by admin | Dec 28, 2011 | Berita
Kegiatan peningkatan sumber daya mahasiswa giat dilakukan di lingkungan internal Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar. Pada hari Selasa (27/12) bertempat di Gedung Natya ISI Denpasar diadakan pembukaan acara Pelatihan Pengembangan Karater Anti HIV/AIDS, Narkoba, dan Rokok bagi mahasiswa, kegiatan ini akan berlangsung selama tiga hari dimulai dari selasa hingga kamis (29/12).
Kegiatan ini turut mengundang narasumber yang berasal dari luar kampus yakni perwakilan Dinas Kesehatan Propinsi Bali, Dinas Sosial Provinsi Bali, Badan Narkoba Provinsi Bali (BNP), Komisi Penanggulangan HIV/AIDS (KPA), serta Biro Binamitra Polda Bali dalam pemberian materi yang terkait dengan tema pelatihan ini. “Peserta dari mahasiswa berjumlah 150 orang, tahap awal peserta akan mengikuti pelatihan secara bersama kemudian nantinya dibagi dalam tiga kelompok sesuai dengan tema” ungkap ketua Panitia yang juga selaku Pembantu Rektor III ISI Denpasar. “Walaupun hujan mengguyur kota denpasar dari pagi hari, tak menyurutkan niat para peserta untuk hadir dalam acara ini, antusiasme para mahasiswa sangat baik” imbuhnya.
“Tanggungjawab yang diberikan kepada mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa harus disertai dengan pengetahuan serta pelatihan yang cukup agar mampu membawa bangsa ini kearah yang lebih baik, oleh karena itu kegiatan ini sangat positif bagi perkembangan mahasiswa” ungkap Pembantu Rektor I yang membuka acara pelatihan ini. Diangkatnya tema mengenai anti HIV/AIDS, Narkoba, dan Rokok merupakan salah satu upaya dalam menekan jumlah pengguna di lingkungan generasi muda, ditemui disela-sela acara, perwakilan Dinas Kesehatan Provinsi Bali mengungkapkan bahwa ketiga hal tersebut sangat berhaya dan rentan dilakukan oleh generasi muda. Diawali dari kebiasaan menghisap rokok kemudian semakin penasaran dengan merasakan narkoba jenis hisap kemudian jenis suntik, “bila jarum suntik digunakan secara bersama-sama, hal inilah yang memicu penyebaran virus” ujarnya. Sebagaimana diketahui bahwa saat ini penyebaran HIV/AIDS telah meluas hingga hampir diseluruh kabupaten di Bali, jenis penyakit yang cukup ditakuti karena hingga kini belum ditemukan obatnya.
Sebagai generasi muda, mahasiswa diharapkan memiliki pengetahuan mengenai bahaya-bahaya yang ditimbulkan, sehingga nantinya secara tidak langsung mampu mengedukasi lingkungan sosialnya baik antar sesama teman maupun sesama warga masyarakat. Antusiasme mahasiswa terlihat dari pertanyaan yang dilemparkan kepada narasumber, keingintahuan yang cukup tinggi ini membuat suasana pelatihan menjadi tidak bosan dan monoton. Usai mengikuti kegiatan pelatihan ini, mahasiswa akan dikukuhkan menjadi kader Anti: HIV/AIDS, Narkoba, Rokok.
