Gamelan Jegog

Gamelan Jegog

Kiriman: I Putu Hardy Andika Wijaya, Mahasiswa PS Seni Karawitan ISI Denpasar

Jegog Jembrana

 Gambelan “Jegog” adalah gambelan (alat musik) yang terbuat dari pohon bambu berukuran besar yang dibentuk sedemikian rupa sehingga menjadi seperangkat alat musik bambu yang suaranya sangat merdu dan menawan hati.

Kisah Awalnya Kesenian Jegog

Kesenian ini diciptakan oleh seniman yang bernama Kiyang Geliduh dari Dusun Sebual Desa Dangintukadaya pada tahun 1912. Kata “Jegog” diambil dari instrumen Kesenian Gong Kebyar yang paling besar. Kesenian Jegog hanyalah berupa tabuh (barung tabuh) yang fungsi awalnya sebagai hiburan para pekerja bergotong royong membuat atap rumah dari daun pohon rumbia, dalam istilah bali bekerja bergotong royong membuat atap dari daun pohon rumbia disebut “nyucuk”, dalam kegiatan ini beberapa orang lagi menabuh gambelan jegog.

Dalam perkembangan selanjutnya Gambelan Jegog juga dipakai sebagai pengiring upacara keagamaan, resepsi pernikahan, jamuan kenegaraan, dan kini sudah dilengkapi dengan drama tarian-tarian yang mengambil inspirasi alam dan budaya lokal seperti yang namanya Tabuh Trungtungan, Tabuh Goak Ngolol, Tabuh Macan Putih dengan tari-tariannya seperti Tari Makepung, Tari Cangak Lemodang, Tari Bambu, sebagai seni pertunjukan wisata. Penampilan Gambelan Jegog begitu menohok, para penabuh menari-nari di atas gambelan, suara Jegog begitu gemuruh, rancak, riuh, bergaung dan sering menggelegar menembus ruang batas yang bisa didengar dari jarak jauh apalagi dibunyikan pada waktu malam hari suaranya bisa menjangkau jarak sampai 3 (tiga) Km.

Jegog Mebarung

Kesenian Jegog ini bisa dipakai sebagai atraksi pertarungan Jegog. Pertarungan Jegog dalam bahasa Bali disebut “Jegog Mebarung”, yaitu pementasan seni Jegog dengan tabuh mebarung (bertarung). Mebarung artinya bertarung antara dua jegog atau bisa juga bertarung antara tiga Jegog, dalam Bahasa Bali disebut Jegog Barung Dua atau Jegog Barung Tiga. Jegog mebarung ini biasanya dipertontonkan pada acara-acara syukuran yaitu pada acara suka ria di Desa.

Untuk diketahui Bagaimana penampilan Jegog Mebarung, dapat dijelaskan sebagai berikut :

Dua perangkat gambelan jegog atau tiga perangkat gambelan jegog ditaruh pada satu areal yang cukup untuk dua atau tiga perangkat gambelan jegog. Masing-masing Kru Jegog ini membawa penabuh 20 orang.

Pada saat mebarung masing-masing Jegog mengawali dengan menampilkan tabuh yang namanya Tabuh Terungtungan yaitu suatu tabuh sebagai ungkapan rasa terima kasih dan hormat kepada para penonton dan penggemar seni jegog, dengan durasi waktu masing-masing 10 menit. Tabuh Terungtungan ini adalah tabuh yang suaranya lembut dan kedengarannya sangat merdu karena melantunkan lagu-lagu dengan irama yang sangat mempesona sebagai inspirasi keindahan alam Bali.

Setelah penampilan Tabuh Terungtungan baru dilanjutkan dengan atraksi jegog mebarung yaitu masing-masing penabuh memukul gambelan jegog secara bersamaan antara Kru jegog yang satu dengan kru jegog lawan mebarung.  Penabuh memukul gambelan jegog (musik jegog) dengan sangat keras sehingga kedengarannya musik jegog tersebut sangat riuh dan sangat gaduh dan kadang-kadang para penonton sangat sulit membedakan suara lagu musik jegog yang satu dengan yang lainnya. Karena saking kerasnya dipukul oleh penabuh, maka tidak jarang sampai gambelan jegognya pecah dan suaranya pesek (serak). Apalagi Gambelan Jegognya sampai pecah dipukul oleh penabuh, maka sepirit dari kru Jegog lawannya menyoraki sangat riuh dan mengejek dengan melakukan tari-tarian sambil berteriak-teriak yang bisa kadang-kadang menimbulkan emosi bagi sipenabuh Jegog. Penentuan kalah dan menang Jegog mebarung ini adalah para penonton karena Jegog mebarung ini tidak ada tim juri khusus jadi tergantung penilaian para penonton saat itu.  Apabila suara salah satu gambelan jegog kedengarannya oleh sipenonton lebih dominan dan teratur suara lagu-lagunya, maka jegog tersebut dinyatakan sebagai pemenang mebarung. Sedangkan hadiahnya bagi sipemenang adalah berupa suatu kebanggaan saja bagi kru Jegog tersebut. Karena Jegog mebarung adalah pertunjukan kesenian yang tujuannya untuk menghibur para penonton dan para penggemarnya, pertunjukan jegog mebarung adalah pertunjukan hiburan.

