau gagasan, yaitu berawal dari pembuatan sketsa dan aspek fisikoplastis yang menyangkut tentang teknik palet penggarapan elemen visual. Serta unsur-unsur seni di dalamnya dengan jumlah karya 15 dengan judul Aktivitas Anak.

Kata kunci : seni lukis, aktivitas, anak-anak.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Konsep Desain Interior Asram Lembah Bayam

Konsep Desain Interior Asram Lembah Bayam

Kiriman I Made Merta Kesuma, Mahasiswa PS. Desain Interior ISI Denpasar.

1. Latar Belakang Pemilihan Konsep

Saat ini kebutuhan manusia tidak lagi hanya berkisar pada makan dan minum. Seiring dengan perkembangan zaman, tuntutan hidup juga terus meningkat. Hampir  70% penyakit disebabkan oleh stres, atau dipicu bila seseorang dalam keadaan stres, sehiingga dibutuhkan suatu tempat yang bisa memberi ketenangan, kedamaian, dan kenyamanan bagi badan, pikiran, dan jiwa. ( Suambara, 2005, hal. iii ). Untuk itu dibutuhkan sebuah tempat yang asalh satunya adalah Asram. Asram adalah Tempat belajar sepiritual dan kehidupan atau juga tempat melakukan tapa berata, yoga, dan semadi.

Penjabaran Konsep

Konsep umum yang di gunakan adalah Tri Sarira yang mempunya pengertian:

–          Tiga lapisan/ selubung mahluk hidup secara jasmani maupun rohani. ( Centanananda,1999 )

–          Tiga unsur  pokok lapisan badan ( Oka, 2009)

–          Tiga badan ( Risikesa 1999 )

Bagian – bagian Tri Sarira adalah:

a.Sthula Sarira
yaitu badan kasar yang didapat di tingkatan alam terendah atau bhur loka ini.Sthula sarira terjadi dari Panca Tan mantra dan Panca Maha Bhuta.
Bagian bagian Panca Tan Mantra  :
1. Ganda Tan Mantra : sari suara
2. Rupa Tan Mantra : sari warna
3. Sparsa Tan Mantra : sari rabaan
4. Rasa Tan Mantra : sari rasa
5. Sabda tan mantra : sari suara
Kemudian Panca Tanmantra berubah menjadi Panca Maha Bhuta.
Bagian bagian Panca Maha Bhuta 9 lima unsure alam ):
1. Pertiwi/ tanah membentuk zat padat
2. Teja/ api membentuk zat panas
3. Bayu/ angin membentuk zat udara
4. Apah membentuk zat cair
5. Akasa membentuk zat ether

kelima unsur ini akan membentuk: kulit, daging, urat – urat, kuku, tulang, darah, rambut, sumsum, dan sebagainya.

– Pada makhluk hidup, tubuh atau badan adalah bagian fisik materi manusia atau hewan, yang dapat dikontraskan dengan roh, sifat, dan tingkah laku.

Tubuh sering digunakan dalam konteks dengan penampilan, kesehatan, dan kematian.

Tubuh seseorang yang telah meninggal disebut mayat atau jenazah. Tubuh hewan yang mati disebut bangkai. Ilmu yang mempelajari fungsi tubuh adalah anatomi. ( Wikipedia2010 ).

b. Suksma Sarira

Suksema Sarira ialah Pikiran (Artana, 2010, hal. 10 ). Pikiran  ialah gagasan dan proses mental. Berpikir memungkinkan seseorang untuk merepresentasikan dunia sebagai model dan memberikan perlakuan terhadapnya secara efektif sesuai dengan tujuan, rencana, dan keinginan. Kata yang merujuk pada konsep dan proses yang sama diantaranya pemahaman, kesadaran, gagasan, dan imajinasi. ( Wikipedia 2011 ). Suksma sarira memiliki hubungan dengan Panca Maya Kosa yaitu lima pembungkus dari badan halus yang terdiri dari :

1. Anamaya kosa: badan dari sari makanan
2. Pranamaya kosa: badan dari sari nafas
3. Manomaya kosa: badan dari sari pikiran
4. Wijnanamaya kosa: badan dari sari pengetahuan
5. Anandamaya kosa: badan kebahagian
Tri Antahkarana yaitu tiga unsur yang mempengaruhi diri

  1. Manas : adalah alam pikiran yang dipengaruhi oleh tri guna yaitu tiga tali pengikat yang terdidi dari :

Satwam adalah sifat baik yang akan melahir jiwa manusia dialam kesenangan

Rajas yaitu sifat hawa nafsu, pamerih,

Tamas ialah sifat bodoh, berpikir tidak waras, malas dan banyak tidur

2.    Budhi : yaitu kecerdasan

3.    Ahamara yaitu kekuatan yang akan menghasilkan rasa ego

1.Panca Budhindriya yaitu lima indriya untuk mengetahui yang terdiri dari:
1. Srotendriya: indriya pada telinga
2. Tuakindriya: indriya pada kulit
3. Caksuindriya: inrdriya pada mata
4. Jihwendriya: indriya pada lidah
5. Granendriya: indriya pada hidung
2. Panca Karmendriya yaitu lima indriya pelaku yang terdiri dari:
1. Panindriya: indriya pada tangan
2. Padendriya: indriya pada kaki
3. Garbhendriya: indriya pada perut
4. Upasthendriya: indriya pada kelamin laki-laki
Bhagendriya: indriya pada kelamin wanita
5. Payuwindriya: indriya pada anus

Pikiran ialah gagasan dan proses mental. Berpikir memungkinkan seseorang untuk merepresentasikan dunia sebagai model dan memberikan perlakuan terhadapnya secara efektif sesuai dengan tujuan, rencana, dan keinginan. Kata yang merujuk pada konsep dan proses yang sama diantaranya pemahaman, kesadaran, gagasan, dan imajinasi. ( Wikipedia 2011 ). Berpikir melibatkan manipulasi otak terhadap informasi, seperti saat kita membentuk konsep, terlibat dalam pemecahan masalah, melakukan penalaran, dan membuat keputusan

c. Antahkarana Sarira

Antakarana Sarira adalah Jiwa (Artana, 2010, hal. 10 ). Antahkarana Sarira Merupakan badan penyebab atau atman / jiwa yaitu percikan – percikan kecil Sang Hyang Widhi yang ada dalam Mahluk Hidup. Dalam hal ini Sang Hyang Widhi/Tuhan Ynag Maha Esa disebut Parama Atma yaitu atma yang tertinggi. Atma inilah yang menyebabkan manusia atau mahluk lainya bisa hidup. Dalam diri manusia Atma itu disebut Jiwatman sedangkan Atma yang ada pada hewan disebut Janggama dan Atma yang menjiawai tumbuh – tumbuhan disebut Sthawara. Tetapi diantara manusia, binatang, dan tumbuh – tumbuhan, hanya manusia yang paling lengkap memilki tiga cir- ciri hidup yang disebut dengan istilah Tri Premana yaitu tiga zat hidup.

Konsep Desain Interior Asram Lembah Bayam selengkapnya

Loading...