by admin | Dec 27, 2011 | Artikel, Berita
Kiriman: I Wayan Andina Suldastyasa, PS Seni Karawitan ISI Denpasar
Gamelan Batel adalah sebuah barung alit yang tergolong gamelan madya dipakai mengiringi tari Barong Landung, Barong Bangkal dan wayang kulit. Dalam banyak hal barungan ini merupakan pengiring prosesi, karena bisa dimainkan sambil berjalan. Dalam mengiringi tari barong landung dan barong bangkal agak berbeda dengan barungan gamelan Bali lainnya, Batel Barong tidak mempergunakan instrumen pembawa melodi. Oleh karena itu musik yang ditampilkan cenderung ritmis dan dinamis. Sedangkan untuk mengiringi wayang kulit di tambahkan intrumen berupa 2 pasang gender wayang. Gender Wayang adalah barungan yang sangat tua dan sacral, karena Gamelan Gender Wayang ini dipentaskan atau dimainkan pada waktu mengiringi upacara Manusa Yadnya, Pitra Yadnya , Rsi Yadnya, dan Dewa Yadnya. Seperti namanya, Gamelan Gender Wayang sangat erat hubungannya dengan iringan pakeliran di Bali yaitu digunakan untuk mengiringi Wayang Parwa. Gender Wayang merupakan dua buah kata yang melahirkan suatu pengertian tertentu. Kata “Gender” jika didalam pengucapan tidak disertai dengan kata wayang, kadang-kadang mempunyai pengertian berbeda, seperti misalnya kata Genderambat dan Gender Barangan. Genderambat adalah salah satu jenis instrumen dalam gamelan Pelegongan atau Semarpagulingan, sedangkan Gender Barangan adalah jenis instumen dalam Gamelan Pelegongan atau pada Gender Wayang.
Gender adalah gamelan yang mempunyai bilah yang dibuat dari perunggu (karawang), yang digantung diatas resonator bambu yang di topang dengan tumpuan kayu atau besi, agar tidak bersentuhan antara bilah dengan bilah yang lainnya.
Wayang merupakan salah satu seni pertunjukan tradisional rakyat Bali yang telah dikenal oleh hampir semua orang. Wayang juga merupakan teater daerah Bali, yang mempunyai fungsi yang sangat komplek di masyarakat, serta di gemari oleh hamper seluruh lapisan masyarakat Indonesia terutama suku Jawa dan Bali.
Gender Wayang, adalah seperangkat gemelan (barungan) yang di pakai untuk mengiringi pertunjukan Wayang Kulit di Bali. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Jaap Kunst dalam bukunya yang berjudul Hindu Javanese Musical Instrumens, mengatakan bahwa satu-satunya instumen yang menyertai pertunjukan Wayang Kulit di Bali pada kenyataannya adalah Gender Wayang.
seperangkat gender wayang terdiri dari dua tungguh gender yang gede dan dua tungguh gender yang lebih kecil atau gender barangan yang juga biasa di sebut gender cenik. Sedangkan di Bali Utara biasanya dipakai dua tungguh gender gede saja. Gender wayang yang terdapat di Bali masing-masing mempunyai karakter tersendiri sesuai selera individu yang memiliki. Dengan demikian gender wayang dari desa satu dengan yang lainya tidak bias dimainkan bersama. Gender wayamg dilaras lima nada yang di sebut saih gender wayang dan mempunyai 10 bilah yang terdiri dari 2 octave.
Ombak (gelombang) dalam gender wayang lebih pelan di bandingkan dengan ombak gamelan Gong Kebyar. Satu tungguh gender lebih tinggi sedikit suaranya (gender pengisep) dari pada gender yang lainnya (pengumbang), apabila di pukul bersamaan akan menimbulkan getaran atau gelombang suara. Selain gender wayang dalam barungan batel untuk mengiringi wayang kuli digunaka juga intrumen seperti :2 buah kendang kecil,1buah kajar,1buah kempur,1buah klenang,1buah kemong,dan 1pangkon ricik.