Kesenian Jegog ini sudah melanglang buana karena sudah sering melawat ke Luar Negeri dan telah menembus 3 Benua seperti Eropa, Afrika dan Asia.Sedangkan intensitas lawatan ke Jepang yang paling menonjol sejak tahun 1971 di kota Saporo, Pulau Hokaido oleh Nyoman Jayus hingga tahun 2003 di Kota Okayama. Demikian adanya Kesenian Jegog di Kabupaten Jembrana yang terus berkembang dan tidak pernah surut oleh perkembangan jaman dan apabila ingin menikmati keindahan kesenian musik Jegog bisa ditampilkan setiap saat di Kabupaten Jembrana.

Gamelan Jegog Selengkapnya

MASA PENGISIAN KRS DAN PERKULIAHAN

PENGUMUMAN

Nomor:   1484    /IT5.1 /DT/2011

 

Diberitahukan kepada Mahasiswa FSRD ISI Denpasar bahwa:

 

  1. Konsultasi dan Pengisian Kartu Rencana Studi (KRS) semester Genap 2011/2012 dilaksanakan mulai tanggal 24 – 30 Januari 2012.
  2. Masa Perubahan Kartu Rencana Studi (KRS) dilaksanakan mulai tanggal 13 – 17 Pebruari 2012.
  3. Masa Perkuliahan Semester Genap 2011/2012 tanggal 6 Pebruari sampai dengan 1 Juni 2012.

 

Demikian kami sampaikan untuk dapat dilaksanakan. Terimakasih.

 

Denpasar, 27 Desember 2011

 

A.n. Dekan

Pembantu Dekan I,

 

 

Drs. Olih Solihat Karso, M.Sn

NIP.  196107061990031005

PENGUMUMAN PERSYARATAN TUGAS AKHIR

PENGUMUMAN

Nomor : 1483  /IT5.1/DT/2011

 

Diberitahukan kepada mahasiswa Peserta Tugas Akhir (TA) Semester Ganjil 2011/2012 FSRD ISI Denpasar bahwa :

 

A. Pendaftaran Ujian TA Semester Ganjil dilaksanakan mulai tanggal 3 – 6Januari 2012

B.   Pameran dilaksanakan tanggal 17 – 20 Januari 2012 di Gedung Pameran Kriya Hasta ISI Denpasar.

C. Pendaftaran dilaksanakan dibagian Akademik FSRD ISI Denpasar dengan melengkapi persyaratan sbb:

  1. Transkrip Nilai Sementara yang sudah disahkan oleh Pembimbing Akademik dan Pembantu Dekan I (dapat diprint di website).
  2. Kuitansi SPP terakhir
  3. Kuitansi Pembayaran TA (Pembayaran TA Rp. 2.000.000)
  4. KTM asli
  5. Sertifikat Studi Banding asli
  6. Surat Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah Semua Program Studi.
  7. Surat Peryataan Peserta Ujian TA bermaterai Rp. 6.000
  8. Surat Keterangan Ikut Ujian TA
  9. Surat Keterangan Layak Ujian TA
  10. Formulir Biodata Peserta Pameran TA (foto diri & foto karya dibuat dalam CD)
  11. Formulir Satuan Kredit Kegiatan Mahasiswa yang sudah dilegalisir oleh PD III
  12. Pas photo terbaru berwarna ukuran 3 x 4 sebayak 2 lembar
  13. No. 6 – 10 dapat didownload di website http:fsrd.isi-dps.ac.id (Blangko Administrasi Akademik Mahasiswa)
  14. Semua persyaratan TA dimasukkan ke dalam map (warna merah untuk PS. Seni Rupa Murni, warna biru untuk Jurusan Desain, warna hijau untuk PS. Kriya Seni dan warna kuning untuk PS. Fotografi.