Batel Barong dibentuk oleh sejumlah alat musik pukul seperti:
2 buah kendang kecil
1 buah kajar
1 buah kempur
1 buah klenang
1 buah kemong
1 Pangkon ricik
Gamelan Batel Barong saat ini masih ada di Desa Tegal Darmasaba yaitu untuk mengiringi prosesi ngelawang dan sekaa dari gamelan Batel Barong khususnya di Desa Tegal Darmasaba tidak tetap dikarenakan pada setiap ngelawang yang memainkan gamelan ini bisa dimainkan oleh siapa saja asalkan mereka memainkan gamelan dan berasal dari dari Desa Tegal Darmasaba. Di Desa Tegal Darmasaba terdapat empat barung gamelan batel tepatnya di Pura Anteggana, Pura Pesanggaran, Pura Puseh, dan Pura Dalem Gegelang, dan keempat barungan gamelan batel tersebut sangat disakralkan oleh warga setempat disebabkan Gamelan tersebut hanya boleh dimainkan pada saat Ida Betara baik yang berupa Barong Bangkung dan Barong Landung Ngunya mengelilingi desa tradisi ini wajib di laksanakan karena dipercaya bisa menetralisir kekuatan negative dan dilaksanakan setiap enam bulan sekali, tepatnya pada hari raya Galungan dan Kuningan, dan menyebabkan gamelan batel yang ada di Desa Tegal Darmasaba masih tetap eksis sampai sekarang.
Batel wayang kulit dibentuk oleh sejumlah alat musik pukul seperti:
2 buah kendang kecil
1 buah kajar
1 buah kempur
1 buah kleneng
1 buah kemong
1 Pangkon ricik
2 pasang gender wayang
Gamelan diatas masih ada di Kabupaten Badung tepatnya di banjar Gulingan, desa Tegal Darmasaba yang bernama Sekaa Batel Kusuma Sari
Gamelan ini sering digunakan untuk mengiringi pergelaran Wayang kulit pada tahun 80’an sampai 90’an, namun saat ini gamelan ini sangat jarang dipentaskan disebabkan karena sekaa dari batel wayang Kusuma Sari sudah tua dan belum memiliki regenerasi dan disamping itu setiap sekaa wayang sudah memiliki gamelan masing-masing bahkan gamelan wayang saat ini jarang menggunakan batel melainkan mengunakan gong kebyar, semarandhana dan angklung. Gamelan batel wayang yang ada di banjar Gulingan, Tegal Darmasaba saat ini hanya dipentaskan sebagai pengiring upacara adat dewa yadnya.
Gamelan Batel selengkapnya
by admin | Dec 27, 2011 | Berita
Fakultas Seni Pertunjukan (FSP) Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Jumat (23/12) lalu mempersembahkan Komedi Stamboel. Pentas yang digelar di Gedung Natya Mandala, ISI Denpasar ini tergolong istimewa, karena untuk pertama kalinya sejak tahun 1960-an, komedi yang diperkirakan berasal dari Istanbul, Turki ini, kembali hadir di Bali.
Dekan FSP ISI Denpasar, I Ketut Garwa SSn MSn mengatakan, pentas komedi (teater) Stamboel ini melibatkan sekitar 70 pemain, terdiri dari pemain teater, pemusik dan selingan. “Mereka semuanya berasal dari tiga jurusan yang ada di Fakultas Seni Pertunjukan,” ujarnya ditemui di seusai pementasan.
Dijelaskannya, pementasan Komedi Stamboel yang mengambil judul: ‘Aladin Melawan Raja Sihir dari Afrika’ ini melibatkan tiga instruktur. Yakni, IB Anom Ranuara, I Wayan Puja, dan Wayan Sinti. “Mereka yang mempersiapkan garapan ini dan menggembleng para pemain selama hampir 2 bulan,” ujarnya.
Menurut Ketut Garwa, diliriknya Teatar Stamboel ini sebagai bahan garapannya, adalah untuk menunjang kreativitas dan memperdalam proses pengkajian seni di FSP. Terlebih, pihaknya tahun depan bakal melahirkan program studi (prodi) baru yakni Sendratasik (Seni Drama Tari dan Musik) yang akan mencetak tenaga pendidik. “Jadi teater ini sangat mendukung jelang lahirnya prodi tersebut,” imbuhnya.
Sementara itu, IB Anom Ranuara, penulis naskah sekaligus sebagai pelatih (instruktur), menjelaskan, Komedi Stamboel ini masuk ke Indonesia sejak zaman Belanda. “Mulanya kesenian ini berbahasa Melayu, namun dalam perjalanannya menyesuaikan dengan zaman dan situasi,” ujarnya. Seperti yang ditampilkan ini, kata Anom, mengalami sejumlah modifikasi. Selain menggunakan bahasa Indonesia, musiknya juga dikolaborasikan dengan instrumen Bali yang mengangkat lagu-lagu Timur Tengah. “Sebenarnya teater ini pernah masuk ke Bali sekitar tahun 1960-an, namun setelah itu menghilang. Nah, kini kembali direkonstruksi oleh ISI Denpasar. Mudah-mudahan pentas ini menjadi awal untuk berkembangnya lagi Komedi Stamboel sehingga makin mewarnai kesenian yang sudah ada di Bali,” kata Anom Ranuara, yang dikenal sebagai dedengkot seniman teater di Bali.
by admin | Dec 27, 2011 | Berita
Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar sebagai satu-satunya institusi seni di Bali memang tak pernah surut aktivitas. Pada tanggal 22-23 Desember yang lalu, kampus ini, tepatnya Gedung Natya Mandala, dipadati mahasiswa dari perguruan tinggi yang ada di Bali, untuk mengikuti lomba menyanyi solo antar perguruan tinggi se-Bali. Lomba yang dibagi menjadi tiga kategori ini yaitu lagu pop Indonesia, lagu dangdut, dan lagu pop Bali, membuat kampus ini semakin semarak. Lomba menyanyi solo yang dikomandani oleh UKM kesenian dibawah bimbingan Pembantu Rektor III, Bidang Kemahasiswaan ISI Denpasar ini terlaksana dengan sukses.
Rektor ISI Denpasar,Prof. Dr.I Wayan Rai S.,M.A. memberi pujian bagi seluruh mahasiswa yang terlibat dalam kegiatan lomba yang baru pertama kali diselenggarakan di ISI Denpasar. “Lomba menyanyi solo perdana ini telah terlaksana dengan sukses. Terima kasih kepada Tuhan atas terlaksananya lomba ini, dan kepada para dosen yang sudah membina mahasiswa,pegawai yang telah terlibat,para dewan juri,serta seluruh mahasiswa PT se-Bali. Selamat kepada seluruh pemenang. Semoga lomba ini dapat terlaksana setiap tahun dengan performa yang lebih baik lagi, demi pencitraan kampus ISI Denpasar yang kita cintai,”ujar Prof.Rai didampingi PR III, Drs.I Made Subratha,M.S.i.
Adapun juara 1 dan 2 lomba menyanyi lagu pop Indonesia putri diraih STP Nusa Dua, juara 3 diraih ISI Denpasar, juara 1 putra ISI Denpasar, juara 2 dan 3 masing-masing STP Nusa Dua dan IKIP PGRI. Untuk pop Bali diraih oleh IKIP PGRI, STPBI, dan Undiksha masing-masing sebagai juara 1, 2, dan 3.Sedangkan kategori lagu dangdut, diraih oleh Undiksha di posisi 1 dan 3, dan IKIP PGRI diposisi ke 2. Pemenang lomba mendapatkan hadiah uang, piagam dan thropy. Adapun dewan juri dalam lomba ini adalah IB Saka, Komang Sudana, Manik Aryati, Arya KDI, Mirah KDI, Alit Adyari, Agung Wirasuta, Yuni, dan Ocha.
Saat acara penutupan dan pengumuman juara, ditampilkan Komedi Stamboel oleh Fakultas Seni Pertunjukan ISI Denpasar yang sangat istimewa, karena sejak tahun 1960-an, komedi yang diperkirakan berasal dari Istanbul, Turki ini, untuk pertama kalinya kembali hadir di Bali.
by admin | Dec 24, 2011 | Artikel, Berita
Oleh: I Made Sumantra, SSn., MSn., Dosen PS. Kriya Seni ISI Denpasar.