Demikian kami sampaikan untuk diperhatikan dan dilaksanakan, terimakasih.

Denpasar, 27 Desember  2011

a.n. Dekan,

Pembantu Dekan I,

 

 

 

Drs. Olih Solihat Karso, M.Sn

NIP. 196107061990031005

Catatan:

Apabila mahasiswa tidak bisa ikut/batal ujian TA, uang pendaftaran tidak dapat diambil kembali

Bau-Bauan Dan Konstruksi Moral Diri

Bau-Bauan Dan Konstruksi Moral Diri

Kiriman: Ida Bagus Surya Peradantha, SSn., MSn

            Bau-bauan bukan hanya fenomena fisiologis, ia juga fenomena moral, karena bau-bauan dinilai sebagai positif atau negatif, baik atau buruk. Dimensi moral penciuman inilah yang membuat penciuman memiliki makna sosiologis dan ekonomis. Sebuah hipotesis sederhana yang bersifat fundamental pun muncul ; apa yang berbau harum berarti baik, sebaliknya yang berbau tidak enak berarti jahat. Hipotesis ini berlaku dalam berbagai aspek kehidupan manusia, seperti pada makanan, lingkungan dan orang-orang.

            Bau-bauan dalam makanan merupakan hal penting dan sangat berpengaruh kepada nafsu makan seseorang. Kita selalu berusaha untuk mengeleiminasi bau-bauan yang tidak sedap dalam makanan seperti bau anyir, busuk, masam dan gosong. Bau-bauan seperti itu tentu oleh pikiran kita secara tidak disadari telah memberikan kesan negatif dan sudah tidak layak dimakan.

            Dalam lingkugan, sama seperti makanan kita dapat menilainya dari bau yang ditimbulkan. Kita menyukai wewangian bunga segar dan udara yang bersih serta segala aroma yang bersifat positif. Sebaliknya kita sangat menghindari aroma lingkungan yang bau, berpolusi, amis dan sebagainya yang bersifat negatif. Tentu secara biologis, lingkungan kotor seperti itu akan membawa penyakit yang berdampak buruk bagi kesehatan manusia sehingga wajar bila itu dihindari.

            Di lain sisi, kita sering kali menilai orang-orang dengan cara yang sama dalam menilai makanan dan lingkungan. Jika seseorang tercium “tidak sedap”, atau menyimpang dari norma cultural penciuman, bau-bauan bisa menjadi tanda bahwa terdapat sesuatu yang keliru dengan kesehatan tubuh, emosi, atau jiwa mereka. Bau-bauan menjadi tanda alamiah diri, abik sebagai makhluk fisik maupun makhluk moreal. Bau-bauan adalah simbol diri.

            Kita mulai menginjak pada permasalahan bau-bauan metafor dalam berbagai kejadian di kehidupan manusia. Kita dapat menggambarkan seseorang berbau “ilahi” atau “cantik”, “menyenangkan” atau sekedar “baik”; meskipun demikian semua kata sifat ini juga menjadi evaluasi dalam penilaian moral. Aroma yang keluar dari sensai fisik berubah menjadi evaluasi simbolik. Kita pun bisa mendeskripsikan berbagai aktivitas moral dalam kehidupan dengan mencium “aromanya”. Shakespeare pun mengungkapkan bahwa manusia bisa berpikir dari hidungnya. Sesuatu yang “busuk” telah terjadi di negara Denmark ; Saya “mencium” suatu permasalahan disini; permainan “busuk” telah ditunjukkan olehnya, dan sebagainya. Jenis-jenis ungkapan seperti itu memang tidak terkait langsung dengan hidung manusia, tetapi tetap saja itu merupakan perluasan makna dari penciuman yang memiliki persamaan dengan hipotesis di atas tadi.

            Menggambarkan seseorang atau sesuatu sebagai tercium enak atau tidak enak sama artinya dengan menyatakan bahwa orang itu baik atau buruk, seperti yang kita lakukan dalam menilai makanan dan juga lingkungan. Penilaian seperti ini memang tidak selalu benar adanya, tidak ilmiah, atau tidak akurat, namun tetap saja ia menjadi elemen dasar dalam konstruksi moral mengenai orang lain dan presentasi simbolik diri.