Latar belakang pendidikan diakuinya sebagai dasar pemikiran Wayan Sukarya berkarya dalam jalur topeng-topeng modern ini yang orang lain menyebut dengan topeng kontemporer. Dalam berkarya Wayan Sukarya lebih banyak mengolah gambar topeng yang datang dari pemesan. Ide awal disain/ gambar topeng datang dari pemesan. Dari disain tersebut kemudian diolah bagaimana bentuk tiga dimensinya, bahkan pemesan tidak tahu bagaimana wujud jadinya kemudian. Wayan Sukarya harus memikirkan dari bahan yang dipakai, menterjemahkan gambar, mengembangkan gambar, sampai pada teknik pembuatan dan finishingnya. Dapat dikatakan 50% proses perwujudan karya tersebut merupakan hasil ide kreatifnya sendiri. Jadi bukan total merupakan ide si pemesan. Gambar-gambar topeng yang diterima sering sulit dimengerti dan dipahami sehingga perwujudannya juga sulit. Pesanan yang diterima sering berupa pernyataan makna namun tidak ada disainnya. Di sinilah diperlukan kepintaran seorang seniman dalam menterjemahkan makna tersebut.
Secara umum karya-karya Wayan Sukarya, menggambarkan fenomena sosial yang terjadi dimasyarakat. Dalam perwujudanya tidak mudah untuk dicerna maksud dan tujuannya. Karena unsur-unsur rupa yang dipakai memvisualisasikan makna yang dimaksud mudah dibaca namun secara utuh sulit keluar maknanya. Untuk mengetahui makna yang terkandung dari masing-masing topeng tersebut diperlukan penjelasan dari pembuatanya.
Wayan Sukarya telah menyelesaikan karya-karya topeng, namun jumlahnya tidak tercatat. Permintaan untuk membuat topeng selalu datang tiap tahun dengan jumlah sekitar 10-15 biji dengan ukuran bervariasi, tinggi 50-70 cm dan lebar 40-60 cm. harga yang dipasang juga bervariasi mulai dari Rp 3.000.000,0 sampai Rp 6.000.000,00. Pemesan topengnya lebih banyak datang dari luar negeri terutama dari Italia.
Bentuk atau corak karya topeng Wayan Sukarya ada tiga dimensi, berwajah satu, berwajah ganda yaitu satu muka dengan dua wajah yang dapat dilihat bolak-balik. Bentuk visual yang disampaikan keluar dari pakem-pakem tradisi, tidak mengusung tradisi namun proses perwujudannya melalui proses tradisi Bali. Corak kemodernannya dapat dilihat dari unsur-unsur rupa yang dipakai menyampaikan pesan seperti garis dan bidang serta komposisinya.
Ide penciptaan topeng ini lebih banyak terinspirasi dari kehidupan manusia sehari-hari dan sifat-sifat manusia dalam menjalani hidup. Sifat umum yang dimiliki oleh manusia, yang paling dasar adalah sifat baik dan buruk. Sifat ini muncul dalam karya-karyanya baik secara terpisah maupun bersama-sama. Sifat baik dan buruk dapat dilihat dalam berbagai bentuk tindakan manusia dalam hidupnya. Idenya tidak memfokus pada suatu kehidupan manusia di daerah tertentu, namun manusia global. Dalam beberapa karya mengambil ide dari manusia ras tertentu untuk untuk menyampaikan ide yang ingin disampaikan. Dilihat dari fungsi karya ini hanya untuk penyampaian ide dari seorang pembuat topeng, sedangkan fungsi kedua dapat dilihat sebagai benda hias.
Dalam berkarya Wayan Sukarya menggunakan alat-alat yang biasa digunakan seperti mengerjakan topeng-topeng tradisional, seperti kapak, pisau penghalus (mutik), gergaji, dan pahat khusus untuk mengerjakan topeng. Bahan kayu gelontongan dipotong dengan gergaji kemudian dibuat wujud kasarnya dengan menggunakan kapak. Setelah wujud kasar mendekati wujud yang diinginkan, kemudian digunakan pahat dan mutik sebagai penghalus. Penghalusan terakhir dalam proses awal ini dilakukan dengan amplas.
Pewarnaan menggunakan warna-warna pabrik dan sebagian kecil masih menggunakan warna-warna tradisional Bali. Hal ini dilakukan karena warna pabrik lebih mudah mencari warna sesuai keinginan dibandingkan warna tradisional Bali. Keunggulan warna Bali, proses pembuatannya unik serta citra Bali yang masih laku dijual dalam berbagai bidang. Secara umum warna-warna yang dipakai sebagai warna dasar adalah warna-warna yang berkesan lembut seperti krem dan oranye, hanya beberapa memakai warna gelap dan kusam. Proses pewarnaan dilakukan dengan cara; pertama topeng yang siap diwarnai dipoles cat penutup terbuat dari tulang binatang dicampur perekat. Proses pemolesan ini dilakukan sampai 14 kali tumpukan, makin banyak makin baik. Kedua setelah cat penutup selesai dilakukan, dilanjutkan dengan proses pewarnaan sesuai dengan keinginan.
Karya-karya yang dibuat Wayan Sukarya tidak pernah dipasarkan dengan cara-cara tertentu seperti pameran, tetapi pemesan datang sendiri ketempat kerjanya dengan membawa atau tidak disain/ gambar yang akan dipesan. Dilihat dari pemesan kebanyakan pesanan topeng-topeng jenis modern, ini lebih banyak datang dari luar negeri seperti Italia. Menurut tamu-tamu tersebut memamerkannya diberbagai negara.
Topeng modern Sukarya kalau dilihat dari segi bentuknya secara evolusi mengalami pembaharuan-pembaharuan prosfektif. Bentuk tidak terlihat dengan proporsi dan nilai-nilai estetik yang dianggap ideal dalam objek. Bentuk, ruang, komposisi bebas dapat diwujudkan secara visual yang menekankan karakter ataupun ekspresi pribadi seniman. Seperti contoh dalam karya pembaharuan Sukarya dalam bentuk topeng bermuka dua yang disesuaikan dengan keadaan disain dan kreativitas modern dengan bentuk kebaliannya.
Apa yang dicerminkan sebagai ekspresi Topeng modern Sukarya memang berbeda dengan kepentingan fungsi ritual daripada bentuk Topeng pada zaman sebelumnya, tetapi fungsi yang sama untuk memuaskan batin manusia. Kehalusan perasaan, kekayaan intuisi dan ide dapat disalurkan melalui bentuk-bentuk kreativitas artistik dalam Topeng modern sebagai nilai kemanusiaan yang berharga untuk dihayati.
Makna-makna yang disampaikan dari karya-karya ini banyak yang sulit dimengerti, karena judul-judul yang disampaikan pemesan banyak yang tidak tercatat oleh pembuatnya. Namun demikian ikon-ikon/ tanda-tanda yang dimunculkan dalam karya tersebut maknanya dapat dibaca atau diinterpretasikan. Makna-makna yang dapat diinterpretasikan dari karya-karya tersebut seperti disinggung dalam pembahasan ide penciptaan di atas adalah konsep sifat dasar manusia baik dan buruk, yang terwujud dalam berbagai tindakan dan tingkah laku manusia di atas bumi ini, tidak terkecuali dari mana mereka berasal. Kejadian-kejadian yang diangkat sangat universal yang mungkin saja dapat dialami oleh setiap orang. Lewat karya ini manusia disajikan sifat-sifat yang dimiliki serta bagaimana untuk menyingkapinya.
Topeng Modern I Wayan Sukarya, Antara Pesanan Dan Idealisme selengkapnya