            Secara simbolik dan moral, bau-bauan juga dapat mempengaruhi suasana hati dan tingkah laku, seperti yang dideskripsikan oleh Raja James I yang sangat membenci orang perokok. Itu mempengaruhi term indera fisiologis dan moral beliau. Negativitas-negativitas seperti itu dalam pandangan tradisional adalah aspek dari sesuatu yang tidak baik dan semuanya berkaitan.ini tidak hanya berlaku pada abad pertengahan, tetapi juga memiliki akar yang sangat dalam dan kuat yang berpengaruh pada bahasa dan budaya kita bahkan sampai sekarang.

BAU-BAUAN DAN KEKUASAAN

            Bau-bauan juga menyatakan konstruksi moral kelompok dan juga atribut sosial. Di barat ( baca : Inggris ), menurut George Orwell, rahasia pembedaan kelas adalah “kelas yang rendah bau”. Siapa yang berada pada tatanan sosial paling bawah seperti buruh dan pemabuk, mereka bau dan pantas dikasari. Distribusi bau-bauan sangat menyimbolkan struktur kelas masyarakat, entah melalui bau badan atau karena kualitas dan mahalnya harga wewangian. Orang dibedakan dari bau mereka. Mungkin dari sanalah perbedaan dan kebencian antar ras, suku dan golongan dimulai.

            Di Amerika Utara pun terjadi demikian, dimana terjadi jurang besar antar ras kulit putih dengan kulit hitam (negro). Orang negro dikatakan memiliki bau badan yang sangat menyengat dan tidak enak. Ada pula yang menyatakan sebagai bau binatang atau tahi, dan bahkan ditambahkan dengan lepra sebagai penegas bau tidak enak itu.

            Sedangkan di Perancis, pada abad ke-18 dan 19, hampir setiap kelompok populasi dikatakan memiliki bau-bauannya sendiri yang berbeda, beberapa bahkan digambarkan secara detail. Semua memiliki bau yang berbeda, dengan bau merefleksikan status moral populasi yang dibayangkannya. Perawan baik, pelacur buruk; pelaut adalah salah satu yang paling buruk.

            Dapat dipahami dari hal tersebut di atas, bahwa bau-bauan bisa membedakan kelas, diskriminasi kelompok sosial, tekanan rasial dan sebagainya. Ungkapan-ungkapan yang menyentuh ruang pribadi seperti pengibaratan bau sebagai binatang jelas merupakan hasil dari polarisasi dikotomis kedudukan tuan dan budak, bau harum versus bau busuk. Pada abad pertengahan, di barat sangat jelas perbedaan kelas, golongan dan ras yang ditinjau dari bebauan. Golongan ningrat atau priyayi, menggunakan wewangian yang mahal, memiliki norma yang sangat elegan seperti Raja James I di Perancis yang sangat membenci bau rokok, penistaan terhadap mereka yang memiliki bau kurang sedap meskipun bau itu adalah hasil dari kerja keras melayani tuannya, serta penyingkiran ras secara sepihak oleh karena bau alami yang ditimbulkan.

            Bisnis wewangian di barat pada awal dekade -90an menjadi bombastis oleh karena pencitraan seseorang yang diakibatkan dari wewangian tersebut. Berbagai merek parfum pun bermunculan guna meraih pasar yang mereka inginkan. Pria dan wanita pada dasarnya ingin menciptakan aroma bebauan yang bisa menarik lawan jenisnya, dan gejala inilah yang ditangkap oleh para pembuat parfum tersebut. Secara gender, perbedaan yang mendasar di sini ialah kaum laki-laki memiliki bau badan yang lebih tajam, kuat dan kurang enak, sedangkan perempuan dianggap lebih “manis”, menggairahkan, beraroma sedap dan sebagainya. Untuk itu, untuk laki-laki dianggap perlu untuk menggunakan deodorant yang dapat menghilangkan bau ketiak, menyelipkan kertas penyaring bau pada sepatu, dan sebagainya. Perempuan pun bukan berarti tidak perlu menggunakan penghilang bau badan. Organ intim mereka sesungguhnya yang paling diperhatikan, karena bagian itulah yang sesungguhnya paling “bau” bagi kaum laki-laki. Kembali, perbedaan bau menunjukkan ketidaksejajaran antara laki-laki dan perempuan, sebagaimana yang terjadi pada kasus ras di Amerika dan perbedaan kelas golongan di Inggris.

Bau-Bauan Dan Konstruksi Moral Diri selengkapnya

Loading...